Vous êtes sur la page 1sur 4

Edu-Bio; Vol.

4, Tahun 2013

Kholid Musyaddad, Problematika

Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau


Human Development Index (HDI) yang dirilis pada tanggal 5
Oktober 2009 Indonesia berada pada kategori Pembangunan
Manusia Menengah dengan Indeks IPM 0,734, dan berada di urutan
ke-111 dari 180 negara. Posisi ini kalah jauh dari negara tetangga
kita, Malaysia, yang berada pada kategori Pembangunan Manusia
Tinggi dengan indeks IPM 0,829, dan berada pada urutan ke-66.
IPM merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup,
melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara
seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau
negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari
kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Terlihat jelas bagaiman kondisi pendidikan bangsa kita
dewasa ini. Pada kenyataanya pendidikan belum sepenuhnya
memberikan pencerahan kepada masyarakat melalui nilai dan
manfaat pendidikan itu sendiri. Rendahnya kualitas lulusan
merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan di Indonesia belum
secara optimal dikembangkan. Relevansi pendidikan dalam hal
substansi dengan kebutuhan masyarakat dinilai masih rendah.
Parahnya lagi, pendidikan menjadi kawasan politisasi dari para
pejabat. Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia
dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih
termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan
yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek
pendidikan kita.
Menyoal problematika yang dihadapi bangsa dalam hal
pendidikan, penulis tertarik untuk membuat uraian permasalahan ini
dan mengemukakan solusi-solusi yang kiranya dapat direnungkan
melalui sebuah tulisan yang berjudul Pendidikan di Indonesiaku
(Problematika dan Solusinya).

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA


Kholid Musyaddad
Abstrak
Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya memberikan
pencerahan kepada masyarakat melalui nilai dan manfaat
pendidikan itu sendiri. Kondisi ini terbukti dari rendahnya kualitas
lulusan, rendahnya relevansi pendidikan dalam hal substansi
dengan kebutuhan masyarakat, dan pendidikan justru dijadikan
sebagai kawasan politisasi dari para pejabat. Untuk itu perlu
adanya identifikasi kembali terhadap problematika pendidikan
Indonesia dan solusi atas problematika tersebut.
Kata Kunci: Kualitas, problematika, solusi, pendidikan
A. Pendahuluan
Manusia yang berkualitas merupakan ujung tombak kemajuan
suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris,
Jerman, dan bahkan Malaysia menempatkan pendidikan sebagai
faktor strategis dalam memajukan bangsanya. Pendidikan yang
berkualitas dapat menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas dan produktif. Keberhasilan suatu bangsa dalam
membangun pendidikan merupakan barometer tingkat kemajuan
bangsa tersebut.
Pendidikan sudah kita terima sejak lahir. Pendidikan bisa
bersifat formal ataupun informal. Informal maknanya pendidikan
bisa kita dapatkan melalui lingkungan, pergaulan, dan keseharian di
rumah. Sedangkan, formal dalam artian pendidikan diperoleh
melalui jalur resmi pendidikan seperti sekolah atau perguruan tinggi.
Di Indonesia, upaya pembangunan pendidikan formal juga
dilakukan di berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar,
menengah, sampai pendidikan tinggi. Semua jenjang ini
diharapakan memenuhi fungsi dan mencapai tujuan pendidikan
nasional, seperti yang terdapat dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yaitu berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
51

B. Problema Pendidikan Indonesia


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) merupakan pengukuran perbandingan
dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk
mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju,
negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas
hidup. Berdasarkan rilis terbaru IPM (5 Oktober 2009) Indonesia
berada pada kategori Pembangunan Manusia Menengah dengan
Indeks IPM 0,734, dan berada di urutan ke-111 dari 180 negara.
Dari hal ini terlihat jelas bahwa pendidikan di Indonesia belum
52

Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013

Kholid Musyaddad, Problematika

Selain itu, adanya parktek jual-beli kursi. Sungguh miris jika


mendengarnya. Hanya untuk mencari sekolah atau agar
anaknya bersekolah di tempat yang diinginkan oleh orang tuanya
(yang notabene belum tentu anaknya nyaman berada di sekolah
pilihan orang tuanya), orang tua siswa rela untuk meronggoh
kocek untuk diberikan kepada oknum-oknum yang menjanjikan
kesempatan bersekolah di sekolah yang diinginkan. Dan jangan
salah, oknum ini tidak harus berasal dari sekolah, banyak
pejabat-pejabat yang menggunakan kekuasaannya untuk
menekan pihak sekolah agar tentengan (anak yang membeli
kursi) diterima. Bukankah ini salah satu bentuk korupsi? Jika dari
sekolah anak-anak kita sudah terbiasa melihat praktek-praktek
curang seperti ini, jangan salahkan banyak koruptor di Indonesia
(http://id.wikipedia.org).

optimal pelaksanaanya dalam menunjang pembangunan bangsa


(Nuryata, 2010: 45).
Ada beberapa aspek pendidikan yang bisa kita cermati dan
mengemuka akhir-akhir ini sebagai masalah-masalah penting dalam
pendidikan, yaitu :
1. Kurikulum
Kurikulum sering dianggap dokumen sakti yang harus
menjadi pegangan. Apa yang tertuang di dalamnya menjadi satusatunya pegangan. Banyak guru yang masih takut berkreasi dan
berinovasi. Orientasi kurikulum masih dilihat dari ketuntasan
materi pelajaran. Guru menjadi panik begitu menyadari materi
yang diajarkan belum terselesaikan. Guru selalu dikejar-kejar
target kurikulum, padahal pelaksanaan pembelajaran mengalami
berbagai situasi yang berbeda-beda setiap semester dan setiap
tahunnya. Sehingga pembelajaran di kelas sebagian besar masih
terbatas pada penyelesaian bahan ajar tanpa memedulikan
apakah seluruh peserta didik sudah menguasai pelajaran atau
belum. Realitanya hanya sepertiga peserta didik yang menguasai
seluruh
pelajaran.
Sedangkan
duapertiganya
akan
mengakumulasikan ketidakpahamannya yang nanti tercermin
dalam ketidakmampuannya menjawab tes yang diberikan.
Selain itu, substansi kurikulum dalam hal kepadatan materi
tidak signifikan dengan alokasi waktu tersedia. Ini juga
merupakan salah satu sebab bahwa materi yang dibelajarkan di
kelas kurang bermakna dan kurang terlihat relevansinya bagi
siswa (Suyanto, 2002: 23).

3. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang
memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki kemampuan analisis
tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu
permasalahan akan dapat mengambil keputusan yang tepat.
Akan tetapi fenomenanya, pendidikan itu dapat pula
menyesatkan. Bisa kita lihat dari kualitas pendidikan kita yang
hanya diukur berdasarkan ijazah. Padahal sekarang ini banyak
ijazah yang diperjual-belikan. Dan tidak bisa kita pungkiri banyak
pejabat yang membelinya. Jika kita pikirkan, berarti asalkan
memiliki uang kita tidak perlu bersekolah, ijazah tinggal kita beli
saja. Bagaimana kondisi bangsa ini, jika semua orang berpikiran
seperti itu?

2. Biaya
Biaya pendidikan mahal? ya, bagi sebagian besar
masyarakat biaya pendidikan masih dianggap mahal. Kita lihat
contoh real mengenai program Wajib Belajar Sembilan Tahun,
yang sejatinya masih menjadi pekerjaan rumah bagi kita. Karena
pada kenyataannya banyak anak-anak usia sekolah yang tidak
bersekolah atau putus sekolah dengan alasan biaya. Padahal
ada dana bantuan dari pusat, tapi tetap saja ada pungutanpungutan liar yang dilakukan sekolah berkedok kesepakatan
antara sekolah dan orang tua siswa. Tapi serta merta kita tidak
bisa menyalahkan sekolah saja. Praktek di luar, dana bantuan
dari pusat tidak utuh sampai di sekolah. Entah di tingkat mana
dana-dana tersebut dipangkas oleh oknum-oknum yang
terhormat.

53

4. Ujian Nasional
Kontroversi mengenai pelaksanaan Ujian Nasional (UN)
sudah mewacana sejak tahun pelajaran 2002/2003. Pada tahun
tersebut banyak pihak merasakan penyimpangan dari
pelaksanaan UN, yang pertama bahwa yang dinilai dalam UN
hanya aspek kognitif peserta didik, padahal dalam kependidikan,
kemampuan peserta didik meliputi tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penyimpangan yang kedua
yaitu bahwa penentuan standar pendidikan dilakukan secara
sepihak oleh pemerintah. Hal ini tentunya merampas hak guru
dalam melakukan penilaian. Ketiga, UN mengabaikan unsur
penilaian proses. Dan, penyimpangan yang keempat, yaitu UN
memberikan beban sosial dan psikologis kepada siswa. Siswa
dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang di UN-kan.
54

Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013

Kholid Musyaddad, Problematika

memang tidak murah, atau tepatnya bisa kita katakan tidak harus
murah atau gratis. Pemerintah seharusnya menjamin bahwa setiap
warga negaranya memperoleh pendidikan. Menjamin pula bahwa
masyarakat bawah bisa mengakses pendidikan yang bermutu.
Idealnya pendidikan di Indonesia harus dapat dikenyam oleh anak
usia sekolah minimal SMA sederajat, tanpa memandang anak
tersebut berasal dari keluarga kaya ataupun miskin.
Mengenai permasalahan pendidikan yang hanya didasarkan
pada ijazah dan kelulusan UN. Ijazah memang penting untuk
menunjukkan legalitas kemampuan kita, akan tetapi hendaknya
yang memerlukan ijazah ini lebih menekankan proses perolehan
ijazah. Tidak ada bedanya dengan UN, sebenarnya pelaksanaan
UN masih relevan, tetapi dalam prosesnya masih ada yang perlu
diperhatikan dan dibenahi. Contohnya, standar kelulusan lebih baik
disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan masing-masing siswa.
Jika menyangkut masalah sarana prasarana tentunya akan
berpulang lagi pada komitmen pemerintah dan pemangku
pendidikan terkait. Dan tidak terlepas pula yang sudah dibahas di
atas bahwa semuanya harus dikembalikan ke pribadi pemangku
kepentingan, apakah mereka berniat untuk benar-benar berguna
bagi negara atau sekedar mencari keuntungan ditengah kondisi
pendidikan bangsa ini. Jika semua pemangku kepentingan memiliki
rasa kejujuran dan keinginan untuk memajukan bangsa, tidak
mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan bisa bersifat tegas
terhadap hal-hal yang dapat merugikan sistem pendidikan kita,
niscaya pendidikan yang berkualitas akan dimiliki oleh bangsa ini.
Mulai dari pejabat pusat dan sampai guru yang bersentuhan
langsung dengan siswa, harus memiliki komitmen yang sama dalam
memajukan pendidikan bangsa ini (http://sim.ormawa.uns.ac.id).

Padahal tujuan pembelajaran adalah untuk membangun


pemahaman siswa, bukannya malah menghafal pelajaran.
Walaupun pada dua tahun pelajaran terakhir penyimpanganpenyimpangan di atas sudah diminimalisir, tapi tetap saja para
pendidik dan siswa belum bisa bernafas lega. Memang penilaian
oleh guru selama proses pendidikan berlangsung sudah ikut
dipertimbangkan, namun proporsinya masih kecil, hanya 0,4.
Sedangkan UN yang standarnya masih ditentukan oleh
pemerintah pusat memiliki proporsi 0,6. Ini suatu beban
psikologis juga bagi siswa (http://id.wikipedia.org).
5. Fasilitas Pendidikan
Akhir-akhir ini banyak kita mendengar dan melihat di
televisi berita tentang sekolah-sekolah yang hampir roboh,
dimana anak-anaknya terpaksa belajar di luar kelas. Miris
melihat ini, bahkan sampai sekolah yang berada di ibukota pun
mengalami kejadian seperti ini. Bukankah negara ini memiliki
anggaran pendidikan yang tentunya dapat menanggulangi
permasalahan seperti ini. Para pejabat kita di Senayan saja tiap
bulan bisa melakukan tour ke luar negeri berkedok studi banding,
mengapa hanya memperbaiki sekolah yang rusak mesti berlarutlarut. Yang dirugikan tentunya anak-anak calon penerus bangsa
ini. Bagaimana mereka tidak was-was jika harus belajar di dalam
gedung yang hampir roboh (Kasim, 2009).
C. Solusi bagi Problematika Pendidikan Indonesia
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan
secara terkotak-kotak. Tetapi harus di tempuh dalam suatu tindakan
yang menyeluruh. Misalnya jika pemerintah hanya menaikkan
anggaran, tetapi sumber daya dan mutu pendidikan masih rendah,
maka apa yang diharapkan tidak akan tercapai.
Jika kita lihat melalui permasalahan kurikulum, hal yang dapat
kita benahi adalah pelaksanaan dan tuntutan yang diberikan kepada
pelaksana kurikulum ini. Contohnya, jika guru di sekolah diberikan
keleluasaan dalam menjalankan kurikulum (asal masih berada pada
koridornya) maka janganlah guru dituntut untuk menghabiskan
materi. Bukankah pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa
benar-benar memahami materi walaupun sedikit, daripada banyak
tapi yang diketahui hanya permukaannya saja.
Menyoal masalah biaya, jika semua pemangku pendidikan
menjalakan program dengan benar, anggaran pendidikan di negara
ini tidaklah kurang. Sayangnya dengan adanya permainan oknumoknum, segala hal menjadi kurang, pemerataan penerimaan dana
pendidikan pun tidak seimbang.Pendidikan yang berkualitas
55

D. Penutup
Kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Padahal
pendidikan memiliki peranan penting dalam menyiapkan sumber
daya manusia untuk pembangunan bangsa ini. Ada beberapa aspek
pendidikan yang akhir-akhir ini mengemuka dalam beberapa wacana
yang berkaitan dengan problematika pendidikan di Indonesia, yaitu :
a. kurikulum yang pelaksanaanya belum relevan dengan tuntutan
masyarakat,
b. biaya pendidikan yang mahal,
c. tujuan pendidikan yang dalam prosesnya pencapaiannya
menyimpang,
d. kontroversi pelaksanaan Ujian nasional, dan
e. banyak
fasilitas
pendidikan
yang
tidak
memadai.
Semua hal tersebut pada dasarnya berpulang pada kejujuran
56

Edu-Bio; Vol. 4, Tahun 2013

pelaksana pendidikan dalam menjalankan pendidikan bangsa ini.


Jika semua pelaksana pendidikan memiliki kejujuran dan
komitmen yang sama yaitu untuk memajukan bangsa ini, niscaya
pendidikan yang berkualitas akan diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Nuryata, Made. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Jakarta : Sekarmita


Suyanto, 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia
Tantangan Global Pendidikan Nasional. Jakarta : Grasindo

Baru.

http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_Manusia#Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_Indeks_Pembangun
an_Manusia#endnote_2
http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalahpendidikan-di-indonesia/
http://sim.ormawa.uns.ac.id/2009/01/05/masalah-pendidikan-diindonesia/

57

Vous aimerez peut-être aussi