Vous êtes sur la page 1sur 25

KEPERAWATAN PERKEMIHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPOSPADIA

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KELAS AJ2/B17
Zun Nurainy
C. Ketut Subiyanto
Hasanah Eka W.
Nur Maziyya
Siwi Sabdasih
Diyah Hita M.
Dessy Era P.

131411123044
131411123045
131411123048
131411123050
131411123052
131411123054
131411123056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara
uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah
proksimal ujung penis (Muttaqin & Sari, 2011). Letak meatus
bisa terletak pada glandular hingga perineal. Angka kejadian
hipospadia adalah 3,2 dari 1000 kelahiran hidup (Purnomo,
2011).
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak
adanya dinding uretra sebelah atas atau letak susunan dorsal
pada

meatus

uretra.Sedangkan

hipospadia

adalah

merupakan congenital anomaly yang mana uretra bermuara


pada sisi bawah penis atau perineum (Suryadi & Yuliani,
2010).
2.2 Klasifikasi
Derajat keparahan hipospadia dibagi berdasarkan lokasi
meatus uretra dan besarnya angulasi penis yang dicatat
ketika ereksi.
1. Derajat pertama: meatus uretral terletak pada pangkal
glans penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya
bersifat asimtomatik.
2. Derajat kedua: meatus uretra terletak antara glans penis
dan skrotum (penil shaft).
3. Derajat ketiga: meatus uretra treletak pada pertemuan
penoskrotral dan perineum. Kelainan cukup besar,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu (Gray &
Moore, 2009).
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi
korde, Browne 1936 dalam Purnomo (2011), membagi
hipospadia dalam tiga bagian besar, yaitu:

1. Hipospadia anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal,


dan penis distal,
2. Hipospadia medius

terdiri

atas:

midshaft

dan

penis

proksimal
3. Hipospadia posterior terdiri atas: penoskrotal, skotal, dan
perineal (Purnomo, 2011).

2.3 Etiologi
Beberapa faktor penyebab terjadinya Hipospadia dan
epispadia, meliputi faktor genetik, endokrin dan lingkungan.
1. Faktor genetik
Sebuah kecenderungan genetik telah disarankan oleh
peningkatan 8 kali lipat dalam kejadian hipospadia antara
kembar monozigot dibandingkan dengan tunggal.
Kecenderungan keluarga telah dicatat dengan 1. Prevalensi
hipospadia pada anak laki-laki nenek moyang dengan
hipospadia telah dilaporkan sebesar 8%, dan 14% dari
anak

saudara

dengan

(Muttaqin & Sari, 2011).


2. Faktor endokrin
Penurunan
androgen

hipospadia

atau

juga

terpengaruh

ketidakmampuan

untuk

menggunakan androgen dapat mengakibatkan hipospadia.


Dalam sebuah laporan tahun 1997 oleh Aaronson dkk., 66

% dari anak laki-laki dengan hipospadia ringan dan 40 %


dengan hipospadia berat ditemukan memiliki cacat dalam
biosintesis testoteron testis.
Mutasi alfa reductase enzim-5, yang mengubah testoteron
(T) menjadi dihidrotestosteron (DHT), secara signifikan
telah dihubungkan dengan kondisi hipospadia. Sebuah
laporan tahun 1999 oleh Silver dkk. Ditemukan hampir 10
% dari anak laki-laki dengan hipospadia terisolasi memiliki
setidaknya satu alel terpengaruh dengan alpha reductase
mutasi -5 (Muttaqin & Sari, 2011).
3. Faktor lingkungan
Gangguan endokrin oleh agen

lingkungan

adalah

mendapatkan popularitas sebagai etiologi mungkin utnuk


hipospadia dan sebagai penjelasan atas kejadian yang
semakin menigkat.
Estrogen telah telibat
abnormal

pada

hewan.

dalam

pengembangan

Lingkungan

dengan

penis

aktifitas

estrogenik signifikan di mana-mana dalam masyarakat


industri dan tertelan sebagai pestisida pada buah-buahan
dan sayuran, tanaman estrogen endogen, dalam susu dari
sapi perah laktasi hamil, dari lapisan plastik di kaleng
logam, dan obat-obatan.
Sebuah studi oleh Hadziselimovic tahun 2000 dijelaskan
peningkatan konsentrasi estrdiol dalam syncytiotrophoblast
basal palsenta anak laki-laki dengan testis yang tidak
turun. Testis tidak turun dan hipopasdia telah dihubungkan,
tetapi peningkatan konsentrasi estradiol belum terlibat
dalam hipospadia (Muttaqin & Sari, 2011).
2.4 Patofisiologi
Hipospadi
diperkirakan

merupakan
terjadi

suatu
pada

cacat
masa

bawaaan
embrio

pengembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu.

yang
selama

Perkembangan terjadinya fusi dari garis tengah dari lipatan


uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan
letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran
pada glans, kemudian di sepanjang batang penis hingga
akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi
yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee,

pada sisi ventral menyebabkan

kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.


Chordee atau lengkungan ventral dari penis, sering dikaitkan
dengan hipospadia, terutama bentuk-bentuk yang lebih
berat. Hal ini diduga akibat dari perbedaan pertumbuhan
antara pertumbuhan jaringan normal tubuh kopral atau uretra
ventral dilemahkan dan jaringan terkait. Pada kondisi yang
lebih

jarang,

kegagalan

jaringan

spongiosum

dan

pembentukan fasia pada bagian distal meatus uretra dapat


membentuk balutan berserat yang menarik meatus uretra
sehingga memberikan kontribusi untuk terbantuknya suatu
korda (Muttaqin & Sari, 2011).
2.5 Manifestasi Klinis
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat
dengan posisi berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertau
hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai
hipospadia
(Corwin, 2009)
Sedangkan menurut Purnomo (2011), manifestasi klinis
dari hipospadia dan epispadia antara lain:

1. Pada hipospadia tidak didapatkan prepusium ventral


sehingga prepusium dorsal menjadi berlebihan (dorsal
hood)
2. Sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral).
3. Kadang-kadang didapatkan stenosis meatus uretra dan
anomali bawaan berupa testis maldesensus atau hernia
inguinalis.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa hipospadia dibuat berdasarkan pemeriksaan
fisik. MRI dan cystourography digunakan untuk mengetahui
hubungan penurunan testis yang abnormal dan malformasi
traktus urinarius. Pada pemeriksaan fisik, meatus uretra
eksternal ditemukan pada bagian ventral penis. Sedangkan
pada epispadia meatus uretra eksternal terletak pada bagian
dorsal penis.
Hipospadia merupakan gejala yang simtomatis. Anak
laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesulitan saat
BAK. BAK sambil duduk mungkin bisa dilakukan tergantung
dari tingkat keparahan. Infeksi saluran kemih dapat terjadi
akibat obstruksi urinary parsial karena abnormalitas meatus.
Jika letak meatus dekat dengan dasar penis, ejakulasi dan
inseminasi normal akan sulit terjadi baik secara parsial
maupun total.
2.7 Penatalaksanaan
Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1
atau 2 tahun. Sirkumsisi dihindari pada bayi baru lahir agar
kulup dapat digunakan untuk perbaikan di masa mendatang
(Corwin, 2009).
Tujuan operasi hipospadia adalah:

1. kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual


normal (ereksi lurus dan pancaran ejakulasi kuat)
2. penis dapat tumbuh dengan normal
Umumnya teknik operasi hipospadia/epispadia terdiri
dari dua tahap, yaitu:
1)

Operasi pelepasan chordee dan tunneling.


Dilakukan pada usia 1 - 2 tahun. Pada tahap ini dilakukan
insisi chordee dari muara uretra sampai ke glans penis.
Setelah eksisi chordee maka penis akan menjadi lurus akan
tetapi uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat
keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan
intraoperatif dengan menyuntikkan NaCl 0.9% ke dalam
kavum cavernosum.
Pada

saat

yang

bersamaan

dilakukan

operasi

tunneling, yaitu pembuatan uretra pada glans penis dan


muaranya. Bahan untuk menutup luka eksisi chordee
diambil dari preputim pada bagian dorsal. Oleh karena itu
hipospadia

merupakan

kontraindikasi

mutlak

untuk

sikumsisi.
2)

Operasi ureteroplasti (membuat neurouretra dari penis)


Biasanya dilakukan enam bulan setelah operasi pertama.
Uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral yang di insisi
secara longitudinal parallel di kedua sisi.
Reparasi hipo/epispadia dianjurkan pada usia pra-sekolah
agar tidak mengganggu kegiatan belajar pada saat operasi.
Perlu diingat bahwa seringkali rekonstruksi hipo/epispadia
membutuhkan lebih dari sekali operasi, koreksi ulangan jika
terjadi komplikasi. Pada hipospadia posterior dengan disertai
testis maldesensus dianjurkan untuk melakukan uretroskopi
praoperatif guna melihat kemungkinan adanya pembesaran
utrikulus prostatikus yang mungkin terdapat keraguan jenis
kelamin (sexual ambiquity) (Purnomo, 2011).

2.8 Komplikasi
1. Striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra
2.
3.
4.
5.

yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat)


Fistula
Infertility
Resiko hernia inguinal
Gangguan psikososial
Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa.

Apabila chordeenya parah, maka penetrasi selama


berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009).
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas: meliputi nama, umur, jenis kelamin.
Angka kejadian hipospadia adalah 3,2 dari 1000
kelahiran hidup
b. Keluhan utama:

anak

mengalami

kesulitan BAK, lubang penis tidak berada


pada ujung sehingga pancaran urine bisa jadi
ke samping.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat imunisasi
f. Status nutrisi
g. Pemeriksaan fisik:
1) Hipospadia: meatus uretra eksternal ditemukan pada
bagian ventral penis
2) Epispadia: meatus uretra eksternal terletak pada bagian
dorsal penis (Ngastiyah, 2005).
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Anak
1) Gangguan eliminasi urine b.d

bentuk anatomis uretra

eksternal yang abnormal


2) Nyeri b.d iritasi kulit akibat ruam kulit
3) Resiko kerusakan integritas kulit b.d statis urine
4) Resiko Infeksi b.d pengeluarn urine yang tidak sempurna

5) Harga diri rendah b.d bentuk penis yang tidak sama


dengan teman sebaya (muncul pada pre school/school)
6) Ganguan body image b.d keanehan bentuk penis saat
BAK (muncul pada pre school/school)
b. Orang Tua
1) Ansietas b.d bentuk abnormal penis saat anak BAK
2) Kurang pengetahuan b.d hipospadia/epispadia pada anak
Hospitalisasi (MRS)
a. Anak
1) Ketakutan b.d prosedur tindakan
2) Ansietas b.d lingkungan asing dan prosedur tindakan
3) Kehilangan control b.d hospitalisasi
b. Orang Tua
1) Ansietas

b.d

perubahan

lingkungan

dan

prosedur

tindakan pada anak.


2) Kurang pengetahuan b.d prosedur tindakan dan sistem
pelayanan RS
Post Operasi
a. Anak
1)

Resiko cidera b.d prosedur pembedahan, anesthesia

2)

Nyeri b.d insisi bedah

3)

Resiko komplikasi b.d prosedur pembedahan

b. Orang Tua
1) Ansietas b.d prosedur pembedahan dan hasil operasi
anak
2) Kurang pengetahuan b.d prosedur pembedahan dan
hasil operasi anak
3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
a. Anak
1) Gangguan eliminasi urine b.d
yang abnormal

anatomis uretra eksterna

Tujuan : tidak terjadi gangguan eliminasi


Kriteria Hasil: Klien mampu berkemih dengan nyaman
Intervensi
1.
Kolaborasi
medis

untuk

operasi

Rasional
dengan 1.
Mengatasi

kelainan

rencana

eksterna

(uretroplasty,

anatomis

uretra

yang abnormal

cordectomy)
2.

Berikan

health 2.

Adaptasi

education

sebelum

terhadap

operasi

orangtua

dekat

untuk

klien

Orangtua
anaknya

daripada

kesehatan

lebih

petugas
sehingga

informasi yang di beri dapat


diterima klien.
2) Nyeri akut b.d bentuk anatomis uretra eksternal yang
abnormal
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien

merasa nyaman pada saat berkemih.


Kriteria Hasil:
a) Area penis stalah berkemih kering dan bersih
b) Klien tampak tenang
c) Orang tua klien mampu membantu klien pada waktu
BAK dan membersihkan setelah BAK
Intervensi
1.
Bantu

2.

.Rasional
anak 1.
Area penis yang bersih

membersihkan area penis

mengurangi

setelah selesai berkemih

ketidaknyamanan.

Tenangkan
dengan
pengertian

anak 2.

Berguna

memberikan

membantu

anak

tentang

memahami

penyebab

kondisinya dengan bahasa

ketidanyamanan

yang

dialaminya.

mudah

untuk

dimengerti

yang

anak.
3.

3.

Libatkan
dalam

orang

tua

penatalaksanaan

ini.

Orang
pihak

tua

sebagai

terdekat

diharapkan

anak

pengertian

yang diberikan akan lebih


mudah

dipercaya

oleh

anak.
3) Resiko infeksi b.d statis urine
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan tidak

didapatkan tanda-tanda infeksi


Kriteria Hasil:
a) Warna urine jernih, bau khas amoniak
b) Area genitalia terlihat bersih dan kering
c) Keluarga

dapat

membantu

membersihkan

area

genitaia klien sesuai dengan petunjuk perawat.


Intervensi
1.
Kaji
urine,

Rasional
jumlah, 1.
Untuk

warna dan bau

adanya
infeksi

2.

Bantu

mengetahui

anak

tanda-tanda
pada

traktus

urinarius

membersihkan

area 2.
Area genitalia yang
genitalianya pada saat BAK
dibersihkan dengan baik
untuk mengurangi resiko
setelah
BAK
dapat
infeksi.

membantu
resiko

infeksi

disebabakn
3.

Libatkan
dalam

tindakan

keluarga
tersebut 3.

mengurangi
yang

peningkatan

jumlah kuman.
Keluarga

sebagai

untuk mengurangi resiko

pihak terdekat diharapkan

infeksi pada anak.

dapat

membantu

mengurangi resiko infeksi


anak secara langsung.

4) Harga diri rendah b.d bentuk penis yang tidak sama


dengan

teman

sebaya

(muncul

pada

fase

preschool/school)
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan klien

dapat menerima keadaannya saat ini dan yakin


bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
Kriteria Hasil:
a) Klien mampu bergaul dengan teman-temannya
b) Klien mengatakan bisa menerima keaadaannya
c) Keluarga

mampu

meyakinkan

anaknya

atas

kondisinya.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji penurunan harga 1.
Penurunan harga diri
diri pada anak

pada

anak

dapat

menimbulkan
2.

Lakukan
pada

komunikasi

anak

kondisinya

gangguan

perkembangan

tentang

mental

anak.

saat

itu. 2.
Komunikasi
Yakinkan bahwa kondisi itu
efektif
bisa diperbaiki.
mengembalikan

yang
dapat
percaya

diri anak akan kondisinya


saat itu dan mengubah
pola berpikir anak tentang
3.

Libatkan

keluarga

perbedaanya

dengan

untuk selalu memberikan

teman-temannya

motivasi pada anak.

lain.
3.

Pemberian
pada

anak

dapat
harga

yang
motivasi

diharapkan

meningkatkan
diri

percaya dirinya

dan

rasa

5) Gangguan body image b.d keanehan bentuk penis saat


BAK (muncul pada fase preschool/school)
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan klien

tidak mengeluhkan akan kondisinya saat ini


Kriteria Hasil:
a) Klien tidak menanyakan lagi kenapa kalau kencing
lewat bawah
b) Klien mengatakan tidak malu lagi
Intervensi
1.
Kaji

sejauh

gangguan

body

Rasional
mana 1.
Gangguan body image
image

dapat

yang dialami anak.

mempengaruhi

perilaku dan mental anak


seiring dengan besarnya
tingkat gangguan.

2.

Lakukan
pada

komunikasi

anak

2.

sehubungan

Dengan

komunikasi

diharapkan

dapat

mengetahui

dengan kondisinya

gangguan
pada

tingkat
body

anak

image

serta

memberikan

dapat

gambaran

yang positif sehubungan


dengan kondisi anak.
3.

Libatkan keluarga dan 3.


guru

untuk

memberikan

Keluarga

dan

diharapkan

guru
mampu

motivasi dan pengetahuan

membangun motivasi dan

baru sehubungan dengan

pikiran positif sehubungan

kondisi anak saat ini.

ketidaknyamanan

yang

dialami anak.
4.

Yakinkan anak bahwa


keanehan

bentuk

penisnya
disembuhkan

pada
dapat
dengan

4.

Dengan
keyakinan
bahwa

memberikan
pada

kondisi

disembuhkan

tsb

anak
bisa

diharapkan

operasi.

bisa

mengurangi

gangguan

body

image

yang dialaminya.
b. Orang tua
1) Ansietas b.d bentuk abnormal penis pada anak saat BAK
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang

tua

klien

mengerti

tentang

penyebab

dan

penatalaksanaan atas penyakit anaknya.


Kriteria Hasil:
a) Orang tua klien mengetahui penyebab penyakit klien
b) Orang tua klien mengetahui penatalaksanaan perawatan
klien
c) Orang tua klien mampu memberikan infomasi pada klien
tentang penyakit yang diderita
Intervensi
1.
Kaji
penyebab
tingkat

Rasional
dan 1.
Penyebab dan tingkat

kecemasan

pada

kecemasan

orang tua.

dapat

mempengaruhi
keperawatan

asuhan

yang

akan

diberikan pada klien.


2.
2.

Berikan
tentang
untuk

tentang

informasi

masalah

secara

memantau

apakah

orang tua.

dapat

orang tua tentang kondisi


3.

untuk
ada

Komunikasi yang baik


yang

didasari

kepercayaan

mampu

mengurangi

perubahan masalah yang


menambah

terkait

anak.

komunikasi

intensif

masalah

mengubah cara pandang

mengurangi

Lakukan

informasi

diharapkan

terkait

kcemasan orang tua.


3.

Pemberian

kecemasan

pada orang tua.

kecemasan
4.

Teh

mengandung

4.

Berikan minuman: teh


manis;

saat

antioksidan

melakukan

glukosa

ditambah

dapat

sedikit

komunikasi dengan orang

mengurangi cemas saat

tua.

komunikasi.
5.

5.

Sarankan pada orang

Tindakan

gegabah

tidak

dapat

tua untuk tidak gegabah

menyelesaikan

apabila

dengan baik.

kecemasan

terhadap

kondisi

masalah

anak

bertambah.
2) Kurang pengetahuan b.d hipospadia/epispadia pada anak
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang

tua mengerti proses perawatan dan pengobatan


yang harus dijalani klien.
Kriteria Hasil:
a) Orang

tua

klien

mampu

menyebutkan

penyebab

hipospadia
b) Orang

tua

klien

mampu

menyebutkan

proses

perawataan yang harus di dapatkan klien


c) Orang

tua

klien

mampu

menyebutkan

proses

pengobatan yang akan dijalani klien


Intervensi
1.
Kaji
orang

Rasional
pengetahuan 1.
Tingkat
tua

tentang

orang

hipospadia/epispadia.

tua

pengetahuan
memudahkan

perawat

untuk

mengetahui sejauh mana


kebutuhan

informasi

orang tua. Apakah sudah


mengetahui
paham,
2.

Berikan

informasi

tapi

belum

ataukah

belum

mengetahui sedikit pun.


2.

Pemberian

informasi

tentang

yang

sesuai

hipospadia/epispadia

bahasa

yang

dengan

bahasa

yang

mudah

dipahami

oleh

tua

Sarankan
lain,

dan

dapat

memudahkan

pemahaman orang tua.


3.

untuk

baik

mudah dimengerti orang

orang tua.
3.

dengan

orang

mencari
misal

tua

yang

informasi

dari

Sumber
lain

informasi
seperti

dapat

buku

buku

memberikan

wacana lain bagi orang

kesehatan.

tua selain dari perawat.

Hospitalisasi (MRS)
a. Anak
1) Ansietas b.d lingkungan asing dan prosedur tindakan
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan klien

mengerti proses perawatan dan pengobatan yang


harus dijalani klien.
Kriteria Hasil:
a) Klien tidak menangis saat dilakukan perwatan
b) Klien tidak takut saat berinteraksi dengan tenaga
kesehatan
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tingkat dan 1.
penyebab

ansietas

pada

Penyebab

dan

tingkat kecemasan dapat

anak.

mempengaruhi
keperawatan

asuhan

yang

akan

diberikan pada klien.


2.
2.

mengenal

Berikan
gambaran
mengenai

pada

sekitarnya

anak

sehingga

lingkungan

lingkungan
yang

baru
dapat

mengurangi ansietasnya.

sekitar rumah sakit (ruang


perawatan).

Agar anak lebih

3.

Penjelasan yang

diberikan diharapkan dapt


3.

Berikan
penjelasan

mengubah

pada

sebelum

anak

takut

melakukan

akan

yang

prosedur

tindakan dan alat yang

prosedur tindakan dan alat


digunakan.

pikiran

digunakan.
4.

Sikap

perawat

yang sabar dan telaten


akan mampu mengurangi
4.

rasa takut anak terhadap

Memberikan
pengarahan pada perawat

perawat dan kecemasan

yang merawat anak agar

anak.dapat menurun.

selalu sabar dan telaten


terhadap

tingkah

laku

anak.
b. Orang tua
1) Ansietas b.d perubahan lingkungan dan prosedur tindakan
pada anak.
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang

tua

klien

mengerti

tentang

penyebab

dan

penatalaksanaan atas penyakit anaknya.


Kriteria Hasil:
a) Orang tua klien mengetahui penyebab penyakit klien
b) Orang

tua

klien

mengetahui

penatalaksanaan

perawatan klien
c) Orang tua klien mampu memberikan infomasi pada
klien tentang perawatan penyakit yang diderita
Intervensi
1.
Kaji
penyebab
tingkat
orang tua.

ansietas

Rasional
dan 1.
Penyebab dan tingkat
pada

kecemasan

dapat

mempengaruhi
keperawatan

asuhan

yang

diberikan pada klien.

akan

2.
2.

perawatan

Jelaskan
prosedur

4.

3.
setiap

tindakan

yang

tua

lingkungan

perawatan anaknya.

di

RS kepada orang tua.


3.

orang

mengerti

Perkenalkan
lingkungan

Agar

Dengan

adanya

penjelasan
tindakan

prosedur
dan

tujuannya

akan dilakukan pada anak

akan mengurangi ansietas

dan apa tujuannya.

orang tua.

Komunikasikan

setiap 4.
Agar
orang
tua
ada pemberitahuan terbaru
mengerti dan memahami
tentang
tindakan
yang
prosedur tindakan yang
akan dilakukan pada anak.
akan dijalani oleh anak.

2) Kurang pengetahuan b.d prosedur tindakan dan sistem


pelayanan RS
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang

tua klien mengerti

tentang penatalaksanaan

perawatan dan pengobatan selama di rumah skit.


Kriteria Hasil:
a) Orang tua klien mengetahui proses perawatan dan
pengobatan klien
b) Orang tua klien kooperatif pada saat perawatan klien
c) Orang

tua

klien

mampu

membantu

dalam

kenyamanan klien
Intervensi
1.
Kaji
pengetahuan

Rasional
tingkat 1.
Tingkat
orang

tuan

orang

tua

pengetahuan
memudahkan

tentang prosedur tindakan

perawat

pada

mengetahui sejauh mana

anak

dan

pelayanan di RS.

sistem

kebutuhan

untuk
informasi

orang tua. Apakah sudah

mengetahui
paham,
2.

tentang

prosedur

2.

dengan

pada

anak

bahasa

yang

ataukah

belum

Informasi yang tepat


tentang prosedur tindakan

tindakan yang akan/telah


dilakukan

belum

mengetahui sedikit pun.

Berikan informasi yang


tepat

tapi

dan bahasa yang sesuai


dapat

memudahkan

pengertian orang tua dan

sesuai.

menambah

pengetahuan

mereka.
3.

Berikan

informasi

tentang sistem pelayanan


di RS sesuai dengan protap
yang ada di RS.

3.

Informasi

tentang

sistem pelayanan di RS
dapat

membantu

memudahkan

orang

dalam

melakukan

tua

prosedur pelayanan di RS.


Post operasi
a. Anak
1) Resiko tinggi cidera b.d tindakan pembedahan, anestesia
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan klien

merasa aman dengan keadaannya


Kriteria Hasil:
a) Klien daat mempertahankan posisinya di tempat idur
b) Klien tidak mencabut selang infus yang terpasang di
tangannya
Intervensi
1.
Tempatkan
tempat

anak

tidur

Rasional
di 1.
Tempat

dengan

sesuai

tidur

dengan

yang
kondisi

menggunalan teknik yang

post operasi pada anak

tepat

dapat membantu proses

untuk

pembedahan,
mencegah cidera.

tipe
untuk

penyembuhan
operasi

dan

luka
mencagah

timbulnya
2.

Gantungkan

alat

IV

trauma

yang

baru.

dan sambungan alat yang 2.


Megurangi
resiko
diperukan secara tepat.
cidera dari lepasnya/tidak
3.

tepatnya pemasangan alat

Tempatkan pada posisi

IV karena tersentuh anak

nyaman dan aman sesuai


dengan instruksi bedah.

saat bergerak.
3.

Untuk meminimalisasi
resiko cidera pada area
operasi.

2) Nyeri b.d insisi bedah


Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan klien tidak
merasa nyeri
Kriteria Hasil:
a) Klien tidak menangis
b) Klien dapat tidur sesuai kebutuhan
c) Ekspresi wajah rilek
d) Skala nyeri menurun (VAS 1-2)
e) Klien dapat beraktivitas sesuai kedaannya dengan
nyaman
Intervensi
1.
Berikan

Rasional
intervensi 1.
Intervensi

untuk

mengurangi

terjadinya

nyeri

pasca

dilakukan
timbulnya

operasi, jangan menunggu

menambah

sampai

anak.

anak

mengalami

yang
setelah

nyeri

akan

stres

pada

nyeri.
2.

Dorong untuk BAK, bila 2.


tepat

untuk

mencengah

distensi kandung kemih.

Distensi
kemih

akan

kandung
menambah

rasa nyeri abdomen dan


meningkatkan

3.

Berikan

posisi

yang

ketidaknyamanan

pada

nyaman

pada

anak

bila

tidak dikontraindikasikan.
4.

Beri

analgtik

anak.
3.

sesuai

ketentuan

Posisi

yang

akan

untuk

mambantu

mengurangi

mengurangi nyeri.

nyaman

nyeri

pasca

operasi.
4.

Akan

mengurangi

nyeri pasca operasi pada


anak

dan

tidak

akan

menimbulkan

efek

samping yang fatal bila


diberikan sesuai dengan
ketentuan.
3) Resiko tinggi komplikasi b.d prosedur pembedahan
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan tidak

terjadi komplikasi yang menyertai.


Kriteria Hasil:
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi
b) Proses berkemih lancar
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tanda-tanda vital 1.
Untuk
anak tiap 3-4 jam.

perawat

mempermudah
memantau

mengkaji
respon
2.

Pantau

perubahan
tubuh

2.

Mengetahui
terapiutik
diberikan

3.

komplikasi

mungkin.

sedini

efek

yang

telah

mempermudah

pemberian

Pantau adanya tandatanda

setelah

operasi.

respon

terapiutik pada anak.

dan

tiandakan

terpiutik lebih lanjut.


3.

Penanganan
mungkin

sendiri

memperkecil

resiko

komplikasi

yang

mungkin ditimbulkan.
b. Orang tua
1) Ansietas b.d prosedur pembedahan dan hasil operasi anak
Tujuan:

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang

tua

klien

mengerti

tentang

penyebab

dan

penatalaksanaan atas penyakit anaknya.


Kriteria Hasil:
a) Orang

tua

klien

mengetahui

tujuan

tidakan

mengetahui

penatalaksanaan

pembedahan klien
b) Orang

tua

klien

perawatan setalah pembedahan


Intervensi
Rasional
1. Kaji penyebab dan tingkat 1.
Penyebab dan tingkat
ansietas pada orang tua.

kecemasan

dapat

mempengaruhi
keperawatan

asuhan

yang

akan

diberikan pada klien.


prosedur 2.

2. Jelaskan
pembedahan

yang

Dapat

memberikan

gambaran pada orang tua

telah

tentang

dilakukan pada anak.

prosedur

pembedahan yang telah


3. Jelaskan hasil pembedahan
yang telah dilakukan pada
anak

berhasil/tidak

dan

komplikasi yang mungkin


muncul.

dilakukan.
3.

Dapat
kecemasan
akan

hasil

mengurangi
orang

tua

pembedahan

dan komplikasi yang akan


ditimbulkan.

2) Kurang pengetahuan b.d prosedur pembedahan dan hasil


operasi anak
Tujuan:
tua

setelah dilakukan asuhan keperawatan orang


klien

mengetahui

tentang

penyebab

dan

penatalaksanaan

keperawatan setelah dilakukan

tindakan pembedahan.
Kriteria Hasil:
a) Orang tua klien mengetahui tujuan perawatan yang
harus dijalani klien setelah tindakan pembedahan
b) Orang tua klien mengetahui proses perawatan yang
harus dijalani klien setelah tindakan pembedahan
Intervensi
1.
Kaji

Rasional
tingkat 1.
Tingkat

pemahaman
tentang

orang

prosedur

pemahaman

tua

orang tua akan membantu

dan

perawat

tujuan pembedahan.

untuk

memberikan

informasi

yang tepat sesuai dengan


kebutuhan orang tua.
2.

Berikan

informasi

2.

mudah

bahasa

dan istilah yang mudah

dengan bahasa dan istilah


yang

Penggunaan
dipahami

dipahami

orang

orang tua.

mempermudah

tua

memahami

informasi yang baru.


3.
3.

Berikan
bahwa
pembedahan

informasi

secara

akurat tentang tindakan

tindakan

pembadahan

akan

telah

meringankan

pikiran

dilakukan sesuai prosedur


dan lancer.

Informasi

orang tua.

BAB 3
WEB of CAUTATION (WOC)
Gangguan keseimbangan
hormon

Lingkunga
n

Genet
ik

HIPOSPADI
A
Anterior :

Medial :

Posterior :

- Tipe
Granularr
- Sub
koronal
- Penis distal

- Midshaft
- Penis
Proksima

- Penoskrotal
- Skrotal
- Perineal

Pada Ortu :

Kelainan meatus uretra


posterior
Aspek
Sosial

Pada Anak :
Aspek
Psikologis

Pancaran urin tidak


sempurna

- Isolasi Sosial :
Menarik Diri
- Harga Diri
Rendah

MK : Gangguan
Citra Diri

Urin
Menetes

- Ansietas
- Kurang
Pengetahu
Resiko
Infeksi

Resiko
Kerusakan
Integritas
Ruam
Kulit
Nyeri

Tindakan
Pembedaha
n
Port de Entry
Kuman

Uretroplas
ty
Resiko
Perdarahan

Resiko
Infeksi
Hospitalisasi / Pre
Op
Anak :
- Ketakutan
- Ansietas
- Kehilangan
Kontrol

Orang Tua:
- Ansietas
- Kurang
Pengetahua
n

Ansiet
as

Discontinuitas
Jaringan

Daftar Pustaka
Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3 penyunt. Jakarta:
EGC.
Gray, M. & Moore, K. N., 2009. Urologic Disorders Adult and
Pediatric Care. USA: Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. & Sari, K., 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. B., 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV SAgung
Seto.
Suryadi & Yuliani, R., 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta: Agung Seto.

Vous aimerez peut-être aussi