Vous êtes sur la page 1sur 1

BAB I

PENDAHULUAN
Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi
baru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan
metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.1
Hipotiroid kongenital di Indonesia bisa ditemukan secara sporadis maupun
endemis, yaitu pada tempat di mana terdapat kekurangan iodium yang endemis
(seperti kita ketahui bahwa iodium adalah bahan baku hormon tiroid). Di negara
kita, penyakit ini sangat termarjinalkan atau masih belum mendapat perhatian
yang cukup seperti penyakit infeksi dan kematian ibu dan anak.
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 :
3000 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid
yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih
tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup.
Deteksi dini dan pengobatan secepatnya merupakan kunci keberhasilan
tata laksana hipotiroid kongenital. Skrining neonatus merupakan jawaban terbaik
sampai saat ini. Sayangnya, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, penyakit
ini masih amat kurang diperhatikan pemerintah. Skrining neonatus terhadap
hipotiroid kongenital baru menjadi program kesehatan pemerintah (Pojoknas
Skrining BBL) pada tahun 2009 dengan pelaksanaan yang masih kurang.
Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat
menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia.1 Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu
pertama kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan
intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa
pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental.

Vous aimerez peut-être aussi