Vous êtes sur la page 1sur 40

Langkah-Langkah Root Cause

Analysis (RCA)
Posted in Headline

inShare
Share

Oleh: dr. Hanevi Djasri, MARS

Keselamatan pasien atau patient


safety merupakan hal yang marak dibicarakan dalam
dunia medis belakangan ini. Pertemuan tahunan Joint
Comission International tahun 2005 telah menekankan
mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang aman.
Kesalahan yang terjadi pada upaya pelayanan kesehatan
adalah kesalahan dalam mendiagnosis, kesalahan dalam
menggunakan alat bantu penegakan diagnosis,
kesalahan dalam melakukan follow up, pengobatan yang
salah atau kejadian yang tidak diharapkan setelah
pemberian pengobatan. Permasalahan-permasalahan

diatas dapat terjadi karena penggunaan teknologi yang


tidak diimbangi kompetensi penggunanya, bertambahnya
pemberi pelayanan kesehatan tanpa mengindahkan
komunikasi antar individu serta tingginya angka kesakitan
serta kecelakaan, perlunya pengambilan keputusan yang
cepat dan tepat yang menyebabkan stressor tersendiri
serta kelelahan yang dialami oleh para staff medis karena
keterbatasan jumlah staff yang tersedia. Salah satu
budaya patient safety adalah mengkomunikasikan
kesalahan, melaporkan kesalahan dengan tetap
berpegang pada keselamatan pasien dan belajar dari
kesalahan dan mendesain ulang sistem keselamatan
pasien yang lebih baik. Untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi, dicetuskan suatu ide sistem
analisis yang proaktif sebagai strategi pencegahan error.
Root cause merupakan alasan yang paling mendasar
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Apabila
permasalahan utama tidak dapat diidentifikasi, maka
kendala-kendala kecil akan makin bermunculan dan
masalah tidak akan berakhir. Oleh karena itu,
mengidentifikasi
dan
mengeliminasi
akar
suatu
permasalahan merupakan hal yang sangat penting. Root
cause analysis merupakan suatu proses mengidentifikasi
penyebab-penyebab utama suatu permasalahan dengan
menggunakan pendekatan yang terstruktur dengan teknik
yang telah didesain untuk berfokus pada identifikasi dan
penyelesaian masalah.

Berikut ini adalah langkah-langkah RCA dan tools


yang dapat digunakan pada setiap langkah

Langk
ah

Deskripsi

Note and Tools

Bentuk Tim (Organize a team)

Anggota tim kurang da

Rumuskan masalah (Define the problem)

Brainstorming, multivo
FMEA

Pelajari Masalah (Study the problem)

Braintorm, flowchart, p
scatter, affinity diagram

Tentukan apa yang terjadi (Determine what happen)

Flow chart, timeline

Identifikasi faktor penyebab (Identify contributing


factors)

Control chart, tree anal


FMEA

Identifikasi faktor-faktor lain yang ikut mendorong


terjadinya insiden (Identify other contributing factors)

Brainstorm, affinity dia


cause-effect diagram

Ukur, kumpulkan dan nilai data berdasar penyebab


utama dan terdekat. (Measure, collect and assess data
on proximate and underlying causes)

Kembangkan indikator

Desain dan implementasikan perubahan sementara


(Design and implement interim changes)

Gantt chart

Identifikasi sistem mana yang terlibat (akar penyebab)


(Identify which systems are involved (the root causes))

Flow chart, cause effec


FMEA, tree analysis (an
pohon), barrier analysis

10

Pendekkan/kurangi daftar akar penyebab (Prune the list


of root causes)

11

Pastikan/konfirmasikan akar penyebab (Confirm root


causes)

12

Cari dan identifikasi strategi pengurangan risiko (Explore


& identify risk-reduction strategies)

FMEA

13

Formulasikan tindakan perbaikan (Formulate


improvement actions)

Brainstorm, flow chart,


effect diagram (diagram
sebab akibat)

14

Evaluasi tindakan perbaikan yang diajukan (Evaluate


Proposes Improvement Actions)

15

Desain perbaikan (Design improvements)

16

Pastikan rencana diterima (Ensure acceptability of the


action plan)

Gantt chart

17

Terapkan rencana perbaikan (Implement the


Improvement Plan)

18

Kembangkan cara pengukuran efektiftifitas dan pastikan


keberhasilannya (Develop measures of effectiveness and
ensure their success)

19

Evaluasi penerapan rencana perbaikan (Evaluate


implementation of improvement plan)

20

Lakukan tindakan tambahan (Take additional action)

21

Komunikasikan hasilnya (Communicate the results)

PDCA, critical path

Run chart, control char


histogram

Di Amerika telah dilakukan 2840 root cause analysis pada


berbagai bidang, seperti kasus bunuh diri pada pasien
rawat jalan, komplikasi post operatif, kesalahan
pemberian obat, kematian pasien karena keterlambatan
penanganan, kematian perinatal, kasus infeksi, kasus
anestesi dan lainnya. Penelitian tersebut dilakukan di RS
umum, RS jiwa, unit gawat darurat, unit psikiatri, long
term care facility, home care facility dan laboratorium
klinis. Root cause analysis dipercaya mampu menurunkan
terjadinya kejadian yang tidak diharapkan.
Root cause analysis memberikan jalan keluar yang lebih
baik, tidak sekedar "faktor A menyebabkan kejadian B",
namun "Dengan mengubah faktor A, maka kemungkinan
rekurensi kejadian B dapat dikurangi atau bahkan
dicegah." Mempelajari root cause analysis secara tepat
merupakan kajian yang penting untuk diperkenalkan
kepada para pemberi pelayanan kesehatan.

Pencegahan Pasien Jatuh Sebagai Strategi


Keselamatan Pasien: Sebuah Sistematik
Review
inShare
Share

Oleh : Hary Agus Sanjoto, S.Sos, MPH

Pelayanan kepada pasien di rumah sakit


sudah selayaknya merupakan pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai
pasien datang, melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang. Akan tetapi
beberapa kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada
saat mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat
jalan maupun sebagai pasien rawat inap.
Dalam pelaksanaan program patient safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh
merupakan salah satu indikator berjalan tidaknya pelaksanaan program ini.
Mendefinisikan pasien jatuh pun memiliki tantangan tersendiri. Miake-Lye at al. (2013)
dalamNational Database of Nursing Quality Indicators mendefinisikan jatuh sebagai "an
unplanned descent to the floor with or without injury", sedangkan World Health
Organization (WHO) mendefinisikan jatuh sebagai "an event which results in a person
coming to rest inadvertently on the ground or floor or some lower level".
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi atau mencegah
kejadian pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh adalah masalah yang kompleks, yang

melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan masyarakat dan


pencegahan kecelakaan. Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for
Improving Quality of Care" (2013), menyebutkan bahwa di Inggris dan Wales, sekitar
152.000 jatuh dilaporkan di rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000
dilaporkan dari unit kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat.
Beberapa kasus berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan
biaya sebesar 15 juta per tahun.
Bahkan dalam akreditasi international Joint Commission International (JCI), upaya
penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian khusus.
Hal ini seperti disebutkan dalan section 1, chapter 1 yaitu International Patient Safety
Goals (IPSG), khususnya Sasaran 6 yaituReduce the Risk of Patient Harm Resulting
from Falls. Maksud dan tujuan dari sasaran ke 6 dari akreditasi JCI ini adalah sebagian
besar cedera pada pasien rawat inap terjadi karena jatuh. Dalam konteks ini rumah sakit
harus melakukan evaluasi risiko pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk
mengurangi risiko terjatuh dan mengurangi risiko cedera akibat jatuh. Rumah sakit
menetapkan program mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan dan atau
prosedur yang tepat. Program ini memantau baik konsekuensi yang diinginkan maupun
tidak diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah sakit harus
melaksanakan program ini. Maka dalam standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan rumah
sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cedera yang menimpa
pasien
akibat
jatuh.
Upaya-upaya untuk mengurangi kejadian pasien jatuh di rumah sakit telah banyak
dilakukan. Hal ini seperti di rangkum oleh Miake-Lye at al. (2013) dalam tabel dibawah
ini,

Pendidikan pada pasien, pemberian tanda beresiko pada bed pasien dan pelatihan pada
para staf merupakan intervensi yang paling efektif untuk mengurangi kejadian pasien
jatuh. Lebih lanjut dalam proses implementasi intervensi-intervensi di atas, dibutuhkan
struktur organisasi yang baik, infrastruktur keamanan yang baik, budaya keselamatan
pasien, kerja tim dan leadership.
Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of
Care" disebutkan upaya upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di
rumah sakit, yaitu:

Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.

Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.

Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.

Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien.

Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong.

Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien
sedang beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien
tidak tidur.

Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit.

Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner.

Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien.

Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan.

Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan.

Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.

Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat tidur
dan meninggalkan tempat tidur.
Pernyataan yang paling ringkas, akan tetapi memiliki makna yang dalam seperti yang
disarankan oleh Standart Akreditasi JCI adalah "The program is implemented". Dengan
implementasi beberapa saran dalam tulisan ini diharapkan dapat meminimalkan
kejadian pasien terjatuh di rumah sakit. Sehingga salah satu indikator patient safety
dapat dilakukan.

Referensi :
Isomi M. Miake-Lye et al. (2013). Inpatient Fall Prevention Programs as a Patient Safety
Strategy. A Systematic Review. Annals of Interbal Medicine. Vol 158. No 5
Isomi M. Miake-Lye, BA; Susanne Hempel, PhD; David A. Ganz, MD, PhD; and Paul G.
Shekelle, MD, PhD, Annals of Internal Medicine Volume 158 Number 5 (Part 2), 2013
Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care, Agency for
Healthcare Research and Quality, January
http://www.ahrq.gov/professionals/systems/long-termcare/resources/injuries/fallpxtoolkit/index.html , download
darihttp://www.centerforpatientsafety.org/2013/03/08/thirteen-ways-to-prevent-falls/
Joint Commission International Acreditation Standards for Hospitals. 4th Edition. 2011

1.7.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan patient safety
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety dirumah sakit
adalah sebagai berikut :a.
KepemimpinanKuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan
prosesuntuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka memilikimotivasi
untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu,sehingga sangat berperan
dalam menentukan arah organisasi, mengembangkan budaya, memastikan pelayanan dan
mempertahankan organisasi yang efektif. b.
IndividuPatient safety merupakan tantangan global yang memerlukan pengetahuan
danketerampilan dalam berbagai area, mencakup faktor manusia dan system perencanaan.
Menurut Jones (2007) pemberian layanan kesehatan adalah aktivitastim, serta para
professional dan anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin.Berdasarkan model manajemen
tradisional, penekanan adalah pada individudalam tempat kerja, dan lebih menghargai
pencapaian individu. Dalam halkeselamatan pasien, pemimpin harus memastikan bahwa
menempatkan pekerjayang dimiliki mempunyai keterampilan untuk menjalankan fungsinya
sehingga pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapatmengadakan
pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan
dan pengetahuan para staf, karena pengetahuan para staf akan menentukan sikapmereka
dalam mendukung keselamatan pasien.c.
BudayaJones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes ofquality for
the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil dari mutuorganisasi. Perubahan
budaya adalah semboyan baru dalam patient safety.Menurut Whithebead, Weiss & Tappen

(2010) suatu kultur keselamatanmempromosikan kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan


ketransparanan.Organisasi dan kepemimpinan senior harus melakukan perubahan arah
untukmengembangkan budaya keselamatan, suatu lingkungan yang tidak menyalahkandi
mana pelaporan kesalahan dipromosikan dan dihadiahi.
d.
InfrastrukturDua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain
proses pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut Hughes (2008)temuan
riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat tingkatkan
keselamatan pasien dengan standardisasi, kesalahan , dan mengengurangi data tulis tangan,di
antara fungsi lain.e.
LingkunganTidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman
danefektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi darilingkungan
fisik dan pengaturan di mana perawatan diberikan. Hughes (2008) berpendapat bahwa
lingkungan kerja adalah tempat dimana perawat
menyediakan perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan keselamatan pelayan
an.
DAFTAR PUSTAKA
Kuntoro, Agus. 2010.
Buku Ajar Manajemen Keperawatan
. Nuha Medika : Yogyakarta.Yulia, Sri. 2010.
Pengaruh Pelatihan Keselamatan Pasien Terhadap Pemahaman Perawat Pelaksana
Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien di RS
Tugu Ibu Depok
, tesis M.Kep,Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. Diakses tanggal 20
Oktober2014,http://www.edu.ui.ac.id/filesDepkes RI, 2006,
Panduan nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety)
.diakses tanggal 20 Oktober 2014, http ://www.depkes.go.id.Mustikawati, Yully H. 2011.
Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan KejadianTidak Diharapkan di Unit
Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta
, tesis M.Kep,Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. diakses tanggal 20
Oktober2014, http://www.edu.ui.ac.id/filesHughes, Ronda. G.2008.
Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of Nurses.
Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality Publications, diakses20
Oktober 2014, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk

IDENTIFIKASI RESIKO KESELAMATAN PASIEN


(PATIENT SAFETY) DI RUMAH SAKIT
1.

PENDAHULUAN

Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan
Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun
2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan
laporan: to err is human, building a safer health system. Keselamatan pasien
adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan
pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan
Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,
ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien
cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan
dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia
maka World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap
Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis.
Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya
keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: Safety is a fundamental principle

of patient care and a critical component of quality management. (World Alliance


for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data
KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3 16% yang tidak
kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29
tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter
dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit
menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar
Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center
Jakarta.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi
staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di
samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun
Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar
Akreditasi Rumah Sakit.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691
tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi
penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun
2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di
rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan
nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
(1)

Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan
keselamatan pasien.
(2)

TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada

kepala rumah sakit.


(3)

Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari

manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit.
(4)

TKPRS melaksanakan tugas:

1.

Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai


dengan kekhususan rumah sakit tersebut;

2.

Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan


pasien rumah sakit;

3.

Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,


pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan
(implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit;

4.

Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;

5.

Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta


mengembangkan solusi untuk pembelajaran;

6.

Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit


dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan

7.

Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.

Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip


dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan
risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien akan
meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah
terulangnya kejadian yang sama di kemudian hari.

2.

Keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI,
2011).
Risiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat
berpengaruh negatif terhadap perusahaan. perusahaan. (ERM) Pengaruhnya
dapat berdampak terhadap kondisi :

Sumber Daya (human and capital)

Produk dan jasa , atau

Pelanggan,

Dapat juga berdampak eksternal terhadap masyarakat,pasar atau


lingkungan.

Risiko adalah fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian
yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari
kejadian tersebut.
Risk = Probability (of the event) X Consequence
Risiko di Rumah Sakit:

Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap


pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.

Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit
sebagai korporasi.

Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :

Patient care care-related risks

Medical staff staff-related risks

Employee Employee-related risks

Property Property-related risks

Financial risks

Other risks

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai


dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan
berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian
pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri (The
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO).
Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian, analisis dan
pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan pasien.
Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenispelayanan
dirumah sakit pada setiap level
Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah
sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam

pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko,


keuntungan dan biaya.
Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:

Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk


mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, sepertipatient safety,
kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi
karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan.

Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical


governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain
proyek tersebut.

Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan


keselamatan, contoh: data reaktif seperti insiden patient safety, tuntutan
litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, data
proaktif seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang
konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan investigasi dari semua
risiko yang potensial dan kejadian aktual.

Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua


penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.

Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk


register

Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan


insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.
Proses manajemen risiko

Diagram: Proses Manajemen Risiko diadaptasi dari (AS/NZS 4360:1999Risk


Management)
RISK MANAGEMENT AS A WAY OF WORKINGSETTING

Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat


menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan

membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap risiko


tersebut.
Instrument:
1.

Laporan KejadianKejadian(KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain)

2.

Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan


mencari penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur)

3.

Pengaduan (Complaint) pelanggan

4.

Survey/Self Assesment, dan lain-lain

Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi:

Brainstorming

Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan
menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi.

Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi


menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi
dan dampak risiko risiko. RS harus punya Standard yang berisi Program Risk
Assessment tahunan, yakni Risk Register:
1.

Risiko yg teridentifikasi dalam 1 tahun

2.

Informasi Insiden keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain,


investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi

3.

Informasi potensial risiko maupun risiko actual (menggunakan RCA&FMEA)

Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat
termasuk Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai:

Operasional

Finansial

Sumber daya manusia

Strategik

Hukum/Regulasi

Teknologi

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit


1.

Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko
terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.

2.

Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko
yang lain.

3.

Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi


untuk semua risiko, yaitu menggunakan RCA.

4.

Membantu RS dalam memenuhi standar-standar terkait, serta kebutuhan


clinical governance.

5.

Membantu perencanaan RS menghadapi ketidakpastian, penanganan


dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan
pasien dan masyarakat.

Risk Assessment Tools

Risk Matrix Grading

Root Cause Analysis

Failure Mode and Effect Analysis

3.

Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Standar I. Hak pasien


Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.1.

Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.

1.2.

Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana

pelayanan.
1.3.

Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan

secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1.

Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.

2.

Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.

3.

Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.

4.

Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.

5.

Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.

6.

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.

7.

Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan


pelayanan
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1.

Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat

pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan


pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
3.2.

Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada

seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan
lancar.
3.3.

Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan

komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,


pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak
lanjut lainnya.
3.4.

Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan


efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode


peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1.

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang

baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat,
dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
4.2.

Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang

antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko,


utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
4.3.

Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan

semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.

4.4.

Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil

analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.

Standar V.
Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan keselamatan pasien
Standar:
1.

Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan


pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit .

2.

Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi


risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.

3.

Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar


unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.

4.

Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,


mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.

5.

Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam


meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

Kriteria:
5.1.

Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

5.2.

Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan

program meminimalkan insiden.


5.3.

Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari

rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.


5.4.

Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan

kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5.

Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan

insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis

Akar Masalah Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan Kejadian Sentinel pada
saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6.

Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya

menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk


memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan Kejadian Sentinel.
5.7.

Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela

antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
5.8.

Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam

kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,


termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9.

Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan

kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit


dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
1.

Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk


setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.

2.

Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang


berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.

Kriteria:
6.1.

Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan

orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
tugasnya masing-masing.
6.2.

Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien

dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.

6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama


kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff


untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
1.

Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi


keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.

2.

Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria:
7.1.

Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses

manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait


dengan keselamatan pasien.
7.2.

Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk

merevisi manajemen informasi yang ada.

4.

Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah
dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus
berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem
yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan
pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:

Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien


Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis
dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang
dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar
tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat
situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan:
pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,
nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan
lain-lain.
Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi.
Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang
berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat
jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien
koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua
kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.

Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat
perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,

seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit


pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/
(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan
oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali
(read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa
yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau
prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak
melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di
kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

Sasaran III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu


Diwaspadai (High-Alert)
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obatobatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi
bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,
atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan
proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga

mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat,


seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian laboratoriumel secara benar
pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga
membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hatihati.

Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur,


Tepat-Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim
bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu
pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak
adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim
bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca
(illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commissions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada
tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah
sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan,
dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus
terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan


yang relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;

Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implantimplant yang dibutuhkan.

Tahap Sebelum insisi (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau


kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara
ringkas, misalnya menggunakan ceklist.

Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait


Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar
bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran
kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering
kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO,
dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk
hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk
itu di rumah sakit.

Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan,
dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya

jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

5.
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta
keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah
tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam
pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus
serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah
dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan
langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metodametoda lainnya.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:

A.
Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan
Pasien
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
1.

Bagi Rumah Sakit:

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus
dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah

pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan
kepada staf, pasien dan keluarga.
1)

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan

akuntabilitas individual bilamana ada insiden.


2)

Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di

rumah sakit.
3)

Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan

pasien.
1.

Bagi Unit/Tim:

1)

Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara

2)

mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada

insiden.
3)

Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah

sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi
proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

B.

Memimpin Dan Mendukung Staf

Pimpinan melakukan pencanangan/deklarasi program keselamatan pasien RS RS


membentuk komite/tim/panitia keselamatan pasien yang bertugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan program keselamatan pasien di RS.
Pimpinan melakukan rapat koordinasi multi disiplin secara berkala untuk menilai
perkembangan program keselamatan pasien.
Pimpinan melakukan ronde keselamatan pasien (patient safety walk around)
secara rutin, diikuti berbagai unsure terkait. Setiap timbang terima antar shift
dilakukan briefing untuk mengidentifikasi risiko keselamatan pasien dan
debriefing untuk meminitor risiko tersebut.
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di rumah sakit. Pimpinan memilih dan menetapkan champion disetiap
unit/bagian sebagai motor penggerak pelaksanaan program keselamatan pasien
di RS.

1.
1)

Untuk Rumah Sakit:


Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas

Keselamatan Pasien
2)

Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan

untuk menjadi penggerak dalam gerakan Keselamatan Pasien


3)

Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan

maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit


4)

Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah

sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
1.
1)

Untuk Unit/Tim:
Nominasikan penggerak dalam tim anda sendiri untuk memimpin

Gerakan Keselamatan Pasien


2)

Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi

mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien


3)

C.

Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko

Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas


dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
1.
1)

Untuk Rumah Sakit:


Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis

dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf;
2)

Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang

dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit;


3)

Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan
kepedulian terhadap pasien.

1.
1)

Untuk Unit/Tim:
Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu

Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang


terkait;
2)

Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen

risiko rumah sakit;


3)

Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan

akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk


memperkecil risiko tersebut;
4)

Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses

asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

D.

Mengembangkan Sistem Pelaporan

Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit


mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1.

Untuk Rumah Sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke


luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1.

Untuk Unit/Tim:

Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan
setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi
juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.

E.

Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien

Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.


1.

Untuk Rumah Sakit:

1)

Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan

cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden dengan


para pasien dan keluarganya.
2)

Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan

jelas bilamana terjadi insiden.


3)

Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar

selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.


1.
1)

Untuk Unit/Tim:
Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan

keluarganya bila telah terjadi insiden


2)

Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi

insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar
secara tepat
3)

Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien

dan keluarganya.

F.
Belajar dan berbagi pengalaman tentang
keselamatan Pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian itu timbul.
1.
1)

Untuk Rumah Sakit:


Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden

secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.


2)

Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria

pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup


insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes
and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi.
1.

Untuk Unit/Tim:

1)

Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.

2)

Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa

depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

G.
Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem
Keselamatan Pasien
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
1.
1)

Untuk Rumah Sakit:


Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem

pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat.
2)

Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang system (struktur dan

proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk


penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3)

Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.

4)

Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional

Keselamatan Pasien Rumah Sakit.


5)

Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas

insiden yang dilaporkan.


Untuk Unit/Tim:
1)

Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat

asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.


2)

Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan

pelaksanaannya.
3)

Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang

insiden yang dilaporkan.

6.

Insiden keselamatan pasien

Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien, terdiri dari:
1.

Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang


mengakibatkan cedera pada pasien.

2.

Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya


insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

3.

Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang


sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4.

Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang


sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

5.

Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau


cedera yang serius.

7. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien,


Analisis dan Solusi
Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan
insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem
pelaporan insiden dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1)
menyatakan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan
dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap
melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit belum terbentuk
Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis
setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga
pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden
keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke
KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang
terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan
solusinya.

Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem


dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan
orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada
TKPRS dalam waktu paling lambat 224 jam sesuai format laporan.
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden
yang dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit.
Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan:

Akses Website KKP-RS: http://www.inapatsafety-persi.or.id

Klik Banner Laporan Insiden Rumah Sakit di sebelah kanan atas.

Setelah tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu :

Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakituntuk

melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS

Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakitdiharapkan

mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat
digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS.

Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi :

SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A
No. 28, Kelapa Gading Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas),
tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC,
dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan yang sampaikan
oleh rumah sakit.
Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden:

1.

Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan


Pasien melalui pembelajaran dari kegagalan/ kesalahan.

2.

Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor

3.

Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons


yang konstruktif. Minimal memberi umpan balik ttg data KTD & analisisnya.
Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SOP dan
sistem.

Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan


keahlian/keterampilan. Tim KPRS perlu menyebarkan informasi, rekomendasi
perubahan, pengembangan solusi.
Karakteristik laporan:
1.

Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan
dendam atau hukuman sebagai akibat laporannya

2.

Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan

3.

Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan


organisasi dari hukuman.

4.

Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah


klinis dan telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama.

5.

Tepat waktu: Laporan dianalisa segera dan rekomendasinya


didesiminasikan secepatnya, khususnya bila terjadi bahaya serius.

6.

Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam


system, proses, atau produk daripada terhadap individu

7.

Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang


punya kapasitas memberikan rekomendasi.

8. Pendekatan Komprehensif dalam Pengkajian


Keselamatan Pasien
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada struktur,
lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya.
1. Struktur
Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur
tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien.
Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan ?
Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan
di ruang emergency, ruang ICU

2. Lingkungan
Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera
Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan
seperti ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah
tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari
semen
Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat
sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari
perubahan kondisi pasien
Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan
seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan
pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah
sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis,
penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan pasien.
3. Peralatan dan teknologi
Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari
alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan
pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya
dapat meningkatkan keselamatan pasien.
4. Proses
Desain kerja: Desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan
kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan
pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah
hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan.
Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terusmenerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat
hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu
perlu dibuat suatu system pengingat untuk mengurangi kesalahan
Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah
tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh
beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi
dan pada pasien-pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu
waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak.
Perubahan jadual dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien
karena perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan
menyeluruh.

Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan
diagnostic atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian
antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap
diagnosis dan pengobatan.
Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang
waktu perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di
tanggung oleh pasien.
5. Orang
Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja
seseorang. Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahankesalahan.
Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada
kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang.
Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan
kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi
kesalahan kesalahan dalam bertindak.
Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat
memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan
alat-alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit
yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu babi (swine flu).
Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh
terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang
sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan
masalah baru mengkomunikasikan hal-hal yang baru.
6. Budaya
Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan
keselamatan pasien.
Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan
nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan
Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi
kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak
melapor dan siapa yang menerima laporan).
Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat
hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming)
merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan
membuat protap jalur komunikasi yang jelas.
Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang

penting adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf,


membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja,
manajemen kelelahan, stress dan sakit

9.

Alur Sirkulasi Pasien di Rumah Sakit

Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut:


1.

Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi


rawat jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam
kondisi gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito.

2.

Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan


pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi
pasien.

Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan


medis selanjutnya dapat langsung pulang.

Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke


instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah mendapatkan hasil foto
radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat
jalan sebagai pasien lama.

Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap.
Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau
laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan
dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya
belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya
stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan
dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang

Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke


instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah,
maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang
kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang
kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya
pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah
pasien sehat dapat pulang.

1.

Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis


sesuai dengan kondisi kegawat daruratan pasien.

Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan


pelayanan medis dapat langsung pulang.

Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke

instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak


bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien
yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien
yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien
meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat
pulang.

10.

Pendidikan dan Pelatihan

RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk


meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien. RS mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training.
RS melaksanakan program pengembangan dan pelatihan staf secara konsisten.
RS melakukan workshop keselamatan pasien secara in-house training dan
melibatkan Tim KKPRS atau mengirim 2-3 orang staf untuk mengikuti workshop
keselamatan pasien yang diselenggarakan KKPRS-PERSI.
RS mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi
staf yang baru masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus
(ICU, ICCU, IGD, HD, NICU, PICU, OK) harusmendapat pelatihan keselamatan
pasien.
11.

Penutup

Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan


kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan risiko.

Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien,


tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error)
maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting
dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah
sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia.
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada
Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Join Commision on
Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk
mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak
dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient
Safety), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
_____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety
Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta.
IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health
Systemhttp://www.nap.edu/catalog/9728.html
___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for
Carehttp://www.nap.edu/catalog/10863.html
Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana,
Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI
Manojlovich, M, et al 2007, Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian
Communication, and Patients Outcomes, American Journal of Critical Care vol.
16, pp. 536-43.
Millar, J, et al 2004, Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems
Level in OECD Countries. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical
Paper.

Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and


Recomendation for Change, Nursing Health Services Research Unit, Ontario.
database.
Parwijanto, H 2008, Kajian Komunikasi Dalam Organisasi, in Perilaku
Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember 2009.
Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia, Jakarta.
Vazirani, S, et al 2005, Effect of A Multidicpinary Intervention on Communication
and Collaboratoriumoration, American Journal of Critical Care, Proquest Science
Journal, vol. 14, p. 71.
Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, Patient Safety a balanced measurements
framework, Australian Health Review, vol. 33, no. 3.
Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan
Pasien&Manajemen Risiko Klinis. PERSI: KKP-RS

Vous aimerez peut-être aussi