Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Medula spinalis merupakan struktur berbentuk selinder yang berdiameter
< 2 cm dan terdiri dari bagian putih, dan bagian abu. Medula spinalis berada
kanalis sentralis vertebra yang dikelilingi oleh struktur tulang (collum vertebrae).
Memanjang dari foramen magnum yang berada di dasar tengkorak sampai
setinggi L1-L2 disebut conus medullaris. Di bawah tingkat ini, lumbar sac (theca)
hanya mengandung filamen serabut saraf yang disebut dengan cauda equina.
Medula spinalis di selubungi oleh 3 selaput meningen, yang merupakan lanjutan
dari selaput yang menyelubungi otak. Piameter melekat pada medula spinalis,
duramater dan arachnoid (tanpa pembuluh darah) memanjang secara kaudal
sampai setinggi vertebra S yang mana kemudian akan bergabung dengan filum
terminale untuk membentuk ligamentum koksigis (filum of the dura).
Medula spinalis menerima input melalui nervus perifer dari bagian tubuh dan
melalui traktus desenden dari otak, kemudian memproyeksikan output melalui
saraf perifer ke bagian tubuh dan melalui traktus asenden ke otak (Israr, 2008).
Cedera medula spinalis dapat dibagi komplet dan inkomplet berdasarkan ada
atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Status fungsional dan
kemandirian pasien dapat ditingkatkan serta morbiditas dapat diturunkan dengan
program rehabilitasi terpadu yang melibatkan multidiplin kesehatan, yakni dokter,
perawat, fisioterapis, occupational therapist, speech and language pathologist
Rehabilitasi pada pasien cedera medula spinalis biasanya dilakukan di unit
perawatan neurologi dengan lama hari rawat/length of stay (LOS) yang panjang
akibat disabilitas dan berbagai komplikasi yang terjadi (Guyton, 1997).
BAB 2. PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke
susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh
tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris,
gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan
dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun
permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut
sebagai cedera medula spinalis (Israr, 2008).
Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia
muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali
mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda
karena tetraplegia atau paraplegia (Tirtasari, 2012).
2.2 Epidemiologi
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu
mengalami cedera medula spinalis. Sampai tahun 1999, diperkirakan ada
sebanyak 183.000 sampai 203.000 orang yang hidup dengan cedera medula
spinalis di negara tersebut. Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas
yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan,
dan beban ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2004, Christopher & Dana Reeve
Foundation bekerja sama dengan Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) melakukan penelitian untuk mengetahui epidemiologi penderita cedera
medula spinalis dan yang mengalami paralisis di Amerika Serikat.
Hasilnya yaitu sekitar 1,9% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar
5.596.000 orang melaporkan beberapa bentuk paralisis berdasarkan definisi
fungsional yang digunakan dalam survei tersebut. Sekitar 0,4% dari populasi
2. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau
kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya
fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit
motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit
neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan
kongenital dan perkembangan (Israr, 2008).
2.4 Klasifikasi
Cedera Medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
karakteristik
motorik
Proploseptik(joint
Lesi komplet
Hilang di bawah lesi
Hilang di bawah lesi
Lesi inkomplet
Sering (+)
Sering (+)
position vibrasi)
Sacral sparing
Ro vertebra
Negatif positif
Sering (+)
Sering fraktur, luksasi, Sering normal
atau listesis
hipo/isointens
pada
T1
dan
hiperintens
pada
T2,
preservasi dari fungsi motor dan sensorik di bawah level neurologis, termasuk
pada segmen sakral yang paling rendah.
Penilaian tingkat dan komplit atau tidaknya suatu cedera medula spinalis
memungkinkan prognosa untuk dibuat. Jika lesi yang terjadi adalah komplit,
kemungkinan penyembuhan jauh lebih kecil dibandingkan dengan lesi inkomplit.
Menyusul terjadinya cedera medula spinalis, terdapat beberapa pola cedera yang
dikenal, antara lain:
a. Sindroma korda anterior
Terjadi akibat gaya fleksi dan rotasi pada vertebra menyebabkan dislokasi
ke anterior atau akibat fraktur kompresi dari corpus vertebra dengan
penonjolan tulang ke kanalis vertebra.
b. Sindroma korda sentralis
Biasanya dijumpai pada orang tua dengan spondilosis servikal. Cedera
hiperekstensi menyebabkan kompresi medula spinalis antara osteofit
ireguler dari corpus vertebra di anterior dengan ligamentum flavum yang
menebal di posterior.
c. Sindroma korda posterior
Sindroma ini umumnya dijumpai pada hiperekstensi dengan fraktur pada
elemen posterior dari vertebra.
d. Sindroma Brown-sequard
Secara klasik terjadi akibat cedera tusukan tetapi juga sering dijumpai
pada fraktur massa lateral dari vertebra. Tanda dari sindroma ini sesuai
dengan hemiseksi dari medula spinalis.
e. Sindroma konus medularis
f. Sindroma kauda ekuina
Derajat keparahan cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi beberapa
grade menurut Frankel yaitu:
Frankel A: kehilangan fungsi motorik dan sensorik
Frankel B: ada fungsi sensorik, motorik tidak ada
Frankel C: fungsi motorik ada tetapi tidak berfungsi
Frankel D: fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna
Frankel E: fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal
(Tirtasari, 2012)
2.5 Tanda dan Gejala
Menurut (Israr, 2008) berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang
sering muncul adalah:
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
2. Paraplegia
3. Paralisis sensorik motorik total
4. Kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung
kemih)
5. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
6. Penurunan fungsi pernapasan
7. Gagal nafas
2.6 Patofisiologi
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien
sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla,
(lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla
(membuat pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
kekstrakaudal, subdural atau subarakhnoid pada kanalspinal. Segera setelah terjadi
kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak
dan hancur. Sirkulasi darah dan subtansiagrisea medulla spinalis, tetapi proses
patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menimbulkan kerusakan
yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadiankejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi,
yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan meilin dan akson. Reaksi ini
diyakini menjadi penyebab prinsip degenarasi medulla spinalis pada tingkat
cedera, sekarang dianggap reversible sampai setelah cedera. Untuk itu jika
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali
yang
dibutuhkan
untuk
mencegah
kerusakan
sebagian
dari
gagal
untuk
menjadi
takhikardia
sebagai
respon
dari
hipovolemia. Pada keadaan ini tekanan darah tidak akan membaik hanya dengan
infus saja dan usaha untuk menormalisasi tekanan darah akan menyebabkan
kelebihan cairan dan udema paru. Tekanan darah biasanya dapat diperbaiki
dengan penggunaan vasopresor, tetapi perfusi yang adekuat akan dapat
dipertahankan walaupun tekanan darah belum normal. Syok spinal adalah keadaan
flasid dan hilangnya repleks, terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis.
Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit, walaupun tidak
seluruh bagian rusak.
2. Efek terhadap organ lain.
2.10 Pencegahan
Faktor faktor resiko dominan untuk cedara medulla spinalis meliputi usia,
jenis kelamin, dan penyalahgunaan obat. Frekuensi factor resiko ini dikaitkan
dengan cedera medulla spinalis bertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer.untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera ini, langkah
langkah berikut perludilakukan :
(1) menurungkan kecepatan berkendara.,
(2) menggunakan sabuk pengaman,
(3) menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda,
(4) program pendidikan langsunguntuk mencegah berkendara sambil
mabuk,
(5) mengajarkan penggunaan air yang aman,
(6) mencegah jatuh,
(7) menggunakan alat alat pelindung dan tekhnik latihan.
1 Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
2. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi,
bradikardia ekstremitas dingin atau pucat.
3. Eliminasi : inkontinensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut,
peristaltik usus hilang.
4. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas,
gelisah dan menarik diri.
5. Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang
6. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
7. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid,
hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi
pupil, ptosis.
8. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma,
dan mengalami deformitas pada derah trauma.
9. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
10. Keamanan : suhu yang naik turun
11.Seksualitas : priapismus (pada laki-laki), haid tidak teratur (pada wanita)
4.2 Analisa Data dan Masalah
Data
Ds: pasien
Etiologi
Paru-paru sulit
Masalah
Bersihan jalan nafas
mengatakan
mengembang dan px
tidak efektif
kesulitan bernafas
mengalami kesulitan
bernafas, batuk
terdapat tarikan
diafragma,
Pergerakan otot
sianosis, hasil
intercosta dan
diafragma terganggu
Terpotongnya spinal,
sehingga persarafan
untuk pernapasan
menjadi cedera
Ds: pasien
Kerusakan mobilitas
mengatakan tidak
melakukan aktivitas
fisik
dapat melakukan
sehari-hari
pergerakan pada
tangan dan kaki
Px tidak dapat
Do: ada
menggerakkan tangan
kontraktur,
dan kakinya
kekuatan otot
(ROM menurun),
Cedera servikal
mengeluh nyeri
Gangguan rasa
nyaman nyeri
SSP mengeluarkan
cedera
transmitter nyeri
(seperti: bradikinin)
meringis, skala
nyeri 4-6, luka
Terjadi diskontinuitas
yang mengalami
jaringan
cedera
Ds: pasien
Gangguan eliminasi
mengatakan tidak
alvi / konstipasi
fungsi rektum
untuk BAB
mengalami penurunan
Gangguan persarafan
abdomen akan
didapatkan tegang
atau keras pada
abdomen pasien,
karena
feses impaksi
pada colon pasien
Ds: pasien
Perubahan pola
mengaku kesulitan
eliminasi urine
mengatur perkemihan
jarang
Do: produksi urine
lumbalis
karena cedera
spinal, adanya
distensi bladder
Ds: pasien
Terjadi ulkus
Gangguan integritas
mengatakan nyeri
dekubitus
kulit
pada punggung
Do: adanya
Menurunkan aliran
kemerahan,
bernanah, kulit
cedera serta
lembab, luka
meningkatkan tekanan
dekubitus
4.3 Intervensi
Dx
Keperawatan
Bersihan jalan
Tujuan dan
Intervensi
Kriteria Hasil
Tujuan: setelaha) Pertahankan
napas tidak
dilakukan
efektif
tindakan
berhubungan
keperawatan
dengan
selama maksimal
kelumpuhan
1 jam, bersihan
otot intercosta
jalan nafas
dan diafragma
Rasional
jalan
a) Pasien
dengan
akan
membutuhkan
penghisapan lendir
bila
perlu,
catat
bantuan
untuk
mencegah
aspirasi/
karakteristik sekret.
pasien menjadi
mempertahankan
c) Kaji
fungsi
efektif
jalan nafas.
pernapasan.
b) jika batuk tidak
Kriteria hasil : d) Auskultasi
suara
efektif,
sesak nafas
napas.
e) Observasi
warna penghisapan
berkurang, tidak
kulit.
dibutuhkan untuk
ditemukan
f) Kaji distensi perut
mengeluarkan
tarikan
dan spasme otot.
sekret,
dan
diafragma, g) Anjurkan
pasien
mengurangi
sianosis tidak
untuk
minum
resiko
infeksi
ada, PaO2 > 80, minimal
2000
pernapasan.
PaCo2 < 45,RR cc/hari, jika tidak
c) trauma pada C5= 16-20 x/menit ada kontraindikasi.
6 menyebabkan
h) Lakukan
hilangnya fungsi
pengukuran
pernapasan
kapasitas
vital,
secara
partial,
volume tidal dan
karena
otot
kekuatan
pernapasan
pernapasan.
i) Pantau analisa mengalami
gas darah.
kelumpuhan.
j) Berikan oksigen
d) hipoventilasi
dengan cara yang biasanya
tepat dan lakukan atau
terjadi
fisioterapi
dada.
nafas menyebabkan
akumulasi sekret
yang
berakibat
pneumonia.
e) menggambarkan
adanya
kegagalan
pernapasan yang
memerlukan
tindakan segera
f) kelainan penuh
pada
perut
disebabkan
karena
kelumpuhan
diafragma
g) membantu
mengencerkan
sekret,
meningkatkan
mobilisasi sekret
sebagai
ekspektoran.
h) menentukan
fungsi
otot-otot
pernapasan.
Pengkajian terus
menerus
mendeteksi
adanya
kegagalan
pernapasan.
i) untuk
untuk
mengetahui
adanya kelainan
fungsi pertukaran
gas
sebagai
contoh
hiperventilasi
PaO2 rendah dan
PaCO2
meningkat.
j) metode dipilih
sesuai
dengan
keadaan
insufisiensi
pernapasan
dan
untuk
mencegah sekret
tertahan
kerusakan
Tujuan
a) Kaji secara
mobilitas fisik
perawatan :
teratur fungsi
berhubungan
dengan
tindakan
kelumpuhan
keperawatan
b) Instruksikan
pasien untuk
pada
paru-paru
a) mengevaluasi
keadaan
secara
umum
b) memberikan rasa
aman
c) membantu ROM
secara pasif
minta pertolongan.d) mencegah
gangguan
c) Lakukan log
mobilisasi bisa
rolling.
diminimalisasi
d) Pertahankan
sampai cedera
sendi 90 derajat
diatasi dengan
terhadap papan
pembedahan
Kriteria hasil :
kaki.
e) Ukur tekanan
footdrop
e) mengetahui
adanya hipotensi
f)
ortostatik
gangguan
sirkulasi
dan
hilangnya sensai
resiko
tinggi
tidak ada
kontraktur,
kekuatan otot
meningkat ROM
meningkat
(antara 4-5), lesi
berkurang,
pasien mampu
kerusakan
beraktifitas
kembali secara
gangguan rasa
bertahap.
Tujuan
a) Kaji terhadap
nyaman nyeri
keperawatan :
melaporkan
berhubungan
setelah dilakukan
0-10.
nyeri
biasanya
tindakan
b) Bantu pasien
diatas
tingkat
keperawatan
dalam identifikasi
selama 1 jam,
faktor pencetus.
nyeri pasien
c) Berikan tindakan
berkurang
kenyamanan.
Kriteria hasil :
d) Dorong pasien
melaporkan rasa
menggunakan
nyerinya
tehnik relaksasi.
berkurang, wajah
e) Berikan obat
pasien rileks,
antinyeri sesuai
keperluan.
dengan adanya
cedera
a) pasien
cedera.
b) nyeri
dipengaruhi
oleh;
kecemasan,
ketegangan,
suhu,
distensi
kandung kemih
dan
berbaring
lama.
c) memberikan rasa
nyaman dengan
cara membantu
mengontrol
nyeri
d) memfokuskan
kembali
perhatian,
meningkatkan
rasa kontrol.
e) untuk
menghilangkan
nyeri otot atau
untuk
menghilangkan
kecemasan dan
meningkatkan
istirahat.
a) Auskultasi bisinga) bising
usus
dilakukan
mungkin
tidak
alvi /konstipasi
tindakan
dan
berhubungan
keperawatan
dengan
b) Observasi
gangguan
pasien tidak
adanya distensi
persarafan
menunjukkan
gangguan
Tujuan : setelah
eliminasi
karakteristiknya.
perut.
alvi/konstipasi
ingin muntah,
Kriteria hasil :
pasang NGT.
spinal.
b) untuk
mengetahui
penurunan
bising usus
c) perdarahan
gantrointentinal
dan
lambung
mungkin terjadi
akibat
dan stress.
trauma
Implementasi
Keperawatan
Bersihan jalana) Mempertahankan jalan nafas;
posisi kepala tanpa gerak.
napas tidak
b) melakukan penghisapan lendir
efektif
bila perlu, catat jumlah, jenis
dan karakteristik sekret.
berhubungan
c) Mengkaji fungsi pernapasan.
dengan
d) Mengauskultasi suara napas.
kelumpuhan e) Mengobservasi warna kulit.
f) Mengkaji distensi perut dan
otot intercosta
spasme otot.
dan diafragma
g) Menganjurkan pasien untuk
minum minimal 2000 cc/hari,
jika tidak ada kontraindikasi.
h) Melakukan
pengukuran
Evaluasi
S : Px mengatakan sudah
lebih mudah untuk
bernafas
O : sesak nafas agak
berkurang, masih
ditemukan tarikan
diafragma, sianosis tidak
ada, PaO2 > 80, PaCo2 <
45,RR = 24 x/menit
A : masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif
teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
a-j.
S : Px mengatakan masih
mobilitas fisik
fungsi motorik.
berhubungan
b) Menginstruksikan pasien
tubuhnya
dengan
pertolongan.
kelumpuhan
sulit menggerakkan
d) Mempertahankan sendi 90
mampu beraktifitas
secara normal
rolling.
A : masalah kerusakan
hari.
g) Memberikan relaksan otot
sebgaian
P : Lanjutkan intervensi
a-g
gangguan rasa
diazepam.
a) Mengkaji terhadap nyeri
S : Px mengatakan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
berkurang
dengan adanya
O : rasa nyerinya
c) Memberikan tindakan
kenyamanan.
d) Mendorong pasien
berkurang
sesuai keperluan.
A : Masalah gangguan
cedera
eliminasi
b)Mengobservasi adanya
a-e
S : Px mengatakan dapat
melakukan BAB lebih
lancar (2 hari sekali)
O : palpasi abdomen
distensi perut.
gangguan
abdomen berkurang, px
persarafan
NGT.
BAB 4. KESIMPULAN
Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas
neurologis akibat trauma. Penyebab paling sering untuk terjadinya trauma medulla
spinalis adalah karena kecelakaan lalu lintas, dll. Trauma medulla spinalis sendiri
diklasifikasikan menjadi trauma medulla spinalis komplet dan trauma medulla
spinalis inkomplet. Sedangkan gejala yang paling sering pada trauma medulla
spinalis adalah nyeri akut pada belakang leher, paraplegia, paralisis sensorik
motorik total, kehilangan kontrol kandung kemih (retensi urine, distensi kandung
kemih), penurunan keringat dan tonus vasomotor, penurunan fungsi pernapasan,
gagal nafas. Terapi cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Terapi operatif
kurang dianjurkan kecuali jika klien memiliki indikasi untuk dilakukannya
operasi. Cedera medula spinalis tidak komplit cenderung memiliki prognosis yang
lebih baik daripada trauma medulla spinalis komplit.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Volume 3. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Manjoer , Arif M, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedoteran Edisi III. Jakarta : Media
Aeculapius FKUI.
Marilynn, E. Doenges., dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Sylvia & Lorraine. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Israr, Yayan A. 2008. Hemiseksi Medulla Spinalis Faculty of Medicine
University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru [Serial
Online]. http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/referat-ya2n_hemiseksi-medula-spinalis_files-of-drsmed.pdf. [30 April 2013].
Tirtasari, Silviana. 2012. Trauma Medulla Spinalis.Universitas Tarumanegara
[Serial Online]. http://www.scribd.com/doc/105700454/86888365Trauma-Medulla-Spinalis. [30 April 2013].