Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
id/
REKLAMASI
TELUK JAKARTA
DEPARTEMEN KAJIAN DAN AKSI
STRATEGIS BEM FH UI 2016
AKSI
STRATEGIS
BADAN
EKSEKUTIF
memperoleh
pembebasan
lahan
untuk
pengembangan
Jakarta
1 Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Jakarta: 2010, hlm. 351
2 A.R.Soehoed, Bunga Rampai Pembangunan: Antara Harapan dan Masa Depan, Jakarta: Putri Fadjar
Mandiri dan FTUI, 2002, hlm. 107.
3 A.R. Soehoed, Proyek Pantura Transformasi dari Ibukota Provinsi keIbukota Negara: Persiapan-Persiapan
bagi Proyek Multifungsi, Jakarta: Djambatan, 2004, hlm 25.
Zona Barat, termasuk daerah proyek Pantai Mutiara dan proyek Pantai
Hijau di daerah Pluit serta wilayah Pelabuhan Perikanan Muara Angke dan
daerah proyek Pantai Indah kapuk dimana yang merupakan daerah
reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1000 ha (kira-kira 6,5 km x
1,5 km).
2) Zona Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa,
begitu pula daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga pada batas
daerah Pelabuhan Tanjung Priok, dimana yang merupakan daerah
reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kira-kira 8 km x 1,7
km).
3) Zona Timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur
termasuk daerah Marunda dengan luas daerah laut yang akan direklamasi
kurang lebih 300 ha (kira-kira 3 km x 1 km).6
4 Rosalina, M puteri, Jalan Panjang Reklamasi di Teluk Jakarta dari era Soeharto sampai Ahok,
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/04/10050401/Jalan.Panjang.Reklamasi.di.Teluk.Jakarta.dari.era.S
oeharto.sampai.Ahok diakses pada tanggal 2 Mei 2016 pukul 22.10 WIB.
5 Ibid.
6 Peraturan Daerah No. 8 tahun 1995 , diakses pada 2 Mei 2016 pukul 17:02 WIB.
tanggul
merupakan
langkah
untuk
menyelesaikan
berbagai
7 Harbowo, Nikolaus, https://m.tempo.co/read/news/2016/04/27/090766440/jokowi-akan-keluarkan-perpresreklamasi-teluk-jakarta diakses pada tanggal 28 April 2016 pukul 22.38 WIB.
8 Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, http://www.menlh.go.id/pertanyaan-pertanyaan-yangsering-diajukan-tentang-proyek-reklamasi-pantura-jakarta/ diakses pada 3 Mei 2016 pukul 22.00 WIB.
9 Rosalina, Puteri. "Dilema Reklamasi Pantai Jakarta." Print.kompas.com, diakses pada 29 April 2016 pukul
13.21 WIB.
Sumber: http://beta.tirto.id/
10 Dian Tri Irawati , Pembangunan Atas Nama Bencana http://ncicd.com/tag/rujak/, diakses pada t Selasa 3
Mei 2016 pukul 19.51 WIB.
Izin Lingkungan
Secara sederhana proses perizinan lingkungan reklamasi berawal dari perencanaan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan melalui 3
tahapan, yakni inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion, dan
penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Inventarisasi lingkungan hidup adalah kegiatan untuk meperoleh data dan informasi
mengenai sumber daya alam yang meliputi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
pembangunan
program.12
KLHS berperan penting sebagai bahan pertimbangan dan dasar dalam
pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
atau kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup. 13 Hal ini dilakukan guna memastikan bahwa baik
Pemerintah maupun pemerintah daerah memperhatikan adanya aspek lingkungan
dalam setiap pembangunan, baik pembangunan yang ditujukan dalam waktu singkat
maupun dalam waktu yang lebih panjang. Bersama dengan RPPLH, KLHS menjadi
11 Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup nasional dan pulau/kepulauan; gubernur
untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota;
bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di
wilayah kabupaten/kota.
12 Pasal 1 Angka 10 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
13 Pasal 14 Ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
dasar dalam menetapkan RPJP maupun RPJM, baik nasional, provinsi, ataupun
kabupaten/walikota.
KLHS selain berisi kajian mengenai program pembangunan terhadap
lingkungan disekitarnya, memuat alternatif penyempurnaan program pembangunan
itu
sendiri.
KLHS
juga
memberikan
rekomendasi
perbaikan
untuk
lebih
yang
diperlukan
bagi
proses
pengambilan
keputusan
tentang
15 Pasal 1 Angka 11 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
dapat menimbulkan
16 Dampak Penting menurut ayat 2 pasal yang sama, memiliki kriteria sebagai
berikut:a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
19 Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dokumen Amdal kemudian dinilai oleh Komisi Penilai Amdal21 yang dibentuk
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 22
Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari
bupati/walikota
sesuai
Menteri,
gubernur,
atau
Menteri,
gubernur,
Jenis Kegiatan
Reklamasi
Skala/Besaran
Wilayah > 25 ha
Berpotensi menimbulkan
Luas
> 500.000 m
a.
area
reklamasi,
b. Volume material
urug, atau
Hidrooseanografi,
meliputi
c.
Panjang
Reklamasi
c.
Batimetri,
meliputi
kontur
22 Pasal 29 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
d.
Topografi,
meliputi
kontur
permukaan daratan.
e. Geomorfologi, meliputi
bentuk dan tipologi pantai.
f. Geoteknik, meliputi sifat-sifat
fisis dan mekanis lapisan tanah.
g. Dampak sosial.
oleh
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
wajib menolak permohonan
izin
dengan
kewenangannya
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:
23 Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut
UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
ketidakbenaran
dan/atau
kewenangannya,
dalam
hal
ini
adalah
Menteri,
Gubernur,
atau
Bupati/Walikota.
27 Siahaan, N.H.T, Hukum Lingkungan Dan Ekologi Pembangunan, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 2004,
hlm. 252-254.
2. Amdal Sektoral.
Amdal ini merupakan kewajiban Amdal atas suatu kegiatan yang bersifat
sektoral, karena kebijakan tentang penetapan kewajiban Amdalnya ditetapkan
oleh menteri sektoral.
3. Amdal Terpadu atau Multisektoral.
Amdal jenis ini adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting
dari usaha atau kegiatan yang bersifat terpadu, yang direncanakan terhadap
lingkungan dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dengan melibatkan
kewenangan lebih dari satu instansi yang membidangi kegiatan tersebut.
4. Amdal Regional atau disebut juga Amdal Kegiatan Kawasan.
Hasil kajian mengenai dampak besar dan penting kegiatan terhadap
lingkungan dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan
wilayah atau kawasan sesuai rencana ta Sosial.
Amdal ini pada dasarnya sama dengan jenis Amdal yang disebut di atas,tetapi
karena berada dibawah satu instansi yang membidangi usaha tersebut, yakni
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, penggunaan AMDAL Tunggal ini perlu
dikaji ulang. Hal ini disebabkan pengerukan pasir untuk reklamasi teluk Jakarta
dilakukan di daerah pesisir Banten, sehingga permasalahan ini menyangkut
persoalan lintas provinsi. Meskipun dua situasi yang berbeda antara pengerukan
pasir dan reklamasi itu sendiri, namun keduanya memiliki keterkaitan, sehingga
membutuhkan kajian AMDAL lain. Oleh karena itu, seharusnya kajian yang
digunakan adalah AMDAL Regional, yang merupakan studi kelayakan lingkungan
untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan terkait satu sama lain.
Salah satu pihak yang akan terkena dampak besar dari proyek reklamasi ini
adalah nelayan. Nelayan menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Hal ini berarti
nelayan adalah orang-orang yang menggantungkan kehidupannya pada laut atau
dalam konteks ini adalah wilayah pesisir laut yang akan dijadikan tempat proyek
reklamasi ini diadakan. Selain dampak ekonomi, dampak yang tidak dapat dihindari
dari proyek reklamasi ini yaitu dampak sosial dan budaya.
Dampak sosial yang akan terjadi dengan diadakannya proyek reklamasi ini
adalah yaitu akan memperparah defisit sosial serta merusak struktur sosial
(keharmonisan, dan egalitarian di pesisir). Hal ini karena dengan diadakannya
proyek reklamasi ini, akan banyak menggusur rakyat-rakyat kecil yang berada di
wilayah Teluk Jakarta dan akan semakin memperlihatkan kesenjangan antara si
kaya dan si miskin. Pada Agustus 2015 tingkat pengangguran di DKI Jakarta
mencapai 7,23%, kemiskinan struktural (pertumbuhan orang miskin) sejak tahun
2009-2013 sebesar 18%, dan kesenjangan ekonomi makin timpang (gini rasio DKI
0,43)30 sehingga defisit sosial akan bermunculan akibat dari dampak Reklamasi
dan penggusuran teluk Jakarta. Defisit sosial yang akan muncul yaitu konflik
pemanfaatan ruang, kriminalitas akibat pengangguran, hilangnya ruang hidup
nelayan dari tempat tinggalnya. Dapat dikatakan, dengan diadakannya proyek
reklamasi teluk Jakarta ini akan menimbulkan domino-effect pada beberapa sektor
kehidupan.
makna
untuk
memajukan
kesejahteraan
bagi
rakyat
secara
keseluruhan, bukan hanya kesejahteraan orang per orang. Tujuan negara ini
kemudian diperkuat dalam pasal 33 (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
30 Mony, Ahmad, S.Pi., M.Si., dan Muhammad Karim S.Pi., M.Si., Reklamasi Teluk Jakarta, Penggusuran
dan Dampaknya. http://hallojakarta.com/reklamasi-teluk-jakarta-penggusuran-dan-dampaknya diakses pada 2
Mei 2016 pukul 09.14 WIB.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Serta pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Dua hal yang patut dicermati dalam dua pasal tersebut adalah pengertian
mengenai frase dikuasai oleh negara dan konsep demokrasi ekonomi. Mohammad
Hatta merumuskan pengertian tentang dikuasai oleh negara, bukan berarti negara
sendiri yang menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer. Lebih tepat dikatakan
bahwa kekuasaan negara terdapat pada pembuat peraturan guna kelancaran jalan
ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang
yang bermodal. Sementara itu, Mohammad Yamin merumuskan pengertian dikuasai
oleh negara yaitu termasuk pada mengatur dan/atau menyelenggarakan terutama
untuk memperbaiki dan mempertinggi produksi dengan mengutamakan koperasi.
Panitia Keuangan dan Perekonomian bentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang diketuai oleh Mohammad Hatta
merumuskan pengertian dikuasai oleh negara yaitu bahwa Pemerintah harus
menjadi pengawas dan pengatur dengan berpedoman keselamatan rakyat. Dengan
demikian, cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak harus dikuasai oleh negara dalam artian diatur dan diselenggarakan
oleh pihak-pihak yang diberi wewenang oleh negara dan bertindak untuk dan atas
nama negara berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 31
Demokrasi ekonomi adalah pemberian kesempatan yang sama kepada setiap
orang untuk memperoleh akses atas sumber daya agraria, termasuk di dalamnya
sumber daya agraria yang menjadi objek dari reklamasi. Pemberian kesempatan
yang sama, artinya setiap orang harus berusaha untuk memperoleh, untuk
menggunakan kesempatan itu agar memperoleh hak atas sumber daya alam (dalam
31 Putusan mahkamah konstitusi tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
hal ini laut), agar dapat memanfaatkan sumber daya agraria. Artinya setiap orang
harus berusaha, bersaing satu dengan yang lainnya untuk memperoleh kesempatan,
untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya itu.
Dalam persaingan yang akan terjadi adalah ada warga negara Indonesia
yang dapat memperoleh hak, tetapi tentu ada kelompok masyarakat yang tidak akan
memperoleh hak. Secara sosiologis, yang akan menang tentu adalah mereka yang
mampu memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan untuk memperoleh hak.
Dalam konteks pengelolaan sumber daya agraria, mereka yang punya modal
besar adalah mereka yang memiliki pengelolaan usaha yang baik dan menguasai
teknologi yang tinggi. Sementara kelompok-kelompok masyarakat yang tidak
memenuhi persyaratan, yang tidak termasuk dalam kategori tersebut tentu akan
tersingkir dari proses persaingan. Artinya demokrasi ekonomi hanya akan
menghasilkan sebuah proses persaingan di mana yang kuat akan memperoleh,
yang lemah tidak akan memperoleh. padahal, salah satu aspek dari demokrasi
ekonomi adalah prinsip kebersamaan. Menurut penafsiran mahkamah konstitusi
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, prinsip kebersamaan
harus dimaknai bahwa dalam penyelenggaraan ekonomi termasuk pengelolaan
sumber daya alam bagi keuntungan ekonomi, harus melibatkan rakyat seluasluasnya dan menguntungkan bagi kesejahteraan rakyat banyak. Pengelolaan
sumber daya alam tidak boleh semata-mata memperhatikan prinsip efisiensi untuk
memperoleh hasil sebanyak banyaknya yang dapat menguntungkan kelompok kecil
pemilik modal, tetapi harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara
berkeadilan.32
Dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, kelompok masyarakat yang lemah
ialah para nelayan tradisional yang menggantungkan nasibnya pada penghasilan
berupa tangkapan ikan sementara kelompok masyarakat kuat adalah para pemodal
yang mengusahakan diadakannya reklamasi. Dalam kasus ini, reklamasi yang
diusahakan oleh para pemodal tersebut akan berimbas pada menurunnya jumlah
penghasilan nelayan yang selama ini bekerja di beberapa daerah di sekitar Pantai
32 Ibid.
Utara Jakarta. Hal ini dikarenakan reklamasi akan berimbas pada menurunnya
jumlah ikan di laut sekitarnya serta memperpanjang jalur yang harus ditempuh oleh
para nelayan untuk dapat mencari ikan yang tentunya akan memaksa mereka untuk
menambah modal karena harus membeli bahan bakar lebih.
Jika kita mencermati kasus Reklamasi Teluk Jakarta, kita dapat dengan jelas
melihat pertentangan hak yang terjadi antara nelayan tradisional dengan pihak
pemodal sehingga jika kita mengacu pada UUD NRI 1945, maka pemerintah tidak
seharusnya mengorbankan ribuan nelayan yang menggantungkan kehidupannya
pada hasil laut utara Jakarta dengan memberikan izin kepada pihak pengelola untuk
menjalankan proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta.
34 Komite mengenai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Komentar Umum 7 (1997) Dok PBB E/1998/22,
annex IV.
dan/atau komunitas dari rumah dan/atau tanah yang mereka tempati, tanpa
penyediaan dan akses terhadap bentuk-bentuk perlindungan hukum yang tepat. 35
Definisi tersebut memperlihatkan bahwa adanya reklamasi maka menyebabkan
penggusuran tanpa adanya akses terhadap bentuk-bentuk perlindungan yang tepat.
Sumber: http://mediaindonesia.com/
Permukiman.
Dalam
penggusuran
tersebut
terdapat
kepentingan
pengembang reklamasi pulau yaitu pasokan air dari aliran 13 sungai di Jakarta untuk
memasok kebutuhan air tawar bagi 17 pulau hasil reklamasi tersebut. 36 Dari hal
tersebut, jelas bahwa adanya reklamasi sangatlah merugikan dan merampas hakhak masyarakat disekitarnya.
Penggusuran yang dilakukan dalam rangka reklamasi, termasuk sebagai
pengambilalihan hak milik untuk memfasilitasi gedung dan pembangunan. Lagi-lagi
sikap hati-hati untuk memastikan diikutinya prosedur hukum harus diambil dan
kompensasi dibayarkan. Patut dicatat bahwa tindak kehati-hatian harus dilakukan
untuk memastikan mereka yang diambil hak miliknya mempunyai akses terhadap
perumahan alternatif yang layak.37
Keputusan sebelumnya dari gubernur yang menyatakan kompensasi sebesar
lima persen ditambah dengan rencana untuk menaikan menjadi lima belas persen,
jika dilihat dari perspektif HAM Internasional, khususnya dengan ICESCR, maka
Reklamasi tidak sesuai. hal ini dikarenakan reklamasi tidak mengikuti ketentuanketentuan yang telah diratifikasi oleh Indonesia yang menghendaki adanya kehatihatian, yaitu pada Putusan MK 3/2010 praktek privatisasi dan komersialisasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana terjadi di Jakarta adalah wujud
pembangkangan terhadap konstitusi, dan kesesuaian dengan prosedur yang telah
36 Ini Beda Gubernur Ahok dengan Komjen Buwas, Rmol, http://www.rmol.co/read/2016/04/12/242875/IniBeda-Gubernur-Ahok-Dengan-Komjen-Buwas-, diakses pada Hari Kamis, 28 April 2016.