Vous êtes sur la page 1sur 14

No.

Dukumen

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


ENDOKARDITIS INFEKTIF
KSM PENYAKIT DALAM
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Standar Prosedur
Operasional
Kedokteran

Pengertian
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Kriteria Diagnosis

Tanggal terbit/
Revisi

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr.Aumas Pabuti, SpA, MARS
NIP: 195407131981032001
Inflamasi pada endokardium yang biasanya melibatkan katup
dan jaringan sekitarnya yang terkait dengan agen penyebab
infeksi
Demam, berdebar-debar, letih lesu, riwayat penggunaan obatobatan intravena, Riwayat penggunaan katup buatan.
Suhu > 38C, kultur darah (+), dari ekokardiografi: Massa
intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang
menyokong, dijalur aliran jet regurgitasi atau pada material
yang diimplantasikan tanpa ada alternatif anatomi yang dapat
menerangkan atau abses, atau tonjolan baru pada katup
prostetik.
b. Regurgitasi valvular
Kriteria Klinis Duke
KriteriaPatologis:
Mikroorganisme: ditemukan dengan kultur atau histologi
dalam vegetasi yang mengalami emboli atau dalam suatu
abses intrakardiak.
Lesi Patologis: vegetasi atau terdapat abses intrakardiak yang
dikonfirmasi dengan histologis yang menunjukkan endokarditis
aktif.
Kriteria Klinis: menggunakan definisi spesifik, yaitu dua
kriteria mayor atau satu mayor dan tiga kriteria minor atau
lima kriteria minor.
Kriteria Mayor:
1. Kultur darah positif untuk endokarditis infektif (EI)
a. Mikroorganism khas konsisten untuk EI dari 2 kultur darah
terpisah seperti tertulis dibawah ini:
i. Streptococci viridans, streptococcus bovis atau grup HACEK
atau
ii
Community
acquired
Staphylococcus
aureus
atau
enterococci tanpa ada fokus primer atau
b. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur darah
positif persisten didefinisikan sebagai:
i. 2 kultur dari sampel darah yng diambil terpisah > 12 jam
atau
ii. Semua dari 3 atau mayoritas dari 4 kultur darah terpisah
(dengan sampel awal dan akhir diambil terpisah 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
a. Ekokardiografi positif untuk EI didefenisikan sebagai:
i. Massa intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang
menyokong, dijalur aliran jet regurgitasi atau pada material
yang diimplantasikan tanpa ada alternatif anatomi yang dapat
menerangkan atau
ii Abses, atau
iii Tonjolan baru pada katup prostetik atau
b. Regurgitasi valvular yang baru terjadi (memburuk atau
berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak cukup)

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang
Terapi

Kriteria Minor
1. Predisposisi : predisposisi kondisi jantung atau pengguna
obat intravena
2. Demam: suhu 38C
3 Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark pulmonal
septik,
aneurisma
mikotik,
perdarahan
intrakranial,
perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway.
4. Fenomena imunologis: glomerulpnefritis, Oslers nodes, roth
spots dan faktor reumatoid.
5. Bukti mikrobiologi: kultur darah positif tetapi tidak
memenuhi kriteria mayor seperti tertulis diatas atau bukti
serologis infektif aktif oleh mikroorganisme konsisten dengan
EI
6. Temuan kardiografi: konsisten dengan EI tetapi tidak
memenuhi kriteria seperti tertulis diatas.
EI Possible
Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria definite tetapi
tidak memnuhi kriteria rejected
EI Rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi endokarditis
atau resolusi manifestasi endokarditis dengan terapi
antibiotika selama < 4 hari atau
Tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi atai
autopsi setelah terapi antibiotika > 4 hari.
Endokarditis Infektif
Demam reumatik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis
milier, lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis pasca
streptococcus, pielonefritis, poliarteritis nodosa.
Darah rutin
EKG
Foto thorax
Ekokardiografi
Tranesofageal ekokardiografi
Kultur darah
Prinsip terapi adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup,
antipireik, antbiotika
Regimen yang dianjurkan AHA
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan
Streptococcus bovis
Penicillin G kristal 12-28 juta unit/ 24 jam iv kontinu atau 6
dosis terbagi selama 4 minggu atau Ceftriaxon 2 gram
1kali/ hari intravena atau intramuskular selama 4 minggu.
Penicillin G kristal 12-28 juta unit/ 24 jam intravena kontinu
atau 6 dosis terbagi selama 2 minggu dengan getamicin
sulfat 1 mg/kgBB IM atau IV tiap 8 jam selama 2 minggu
Vancomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2
dosis terbagi , tidak > 2 gr/ 24 jam kecuali kadar serum
dipantau selama 4 minggu.
2.Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan
Streptococcus bovis relatif resisten terhadap penicillin G
Penicillin G kristal 18 juta unit/ 24 jam iv kontinu atau
dalam 6 dosis terbagi selama 4 minggu dengan gentamicin
sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu.
Vancomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/ 24 jam iv dalam 2
dosis terbagi , tidak > 2gr/ 24 jam keculai kadar serum
dipantau selama 4 minggu.
3. Endokarditis karena Enterococci
Penicillin G kristal 18-30 juta unit / 24 jam iv kontinu atau
dalam 6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan
Gentamisin sulfat 1mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama
4-6 minggu.
Ampisilin 12 gr/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis

terbagi selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1


mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu.
Vancomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2
dosis terbagi, tidak > 2 gr/24 jam selama 4-6 minggu
dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 4-6 minggu.
4. Endokarditis karena Stafilococcus tanpa materi prostetik
a. Regimen untuk Methicilin Succeptible Staphylococci
Nafsilin atau oksasilin 2 gr iv tiap 4 jam selama 4-6 minggu
dengan opsional ditambah gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im
atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari.
b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam
Cefazolin (atau sefalosporin generasi I lain dalam dosis
setara) 2 gr iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu dengan
opsional ditambah dengan getamisin sulfat 1 mg/kgBB im
atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari.
Vancomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2
dosis terbagi. Tidak > 2gr/24 jam kecuali kadar serum
dipantau selama 4-6 minggu.
Operasi dilakukan bila:
Bakterimia yang menetap setelah pemberian terapi medis
yang adekuat, gagal jantung kongestif yang tidak responsif
terhadap terapi medis, vegetasi yang menetap setelah emboli
sistemik, dan ekstensi perivalvular.
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi

Dubia
I
A

Penelaah Kritis

dr. Yerizal karani, SpPD, SpJP FIHA


dr. A.M. Hanif, SpPD, MARS

Indikator Medis
Kepustakaan

1. Alwi I. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektif


pada penyalahguna obat intravena, in setiati S, Sudoyo AW,
Alwi I, Bawazier LA, soejono CH, Lydia A, et al, editors.
Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit
Dalam 2010. Jakarta.

No.Dukumen
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Standar Prosedur
Operasional
Kedokteran

Pengertian
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang

Terapi

Tanggal terbit/
Revisi

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


ATRIAL FIBRILASI
KSM PENYAKIT DALAM
No.Revisi

Halaman

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr.Aumas Pabuti, SpA, MARS
NIP: 195407131981032001
Atrial Fibrilasi adalah adanya irregularitas kompleks QRS dan
gambaran gelombang P dengan frekuensi antara 360-650 per
menit
Berdebar-debar, pusing, letih, sinkop
Pulsasi nadi ireguler
Gambaran EKG berupa adanya iregularitas kompleks QRS dan
gambran gelombang P dengan frekuensi antara 350-650 per
menit.
Klasifikasi AF berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang
mendasari:
1. Primer: bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan
kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia.
2. Sekunder: bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung
tetapi ada kelainan sistemik yang dapat menimbulkan
aritmia.
Klasifikasi AF berdasarkan waktu timbulnya AF serta
kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus
1. Paroksismal A, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari,
berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan
atau tindakan apapun.
2. Persisten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat
berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan.
3. Permanen AF, bila berlangsung lebih dari 7 hari, dengan
intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah.
Paroksismal AF
Persisten AF
Permanen AF
EKG, bila perlu gunakan Holter monitoring pada pasien AF
paroksismal
Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit
primer
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk
kepentingan akademik
Atrial Fibrilasi Paroksismal
1. Bila simptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya
diberikan penerangan saja.
2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan
dan tanpa kelainan jantung atau disertai kelainan jantung
minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat anti
aritmia kelas IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan
amiodaron.
4. Bila degan obat-obat itu juga tidak berhasil,
dipertimbangkan terapi ablasi atau obat-obat aritmia
lainnya.

5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amiodaron


merupakan obat pilihan.
Atrial Fibrilasi Persisten
1. Bila AF tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang
dari 48 jam, perlu dilakukan kardioversi ke irama sinus
dengan obat-obatan (farmakologis) atau elektrik tanpa
pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi
diberikan obat antikoagulan paling sedikit selama 4
minggu. Obat anti aritmia yang dianjurkan kelas IC
(propafenon dan flekainid)
2. Bila AF lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya
maka pasien diberi obat antikoagulan secara oral paling
sedikit selama 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi
farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat
diberikan obat-obat seperti digoksin , penyekat beta atau
antagonis kalsium untuk mengontrol laju irama ventrikel.
Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin
dan dilakukan pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan
adanya trombus kardiak sebelum kardioversi.
3. Pada AF persisten episode pertama, setelah dilakukan
kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia profilaksis. Bila
terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat
diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta
golongan kelas IC (propafenon, flekainid), sotalol atau
amiodaron.
Atrial Fibrilasi Permanen
1. Kardioversi tidak efektif
2. Kontrol laju vetrikel dengan digoksin, peyekat beta, atau
antagonis kalsium
3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi nodus AV
atau pemasangan pacu jantung permanen
4. AF resisten , perlu pemberian antitromoemboli.
Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Dubia
Komplikasi: emboli, stroke, trombus intrakardiak

dr. Yerizal karani, SpPD, SpJP FIHA


dr. A.M. Hanif, SpPD, MARS
1.

Ismail D. Fibrilasi Atrial: Aspek Pencegahan terjadinya


Stroke. In: setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA,
Kasjmir Y, Mansjoer A, editors. Naskah Lengkap Pertemuan
Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2010. Jakarta; Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2010.
2. Karo KS. Disritmia. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo KS,
Roebiono PS. Editors. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta, Balai
Penerbit FKUI, 1999.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang
Spesifik. In: sjaifoellah N, waspadji S, Rachman M, Lesmana
LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit
FKUI; 2003.
4. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M,
Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds.
Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 1999.

No.Dokumen

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


GAGAL JANTUNG AKUT
KSM PENYAKIT DALAM
No.Revisi

Halaman

RSUP
DR.M.DJAMI
L
PADANG
Tanggal terbit/ Revisi
Standar
Prosedur
Operasional
Kedokteran

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaa
n Fisik
Kriteria
Diagnosis

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr.Aumas Pabuti, SpA, MARS
NIP: 195407131981032001
Gagal Jantung : sindroma dengan gejala khas (sesak nafas, bengkak kedua tungkai,
dan mudah lelah) dan tanda (peningkatan tekanan vena jugularis, ronki pada
inspirasi, pergeseran iktus kordis) akibat dari kelainan struktural atau fungsional
jantung.
Gagal jantung akut : onset atau perburukan gejala dan tanda gagal jantung yang
cepat
Sesak nafas atau lelah saat beraktifitas dan atau istirahat, orthopneu, paroxysmal
nocturnal dyspnea, anoreksia, perokok, konsumsi alkohol,konsumsi kokain, penyakit
yang mendasari (hipertensi, penyakit ginjal kronis, penyakit jantung koroner,
penyakit arteri perifer, penyakit jantung katup, penyakit pembuluh darah kolagen,
stroke, diabetes mellitus, penyakit tiroid, feokromositoma, Cushings syndrome,
adrenal insufisiensi, kelebihan hormone pertumbuhan, obesitas, dyslipidemia,
sarkoidosis, amyloidosis, hemokromatosis, kakeksia, penyakit Chagas, HIV,
peripartum, defisiensi tiamin, defisiensi karnitin, defisiensi selenium, penggunaan
diuretic, penggunaan antiplatelet, penggunaan anti aritmia, penggunaan obat
hipertensi dan penggunaan obat sitotoksik).
Takipneu, takikardi, confusion, peningkatan tekanan vena jugular, iktus kordis
bergeser ke lateral, pembesaran jantung, murmur, bunyi jantung ketiga (irama
gallop), ronki, efusi pleura, hepatomegali, hepatojugular refluks, asites, edema
perifer, akral dingin, sianosis
Gagal jantung dengan preserved ejeksi fraksi :
Gejala khas
Tanda khas
Ejeksi fraksi ventrikel kiri normal atau sedikit berkurang dan ventrikel kiri
tidak dilatasi
Penyakit jantung struktural yang relevan
Gagal jantung dengan ejeksi fraksi yang kurang :
Gejala khas
Tanda khas
Ejeksi fraksi ventrikel kiri kurang
NB : tanda gagal jantung bisa tidak ditemukan pada stadium awal atau dalam terapi
diuretik.
Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan beratnya gejala akibat aktifitas fisik
(New York Heart Association)
Kelas I : Tanpa keterbatasan aktifitas fisik
Kelas II : Terdapat sedikit keterbatasan aktifitas fisik. Pasien nyaman saat istirahat.
Aktifitas fisik harian (ordinary) menyebabkan sesak nafas, lelah, atau papitasi
Kelas III : Terdapat keterbatasan fisik yang jelas. Pasien nyaman saat istirahat,
namun aktifitas fisik yang lebih ringan daripada aktifitas harian sudah
menyebabkan sesak nafas, lelah, atau palpitasi
Kelas IV : Tidak mampu beraktifitas fisik dengan nyaman. Settiap beraktifitas fisik
akan meningkatkan ketidaknyamanan

Stadium gagal jantung ACC/AHA berdasarkan kelainan struktur jantung


Risiko tinggi gagal jantung tanpa kelainan struktur jantung atau gejala gagal
jantung
Terdapat kelainan struktural jantung tanpa tanda atau gejala gagal jantung
Terdapat kelainan struktural jantung dengan gejala gagal jantung
Gagal jantung berulang yang membutuhkan intervensi khusus
Sindroma intoleransi aktifitas
Sindroma Retensi cairan
Dengan atau tanpa gejala kardiak atau nonkardiak lainnya

Diagnosis
Kerja
Diagnosis
Banding

Pemeriksaa
n Penunjang

Terapi

Gejala dengan atau tanpa tanda gagal jantung


EKG abnormal
Ro thorak : kardiomegali, kranialisasi vaskular
BNP 100 pg/ml atau NT-proBNP 300 pg/ml
Ekkokardiografi : EF
Saturasi O2
Gagal Jantung Akut
Emboli paru, krisis hipertensi, sindroma koroner akut, PPOK
Elektrokardiografi 12 sadapan
Darah rutin, urinalisis, elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium), ureum,
kreatinin (LFG), glukosa darah, profil lipid, fungsi hati, dan fungsi tiroid. CKMB,
Troponin I/T, Analisis Gas Darah, BNP, NT-proBNP
Ro thorak PA - lateral
Ekokardiografi transtorakal
Angiografi koroner
Cardiac Magnetic Resonance
SPECT (single-photon emission computed tomography), PET (possitron emission
tomography)
Kateterisasi
6 walk minutes test
Pembatasan diet natrium < 2 gr/hari
Pembatasan input cairan < 2 l/hari
Oksigen : sasaran SpO2 > 90% atau PaO2 > 60 mmHg (hati-hati retensi CO2)
Oksigen tidak diberikan bila tidak terdapat hipoksemia
Ventilasi non invasif dan invasif dapat dilakukan bila diperlukan
Infus sesuai kebutuhan
Kardioversi farmakologis atau elektrik dan pacemaker bila terdapat gangguan irama
jantung yang mengancam nyawa
Inotropik, vasopresor atau bantuan sirkulasi mekanik bila diperlukan (contoh intra
aortic balloon pump)
Revaskularisasi koroner perkutan atau trombolisis bila terdapat sindroma koroner
akut
Intervensi perkutan atau bedah bila terdapat gangguan mekanikal akut atau
penyakit katup jantung yang berat (ruptur septum interventrikular atau ruptur
muskulus papilari katup mitral
Morphin 4 8 mg IV (dapat kombinasi dengan 10 mg metoclopramide IV)
Vasodilator
Nitrogliserin, mulai 10-20 ug/menit, titrasi hingga 200 ug/menit
Isosorbid dinitrat, mulai 1 mg/jam, titrasi hingga 10 mg/jam
Nitroprusid, mulai 0.3 ug/kg/menit, titrasi hingga 5 ug/kg/menit
Nesiritid, bolus 2 ug/kg dilanjutkan 0.01 ug/kg/menit
Inotropik positif atau vasopresor
Dobutamin : 2 - 20 ug/kg/menit
Dopamin : 2 - 20 ug/kg/menit
Milrinon, bolus 25-75 ug/kg selama 10-20 menit, dilanjutkan drip 0.375-0.75
ug/kg/menit

Enoksimon, bolus 0.5 - 1 mg/kg selama 5 - 10 menit, dilanjutkan drip 5 - 20


ug/kg/menit
Levosimedan, bolus 12 ug/kg selama 10 menit (optional), dilanjutkan drip
0.05-0.2 ug/kg/menit
Norepinefrin : 0.2 1 ug/kg/menit
Epinefrin, bolus 1 mg dan dapat diulang setiap 3 5 menit atau drip 0.05
0.5 ug/kg/menit
Diuretik : 2.5 kali lipat dari dosis oral sebelumnya, pilihan intravena dengan target
urin output 100 ml/jam dalam 2 jam pertama. Dosis maksimal diuretik ekivalen
dengan 500 mg furosemid. Pada dosis ekivalen furosemid 250 mg, diberikan drip
selama 4 jam. Bila diuresis tidak mencapai target, dianjurkan kombinasi drip
dopamin 2.5 ug/kg/menit.
*Loop diuretik
Furosemid 20 - 600 mg o.d / b.i.d (IV : bolus 40 mg dilanjutkan drip 10 - 40
mg/jam)
Bumetanid 0.5 - 10 mg o.d / b.i.d (IV : bolus 1 mg dilanjutkan drip 0.5 - 2
mg/jam)
Torasemid 5 - 200 mg o.d (IV : bolus 20 mg dilanjutkan 5 - 20 mg/jam)
*Tiazid
Bendroflimetiazid 2.5 10 mg/hari
Hidroklorotiazid 25 200 mg o.d / b.i.d (maksimal 100 mg bila kombinasi
dengan loop diuretik)
Klorotiazid 250 1000 mg o.d / b.i.d
Klortalidon 12.5 100 mg o.d
Metolazon 2.5 20 mg o.d (maksimal 10 mg bila kombinasi dengan loop
diuretik)
Indapamid 2.5 5 mg o.d
*Antagonis reseptor aldosteron
Eplerenon 25 - 50 mg o.d
Spironolakton 12.5 - 50 mg o.d / b.i.d (bila sebagai diuretik dapat digunakan
hingga 200 mg, dosis harus dikurangi bila digunakan bersama ACE-I/ARB
yaitu maksimal 50 mg)
*Diuretik hemat kalium
Amilorid 2.5 20 mg o.d (maksimal 10 mg bila kombinasi dengan ACE-I/ARB)
Triamteren 25 200 mg b.i.d (maksimal 100 mg bila kombinasi dengan ACEI/ARB)
ACE-I
Captopril 6.25 - 50 mg t.i.d
Enalapril 2.5 - 20 mg b.i.d
Lisinopril 2.5 - 40 mg o.d
Ramipril 1.25 - 10 mg o.d / b.i.d
Trandolapril 0.5 - 4 mg o.d
Fosinopril 5 - 40 mg o.d
Perindopril 2 - 16 mg o.d
Quinapril 5 - 20 mg b.i.d
ARB (bila intoleran pada ACE-I)
Candesartan 4 - 32 mg/hari o.d
Valsartan 20 - 160 mg/hari b.i.d
Losartan 25 - 150 mg/hari o.d
-blocker
Bisoprolol 1.25 - 10 mg o.d
Carvedilol 3.125 - 50 mg b.i.d
Metoprolol 12.5 - 200 mg o.d
Nebivolol 1.25 - 10 mg o.d
Antikoagulan sebagai profilaks bila berisiko tinggi tromboemboli
tekanan darah, EKG, pulse oxymetri, input dan urin output. Bila diperlukan dapat
dilakukan monitoring intra arterial line atau kateterisasi arteri pulmonal
Implantable cardioverter-defibrilator

Edukasi

Prognosis
Tingkat
Evidens
Tingkat
Rekomenda
si
Penelaah
Kritis

Indikator
Medis

Kepustakaa
n

Cardiac resynchronization therapy


Left ventricular assist device
Transplantasi jantung
Memahami penyebab gagal jantung dan gejalanya
Memahami indikasi, dosis, dan efek obat
Memahami pentingnya mempertahankan motivasi diri sendiri untuk mengikuti
pengobatan
Pemantauan dan pencegahan malnutrisi
Membatasi cairan 1.5-2 liter/hari pada gagal jantung berat dan membatasi
konsumsi cairan hipotonik
Melakukan olahraga secara reguler sesuai anjuran
Imunisasi influenza dan pneumokokkus
Menghentikan rokok dan alkohol serta mengurangi berat badan pada pasien
obesitas
Memahami gejala depresi dan gangguan kognitif yang dapat muncul serta
kebutuhan dukungan sosial
Membatasi perjalanan sesuai kemampuan fisik dan membawa catataan medis
lengkap dan obat-obatan yang diperlukan
Quo ad sanam : dubia
Quo ad vitam : dubia
I s/d III
A s/d C
dr. Akmal Mufriadi Hanif, SpPD, MARS, FINASIM
Perbaikan gejala, kualitas hidup dan survival
Oksigenasi adekuat
Hemodinamik stabil dan perfusi organ adekuat
Kerusakan jantung dan ginjal minimal
Etiologi dan penyakit penyerta teridentifikasi
Dosis pengobatan optimal
Pencegahan tromboemboli
Minimal jangka waktu rawat
1. McMurray JJV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M, et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2012. European Heart Journal. 2012 ; 33 : 1787847
2. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJV, Ponikowski P, et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008. European Heart Journal. 2008 ; 29 : 2388442
3. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, Francis GS, et al. 2009 Focused
Update Incorporated Into the ACC/AHA 2005 Guidelines for the Diagnosis and
Management of Heart Failure in Adults. Circulation. 2009 ; 119 : e391-479
4. Weintraub NL, Collins SP, Pang PS, Levy PD, Anderson AS. Acute Heart Failure
Syndromes: Emergency Department Presentation, Treatment, and
Disposition: Current Approaches and Future Aims : A Scientific Statement
From the American Heart Association. Circulation. 2010 ; 122 : 1975-96

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


SINDROM KORONER AKUT
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dukumen
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Standar Prosedur
Operasional
Kedokteran

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Kriteria Diagnosis
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Pemeriksaan
Penunjang

Tanggal terbit/
Revisi

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr.Aumas Pabuti, SpA, MARS
NIP: 195407131981032001
Suatu keadaan kegawat daruratan jantung dengan manifestasi
klinis berupa perasaan tidak enak didada atau gejala gejala
lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindroma koroner akut
mencakup :
1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil (unsble angina pectoris)
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal,
retrosternal dan prekordial. Nyeri seperti di tekan, ditindih
benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan
diplintir. Nyeri menjalar keleher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri
membaik dan menghilang waktu istirahat atau obat nitrat atau
tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stress emosi, udara
dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual,
muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lermas.
Dari pemeriksaan fisik tidak ada yang khas. Tapi pada
pemeriksaan EKG ditemukan:
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan
atau tanpa inversigelombang t, kadang kadang elevasi
segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai
gelombang Q.
Infark Miokard ST elevasi : Hiper akut T, elevasi segmen
ST, gelombang Q inversi, inversi gelombang T.
Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST,
inversi gelombang T dalam.
Penanda Biokimia :
CK, CKMB< Troponin T
Enzim meningkat minimal 2 kali batas normal.
Diagnosis SKA berdasarkan 2 dari 3 kriteria yaitu :
1. Manifestasi klinis nyeri dada
2. Gambaran EKG
3. Penanda enzim jantung yang meningkat.
Sindroma Koroner Akut
Diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut, penyakit
dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointerstinal,
ssperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau
ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung dan
pankreatitis akut.
EKG
Foto thorax
Petanda bikimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T
Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin.
Ekokardiografi
Tes Treadmill

Terapi

Angiografi koroner
Tirah baring di ruang rawatintensif jantung.
Pasang infus intravena dengan Nacl 0,9% atau dektrosa 5%.
Oksigen dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila
saturasi oksigen ateri rendah < 90%.
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair.
Selanjutnya diet jantung.
Pasang monitor EKG secara kontinu.
Atasi Nyeri dengan :
Nitrat
sublingual/trandermal/nitrogliserinintravena
titrasi ( kontra indikasi bila TD sistolik < 90 mmHg),
bradikardia
Morfin 2,5 mg (2-4mg) intra vena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg
intra vena atau tramadol 25-50 mg intravena.
Antirombolitik
Aspirin (160-345mg), bila alergi atau intoleransi/tidak
responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik
Streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau aktivator
plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15mg, dilanjutkan
0,75mg/kgBB (maksimal 50mg) dalam jam pertama dan
0,5mg/kbBB (maksimal 35mg) dalam 60 menit jika
elevasi segmen ST >0,1 mv pada dua atau lebih
sadapan ektremitas berdampingan atau > 0,2 mv pada
pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampinga,
waktu mulai nyeri dada sampai terapi <12 jam, usia <
75 Tahun.
Antikoagulan
Heparin diberikan pada pasien yang menjalani
revaskulerisasi perkutan atau bedah, pasien dengan
resiko tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark
miokard luas, fibrilasi atrium, riwayat emboli.
Atasi rasa takut atau cemas
Diazepam 3 x 2-5mg oral atau iv.
Pelunak Tinja
Laktulosa (laksadin) 2x15 ml
Atasi Komplikasi

Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis

Tergantung daerah jantung yang kena, beratnya gejala, ada


tidaknya komplikasi.
I
A
dr. Yerizal karani, SpPD, SpJP FIHA
dr. A.M. Hanif, SpPD, MARS

Indikator Medis
Kepustakaan

2. Aziz Rani A dkk . Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
2006.

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


GAGAL JANTUNG KRONIK
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dukumen
No.Revisi
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Standar Prosedur
Operasional
Kedokteran

Pengertian

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik

Kriteria Diagnosis

Tanggal terbit/
Revisi

Halaman

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr.Aumas Pabuti, SpA, MARS
NIP: 195407131981032001
Gagal Jantung Kronik merupakan Sidroma Klinis yang komplek
akibat kelainan dari fungsi atau struktural jantung yang
mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi sebagai
pompa.
Dispnea deffort, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea,
lemah, anoreksia, mual.
Takikardia, gallop bunyi jantung jketiga, peningkatan/ektensi
vena jugularis, refluks hepatojugular, pulsus alternans,
kardiomegali, rokhi basah halus du basal paru, dan bisa
meluas di kedua lapangan parubila gagal jantung berat.
Edema pretibial, efusi pleura lebih sering pada paru kanan dari
pada paru kiri, asites, hepatomegali.
Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan apabila terdapat
aling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.
Kriteria Mayor :

Paroxysmal nokturnal dispnea


Distensi vena-vena leher
Peningkatan vena jugularis
Ronki
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop bunyi jantung II
Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor :
Edema ektremitas
Batuk malam
Sesak pada aktivitas
Hepatomegali
Efusi pleura
Kapasitas vital berkurang dari normal
Takikardia (>120 x/menit)
Mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam % hari terapi.
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Pemeriksaan
Penunjang

Terapi

Gagal Jantuk Kronik


Penyakit Paru : Pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi
akutARDS, emboli paru.
Penyakit Ginjal: Gagal Ginjal Kronik, sindroma nefrotik
Penyakit Hati : sirosis
Ro Foto dada : pembesaran jantung, distensi vena pulmonalis
dan redistribusi ke apeks paru ( opasifikasi hilus paru bisa
sampai ke apeks), kjadang ditemukan efusi pleura.
EKG : Membantu menentukan etiologi gagal jantung (infark,
iskemia, hipertropi, dan lain-lain)
Laboratorium : Kimia Darah : (utreum, kreatinin, glukosa dan
elektrolit), Hb, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati dan profil lipid.
Ekokardiogafi : dapat ditemukan ejeksi fraksi yang rendah
<35-40%, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi mitral,
stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid), hipertropi
ventrikel dan atrium, efusi perikard, tanponade atau
perikarditis.
Non farmakologi
Anjuran umum :
a. Edukasi :
b. Aktivitas sosial diusahakan agar dapat dilakukan
seperti bias.
c. Gagal jantung berat harus menghindari
penerbangan panjang.
d. Vaksinasi terhadap infeksi pneumonia dan influensa
bila mampu.
e. Kontrasepsi sebaiknya dengan IUD
Tindakan Umum:
a. Diet (Rendah Garam)
b. Hentikan merokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5kali/minggu
selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/mingguselama 20 menit.
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
Farmakologi :
Diuretik : diuretik hemat kalium, spironolakton dengan
dosis 25-50mg/hari.
ACE Inhibitor

Edukasi
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Beta Bloker
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila
KI dengan ACE inhibitor.
Digoksin diberikan pada pasien simptomatik dengan
dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiridan
terutama dengan AF, digunakan bersama sama diuretik,
ACE inhibitor, penyekat beta.
Antikoagulan dan anti platelet.

Tergantung klas fungsinalnya


1
A

1.Aziz Rani A dkk. Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan


Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

Vous aimerez peut-être aussi