Vous êtes sur la page 1sur 10

MAKALAH WAWANCARA

DASAR-DASAR AGRONOMI
ACARA V
PENGENALAN BUDIDAYA TANAMAN CABAI DI LAPANGAN

Disusun Oleh:
Nama

: Angga Prasetya

13596

Aqina Madhania P.R.

13622

Suryana Riski S.

13642

Reni Safitri

13657

Puji Astutik

13664

Golongan/Kelompok : B5/2
Assisten

: Vicky Silvia Nuzul


Dhinai Saraswati
Ananta Bayu Pratama

LABORATORIUM MANAJEMEN DAN PRODUKSI TANAMAN


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cabai ( Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
penting di Indonesia. Nilai ekonomis dan permintaan yang tinggi membuat banyak petani
tertarik untuk membudidayakannya. Cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga
serta keperluan industri, diantaranya industri bumbu masakan, makanan, obat-obatan dan
lain - lain. Tanaman cabai dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi
maksimal 2000 mdpl. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin,
seperti vitamin A, B1, dan C. Cabai juga mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
menjaga tubuh dari radikal bebas.
Tanaman cabai ( Capsicum annuum L. ) cocok ditanam di tanah lempung
berpasir, serta tidak tergenang. Waktu yang paling ideal dalam penanaman cabai adalah
pada saat akhir musim hujan sekitar bulan Maret - April atau saat lahan kering. Pada
waktu ini hasil yang diperoleh bisa maksimal, berbeda saat lahan basah besar perlu
drainase, aerasi yang baik dan perawatan yang intensif karena pada saat lahan basah
resiko kegagalan lebih besar. Setiap petani mempunyai cara yang berbeda dalam
membudidayakan tanaman cabai. Oleh karena itu ,untuk mengetahuinya dilakukan
wawancara dan dibuat makalah ini sebagai laporan hasil wawancara tersebut.
B. Tujuan
1. Mengetahui tahapan budidaya tanaman cabai
2. Mengetahui kendala dalam budidaya tanaman cabai di lapangan dan cara mengatasi

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Meksiko adalah pusat asal dan keragaman Capsicum annum L., hal ini terutama
ditemukan di daerah tropis dan subtropisyang memiliki keragaman genetik yang tinggi dan
diantara varietas botani luar, misalnya di Capsicum annuum varietas aviculare, Capsicum
anum L. varietas annum dan Capsicum annum varietas glabriusculum yang juga bertukar gen
dengan ras di lahan tumbuh ( Vera-Guzman et Al., 2011). Sekalipun ketersediaan varietas dan
kultivar cabai cukup banyak, tetapi hasil rata-rata komoditas ini masih rendah. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi cabai, antara lain dengan program
intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi yaitu dengan meningkatkan teknik
budidaya yang digunakan misalnya penggunaan varietas cabai yang tepat dan bermutu,
sedangkan ekstensifikasi adalah perluasan lahan penanaman baik berupa pembentukan lahan
baru atau memanfaatkan lahan kosong diantara tanaman perkebunan yang diusahakan (Ardy ,
2013).
Salah satu sifat tanaman cabai yang disukai oleh petani adalah tidak mengenal musim.
Artinya tanaman cabai dapat ditanam kapanpun tanpa tergantung musim. Cabai juga mampu
tumbuh direndengan maupun labuhan, itulah sebabnya cabai dapat ditemukan kapanpun
dipasar atau swalayan. Penanaman cabai pada musim hujan mengandung resiko.
Penyebabnya adalah tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan lebat yang terus menerus.
Selain itu genangan air pada daerah penanaman bias mengakibatkan kerontokan daun dan
terserang penyakit akar. Pukulan air hujan juga bias menyebabkan buah dan bunga
berguguran. Sementara itu, kelembaban udara yang tinggi meningkatkan penyebaran dan
perkembangan hama serta penyakit tanaman ( Harpenas dan Dermawan, 2010).
Kendala yang sering dihadapi dalam peningkatan produksi tanaman cabai adalah
gangguan hama dan penyakit. Salah satu kelompok serangga yang merupakan hama penting
bagi tanaman cabai adalah lalat buah. Serangan hama ini menyebabkan kerugian yang cukup
besar, baik secara kuantitas maupun kualitas. Luas serangan lalat buah diindonesia mencapai
4.709 ha dengan kerugian mencapai 21,99 milyar rupiah (Patty, 2012).
Epidemic penyakit tumbuhan berkembang sebagai akibat kombinasi yang tepat pada
waktunya dari unsure-unsur yang mengakibatkan penyakit tumbuhan, yaitu tumbuhan inang
yang rentan, pathogen yang virulen dan kondisi lingkungan yang menguntungkan terhadap
timbulnya penyakit serta tindakan manusia. Diduga serangan hama dan penyakit yang begitu
tinggi dipengaruhi oleh sejarah penggunaan lahan yang ditanami cabai berulang kali

sehingga tidak memutus siklus ham dan penyakit dilahan. Diduga lahan tersebut terinfestasi
hama dan patogen secara alami (Agrios, 2005).
Metode terbaik penentuan dosis rekomendasi pemupukan bagi tanaman sayuran adalah
dengan uji korelasi dan kalibrasi analisis tanah. Namun demikian, untuk pengembangan
metode ini perlu waktu yang panjang. Optimasi dosis pemupukan dapat dilakukan untuk
memberikan gambaran secara kasar dan cepat rekomendasi pemupukan. Penelitian tentang
rekomendasi pemupukan pada tanaman cabai dilahan terbuka telah banyak dilakukan oleh
balai penelitian sayuran (Balitsa). Rekomendasi pemupukan tanaman cabai yang dikeluarkan
oleh balitsa dilahan kering sebesar 151 kg N/ha, sedangkan pemupukan tanaman cabai pada
musim hujan sebesar 60,3 kg N/ha (vivit et al., 2009).
Dimusim hujan harga cabai cenderung melambung, dengan pengelolaan tanaman secara
tradisional sulit diharapkan hasil yang optimal, sebab pada musim hujan serangan hama dan
penyakit sangat hebat dan adanya resiko kebanjiran. Cabai ternyata mampu sebagai penyebab
tingginya laju inflasi nasional, hal ini menunjukan bahwa cabai benar-benar merupakan
komoditas sayuran yang sangat dibutuhkan dalam kehdupan sehari-hari. Selain untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, permintaan akan cabai oleh industri pengolahan bahan
makanan menggunakan cabai sebagai bahan makanan menggunakan cabai sebagai bahan
baku utamanya, misalkan sambal, saus, dan mie instan ( Samadi, 1997).

III.
METODE PELAKSANAAN WAWANCARA
Wawancara ini dilaksanakan di Desa Wonogiri, Pakem, Kabupaten Sleman, DIY pada
hari Sabtu, 9 Mei 2015 pada pukul 17.00 19.00 WIB. Alat dan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dan handphonen untuk
mengambil dokumentasi pada saat wawancara. Langkah-langkah kerja pada praktikum ini
adalah mencari atau menentukan lokasi atau narasumber yang akan diwawancarai. Kemudian

menentukan waktu untuk mewawancarai narasumber. Narasumber dari wawancara ini adalah
ketua Kelompok Tani Pakarti bapak Parjiyo Pradito.
Setelah itu, kita mengunjungi lahan pertanian secara langsung untuk melakukan
wawancara terkait syarat tumbuh tanaman, persiapan lahan, persiapan bahan tanam,
penanaman, pemeliharaan, pascapanen dan pemasaran. Setelah didapat hasil wawancara dari
petani kemudian dibandingkan dengan teori. Setelah selesai wawancara dengan petani kita
ambil dokumentasi tentang kegiatan dilapangan seperti kegiatan wawancara, lahan pertanian,
dan bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, dan buah atau biji.

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting di Indonesia.
Maka dari itu, banyak petani yang menanam tanaman cabai karena nilai ekonomis dan
permintaan masyarakat yang tinggi. Petani di Desa Wonogiri adalah salah satu dari petani di
Indonesia yang menanam cabai. Petani di daerah ini sebagian besar petaninya melakukan
kegiatan pertanian dengan mengolah lahan sendiri, menyewa dan ada yang menjadi buruh
untuk menggarap lahan milik orang lain.
Di Desa Wonogiri sebagian besar lahan pertaniannya ditanami cabai karena tanaman
cabai merupakan tanaman yang ditanam sepanjang musim baik musim penghujan maupun
musim kemarau. Selain itu, Desa Wonogiri merupakan dataran medium, yaitu bukan dataran
rendah ataupun dataran tinggi sehingga cocok untuk menanam cabai. Selain menanam cabai
petani juga menanam padi, namun hanya sebagai selingan. Penanaman padi bertujuan untuk

pemulihan struktur tanah, rotasi tanamnya yaitu dua kali tanam cabai kemudian diselingi
dengan menanam padi. Penggunaan lahan untuk penanaman cabai sudah dilakukan sejak
tahun 2007 hingga sekarang.
Sebelum proses penanaman cabai, lahan sebelumnya harus dibersihkan terlebih dahulu
agar memudahkan dalam penanaman dan mengurangi hama, kemudian lahan dibajak
menggunakan traktor agar tanah mudah diolah, setelah itu pada lahan tersebut diberi mulsa
dan bahan organik. Setelah pemberian mulsa dan bahan organik kemudian dibuat bedengan
dan anjir di lahan tersebut. Para petani di Desa Wonogiri menggunakan bibit jadi yang dibeli
di toko pertanian. Kriteria bibit yang bagus adalah daya tumbuhnya 95%, apabila sudah
berumur 1 atau 2 bulan dapat dilihat bahwa pertumbuhannya seragam atau tidak berbeda
jauh. Pembelian bibit ini didasarkan oleh permintaan pasar. Biasanya jenis bibit yang ditanam
oleh para petani di Desa Wonogiri adalah alligator, TR 99, OR 32, OR 36, OR, 39, maxi hot
dan hot piper.
Pada musim penghujan penanam cabai lebih sulit karena cabai lebih cocok pada tanah
kondisi kering namun kandungan air tersedia mencukupi, apabila terlalu banyak kandungan
air pada tanah dimana cabai tersebut ditanam dapat menimbulkan busuk batang sehingga
tanaman tersebut akan mati. Oleh karena itu, dibutuhkan drainase yang bagus untuk menjaga
agar jumlah air tersedia bagi tanaman cabai tercukupi sesuai dengan kebutuhannya. Irigasi
yang digunakan petani berasal dari air sungai. Selain itu, pada musim penghujan pupuk yang
diberikan berbeda dengan pupuk yang diberikan pada musim kemarau yaitu pupuk
organiknya merupakan pupuk kandang yang sudah difermentasikan. Hal tersebut
dikarenakan pada musim hujan kemasaman pada tanah meningkat sehingga harus dinaikkan
pHnya. Selain dengan menggunakan pupuk organik, menaikkan pH dapat dilakukan dengan
penambahan kapur. Kapur dapat menaikkan pH dan mencegah bakteri yang dapat
mengganggu tanaman.
Proses pemupukan dilakukan pada awal penanaman tepatnya 10 hari setelah penanaman
menggunakan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik dilakukan sebanyak 2x yaitu
10 hari setelah penanaman dan pada saat tanaman akan berbunga. Hal tersebut dikarenakan
para petani ingin mengubah anorganik menjadi organik. Pertanian yang diterapkan untuk
sekarang ini adalah pertanian semi organik. Selain menggunakan pupuk anorganik,petani
juga menggunakan pupuk organik. Pupuk organik tersebut dibuat oleh petani sendiri. Pupuk

organik diberikan pada awal proses penanaman dan disela sela waktu pemberian pupuk
anorganik. Jarak penanaman cabai yang digunakan oleh para petani di Desa Wonogiri tidak
mengikuti kaidah sesuai teori yang ada yaitu 40 x 60. Hal tersebut dilakukan karena tanah di
daerah tersebut cukup subur sehingga jarak tanam yang yang lebih kecil dari teori yang ada.
Jarak tanam yang lebih kecil tanaman cabai dapat tumbuh normal seperti dengan jarak yang
sesuai teori.
Beberapa penyakit dan permasalahan yang sering dialami oleh tanaman cabai adalah
sebagai berikut:

Bakteri yang menyebabkan tanaman cabai layu pada saat musim penghujan
Busuk batang, apabila kandungan air dalam tanah berlebih misal pada musim penghujan
Cabai busuk yang disebabkan padi dihisap oleh lalat
Ulat grayak menggerogot daun cabai
Bule amerika, menyebabkan daun tanaman kuning.

Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai dilakukan dengan pemberian pestisida.
Panen dilakukan pada saat tanaman cabai berumur 90-100 hari yaitu dengan beberapa
kali pemetikan hingga 20 kali. Pemetikan tergantung nutrisi yang didapat tanaman cabai
tersebut. Panen raya dilakukan pada panen ke 9, panen raya bukan tergantung pada bulan
namun tergantung pada pemetikan. Di Desa Wonogiri masih menggunakan sistem tengkulak
sehingga harga ditentukan oleh tengkulak, kemudian cabai akan dijual ke Medan, Jakarta dan
lain lain. Penjualan tersebut dilakukan oleh kelompok tani. Petani hanya menyerahkan pada
kelompok tani yang mengurus penjualan, sehingga memudahkan penjualan. Perhitungan
keuntungan

dilakukan pertanaman. Petani diuntungkan karena adanya bantuan sarana

prasarana untuk produksi cabai. Setelah panen, tanaman cabai yang sudah tidak dapat
memproduksi buah cabai lagi dicabut dan digantikan oleh tanaman yang baru. Biasanya masa
penanaman tanaman cabai serempak. Mulsa dan anjir dapat digunakan beberapa kali karena
mulsa tidak mudah rusak.Dalam mempersiapkan lahan ini, para petani di Desa Wonogiri
saling bergotong royong. Hal ini dimaksudkan agar kerukunan antar warga desa tetap terjaga
dan pekerjaan cepat selesai.

V. KESIMPULAN
Budidaya tanaman cabai dilakukan mulai dari persiapan lahan, persiapan bibit,
penanaman, pemupukan, panen, dan juga pascapanen.
Malah yang sering dihadapi petani terutama di Desa Wonogiri adalah hama dan cuaca
yang ekstrim,untuk mengatasinya dilakukan denagn berbagai cara mulai dari
penambahan kapur, menggunakan herbisida, dan lain lain.

VI.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Fifth edition. Academic Press, New York.
Ardy, Donny. 2013. Tugas Proposal Penelitian Cabai.
http://donnyardy.blogspot.com/2013/03/tugas-proposal-penelitian-cabai-tugas.html.
Diakses tanggal 12 mei 2015.
Harpenas, A. Darmawan R. 2010. Budidaya cabai unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Patty, J.A. 2012. Efektifitas metal eugenol terhadap penangkapan lalat buah pada
tanaman cabai. Agrologia 1 (1):69-75.
Samadi, B. 1997. Budidaya Cabai Merah Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusantara,
Yogyakarta.
Vera- Guzman, A. M., Jose Luis Chaves servia, Jose Cruz Carillo Rodriguez, and
Mercedes G. Lopez. 2011. Phytochemical evaluation of wild and cultivated pepper (
Capsicum annum L. and C. Pubescens Ruiz and Pav.) from Oaxaca, Mexico. Chilean
Journal of Agricultural Research 71(4) : 1 13.

Vivit, Alviana, dan Anas D. Susilo. 2009. Optimasi dosis pemupukan pada budidaya
Cabai ( Capsicum annuum L.) menghasilkan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. J.
Agron Indonesia 37(1) : 28-33.

Vous aimerez peut-être aussi