Vous êtes sur la page 1sur 6

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN KEBENCANAAN (GKP 0110)


ACARA 3B
PENYUSUNAN PETA BAHAYA GEMPA BUMI

DISUSUN OLEH:
Nama

: Lilik Andriyani

NIM

: 13/348106/GE/07576

Jadwal Praktikum

: Kamis, 09.00 11.00 WIB

Asisten

: 1. Dian Resti Mawarni


2. M. Radito Pratomo

LABORATURIUM KARTOGRAFI DIGITAL


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

ACARA 3B
PENYUSUNAN PETA BAHAYA GEMPA BUMI
I.

LANGKAH KERJA
Data Gempa Bumi

Titik Sampel

Peta titik sampel pengukuran PGA

Lokasi geografis (latitude dan longitude)

Magnitudo

kedalaman

Konversi satuan
,,

Hitung Ms

Jarak pusat gempa dan titik PGA

Jarak minimal dan maksimal

Peak Ground Acceleration (PGA)

PGA minimal dan maksimal

Analisis spasial
Add field PGA maksimal

Tabel Pengukuran PGA

Display XY data
Krigging
Extract by Mask
Simbolisasi dan layouting
Peta hasil interpolasi titik PGA

Input

Proses

Output

II.

HASIL PRAKTIKUM
1. Peta hasil interpolasi titik pengukuran Peak Ground Acceleration (PGA) Pulau
Sulawesi (terlampir)
2. Peta titik sampel pengukuran Peak Ground Acceleration (PGA) Pulau Sulawesi
(terlampir)
3. Tabel Hasil Pengukuran Peak Ground Acceleration (PGA) (terlampir)

III.

PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara yang sering dilanda gempa karena terletak di
pertemuan tiga lempeng benua (Budiono, 2010). Indonesia juga menjadi tempat
pertemuan dua jalur gempa, yaitu Circum Pacific Earthquake dan Trans-Asiatic
Earthquake Belt. Gempa bumi sendiri merupakan gejala fisik yang ditandai dengan
bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas. Getaran tersebut disebabkan oleh banyak
hal, yaitu peristiwa vulkanik, aktivitas desakan magma ke permukaan bumi, pergerakan
lempeng, dan sebagainya.
Pengukuran yang dilakukan terhadap gempa bumi dapat dilakukan dengan du
acara sebagai ukuran kekuatan gempa, yaitu magnitudo dan local intensity (Hartantyo
dan Brotopuspito, 2012). Magnitudo merupakan ukuran dari besarnya energi yang
dilepaskan oleh pusat gempa. Local intensity merupakan pendekatan percepatan
permukaan setempat yang digunakan untuk zonasi bahaya gempa bumi. Percepatan
gelombang gempa yang sampai di permukaan bumi disebut percepatan tanah dan
merupakan gangguan yang harus dikaji untuk setiap gempa. Beberapa rumus yang
dapat menyatakan percepatan tanah yaitu rumus Kawashumi, rumus Kanai, dan Peak
Ground Acceleration (PGA).
PGA menyatakan percepatan getaran tanah maksimum yang terjadi di suatu titik
pada posisi tertentu dalam suatu kawasan dengan menghitung akibat semua gempa
bumi yang terjadi pada kurun waktu tertentu. PGA menggunakan unsur besar
magnitudo, jarak pusat gempa, dan periode dominan tanah di titik tersebut berada.
Salah satu studi kasus yang digunakan untuk perhitungan PGA ini adalah gempa yang
terjadi di Pulau Sulawesi. Data gempa yang diperoleh dari basis data USGS meliputi
lokasi geografis (longitude dan latitude), kedalaman, dan magnitudo. Perhitungan PGA
yang dilakukan di Pulau Sulawesi dengan 18 titik sampel PGA menggunakan formula
Mc Guire. Pemetaan hasil pengukuran PGA dilakukan dengan nilai PGA terbesar untuk
setiap titik sampel.
Hasil pengukuran PGA pada tabel menunjukkan nilai PGA maksimal tertinggi
berada di titik sampel 12 dengan nilai 110,13 dan terendah berada di titik sampel 1
dengan nilai 21,06. Titik sampel 12 pada peta terlihat berada di Provinsi Sulawesi
Tengah dan titik sampel 1 berada di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil interpolasi PGA
pun menunjukkan semakin ke utara dan tengah Pulau Sulawesi, nilai PGA semakin
tinggi. Nilai PGA yang semakin tinggi menggambarkan aktivitas seismik di daerah
Sulawesi Tengah hingga Sulawesi Utara cukup tinggi. Aktivitas tersebut dapat
disebabkan oleh subduksi ganda, terutama di bagian utara. Semakin tinggi nilai PGA
semakin tinggi pula Intensitas gempa bumi (I0) yang dihasilkan. Besar kecil nilai PGA
bergantung pada jarak episenter gempa terhadap lokasi dan kondisi atau struktur
permukaan tanah dari lokasi yang ditinjau. Semakin tinggi magnitudo suatu gempa
maka semakin tinggi pula PGA yang dihasilkan.
Pengukuran PGA umumnya berkaitan dengan kode bangunan untuk
menentukan tingkat ketahanan bangunan dalam menerima getaran. Namun, pengukuran
PGA sangat bergantung pada ketersediaan sumber data. Semakin lengkap sumber data
maka hasil perhitungan PGA semakin akurat. Manfaat pengukuran PGA adalah dapat

digunakan untuk memperhitungkan seberapa besar efek dari gempa terhadap suatu
bangunan di daerah. Sistem bangunan yang tahan gempa berupa bangunan yang dibuat
dengan rangka kaku, baik menggunakan beton bertulang, baja, dan kayu dengan
perkuatan silang karena dapat memberikan karakteristik bangunan yang ringan dan
berdaya tahan tinggi terhadap beban gempa (Direktur Jendral Cipta Karya, 1993).
IV.

KESIMPULAN
1. Peran peta bahaya gempa bumi dengan metode PGA yaitu untuk mengetahui jarak
episenter gempa terhadap lokasi dan kondisi permukaan tanah dan dapat
memperkirakan besar efek gempa terhadap suatu bangunan/gedung karena
menggunakan prinsip percepatan tanah.
2. Peta bahaya gempa bumi dengan metode PGA di Pulau Sulawesi menunjukkan
semakin ke utara dan tengah Pulau Sulawesi, nilai PGA semakin tinggi, sehingga
bahaya gempa bumi semakin besar.

DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Achmad Dian Agus. 2010. Evaluasi Peak Ground Acceleration untuk Peta Gempa
Indonesia di Kota Padang. Tugas Akhir. Surabaya: Teknik Sipil ITS.
Direktur Jendral Cipta Karya. 1993. Pedoman Pembangunan Bangunan Tahan Gempa.
Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Hartantyo, E dan Sri Brotopuspito, K. 2012. Estimasi Nilai PGA, PGV dan PGD Area
Jogjakarta: Studi kasus Gempa Jogja 2006. Prosiding Seminar Nasional
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (PJSIG) 2012, Kampus Univ
Muhammadiyah Surakarta, 21 Januari 2012, hal 276-285

TUGAS

1. Membaca
artikel
The
Science
http://earthquake.usgs.gov/learn/topics/

of

Earthquakes

pada

laman

2. Berdasarkan artikel The Science of Earthquakes hingga saat ini para ilmuwan pun
tidak dapat memprediksi terjadinya gempa bumi. Para ilmuwan hanya dapat
mengetahui terkadang gempa dapat terjadi di masa mendatang, namun mereka tidak
memiliki cara dan kepastian kapan gempa bumi akan terjadi. para ilmuwan dapat
memprediksi dengan tepat dimana lokasi gempa dengan metode triangulasi. Para ahli
menggambarkan tiga lingkaran di peta untuk tiga seismograf yang berbeda dimana
setiap jari-jari lingkaran adalah jarak dari stasiun gempa dan persimpangan dari tiga
lingkaran tersebut adalah pusat gempa. Namun demikian, waktu terjadinya gempa
masih belum dapat diprediksi. Gempa bumi terkadang berupa foreshocks (gempa
kecil yang terjadi sebelum gempa utama), kemudian diikuti dengan mainshocks
(gempa utama/besar), dan diakhiri dengan aftershocks (gempa susulan). Aftershocks
dapat terus berlangsung selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun setelah
mainshocks selesai. Identifikasi foreshocks, mainshocks, dan aftershocks pun hanya
mungkin dilakukan setelah urutan gempa tersebut benar-benar selesai, sehingga butuh
waktu yang cukup lama bagi ilmuwan dalam meneliti gempa bumi. Sifat gempa bumi
serta pergerakan tectonic plates dan the plate boundaries yang sangat dinamis,
mempersulit prediksi kapan terjadinya gempa bumi dan hingga kapan aktivitas
aftershocks terhenti menyebabkan gempa bumi hingga saat ini belum dapat
diprediksi.
3. Implikasi peletakan titik pengukuran PGA yang lebih banyak dari yang dilakukan

pada praktikum ini adalah hasil perkiraan bahaya gempa bumi semakin akurat.
Peletakan titik pengukuran PGA yang lebih banyak dan merata di seluruh Pulau
Sulawesi, pemetaan bahaya gempa bumi semakin akurat dan dapat digunakan sebagai
referensi untuk menangani risiko bencana gempa bumi.

Vous aimerez peut-être aussi