Vous êtes sur la page 1sur 32

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Perkembangan teknologi sekarang ini berkembang cepat seiring dengan


tuntutan masyarakat yang semakin komplek, demikian juga dengan
perkembangan dunia konstruksi yang ikut berkembang pesat dengan adanya
teknologi baru yang menunjang perkembangan tersebut. Dalam era
pembangunan saat ini, terutama pembangunan prasarana fisik keterlibatan
beton cukup dominan sebagai bahan konstruksi, semakin tinggi konstruksi
yang dibangun maka diperlukan mutu beton yang baik guna menahan
struktur yang ada. Untuk itu diperlukan beton mutu tinggi. Menurut
Supartono (1998) dalam Mulyono, T., (2003) sesuai dengan perkembangan
teknologi beton yang demikian pesat, ternyata kriteria beton mutu tinggi
juga berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan kemajuan tingkat
mutu

yang ingin dicapai. Pada tahun

190an, beton dikategorikan

mempunyai mutu tinggi jika kekuatan tekannya 30 MPa. Tahun 1960 l970 an, kriterianya naik menjadi 40 MPa. Saat ini beton dikatakan sebagai
beton mutu tinggi jika kekuatan tekannya di atas 50 MPa, dan di atas 80
MPa adalah beton mutu sangat tinggi. Dua dekade terakhir ini klasifikasi
mengenai beton mutu tinggi dengan kekuatan tekan silinder beton (fc') =
600-1000 kg/cm2. Menurut Besari (2003) dalarn Mulyono, T., (2003) beton
dengan kekuatan tekan 80 MPa telah banyak digunakan untuk bagunan
tinggi seperti di Chicago, Seatlle dan lainnya.
Banyak parameter yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, di antaranya
adalah kualitas bahan-bahan penyusunnya, rasio air-semen yang rendah dan
kepadatan

yang tinggi pula. Beton segar yang dihasilkan dengan

memperhatikan parameter tersebut biasanya sangat kaku, sehingga sulit


dibentuk atau . dikerjakan terutama pada pengerjaan pemadatan. Tingkat
kemudahan pengerjaaan beton (workability) berkaitan erat dengan tingkat

kelecakan/keenceran adukan beton. Semakin encer adukan beton, tingkat


kemudahan pengerjaannya semakin tinggi. Untuk mengetahui tingkat
kelecakan beton dilakukan percobaan slump.
Pada mulanya beton dengan kuat tekan tinggi diperoleh dari campuran beton
normal dengan penggunaan slump yang rendah dan jumlah semen yang
banyak. Tahap berikutnya adalah dengan menambahkan bahan tambah
Superplastisicer untuk meningkatkan workability tanpa merubah faktor air
semennya. Untuk mempermudah atau memperbaiki sifat workability dan
sifat sifat yang lain pada waktu pengerjaan beton dapat ditambah dengan
menggunakan bahan tambah. Bahan tambah ini pada dasarnya adalah zat
bantu supaya beton dengan mudah dikerjakan dan diharapkan agar hasil
akhir dari kuat tekannya meningkat. Menurut M.S. Besari (2003) dalam
Mulyono, T., (2003) dengan semakin banyaknya pabrikan yang menghasil
kan bahan admixture (kimia) sebagai bahan pengencer dari beton yang
berefek mencairkan beton tanpa menambah campuran air dalam beton,
maka hal ini tidak menjadi masalah.
Beberapa studi/penelitian untuk mendapatkan kekuatan tekan beton
maksimum dengan penggunaan bahan tambah (admixture) pada
campuran beton diantaranya, Bakkara, J.O. dan Dharmawan, A.A.,
(2003) meneliti tentang penggunaan viscocrete-5 kadar 0,5%; 0,75%;
1,0% terhadap berat semen dengan faktor air semen 0,3 dan 0,35,
dengan mengurangi pemakaian air sampai 50%. Wuryanto, L.E.,
(1997) meneliti tentang pengaruh bahan tambah Rheomac SF 1000MB-SF kadar 0%; 5%; 10%; 15% dan Rheobuild I000 kadar 2%
terhadap beton kuat tekan tinggi dengan agregat. Maynina, S., (1997)
meneliti tentang pengaruh jenis pemadatan pada adukan beton 1:2:3
dengan silika fume dan 1:1,5:2,5 terhadap permeabilitas dan kuat tekan
beton. Transijaya, A., (2000) meneliti tentang pengaruh abu sekam
padi dan silika fume kadar 0%; 5%; 10%; 15% terhadap berat semen
pada beton, dengan rawatan keras metode moist curing dan steam

curing untuk mendukung beton kuat tekan tinggi. Berdasarkan uraian


tersebut menjadi acuan dilakukannya penelitian untuk mendapatkan
beton dengan kuat tekan tinggi dengan menggunakan bahan tambah
(admixture)

yang

belum

pernah

digunakan

untuk

penelitian

sebelumnya, yaitu gabungan bahan tambah berupa sika viscocrete-10


dan sika fume.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa pengaruh penggunaan sika viscocrete-10 dan sika fume terhadap
workability (kemudahan pengerjaan beton)
2. Apa pengaruh penambahan sika viscocrete 10 dan sika fume terhadap kuat
tekan dan tarik belah beton

1.3.

Tujuan Penelitian

Penelitian pembuatan beton dengan kuat tekan tinggi dengan admixture berupa
sika viscocrete 10 dan sika fume ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan sika viscocrete 10 dan sika fume
terhadap workability (kemudahan pengerjaan beton)
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan sika viscocrete10 kadar 0,6%;
0,7%; 0,8%; 0,9%; 1,0% dan sika fume kadar 0% dan 7% terhadap kuat
tekan dan tarik belah beton
1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sika


viscocrete 10 dan sika fume terhadap workability, kuat tekan, tarik belah beton
1.5.

Batasan Masalah

Agar penelitian terarah, maka ditetapkan batasan masalah sebagai berikut:


1. Bahan tambah yang digunakan adalah sika fume kadar 0%; 7%; dan kadar
sika viscocrete 10 sebesar 0,6%; 0,7%; 0,8%; 0,9%; 1,0% terhadap berat
semen
2. Pengujian yang dilakukan terhadap sifat beton yang telah mengeras adalah
besarnya kuat tekan beton (umur 2, 6, 27 hari) dan kuat tarik belah beton
(umur 27 hari)

3. Pengujian terhadap agregat meliputi pemeriksaan kadar air, berat jenis,


berat satuan, kandungan zat organik dan lumpur (agregat halus), keausan
(agregat kasar), pemeriksaan modulus ha;us butiran dan gradasi
4. Pengujian yang dilakukan terhadap sifat beton segar adalah meneliti
penurunan nilai slump sehubungan dengan penambahan waktu tiap 30
menit dari menit ke-0 sampai menit ke-60, dengan menetapkan nilai slump
awal adukan beton 0-25 mm disesuaikan dengan perencanaan beton
normal
5. Pengaruh suhu, angin, kelembaban udara dan faktor lain diabaikan
6. Bahan penyusun beton dalam benda uji dianggap sudah tercampur dengan
baik dan homogen
7. Kadar air yang digunakan dalam campuran beton sebesar 100%, baik pada
pengadukan beton normal maupun dengan bahan tambah
8. Tinjauan kimia yang dilakukan tidak terlalu rinci dijabarkan agar dapat
mendukung perubahan dari sifat fisik
1.6.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:


1. Metode Eksperimental
Metode pengumpulan data yang berdasarkan percobaan-percobaan di
laboratorium
2. Metode kepusatakaan
Metode yang didasarkan buku-buku atau literatur yang memberikan
gambaran terhadapa permasalahan yang akan dihadapi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton mutu tinggi
Menurut Supartono (1998) dalam Mulyono, T., (2003), saat ini beton
dikategorikan beton mutu tinggi jika kekuatan tekannya di atas 50 Mpa dan di atas
80 Mpa adalah beton mutu sangat tinggi. Menurut Sudarmoko ( 1997) dalam
Media Teknik No.2 Tahun XlX , pada awalnya beton mutu tinggi didapat dari
campuran beton normal dengan penggunaan slump yang rendah dan jumlah

semen yang banyak, hal ini dapat mengakibatkan penambahan kekuatan beton.
Semakin besar f a.s semakin rendah kuat tekannya, tetapi jika f a.s kurang dari
0,35 akan mengakibatkan sulit dalam pengerjaannya, sehingga kekuatan yang
timbul justru lebih rendah karena betonnya kurang padat. Pengaruh agregat
terhadap kekuatan beton tidak begitu besar karena pada umumnya kekuatan
agregat lebih tinggi dari pada pastanya. Namun demikian bila dikehendaki beton
kekuatan tinggi, diperlukan juga agregat yang baik agar kekuatannya tidak lebih
rendah dari pastanya. Sifat agregat paling berpengaruh terhadap kekuatan beton
adalah kekasaran permukaan dan ukuran butir maksimum, karena menambah
gesekan antara pasta semen dan pennukaan butir-butir agregat. Semakin besar
ukuran maksimum agregat yang dipakai juga akan menambah kekuatan betonnya.
Hal tersebut karena pada pemakaian butir agregat besar menyebabkan pemakaian
pasta yang lebih sedikit berarti pori sedikit pula. Namun karena butirnya besar
mengakibatkan luas permukaan lebih sempit sehingga berakibat lekatan antara
pasta semen dan agregat kurang kuat, maka ukuran maksimum butit agregat kasar
beton kuat tekan tinggi dipakai 20 mm.
Menurut Murdock, L.J., (1979), perkembangan teknologi yang semakin maju
menunjang dihasilkannya bahan tambah (kimia) yang berupa superplasticizer.
Bahan tambah ini mempunyai pengaruh dalam meningkatkan workability beton
sampai pada tingkat yang cukup besar. Bahan-bahan ini menghasilkan beton
mengalir (flow concrete) tanpa terjadinya pemisahan yang tidak diinginkan. Pada
altematif lain, bahan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan tekan
beton, karena memungkinkan pengurangan kadar air guna mempertahankan
kelecakan. Superplasticizer yang disediakan dalam bentuk cairan, dapat
dipandang sebagai bahan kimia yang meningkatkan penampilan dari plasticizer
biasa. Karena sifat mengalir yang diberikan oleh superplasticizer kepada beton,
maka bahan ini berguna untuk pencetakan beton ditempat-tempat yang sulit,
seperti tempat yang terdapat penulangan padat.
Beberapa peneliti yang telah melakukan studi terhadap bahan-bahan tambah untuk
menghasilkan beton dengan kekuatan tekan maksimum diantaranya adalah
Bakkara, J.O., (2003) meneliti tentang penggunaan viscocrete pada campuran
adukan beton dengan f.a.s 0,3 dihasilkan kuat tekan maksimum pada umur 7 hari

sebesar 58,9 Mpa tercapai pada benda uji dengan kadar air 50 persen dan kadar
viscocrete 1 persen. Pada umur 28 hari kuat tekan maksimum sebesar 67,9 Mpa
tercapai pada benda uji dengan kadar air 65 persen dan kadar viscocrete 0,75
persen. Untuk beton umur 28 hari dengan slump sama dengan nol dihasilkan kuat
tekan maksimum sebesar 84,08 Mpa pada benda uji dengan kadar air 75 persen
dan viscocrete kadar 1 persen.
Dharmawan, A.A., (2003) meneliti tentang penggunaan viscocrete 5 pada
campuran adukan beton dengan f.a.s 0,35. Dari basil pengujian kuat tekan umur 7
hari diperoleh kuat tekan rata-rata beton normal 40,76 MPa, kuat tekan rata-rata
tertinggi dicapai oleh beton dengan pemakaian air 65% dan kadar sika viscocrete
5 sebesar 0,5% (65% vc=0,5%) dengan kuat tekan rata-rata 45 Mpa, meningkat
4,24 Mpa dari beton normal (meningkat 10,40%), sedangkan kuat tekan rata-rata
terendah sebesar 23,94 MPa dicapai oleh beton dengan pemakaian air 75%
dengan kadar sika viscocrete 5 sebesar 1% (75% vc=l %) mengalami penurunan
16,82 MPa dari beton normal (turun 41,27%).
Pada pengujian kuat tekan umur 28 hari diperoleh kuat tekan rata-rata beton
normal sebesar 42,50 MPa, kuat tekan rata-rata tertinggi dicapai oleh beton
dengan pemakaian air 75% dengan kadar sika viscocrete 5 sebesar 0,5% (75%
vc=0,5%) dengan kuat tekan rata-rata sebesar 55,09 MPa, meningkat 12,59 MPa
dari beton normal (meningkat 29,62%), sedangkan kuat tekan rata-rata terendah
sebesar 34,65 MPa dicapai oleh beton dengan pemakaian air 75% dengan kadar
sika viscocrete 5 sebesar 1% (75% vc=l%) mengalami penurunan 7,85 MPa dari
beton nonnal (turun 18,47%).
Pada pengujian kuat tekan umur 28 hari pada adukan beton yang telah kehilangan
nilai slam kuat tekan rata-rata beton nonnal sebesar 43,78 MPa dan merupakan
kuat tekan rata-rata terendah, sedangkan kuat tekan rata-rata tertinggi dicapai oleh
beton dengan pemakaian air 65% dengan kadar sika viscocrete 5 sebesar 1% (65%
vc=1%) dengan kuat tekan rata-rata 59,48 MPa meningkat 15,7 MPa dari beton
nonnal (meningkat 35,86%).
Maynina, S., (1997) meneliti tentang pengaruh jenis pemadatan pada adukan
beton 1:2:3 dengan si/ika fume dan 1:1,5:2,5 terhadap penneabilitas dan kuat
tekan beton. Dihasilkan kekuatan tekan beton maksimum dengan pemadatan

memakai tongkat pada umur 28 hari sebesar 59,796 Mpa dengan kadar silikafume
12%, sedangkan pemadatan dengan meja getar dihasilkan kekuatan tekan
maksimum sebesar 59,27 Mpa dengan kadar silikafume 12%.
Penambahan silika fume dapat meningkatkan kuat tekan beton. Untuk
penambahan silika fume 12% terjadi peningkatan kuat tekan sampai 54,31% pada
pemadatan dengan tongkat, dan 61,529% pada pemadatan dengan meja getar.
Nilai 12% ini belum menunjukkan nilai yang optimum dilihat dari nilai kuat tekan
yang dihasilkan. Penambahan silika fume yang optimum menurut derajat
peningkatan kuat tekannya adalah sebesar 6%.
Transijaya, A., (2000) meneliti tentang pengaruh abu sekam padi dan silika fume
pada beton, dengan rawatan keras metode moist curing dan steam curing untuk
mendukung beton kuat tekan tinggi. Kuat tekan rata-rata beton nonnal pada umur
3 hari dengan rawatan keras steam curing mencapai optimum pada suhu 80C
sebesar 41,79 MPa sedangkan dengan rawatan moist curing sebesar 28 MPa. Kuat
tekan tertinggi dicapai pada umur 28 hari pada rawatan keras moist curing sebesar
79,13 MPa untuk kadar silika fume 15% dan sebesar 60,64 MPa untuk kadar abu
sekam padi 15%. Sedangkan pada rawatan keras steam curing mencapai optimum
pada kadar 15% dengan suhu 60C sebesar 54,78 MPa untuk silika fume dan
kadar 15% dengan suhu 60C sebesar 54,23 MPa untuk abu sekam padi.
Kuat tekan beton dengan rawatan keras steam curing pada umur 28 hari
kekuatannya masih lebih rendah dari rawatan keras moist curing pada umur yang
sama, yakni terjadi kenaikan sebesar 111,82% pada abu sekam dan 144,45% pada
silika fume.
Indra, P.R., (2003) meneliti tentang pengaruh lama dan suhu pada metode rawatan
keras steam curing terhadap kuat tekan pada beton dengan bahan tambah silica
fume. Kuat tekan rata-rata beton dengan bahan tambah silica fume pada umur 1
hari dengan rawatan keras high-pressure steam curing selama 3 jam pada suhu
130C sebesar 30.25 MPa dan lebih tinggi daripada kuat tekan rata-rata yang
dihasilkan dengan suhu 110C dan 120C.
Kuat tekan rata-rata beton dengan bahan tambah silicafume pada umur 1 hari
dengan rawatan keras high-pressure steam curing selama 5 jam pada suhu 120C
sebesar 34,17 MPa dan lebih tinggi daripada kuat tekan rata-rata yang dihasilkan
dengan suhu 110C dan l 30C.

Kuat tekan rata-rata beton dengan bahan tambah silica fume pada umur 3 hari
dengan rawatan keras high-pressure steam curing selama 3 jam pada suhu 130C
sebesar 34,58 MPa dan lebih tinggi daripada kuat tekan rata-rata yang dihasilkan
dengan suhu l l 0C dan 120C.
Kuat tekan rata-rata beton dengan bahan tambah silica fume pada umur 3 hari
dengan rawatan keras high-pressure steam curing selama 5 jam pada suhu 120C
sebesar 38,34 MPa dan lebih tinggi daripada kuat tekan rata-rata yang
dihasilkan dengan suhu 110C dan l 30C.
High-pressure steam curing selama 5 jam menghasilkan kuat tekan rata-rata yang
lebih tinggi daripada beton dengan high-pressure steam curing selama 3 jam.
Wuryanto, L.E., (1997) meneliti tentang pengaruh bahan tambah Rheomac SF /
000-MB-SF terhadap beton kuat tekan tinggi dengan agregat normal. Dari hasil
penelitian temyata kuat tekan beton dengan bahan lokal agregat batu kali dapat
dibuat mencapai kuat tekan sangat tinggi dengan bahan tambah Rheobuild 1000
dan Rheomac SF 1000-MB-SF.
Penelitian dengan rasio agregat semen 3.5 diperoleh kadar optimum pada bahan
tambah 10%, dengan kuat tekan mencapai 86,437 MPa. Pada rasio agregat semen
3.0 kuat tekan tertinggi pada kadar bahan tambahan 15% mencapai 95,698 MPa.
Pembuatan beton mutu tinggi dapat dibuat dengan cara pelaksanaan relatif sama
dengan pembuatan beton normal dengan ditambahkan silica fume dan
superplasticizer sebagai pendukungnya. Beton dengan bahan tambah silica fume
dan superplasticizer potensial altematif untuk pembuatan beton mutu tinggi.
Berdasarkan jenis bahan tambah yang digunakan untuk mendapatkan kuat tekan
beton maksimum yang hasilnya seperti rincian di atas menjadi acuan untuk
dilakukannya penelitian menggunakan bahan tambah yang belum digunakan
untuk penelitian sebelumnya, yaitu gabungan antara superplasticizer yang berupa
sika viscocrete-10 dan sikafume dengan berbagai variasi/campuran.
2.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton
Bahan-bahan dasar beton adalah: Semen portland, air, agregat (pasir dan kerikil),
yang setelah dicampur merata (wamanya seragam) menghasilkan suatu campuran
yang plastis (antara cair dan padat) sehingga dapat dituang ke dalam cetakan
untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan setelah menjadi keras/padat.

A. Semen portland
Menurut (PUBI-1982) semen yang digunakan untuk bahan beton adalah Semen
port/and, berupa semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan. Menurut (Tjokrodimuljo, K.1996), fungsi
semen secara umum adalah untuk merekatkan butiran-butiran agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak/padat, walaupun semen hanya kira kira mengisi
10%-30% dari volume beton.
Menurut Tjokrodimuljo, K., (1996), semen portland dibuat dari bahan utama
limestone yang mengandung kalsium oksida (CaO), dan lempung yang
mengandung silika dioksida (Si02), serta alumunium oksida (AI203). Kandungan
silikat dan aluminat pada semen merupakan unsur utama pembentuk semen yang
mana apabila bereaksi dengan air akan menjadi media perekat. Media perekat ini
kemudian akan memadat dan membentuk massa yang keras. Proses hidrasi terjadi
bila semen bersentuhan dengan air. Proses ini berlangsung dalam 2 arah,
maksudnya hasil hidrasi mengendap dibagian luar dan inti semen yang belum
terhidrasi dibagian dalam secara bertahap terhidrasi.
Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan mengubah prosentase
4 (empat) komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pemakaian. Menurut Standar Industri
Indonesia (SII 0031-81) semen port land dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
a. Jenis I, semen portland untuk penggunaan umum dan tidak memerlukan
persyaratan khusus.
b. Jenis II, semen port/and yang dalam penggunaannya mf!merlukan
ketahanan terhadap pengaruh sulfa dan panas hidrasi sedang.
c. Jenis III, semen port/and yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan awal dan panas hidrasi tinggi.
d. Jenis IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas
hidrasi minimum.
e. Jenis V, semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.
B. Air
Tjokrodimuljo, K., (1996) menjelaskan bahwa air merupakan salah satu bahan
yang penting dalam pembuatan beton karena dapat menentukan mutu dalam
campuran beton. Fungsi air pada campuran beton adalah untuk membantu reaksi

kimia yang menyebabkan berlangsungnya proses pengikatan serta sebagai pelicin


campuran agregat dan semen agar mudah dikerjakan. Air diperlukan pada
pembentukan semen yang berpengaruh pada sifat dapat dikerjakan (workability)
dari adukan beton, kekuatan, susut dan keawetan betonnya. Tujuan utama dari
penggunaan air adalah agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air
yang menyebabkan campuran ini menjadi keras setelah lewat beberapa waktu
tertentu.
Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25% berat
semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai
sulitjika kurang dari 0.350. Tambahan air yang dipakai tidak boleb terlalu banyak
karena kekuatan beton akan rendah, beton menjadi porous dan kelebihan air ini
bersama-sama dengan semen bergerak ke pennukaan adukan beton segar yang
baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan terbentuk suatu
selaput tipis (laitance). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antara lapis
beton dan merupakan bidang sambung yang Iemah.
C. Agregat.
Tjokrodimuljo, K., (1996) menjelaskan bahwa agregat adalah butiran mineral
alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton.
Agregat kira-kira menempati sebanyak 70% volume mortar atau beton. Walaupun
hanya sebagai bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap
sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian
penting dalam pembuatan mortar/beton.
Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah didasarkan
pada ukuran butir-butimya. Agregat yang mempunyai ukuran butir butir besar
disebut agregat kasar, sedangkan agregat yang berbutir kecil disebut agregat halus.
Dalam praktek agregat umumnya digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a) Batu, untuk besar butiran lebih dari 40 mm.
b) Kerikil, untuk besar butiran antara 5 mm dan 40 mm.
c) Pasir, untuk besar butiran antara 0.150 mm dan 5 mm.
Agregat halus (pasir) ialah agregat dengan ukuran butir kurang dari 5 mm, yang
dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis yaitu:
a) Pasir kasar, memiliki ukuran butir 1.200--4.800 mm.
b) Pasir halus, memiliki ukuran butir 0.075-1.200 mm.
c) Silt, memiliki ukuran butir 0.002-0.075 mm.
d) Clay, memiliki ukuran butir kurang dari 0.002 mm.

Semakin baik gradasi alami dari suatu bahan agregat, makin kurang pula
pengolahan yang dibutuhkan dalam bentuk pemecahan serta penyaringan. Makin
sedikit jumlah dari butiran-butiran agregat yang pipih, tajam dan panjang, maka
makin baik sifat pengerjaan beton. Semakin keras agregat, maka berat jenisnya
makin tinggi, daya serap makin rendah, dan beton yang dihasilkan makin kuat
serta awet.
Menurut (PUBI 1982), pasir beton untuk bahan konstruksi sebaiknya dipilih yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Pasir beton harus bersih. Bila diuji memakai larutan pencuci khusus,
tinggi endapan pasir yang kelihatan dibandingkan dengan tinggi seluruh
endapan tidak kurang dari 70%.
b) Kandungan yang lewat ayakan 0.063 mm tidak lebih dari 5% berat
(kadar lumpur).
c) Angka kehalusan finness modulus terletak antara 2.200-3.200 bila diuji
memakai rangkaian dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0.160,
0.315, 0.630, 1.250, 2.500, 5 dan 10 mm dengan fraksi yang lewat
ayakan 0.300 mm minimal 15% berat.
d) Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi
mutu beton. Untuk itu bila direndam dalam larutan 3% NaOH, cairan di
atas endapan tidak boleh lebih gelap dari wama larutan pembanding.
e) Kekekalan terhadap larutan Na2S04 atau MgS04: Terhadap larutan
Na2S04, fraksi yang hancur tidak lebih dari 12% berat. Terhadap
larutan MgS04, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat.
f) Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap
alkali harus negatif
Menurut Mindess dan Young, (1981), untuk mendapatkan komposisi campuran
adukan beton yang tepat, maka sifat-sifat agregat yang perlu diperhatikan adalah
bentuk dan tekstur permukaan, gradasi butiran, kadar air, berat jenis dan berat
satuan.
a. Bentuk dan tekstur permukaan
Menurut Mather dalam Tjokrodimuljo, K., (1996) menyatakan bahwa bentuk
butiran ditentukan oleh dua sifat yang tidak saling tergantung, yaitu kebulatan dan
sperikal. Kebulatan dapat didefinisikan secara numerik sebagai rasio antara jarijari rata-rata dari sudut Iengkung ujung atau sudut butir dan jari-jari maksimum

lengkung salah satu sudutnya.

Sperikal ialah sifat yang tergantung pada rasio

antara Iuas bidang permukaan butir dan volume butir. Nilai rasio ini berhubungan
dengan panjang ketiga sumbu pokok butiran agregat.
Menurut Tjokrodimuljo, K., (1996), sifat bentuk dan tekstur permukaan dari butirbutir agregat sebenarnya belurn terdefinisikan dengan jelas, sehingga sifat-sifat
tersebut sulit diukur dengan baik dan pengaruhnya terhadap beton juga sulit
diperiksa dan diteliti. Berdasarkan bentuk butiran agregat dapat dibedakan
menjadi: agregat bulat, bulat sebagian, bersudut dan pipih.
Agregat bulat mempunyai rongga udara minimal 33% yang berarti mempunyai
rasio luas permukaan volume kecil, sehingga hanya memerlukan pasta semen
yang sedikit, namun ikatan antar butir-butimya kurang kuat sehingga lekatannya
lemah. Ik:atan antar butir-butir lebih baik daripada agregat bulat namun belum
cukup untuk dibuat beton mutu tinggi. Agregat bersudut mempunyai rongga
berkisar antara 38%-40%. Ikatan antar butir-butimya baik, pasta yang dibutuhkan
lebih banyak untuk membuat adukan beton dapat dikerjakan, namun baik untuk
beton mutu tinggi. Kepipihan atau kepanjangan butir agregat berpengaruh jelek
terhadap daya tahan/keawetan .beton karena agregat ini cenderung berkedudukan
pada bidang rata air (horizontal), sehingga terdapat rongga di bawahnya.
Tekstur permukaan adalah suatu sifat permukaan yang tergantung pada ukuran
apakah permukaan butir termasuk halus atau kasar, mengkilap atau kusam dan
macam dari bentuk kekasaran. Tekstur pennukaan butiran agregat dapat dibedakan
menjadi sangat halus (glossy), halus, granuler, kasar, berkristal

(crystalline),

berpori dan berlubang lubang. Tekstur permukaan tergantung dari kekerasan,


ukuran molekul, tekstur batuan dan besamya gaya yang bekerja pada permukaan
butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Butir-butir
dengan tekstur permukaan yang licin membutuhkan air lebih sedikit daripada
butir-butir yang tekstur permukaannya kasar. Di lain pihak hasil-hasil penelitian
menunjukkan

bahwa jenis tertentu dari agregat kasar, kekasaran menambah

kekuatan tarik maupun kekuatan lentur beton, oleh karena menambah gesekan
antara pasta semen dan permukaan butir-butir agregat.
b. Gradasi butiran

Menurut Tjokrodimuljo, K., (1996), gradasi agregat adalah distribusi ukuran


butiran dari agregat. Bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama
(seragam) volume pori akan besar, sebaliknya bila ukuran butir-butimya bervariasi
akan terjadi volume pori yang kecil dan hanya dibutuhkan bahan ikat yang sedikit.
Hal ini karena butiran yang kecil mengisi pori diantara butiran yang lebih besar
sehingga kemampatannya tinggi .
Gradasi agregat halus dan kasar perlu diketahui karena dapat mempengaruhi
terhadap beton segar maupun beton kerasnya. Jika dalam gradasi agregat yang
berdiameter besar terlalu banyak maka beton segamya sulit dikerjakan
(dipadatkan). Jika beton segar sulit dipadatkan maka beton kerasnya akan timbul
sarang-sarang kerikil, akibatnya kuat tekan pada beton keras akan menjadi kecil.
Demikian pula jika terlalu banyak agregat yang sangat halus, mungkin pada beton
segamya mudah dikerjakan tetapi pengaruhnya terhadap beton yang telah
mengeras jika perawatannya tidak baik akan timbul retak-retak kecil akibat
penyusutan.
Persyaratan gradasi dipakai nilai persentase dari berat butiran yang tertinggal atau
lewat di dalam suatu susunan ayakan. Susunan ayakan itu ialah ayakan dengan
lubang: 76 mm, 38 mm, 19 mm, 4.800 mm, 2.400 mm, 1.200 mm, 0.600 mm,
0.300 mm dan 0.150 mm.
2.3. Bahan Tambah (Admixture)
Admixture atau bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of
Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.1251995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) sebagai
material selain air, agregat atau semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton
atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung.
Bahan tambah yang digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari
beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk
tujuan lain seperti penghematan energi.
Menurut Mulyono, T., (2003), di Indonesia bahan tambah telah banyak
dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan
dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan
yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan

tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah
yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan
dalam ASTM C.494, "Standard Spesification For Chemical Admixture For
Concrete.
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi ( Chemical Admixture)
dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture
ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing)
sedangkan bahan tambah aditif yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat
pengadukan dilaksanakan.
Bahan tambah ini biasanya merupakan bahan tambah kimia yang dimaksudkan
lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan jadi dapat
dikatakan bahwa bahan tambah kimia (Chemical Admixture ) Iebih banyak
digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif
merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan, jadi bahan
tambah aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatannya.
Pengaruh bahan tambah pada adukan beton antara Iain:
a)
kelecakan beton akan lebih baik,
b)
mengatur faktor air semen,
c)
dapat mengurangi penggunaan semen,
d)
mencegah segregasi dan bleeding, konsistensi
yang telah
ditetapkan dan juga untuk memperlambat waktu pengikatan beton.
e)
Bahan tambah Type E adalah bahan tambahan yang
digunakan untuk mengurangi jumlah air campuran untuk menghasilkan
heton sesuai dengan konsistensi yang telah di tetapkan untuk pengikatan
serta menambah kekuatan awal yang tinggi.
f)Bahan tambah Type F adalah bahan tambahan yang digunakan
untuk rnengurangi jumlah pemakaian air campuran sebesar 12% untuk
lebih menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang telah
ditetapkan.
g)
Bahan tambah Type G adalah bahan tambahan yang digunakan
untuk mengurangi jumlah air campuran sebesar 12% atau lebih untuk
menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang telah di tetapkan dan

juga untuk memperlambat waktu pengikatan beton ( SK SNI S -181990-03 :2 ).


Dari uraian yang telah disebutkan di atas mendasari dilakukannya perencanaan
beton mutu tinggi dengan menggunakan superplastisicizer dan Silica fume. Pada
penelitian ini menitikberatkan pada prosentase penambahan viscocrete-10 dan
Sika fume schingga kriteria beton <lcngan kuat tekan tinggi dapat dihasilkan.
Berikut akan dijelaskan bahan tambah yang digunakan dalam penelitian, antara
lain:
1. Sikafume
Sika fume merupakan Silica fume yang terbuat dari Si02. Silica fume merupakan
material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih banyak dihasilkan
dari hasil reduksi dari quartz murni dengan batu hara. Menurut (ASTM.C.1240,
1995: 637-642) bubuk tersebut <fume) dikumpulkan dari gas-gas terbuang dari
tanur tinggi atau sisa poduksi silikon atau alloy besi silikon (dikenal sebagai
gabungan antara microsilika dengan silica fume). Data mengenai sikafume adalah
sebgai berikut:
a. bahan dasar : Si02
b. bentuk. warna : bubuk, ahu-abu
c. berat satuan : 0,5 kg/It
d. kemasan : 20 kg sak
Silica fume terdiri dari partikel-partikel yang

sangat

halus

dengan luas

pennukaan sekitar 20 m2/gram, terdiri dari bola dengan diameter sekitar 0,15
micron (0,00015 mm) dan dengan kadar 85-95 % silikon dioxide (SI02), Silica
fume dapat menjadi pengisi (filler) yang sangat efisien dan merupakan pozzolan
yang sangat reaktif dalam beton. Sebagai material pozzolan, silica fume akan
merubah struktur dari pasta semen secara drastis, selama fase pengikatan pada
proses hidrasi. SI02 akan bereaksi dengan calsium hydrokside yang tidak berguna
menjadi calsium silikat hydrate yang berguna.
Sebagai pengisi, Silica fume mudah menyebar di antara sekeliling butiran semen
pada waktu campuran beton baru dibuat untuk menggantikan air yang terdapat
pada ruang-ruang kosong. Pada campuran beton normal ruang-ruang kosong
tersebut terisi air yang terjebak oleh partikel-partikel semen. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sebagai pengisi, Silica fume dapat digunakan untuk
menggantikan air yang terdapat pada ruang-ruang kosong dalam campuran beton,

Oleh karena itu dengan rapatnya ikatan dan pori-pori beton yang semakin kecil,
diharapkan kuat tekannya akan meningkat dan sifat tembus aimya juga akan
berkurang.
Penggunaan silica fume juga berperan dalam peningkatan kuat tekan beton. Hal
tersebut disebabkan akibat reaksi karena sifat pozolannya. Menurut (Neville, A.M.
1975), penambahan pozolan dapat mencegah pengurangan kekuatan pasta semen
pada temperatur tinggi, karena silika aktif dalam pozolan dan kalsium hidroksida
(Ca(OH)2) menghasilkan kalsium silikat hidrat (C-S-H). Reaksi kimia antar
pozolan dan semen disajikan sebagai berikut:
2C3S + 6H20 C3S2H3 + 3Ca(OH)2
2C3S + 4H20 C3S2H3 + Ca(OH)i
Kemudian Ca(OH)2 bereaksi dengan Si02 pada silicafume,
Ca(OH)2 + Si02
C3S2H3
Kapur bebas (Ca(OH)2) keluar dari beton melewati pipa kapiler (pori) beton
perlahan-lahan, kemudian berikatan dengan silica amorph membentuk C-S-H
besifat padat dan keras, seerta akan mengisi pori kapiler sehingga beton akan lebih
padat, kedap air, dan mutu lebih tinggi.
Sebagai pozolan, silica fume dapat mengbindarkan bilangnya kekuatan pasta
pada peningkatan temperatur. Suatu reaksi padat berlangsung antara silica yang
reaktif didalam pozolan dan kalsium bodroksida, dan akan membentuk mineralmineral yang stabil. Menurut Hansen (1976), pada

temperatur

lebib tingg

pozolan juga bereaksi dengan produk hidrasi untuk membentuk produk dengan
kekuatan lebih tinggi pada temperatur diatas 1200C.
Jadi dapat disimpulkan babwa dua unsur pertama C3S dan C2S dari reaksi kimia
diatas merupakan bagian yang paling dominan dalam memberikan sifat
semen. Dengan basil hidrasi C3S akan membebaskan kalsium bidroksida
sebanyak hampir 3 kali dari yang dibebaskan C2S. Pada tahapan bidrasi, pasta
semen terdiri dari gel (butiran yang sangat halus basil bidrasi, kalsium
biJroksida, air dan beberapa senyawa yang lain) karena proses bidrasi pada
semen portland sangat kompleks, tidak semua reaksi dapat diketabui secara rinci.
Kristal-kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk suatu rangkaian
3 dimensi yang saling merekat secara acak dan kemudian sedikit demi scdikil
mengisi ruangan yang mula-mula ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah
suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras menjadi benda yang padat dan kuat.

Peningkatan kekuatan beton dari beton normal sampai beton mutu tinggi
diakibatkan oleh tiga pengarub, yaitu pengaruh pengurangan air ( water reducing),
pengaruh penyatuan ( inherent eject), dan pengaruh sebagai pengisi.

Dari

penelitian yang dilakukan Goldman dan Bentur, 1989 (dalam Kusuma, 1992),
dapat disimpulkan babwa pengaruh silica fume sebagai pengisi untuk
memperkecil porositas pada beton mutu tinggi tidak banyak mempengaruhi
kekuatan mortar atau beton, tetapi pengaruh penyatuan tersebut yang akan
mempengaruhi kekuatan beton. Peng_arub penyatuan berupa lekatan ( bonding)
pada daerah transisi (transition zone) sangat penting artinya pada beton mutu
sangat tinggi.
Daerah transisi adalah daerah yang terletak di antara partikel agregat yang besar
dengan pasta semen. Meskipun material pada daerah transisi terdiri dari
material-materal yang sama dengan pasta semen, tetapi struktur dan sifat-sifat dari
daerah transisi sangat berbeda dengan struktur dan sifat-sifat semen. Karena itu
daerah transisi sebaiknya dianggap sebagai suatu material yang lain dari
keseluruhan pasta beton.
Berdasarkan pemyataan yang diberikan Maso, 1980 dalam Kusuma, ( 1992),
beberapa pengertian tentang karakteristik struktural daerah transisi dapat
diperoleh dengan mengikuti rangkaian dari perkembangan beton itu sendiri mulai
dari pada saat beton dituangkan dalam cetakan. Dalam beton basah yang
dipadatkan, terbentuk lapisan air (waterfilm) yang mengelilingi agregat kasar. Hal
ini mengakibatkan pada bagian ini, faktor air semennya lebih tinggi dibanding
faktor air semen pada mortar. Selanjutnya seperti pada pasta semen, kalsium sulfat
hidro.ksida dan ion aluminat mulai terbentuk dengan terurainya komponen dari
kalsium aluminat dan kalsium sulfat yang membentuk ettringite dan kalsium
hidroksida. Disebabkan oleh f a.s. yang tinggi, maka produk kristalisasi yang
terdapat di sekitar agregat kasar terdiri dari kristal-kristal yang relatif lebih besar,
sehingga akan membentuk suatu rangkaian (frame work) yang lebih porous
dibandingkan kristal yang ada pada pasta semen.
2. Sika Viscocrete-10
Sika Viscocrete-10 merupakan generasi terbaru dari plasticiser untuk beton dan
mortar yang cocok untuk produksi beton precast dan beton readymix. Bahan

tambah ini didistribusikan oleh PT Sika Nusa Pratama. Kegunaan dari Sika
viscocrete-10 antara lain:
a) mengurangi pemakaian air dalam pencampur dalam jumlah yang cukup
besar (sampai dengan 40%) pada campuran beton.
b) menghasilkan beton yang mengalir (flow concrete) tanpa terjadinya
pemisahan yang tidak diinginkan.
c) dengan menggunakan sika viscocrete-10 beton akan mempunyai
kemampuan untuk memadat sendiri (self compacting) tanpa adanya
pemadatan.
d) meningkatkan kemampuan susut dan rangkak pada beton.
e) meningkatkan kemampuan kedap air pada beton.
Sika viscocrete-10 digunakan untuk beberapa tipe beton:
a) beton precast,
b) beton readymix,
c) beton dengan kemampuan selfcompacting,
d) beton dengan pengurangan air tertinggi (sampai dengan 40o/o),
e) beton mutu tinggi,
f) beton dengan kadar air minimum,
g) produksi beton dengan jumlah yang banyak,
h) beton kedap air.
Data teknis sika viscocrete-10:
a) Bentuk
: Cairan kental dengan warna coklat !cekuningan
b) Komposisi kimia
: Asam polycarboxylate
c) Berat jenis
: 1.05 0.05 kg/ltr
d) Kadar keasamam
: 7 0.5
Penggunaan sika viscocrete-1 0 dengan cara menambahkan pada air yang telah
terukur sesuai dengan pcrhit ungan mix design kemud ian menuangkannya ke
dalam

mixer

concrete.

Untuk

kegunaan

pengurangan

arr

optimum

direkomendasikan dengan cara mencampur dengan waktu pencampuran basah


minimal 60 detik.
Selain dapat digunakan untuk beberapa tipe beton, sika viscocrete-10 juga dapat
digabungkan dengan dengan bahan tambah lain untuk mendapatkan kekuatan
tekan maksimum, yaitu Sikafume
2.4. Waktu lkatan
Ikatan (setting) diartikan sebagai permulaan perkuatan bton segar. Proses ikatan
ini berbeda dengan proses pengerasan (hardening) yang menggambarkan
pcrkemhangan kekuatan adukan beton. Proses ikatan mendahului proses
pengerasan, tetapi lebih ditekankan pada penibahan berangsur-angsur yang

dipengaruhi oleh hidrasi semen. Ikatan terjadi pada periode transisi antara keadaan
cair dan keadaan kaku. Waktu untuk mencapai tahapan ini disebut sebagai waktu
ikatan (setting time). Waktu ini dihitung sejak air dicampur dengan semen.
Mindess dan Young, (1981) membagi waktu ikatan menjadi 2 (dua), yaitu waktu
ikatan awal ( initial set) yang merupakan periode waktu dari pencampuran semen
dan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya dan waktu ikatan akhir (final
set) yaitu periode waktu sampai saat menjadi massa yang keras. Untuk
beton normal biasanya initial set terjadi dalam 2-4 jam dan final set terjadi dalam
waktu 5-8 jam.
Dijelaskan Mindess dan Young, (1981), manfaat yang dapat diambil dengan
diketahuinya waktu ikatan adalah:
a)
membantu pengaturan waktu pengadukan beton,
b)
membantu perencanaan jadwal penyelesaian pekerjaan,
c)
petunjuk efektifitas dari berbagai variasi tingkatan jika digunakan
bahan tambah.
Pada pengujian ini, untuk mengetahui waktu ikatan digunakan alat vikat, yang
meliputi jarum Vikat berdiameter 1 mm, beban 300 gram, cincin ebonite dengan
diameter atas 80 mm dan diameter bawah 90 mm
2.5.

Tingkat Kemudahan Pengerjaan ( Workability)

Istilah kemudahan pengerjaan ( Workability) sulit untuk didefinisikan dengan


tepat. Mindess dan Young, ( 1981), mengusulkan agar kemudahan pengerjaan
didefinisikan pada sekurang-kurangnya tiga buah sifat yang terpisah:
1. Compactibility, atau kemudahan dimana beton dapat dipadatkan dan
rongga rongga udara diambil.
2. Mobility, atau kemudahan dimana beton dapat mengalir kedalam cetakan
dan dituang kembali.
3. Stability, atau kemampuan beton untuk tetap sebagai massa yang
homogen, koheren, dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa
terjadi segregasi/pemisahan butiran dari bahan-bahan utamanya.
Tingkat kemudahan pengerjaan beton berkaitan erat dengan tingkat
kelecakan (keenceran) adukan beton. Untuk mengetahui tingkat kelecakan
adukan beton biasanya dilakukan dengan percobaan slump. Dalam

Tjokrodimuljo, K., ( 1996) dijelaskan percobaan slump ini menggunakan


alat-alat sebagai berikut ini:
a. Corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua

ujungnya.

Bagian bawah berdiameter 200 mm. adapun bagian atas berdiameter 100
mm, dan tinggi 300 mm
b. Tongkat baja dengan diameter 16 mm dan panjang 600 mm. bagian ujung
baja ini dibulatkan.
2.6.

Kuat Tekan Beton

Sifat-sifat beton keras yang penting adalah kekuatan

karakteristik, kekuatan

tekan, tegangan regangan, susut, rangkak tcrhadap temperature, keawetan dan


kekedapan terhadap air. Dari sifat-sifat tersebut yang terpenting dan yang
berkaitan dengan kekuatan beton adalah kekuatan tekan. Dalam hal ini kuat tekan
beton merupakan gambaran dari mutu beton yang ada !<aitannya dengan struktur
beton dimana beton lebih tahan tekanan dari pada tarikan. (Subakti, 1994). Dalam
merencanakan suatu konstruksi bangunan gedung yang mempergunakan rangka
struktur

beton

baik

beton

bertulang

maupun

tidak

bertulang

pasti

memperhitungkan kuat tekan beton yang akan digunakan.


Pengukuran kuat tekan beton dilakukan dengan membuat benda uji berupa
silinder beton dengan diameter 150.mm dan tinggi 300 mm. Selanjutnya benda
uji ditekan dengan mesin uji tckan sampai pecah. Behan tckan maksimum yang
memecahkan benda uji tcrsebut dibagi dengan luas penampangnya. Nilai kuat
tekan dinyatakan dalam Mpa dan Kg/cm2.
fc' = P/A
............................................... (2.1)
dimana:
fc'= kuat tekan beton, Kglcm2
P= gaya tekan pada beton, Kg A= luas penampang, cm2
Dalam Subakti (1994) disebutkan beberapa alasan dilakukannya pengujian
kekuatan tekan pada beton yaitu adanya suatu dugaan bahwa kondisi yang
dianggap penting dari sifat beton secara langsung dikaitkan (minimal dari segi
kualitatit) dengan kekuatan tekan, beton memiliki kekuatan yang kurang terhadap

tarikan maka kekuatan daya tekan menjadi penting pada praktek, pengujian ini
merupakan pedoman rencana struktural lebih didasarkan pada kekuatan tekan
2.7.

Faktor Air Semen

Faktor air semen (f a.s) merupakan suatu perbandingan antara jumlah air dan
jumlah semen yang digunakan dalam suatu campuran beton. Menurut
Tjokrodimuljo, K., (1996), faktor air semen sangat berpengaruh terhadap kuat
tekan beton yang dihasilkan, hubungan antara faktor air semen dengan kuat tekan
beton secara umum dapat ditulis dengan rumus yang diusulkan Duff Abrams
(1919) sebagai berikut:
fc' =

A
B 1.5 x

............................................................(2.2)

dimana:
fc '= kuat tekan beton
X= faktor air semen (fas)
A, B= konstanta
Persamaan 2.2 di atas menjelaskan bahwa semakin rendah nilai faktor air semen
maka akan semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah
nilai faktor air semennya maka akan semakin rendah pula kuat tekan betonnya.
Hal ini terjadi karena apabila nilai faktor air semen terlalu rendah maka adukan
beton akan sulit untuk dipadatkan.

2.8.

Kuat Tarik Belah

Dalam penguj1an kuat tarik belah, digunakan silinder beton dengan diameter 75
mm dan tinggi 150 mm. Silinder beton ini diletakkan secara horisontal kemudian
beban tekan P dikenakan secara merata dalam arah diameter disepanjang benda uji
hingga silinder beton terbelah. Besarny kuat tarik belah (fc,) adalah sebagai
berikut:

fct = 2P/DL
...........................................................................(2.3)
dimana:
P
= beban tekan maksimum yang terjadi, Kg L= tinggi silinder, cm
D
= diameter silinder. cm
Menurut ACI (American Concrete Institute ), ada hubungan antara kuat tekan dan
kuat tarik beton adalah sebagai berikut:
fc, = 0.5561 fc ' ................................................................................. (2.4)
Sedangkan menurut SK SNI T-15-1991-13 hubungan kekuatan tarik dcngan
kckuatan tckan bcton adalah scbagai bcrikut:
fc,= 0.55 fc ' .......................................................................................(2.5)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Struktur Pusat Antar Universitas
(PAU) Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada. Penelitian di laboratorium ini

meliputi pengujian agregat, pencetakan beton, perawatan dan pengujian kuat tekan
betonnya.
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2016 yang meliputi masa persiapan
sampai pada waktu pengujian kuat tekan beton
3.2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan antara lain:
1. Semen
Bahan pengikat menggunakan semen Gresik jenis I dalam kemasan 50 kg
2. Batu pecah
Batu pecah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Wareng,
Nanggolan, Kulon Progo
3. Pasir
Pasir yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Bebeng, Kali Adem
4. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Laboratorium di
Laboratorium Struktur Pusat Antar Universitas (PAU) Ilmu Teknik
Universitas Gadjah Mada. Pemeriksaan air yang dilakukan secara visual,
yakni jika air tersebut jernih, tidak berwarna dan tidak berasa, dimana hal
tersebut masih memenuhi syarat sebagai air minum
5. Sika Viscocrete 10 dan Sika Fume
Kedua bahan tambah ini diperoleh dari PT Sika Nusa Pratama yang berkantor
di daerah Ngestiharjo Yogyakarta
3.3. Instrumen dan Alat Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian disini adalah untuk peralatan ukur yang digunakan dalam
proses penelitian dalam pengujian kuat tekan beton, diantaranya:
a. Mesin uji tekan merk Controls, Milano-Itali dengan satuan pembacaan dalam
skala kN, dengan kapasitas maksimum 2000 kN
b. Mesinn uji tekan belah merk Murayama Seisakusho LTP dengan satuan
pembacaan dalam kg
c. Kaliper (jangka sorong) panjang 30 mm
2. Alat Penelitian
a. Ayakan diameter 4,75; 2,4; 0,6; 0,3 dan 0,15 mm untuk mengayak pasir yang
akan digunakan untuk pembuatan beton
b. Ayakan diameter 20; 19; 9,5; 4,75; 2,4; 0,6; 0,3 dan 0,15 untuk mengayak
batu pecah yang akan digunakan untuk pembuatan beton
c. Timbangan kapasitas 2 kg

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Piknometer untuk pemeriksaan berat jenis pasir


Mesin pengaduk beton
Cetakan silinder dan alat pemadat
Oven untuk pemeriksaan pasir dan batu pecah
Mesin Los Angeles, untuk menguji keausan batu pecah
Vicat Apparatus
Stop Watch
Kerucut abram untuk uji slump

3. Jumlah Benda Uji


Variasi kandungan Sika fume yang ditambahkan pada pembuatan beton ini adalah
sebesar 0% dan 7% dimana setiap prosentase penggunaannya dikombinasikan
dengan penggunaan Viscocrete-10 sebesar 0,6%; 0,7%; 0,8%; 0,9% dan 1,0% dan
dilakukan pegujian kuat tekan 3, 7, dan 28 hari, sedangkan pada pengujian kuat
tarik belah dilakukan pada umur 28 hari
Rincian jumlah benda masing-masing variasi untuk uji kuat tekan (silinder 150 x
300 mm) dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Jumlah Benda Uji untuk Kuat Tekan
Umur

Sika Fume (%)

3, 7, 28

3, 7, 28

3, 7, 28

Sika viscocrete-10

Jumlah benda uji

(%)
0
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0

(buah)
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
66

Jumlah

Rincian jumlah benda masing-masing variasi untuk uji tarik belah (ukuran benda
uji silinder 75 mm x 150 mm) dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji untuk Kuat Tarik Belah


Umur

Sika Fume (%)

28

28

28

Jumlah

Sika viscocrete-10

Jumlah benda uji

(%)
0
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0

(buah)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
22

3.4. Pelaksanaan Penelitian


3.4.1. Tahap Persiapan
a. Pengambilan bahan penelitian
Bahan penelitian diambil langsung dari lokasi
b. Pemeriksaan bahan penelitian
Dalam pemeriksaan ini diperiksa hal-hal yang pokok diperlukan dalam penelitian
ini meliputi gradasi agregat halus, kandungan lumpur dan zat organik dalam pasir,
berat satuan dan berat jenis pasir, keausan agregat kasar (dengan mesin Los
Angeles) serta dilakukan analisa ayakan
1) Pemeriksaan gradasi pasir
a) Pasir dimasukkan dalam oven untyk dikeringkan sampai kering tungku
b) Setelah 2x24 jam pasir dikeluarkan dan didiamkan agar dingin, lali
dituang diatas splitter agar dapat dipisahkan dari kerikil
c) Pasir yang lolos dari splitter ditimbanhg dan dicatat beratnya
d) Pasir diayak dengan ukuran lubang 10 mm; 4,8 mm; 2,4 mm; 1,2 mm;
0,6 mm; 0,3 mm dan 0,15 mm
e) Satu set ayakan kemudian digetarkan dengan sieve machine selama 10
menit
f) Setelah penggetaran, ditimbang agregat yang tertinggal dan dicatat
beratnya. Dari pemeriksaan ini diketahui pula modulus halus butir
pasirnya

2) Pemeriksaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus


Pemeriksaan berat jenis agregat harus dalam keadaan Saturated Surface
Dry (SSD) atau keadaan jenuh kering permukaan. Langkah pemeriksaan
berat jenis agregat kasar dan halus adalah sebagai berikut:
a) Agregat direndam air selama 24 jam
b) Timbang agregat yang sudah SSD seberat 500 gram (W 0) dan masukkan
dalam piknometer
c) Masukkan air bersih mencapai 90% isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat udara di dalamnya
d) Tambahkan air sampai mencapai batas yang ditentukan
e) Timbang berat piknometer yang telah berisi agregat dan air (W1)
f) Keluarkan agregat dari piknometer lalu keringkan dalam oven dengan
suhu (110 + 5)oC sampai berat tetap
g) Dinginkan agregat dalam desikator dan timbang berat keringnya (W3)
h) Bersihkan piknometer yang berisi air tersebut (W2) kemudian diisi air
sesuai batas permukaan air yang ditentukan
i) Dari pemeriksaan ini dapat diketahui kadar air agregatnya
j) Berat jenis dan kadar air agregat dalam keadaan SSD dapat diperoleh
dari:
BJSSD

W0
W 2+W 0W 1

.................................................................................

W3
W 2+W 0W 1

.................................................................................

W 0W 3
x 100
W3

............................................................................(3.3)

(3.1)

BJKering
(3.2)

Kadar Air

3) Pemeriksaan berat satuan agregat kasar dan halus


Berat satuan adalah berat agregat dalam satuan volume dinyatakan dalam
kg/m3. Pemeriksaan berat satuan agregat dilakukan dalam keadaan kering
tungku, dengan langakh sebagai berikut:
a) Berat bejana ditimbang
b) Volume bejana dihitumg dengan mengukur diameter dan tingginya

c) Agregat dalam kondisi kering tungku dimasukkan ke dalam bejana dan


tumbuk 25 kali pelapisan
d) Permukaan pasir diratakan sehingga rata dengan bagian atas bejanan
dengan mistar perata
e) Berat bejana dan agregat ditimbang (W2)
f) Berat satuan agregat dapat diperoleh dari:
Berat satuan

W 2W 1
V

............................................................................

(3.4)

4) Pemeriksaan kandungan lumpur pada pasir


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan lumpur yang
terkandung dalam pasir karena lumpur memepngaruhi kekuatan beton.
Pemeriksaan kandungan lumopur pada pasir dilakukan dalam kondisi
kering tungku dengan langkah sebagai berikut:
a) Berat pasir kering tungku semula ditimbang (W1)
b) Pasir dicuci diatas ayakan no. 200 hingga bersih, kemudian dimasukkan
ke dalam oven selama + 24 jam hingga beratnya tetap
c) Pasir dikeluarkan dari oven dan ditimbang (W2)
d) Kadar lumpur pada pasir diperoleh dari:
Kadar Lumpur

W 1W 2
x 100
W1

............................................................................(3.5)

5) Pemeriksaan kandungan zat organik pada pasir


Pemeriksaan ini merupakan perkiraan untuk menetapkan adanya kotoran
organik yang melekat pada pasir alami yang akan mengurangi mutu
beton yang akan dibuat. Dalam PUBI 1982 ditetapkan bahwa pasir yang
akan dipakai untuk bahan bangunan tidak boleh terlalu banyak
mengandung zat organik yang dibuktikan dengan percobaan warna,
dengan langkah sebagai berikut:
a) Pasir dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml
b) Tambahkan larutan NaOH kira-kira 2/3 isi gelas ukur
c) Tutup gelas ukur kemudian kocok kuat-kuat sampai larutan dan pasir
teraduk
d) Didiamkan selama 24 jam

e) Bandingkan warna laruta ndiatas pasir dengan warna standar


6) Pemeriksaan air secara visual
Air dan semen harus diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan. Syarat
air yang digunakan adalah:
a) Air harus bersih dan jernih, tidak mengandung lumpur, minyak dan
benda terapung lainnya
b) Semen yang digunakan harus kering tidak boleh basah ataupun lembab.
Butir semen tidak boleh menggumpal dan mengeras
c) Kantong semen dalam keadaan utuh dan tertutup rapat
3.4.2

Tahap perencanaan adukan beton

Pengadukan beton dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


a. Perhitungan campuran
Perencanaan adukan beton menggunakan High Strength yang biasa dipakai
untuk perencanaan campuran beton mutu tinggi, dalam perhitungan adukan
beton, ditetapkan faktor air semen 0,365. Perbandingan pasir dan kerikil
dalam adukan ini adalah 35% dan 65%
b. Penimbangan volume bahan
Sebelum ditimbang agregat halus dibuat dalam kondisi jenuh kering muka.
Semen yang akan digunakan diteliti secara visual dalam keadaan halus tidak
menggumpal. Untuk beton yang bahan tambahnya sika fume dan Sika
viscocrete-10 maka ditimbang pula besarnya prosentase yang direncakanan.
Sedangkan air diukur sesuai dengan faktor air semen rencana yaitu 0,365
3.4.3. Tahap pelaksanaan
a. Mencampur adukan beton
Kebutuhan pasir, kerikil, semen dan bahan tambah yang sudah dihitung (tibnag)
dicampur pada mesin pengaduk. Setelah merata kemudian air dimasukkan sedikit
demi sedikit sampai adukan tersebut homogen (air yang dimasukkan dicampur
dengan sika viscocrete-10 terlebih dahulu), Setelah air dimasukkan semua
kemudian ditunggu beberapa saat untuk mendapat campuran yang homogen lalu
dituang ke sebuah tampungan sebelum dituang di cetakan
b. Tahap pengujian waktu ikatan
Ada 4 tahap dalam pelaksanaan pengujian waktu ikatan, antara lain:
1) Tahap persiapan
a) Bubuk sika fume dan cairan sika viscocrete-10 disiapkan sesuai takaran
yang ditentukan

b) Pemeriksaan semen, dilakukan secara visual meliputi kemasan, dan


butiran semen, sehingga diperoleh semen dalam keadaan halus dan tidak
menggumpal,
c) Pemeriksaan air, dilakukan secara visual diantaranya bau, dan warna
d) Cincin ebcmit diolesi oli untuk memudahkan benda uji dikeluarkan
apabila telah kering.
2) Tahap perhitungan campuran
Sesuai dengan perhitungan yang menggunakan metode High Strength
(HS) didapat proporsi berat semen, kemudian sikafume kadar 0%; 7% dan
sika viscocrete-10 kadar 0,6%; 0,7%; 0,8%; 0,9%; 1,0% terhadap berat
semen ditimbang.
3) Tahap pembuatan benda uji
a) Semen, ditimbang

sesuai

kebutuhan, air, sika fume, dan

sika

viscocrete-1 0 ditimbang sesuai dengan takarannya.


b) Semen yang sudah dicampur dengan sika fume diaduk bersamaan
dengan air yang sudah ditambah dengan sika viscocrete-10.
c) Campuran tersebut diadtik selama 3 menit dengan kecepatan 1,5
putaran/detik.
d) Tuangkan campuran dalam cincin ebonit dan siap dilakukan pengujian.
4) Tahap pengujian
Pengujian dilakukan dengan alat vikat. dimana waktu ikatan awal
terjadi apabila jarum vikat yang dilepaskan jatuh bebas dengan
pemberatnya tinggal tetap 5-7 mm dari dasar kaca. Ikatan akhir terjadi
bila jarum vikat hanya memberi bekas pada permukaan atas pasta.
Pengamatan dilakukan pada waktu 1 jam setelah pencampuran dengan
air. Selama 2 jam perta dilakukan pengamatan tiap 30 menit, dan
selanjutnya tiap Ijam sampai 8 jam yang merupakan batas waktu
ikatan akhir untuk pasta semen normal (tanpa hahan tambah). Untuk
benda uji dimana sampai batas waktu 8 jam belum terjadi initial set,
dilakukan pembacaan jarum vikat pada jam ke 24
a) Tahap pengujian Slump
Menurut Abram, alat slump merupakan alat yang murah, mudah
dibuat dan mudah dipakai untuk pengawasan di lapangan.

Pengukuran dengan menggunakan alat slump ini bertujuan untuk


mengukur tinggi penurunan aduk beton setelah dilepas dari alat
slump yang digunakan. Slump yang tinggi menunjukkan, bahwa
aduk beton terlalu cair, dan sebaliknya. Mula-mula corong baja
ditaruh ditempat yang rata dan tidak menghisap air, dengan
diameter yang besar di bawah dan diameter yang kecil di atas.
Adukan beton dimasukkan ke dalam corong tersebut dengan hatihati dan corong dipegang erat-erat agar tidak bergerak. Jumlah
adukan yang dimasukkan kira-kira sebanyak sepertiga volume
corong. Setelah adukan telah masuk ke dalam corong lalu adukan
ditusuk-tusuk sebanyak 25 kali dengan tongkat baja. Kemudian
adukan kedua yang kira-kira volumenya sama dengan yang pertama
tadi dimasukkan, dan ditusuk tusuk pula. Penusukan jangan sampai
menusuk lapisan pertama. Bila lapisan kedua sudah ditusuk, lalu
adukan ketiga dimasukkan dan ditusuk pula. Bila adukan ketiga
telah selesai ditusuk, lalu permukaan adukan beton diratakan. Sama
dcngan permukaan corong. Setelah itu, tunggu 60 detik,

dan

kemudian tarik corong lurus ke atas. Ukurlah penurunan


permukaan atas adukan beton setelah corong ditarik. Besar
penurunan adukan beton tersebut disebut nilai slump. Pada
penelitian yang lakukan, pengujian slump dilakukan pada interval
30 menit (yaitu pada waktu-waktu segera setelah pengadukan, 0
menit, 30 menit, 60 menit) seingga menghasilkan grafik hubungan
antara slump dan waktu.
b) Tahap Pembuatan Benda uji
Cetakan berupa silinder dengan diameter 150 nun dan tinggi 300
mm untuk uji kuat tekan dan silinder dengan diameter '/5 mm dan
tinggi 150 mm untuk uji tarik belah yang telah dipersiapkan
dengan terlebih dahulu cetakan di beri minyak pelumas pada
dinding cetakan

dengan tujuan agar dalam proses pelepasan

cetakan tidak mengalami kesulitan dalarn pelepasan. Setelah itu


dilakukan penuangan kedalarn cetakan. Selama penuangan kedalam

cetakan dilakukan pula pemadatan dengan menggunakan besi


dengan cara menusuk-tusukan ke dalam cetakan sebanyak 75 kali
setiap lapisan (3 lapis) supaya beton yang dihasilkan padat.
c) Tahap Perawatan Beton
Hasil cetakan ditaruh dalam tempat yang lembab, datar dan terhindar
dari goncangan kurang Iebih 24 jam. Selanjutnya cetakan dilepas,
kemudian dilakukan perawatan basah dengan cara melaknkan
perendaman ke dalam air sebelum waktu pengujian. Benda uji
dikelmrrkan dari tempat perendaman 24 jam sebelum pengujian.
d) Tahap Pengujian Kuat Tekan.
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur-umur tertentu
dengan jalan mengeluarkan beton dari rendaman sebelum dilakukan
pengujian dan ditempatkan pada kondisi yang lembab selama satu
atau dua hari sebclum dilaksanakan penguji. Langkah-langkah
pengujian beton sebagai berikut:
1) Silinder
diukur panjang dan diameternya dengan maksud untuk
mengetahui luas bidang tekannya.
2) Setelah dilakukan pengukuran
3) Kemudian silinder ditimbang kemudian silinder dileletakkan di atas mesin
uji tekan.
4) Setelah diletakkan di atas mesin uji tekan kemudian dilakukan proses
pengujian dengan cara memberikan beban di atas silinder sampai beban
maksimum yang mampu dapat ditahan oleh silinder tersebut.
5) Kuat tekan beton diperolell sebagai berikut :
Nilai kuat tekan dinyatakari dalam Mpa atau Kg/cm2
fc

P/A

...........................................(3.6)

dengan :
fc '= kuat tekan beton, Mpa
P = gaya tekan pada beton, N
A = luas penampang, mm2
e) Tahap Pengujian Kuat Tarik Belah.
Dalam pengujian kuat tarik belah, digunak.an silinder beton dengan
diameter 75 mm dan tinggi 150 mm. Pengujian kuat tarik belah dilakukan
pada umur 28 hari dengan jalan mengeluarkan beton dari rendaman

sebelum dilak.ukan pengujian dan ditempatkan pada kondisi yang lembab


selama satu hari scbelum dilaksanakan pengujian . Langkah-langkah
pengujian beton sebagai berikut:
1) Silinder diukur panjang dan diameternya.
2) Setelah dilakukan pengukuran kemudian silinder ditimbang untuk
mengetahui berat jenis betonnya.
3) Setelah diketahui berat jenis kemudian Silinder beton ini diletakkan
Pada mesin uji ta;'ik belah secara horisontal kemudian beban tekan P
dikenakan secara merata dalam arah diameter disepanjang benda uji
hingga beban maksimum yang mengakibatkan silinder beton terbelah.
Nilai kuat tarik belah dinyatak.an dalam Mpa dan Kg/cm. Besarnya kuat
tarik belah (fc,) adalah sebagai berikut:
fct
=
2P/(DL)
........................................................ (3.7)
dimana,
P
= beban tekan maksimum yang terjadi, kg
L
= tinggi silinder, cm
D
= diameter silinder, cm
h.
Analisis hubungan antara kuat tekan dan tarik belah hcton
Menurut ACI (American Concrete Institute ), ada hubungan antara kuat
tekan dan kuat tarik beton adalah sebagai berikut :
fct = 0.5561 fc'
...................................... (3.8)
Sedangkan menurut SK SNI T-15-1991-13 hubungan
kekuatan tarik
deng kekuatan tekan beton adalah sebagai berikut:
fc, = 0.55 fc'
...................................... (3.9)

Vous aimerez peut-être aussi