Vous êtes sur la page 1sur 20
Vol. 19, No. 2, Jul 2014 ISSN 0852-2489 MASYARAKA’ Jurna Sos ot i 5 Jatingan Purnawiravran Teneara Naso «dalam Politik Relasi Sipil-Militer Pasca Refo Ta he titeep al Pie : Mesije TN Profesional pads Ea Felons : “The Soldier and ‘The State: The Theoty “and Politics of Civil-Milicary Relations. - SK Dirjen Dikti Akrecitasi Jumal No. 80/DIKTVKep/2012 MASYARAKAT Jurnal Sosiologt Vol. 18, No.2, Juli2018 Daftar Isi Pengantar Redakst Embrio Sosiologi Milter di Indonesia itt ‘Reformasi TNI: Pola, Profesionalizas, dan Refungsionialisasi Milicer dalam Masyarakat Abrad Yani Basuki 135 Globalisasi dan Transformasi Insticusi Pendidikan’ Militer di Sekolah Staf dan Komando TNI AL (SESKOAL) Amiarulla Octavian 2167 Jasingan Purnawirawan Téntara Nasional Indonesia dalam Politik Relasi Sipil—Milicer Pasca Reformast TNI Arie 8. Soesla 195 Demokratisasi Relasi Sipil-Militer pada Era Reformasi di Indonesia Keesnadi Kard 231 Prajurit Profesional-Patziot: ‘Menuju TNI Profesional pada Era Reformast Syamsul Mecarif 257 Relasi Sipil-Militer dalam Pemberdayaan Masyarakat Papua Syarifudin Tippe 287, The Soldier and ‘The State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations Hpolitis Yolicandry Ringgi 805 ‘alin ila sorologi yang mencakap pakembangaa tod dan ‘metodologi hasithaslpeneliaa, sera lat keblakan sal MASYARAKAT Jurnal Sosiologi Penorbit Labsosio = FSP Ul ISSN: 0882-8489, Ponanggun Jawab wots beparcnen) Pemimpin Umum Ida Ruwalca Noor (etua Pusat Kajar) nett Pemimpin Diatyka Widya Pereata Yas \(Selosteris Pusat Kalan) (Universitas "edi F Hace (urdoch Universi) Mitra Bestari Doel EBwin Pot Redaktur Pelaksana ‘Sat Wea Yusha Asisten Redaktur Pelaksana ‘Jeuharul Anwar Pemasaran/Sirkulast Labsosio™ Pusat Kaan Silo FSI Ul ‘Alamat Redaksi Labsosio Pusat Kallen Sosiotoal FISIP Ul, Gedung Koonlaraningrat, ‘ania 8, Kamnpus FSP Ul "siz ot. 62-21) 7884-9004 Fax. 62-21) 7884-8028 E-mall tabsosio@ul 20. JurnaL masyarakat@giral.com Homepage: itp journaicscsidjsm Jurnal-MASYARAKAT diterbitkan oleh ‘LabSosto, Pusat Kajian Sosiologi Departemen Sosiologi Fakuleas Thimu Sosial dan Thmu Politik (ISIE) Universicas Indonesia. Jumma ini menjedi media informasi dan komuniest dalam rangka pengembangan sosiologi di Indonesia. Redaksi MASYARAKAT mengundang para sosiolog, peminat sosiologi dan para mahasiswa sosiologi ‘untuk berdiskusi dan menulis secara bebas dan kreatif demi pengembangan sosiologi di Indonesia. Kriteria penalisam: merupeken arya sendiri maksimal 8.000 kata, belum: pernah di- publikasikan, dapat dipercanggungjawabkan, secara akademis dan memiliki relevansi untuk. iverbickan, LabSosio merupakan sebuah pusic kajian di Departemen Sosiologi, Fakultas Iimu Sosial dan ‘mu Politik, Universitas Indonesia. LabSosio memfokuskan Kegiatannys pada analisis masalah- masalah sosial dan berbagai isu yang melahirkan dampak perubahan masyarakat Indonesia pada ‘mass Kini, sera pengembangan kebijakan-kebi- jalan sosial. Wilayah kafian Labsosio mencakup isu demokrasi dan dinamika lokal, inekualitas dan cksistensi kelompok margisal, bubungan an- tar kelompok berbasis identitas, serta hubungen antara masyaraket dengen usaha-usaha ekonomi cau korporai,serta peran negara. Kegiaran rama Labsosio melipati penelitian, publikasi, pengelolaan dats sosial, pelatthan dan pengabdian masyarakae yang dilakulcan dalam ke- lompolekelompok kajian (raearch cluster). Labso- so juga membangun kemitraan dengan lembage- embaga universas di Indonesia maupun di luar negeri, beberapa Kementrian, badan-badan peren- ceanaan tingket lokal maupan nasional, organisasi- ‘organisast cl secety: perusnbaan-perusahaan serta embage-lembaga pembangunan internasional. Relasi Sipil-Militer dalam Pemberdayaan Masyarakat Papua Syarifudin Tippe ‘Universitas Pertahanan ‘Enall Syaritudintippeayanoo.com “Abstrale Penelan ink ehdak menijkan bahwa peran aks agéa-agenmémonghikan ve {as splices yang memadai rrbangun meski istti kondst Lond menpulic ‘an, Menggunakan pendekaran kualicaif uneuk mengulas elas spit-milves caimg pemberdayaan masyerakat Papua, kasis yang diuraikan mempesiihatkan kelabosea ‘nts angkate beiejes dengan enc spl uncuk menuntastn ketgangan yan, smenyenuk dt sebuah wilsyah rentan konfli. Hasilaye menunjubkan tahoe Lone Ponca mite: memainkan pecanan menjaga perdamaian dan leamanan nasonal Thpua. Sepanjag sjaah, pemertneh Indonesia merencanakan percbungunan Papen dengan melbatkan tile di su si, mariun eanpa mirangkal masyantat Pain a ‘Eiais Heal teebuc menyebablan ketegangas-antare spi dan milter di wilh iat beckembang, Namun, kerja sama spl-miltes memberdayalan masyarabat aay Popo Yang berpjak pada kebudayean daa inisiaif penduduk sewempar eabukal members renggerus Kerovanan-kerwanan trscbut sella mene contok bagaimana pesnan agensi dapat beskoncibusi dalam mencipraken Keadean yang lebih bel Abscact ‘Tis research atempts to show that ave role of agencies allows an adequate cytink: lary celaion ro be esablished despite of some conta tothe welaiooehip berwcen {he evo, Employing qualladve approach to assess vil-milarycooperaon ia stipe, ‘ering Pepuan sociery, the ease sud shows how the miliary and citfan eallabored t0 sbi the socal snsioo ina tertoey prone to conflict The seul sugges her aulsry coraponeae cook pivotal cle in afeaining peace and natal Seay Papua, Through is hisory, Indonesian governmene planned Papa development eh nile ivolyemen on one sds, ye without any arempe to embrace the ebjoraf ‘hat development iself on che othe. This expectedly gave tse tothe dispute besween nultagy and clan. However, cvl-miliary cooperation in cnypowerng !adigon Papuan bused on focal alture and local people inltive proven to be efieceee te ‘ecg the risk of coaflia, in adtion to beng « ese of how the ‘ole of agencies could be vial inthe making of« beter conditions Keywords cv-sailiacy relations, cill-nilicary cooperation, socilogial approach, L-sociecyexapowerment ‘288: [ S¥agisuDIN TIPPE PENDAHULUAN Relasi sipil-miliver (RSM) mierupakan savu topik yang memperoleh berbagai ulasan dalam diskursus sosiologi miliver (Andrews 2008; ‘Zippwald 2011; Bruneau dan Matei 2008; Ankersen 2008). Sebagai opie yang mencalup hubungan di antara dua institusi sosial yang teramat strategis, ia punya signifikansi teoretis maupun empiris guna meramuskan preskripsi-preskripsi hubungan yang sehat di antara ke- dua kelompok ini dalam berbagai konteks yang mungkin.mengikuti Kendati dikarakan. demikian, berbagai model kolaborasi positif cu senditi sebenarnya sudah sedari waktu yang cukup lama marak dikembangkan; di antaranya dalam mengatasi bencana alam dan me- laksanakan operasi scabilitas, yang biasanya dilangsungkan melalii kerja sama dengan badan pemerintahan, LSM, organisasi interna- sional, atau ancar pemerineah (Ankersen 2008)...Yang menjadi per- tanyaan-berharga untuk dikaji, olth karenanya, bukan lagi apakah ndisi-kondisi umui yang memungkinkan hububgan konstrukeit ini dimungkinkan? Melainkan, yang menjadi pertanyaan sudah jauh lebih spesifile dari inu. Bagaimana hubungan kolaboraif sipil-milicer muncal dari satu situasi sosial lokal yang sulit? Apa yang perlu dila- Kakan oleh kedua belah pihak, selaku agensi, guna melanggengkan sebuah kolaborasi posit? Hendak membahas pola RSM yang berkembang di Provinsi Pa- pua, culisan ini berangkar dari pikiran yang disempailan pada pa- ragraf sebelumnya. Provinsi Papua ditandai oleh tiga ekologi wilayah urama: ekologi wilayah rawa-rawa, dataran rendah, dan kaki gunung; ekologi ‘wilayab pesisit, pantai, dan kepulanan; ckologi wilayah pegu- nungan tinggi. Sekitar 70% penduduk asli Papua bertempat tinggal di kampung-kampung terpencil, pedalaman, pulas-pulau kecil, dan perbacasan negara, dengan kondisi topografis yang sulic diakses olch pelayanan pembangunan, pemerintahan, dan pelayanan jasa kema- syarakatan (Djojosoekarto dkk, 2008). Sitwasi ini diperkerub dengan fala berbagai kebijakan yang disusun pemerintah pusat dinilai ber- tencangan dengan aspirasi masyarakat setempat. Pandangan yang lazim menyeruak manakala kita memperbincang- kan RSM di Indonesia adalah skeptisisme. Kardi (2013) menyebutkan bahwa semenjak berlangsungnya reformasi di Indonesia peluang in- stitusi sipil bekerja sama dengan militer (T'NI) dengan mengajukan prakarsa-prakarsa progresif kepada internal TNI teccurup. Kemudian, -MASYARAKAT JarnalSoetotog! Vol 1, No, 2, lt 204-287-503 RELAST Srpri-MiLivgR [289 Croissant dan Kuehn (2009) melibat selama ini masyarakae sipil be- lum memiliki andil besar dalam reformasi dan pertahanan militer Indonesia. Belum lagi, yang terbayang mengenai bentuk kehadiran negara di berbagai tempat di Indonesia adalah kehadiran aparar mi- Niger dan tindak kekerasannya (Rumbiak dan Manning 1989), bukan aparar sipil dan manfiat pelayanan publikaya. Hal ini memungkin- kan dipereahankannya integrasi nasional secarafisik dan legal, retapi ‘pada saat yang sama mielemabkan legitimasi dan menguatkan aspirasi orang asli—benar fehususnya untule kasus Papua—iintuk imemisahkan dizi juga (Widjojo dike. 2009) Namun, berangkat dari kerangka yang memungkinkan peneliti pka techadap sicuast lokal, peneliti hendak menyumbang pemahamn- an ihwal proses bagaimana RSM ini terbeneuk dalam konteks Papua yang lumrah dianggap menantang. Alih-alth mengasumsifean secata scrukcural bahwa hubuagan antara sipil dengan militer niseaya kon- ‘radikeif, peran akcif dast pihak milicer maupun sipil dalam studi ini diasumsikan punya andil yang tak tergantikan dalam keterwujudan- nya. Penelitian ini akan mengembaiglan uraiannya dengan herpijak pada posisi ini sekaligus, sebalikaya;-lewat uraiannya alan mencoba mengembangkan perspekcif ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekaran kualitacf yang melibatkan {interprerasi periset dalam memahami dan mendedah fenomena tetten- tu: Dalam penelitian Kualitaif, “peneliti membangun gambaran yang inci, menyelaruh, menelaah kata-kata, memperlihackan pandangan detail dari informan, sera melakukan kajiannya dalam latar alami” (Creswell 2003). Sementara’ proses pengumpulan data penelician ini menggunakan metode studi liverarur dari penelitian-peneliian ter dabula, focus group discussion, existing data statistic, serta wawancara mendalam (Bryman 2012). Dengan menggtinakan pendekatan kualitatif, kajian ini berupaya melihat pola interakst kelembagaan antara komponen sipil dan mili. ter di lokalitas Papua guna memperoleh gambaran rerang bagaimana - Posisi RSM yang termasule jantung Keranplea keamanan suaru negara (Shukle 2012). MASYANAIRAT Juni! Sotiotogs 290 | SYARIFUDIN TIPE RELASI SIPIL-MILITER YANG DEMOKRATIS DAN EFEKTIF Dua penulis besar yang umumnya dirujuk sebagai basis konseptua- lisasi RSM adalah Huntington dan Janowitz. Bagi Huntingwon (1957), militer dapat menjalankan fungsinya secara memadai bila berada di Iuar masyaraket. Kontrol sipil yang baik muncul dari pelembaggan alib-alih pembatasan antara keduanya yang samar dan subjektif. Seba- liknya, Janowitz (1976) percaya bahwa dengan integrasi ancara miler dan rakyac RSM yang lebih baik akan terwujud. Sebuah ulasan yang lebih koncemporer dari Andrews (2008) menegaskan bahwa kontrol sic pil yang dilakukan secara objelcif akan menciptakan kegiaran militer yang efektif sepanjang pihak militer meminimallan keterlibarannya dalam politik. Kendati demikian, pendckatan-pendekatan di atas sama sekali tidak mempertimbangkan kekhasan sejarah serra sicuasi sosial dati konteks di mana hubungan bersangkutan mengambil tempat. Terapi Feaver, ilmuwan politik yang menggunakan teori agensi, mengambil kedudukaa kontras yang parut disinggung di sini. Ada dua hal, menurutnya, yang merampungkan pola RSM yang demokratis sekaligus efektif, Percama, cersedianya legitimasi bagi insticusi milicer ketika mereka dituntut menggunakan kekuatan koersif, Kedua, jaminan institusional kepada kalangan sipil untuk dapat mengendalikan instieusi milter. Seberapa besar transaksi antara legitimast dan jaminan instiusio- anal iru dapat eerbentule Jawaban Feaver—sckaligus poin yang penting ica carat—adalah ia tak pernah rerlepas dari keadaan politik maupun sosiologisnya. Kapasitas institusi sipil (prinsipal) melaksanakan ken- dalinya atas milicer (agen) ditentukan oleh kerekatan pihak prinsipal sekaligus kecenderungan deviasi dari pihak milter. Lacar belakang historis, sosial, dan budaya yang menempa habitus prinsipal atau- ppun agen, dalam hal ini, juga merupakan faktor penting yang harus diperhitungkan. Inilah pendekaran yang akan menuncun studi ini, MODEL INTERAKSI KELEMBAGAAN KOMPONEN SIPIL DAN MILITER Selama ini, interaksi kelembagaan sipil~milicer di Papua tampak- aaya dikhususkan untuk memelihara keamanan persacuan dan kesa- MASYARAKAT Jucaal Sosiologs Vol 19, No, 2, ali 2014;287-508, RELASI SIPIL-MILITER | 29% tuan negara Indonesia. Kerentanan pada wilayah ini dikhawatirkan menimbulkan kekacauan politik dan ekonomi sehingga menimbylkan ketidakamanan dalam lingkup nasional (Laporan Penelitian Universi- tas Pertahanan 2012). Konsep pembangunan di wilayah pecbatasan, bususnya Papua, telah dirancang pemetintah Indonesia agar di wila- yak-wilayah ini dapat dicipcakan pusarpusac pertumbuhan ekonomi meskipun dalam skala kecil. Manfaatnya-adalah mengatasi masalah perbarasan yang biasanya wjung-ujungnya kembali ke persoalan pem- bangunan masyarakat di wilayah tersebut. Kawasan perbatasani selama ini dipertabanken. sebagai kawasan hutan lindung. Situasi ini, bagi beberapa pibak dalam pemetintahan, periu diperakan ulang unuk di- tata demi kepentingan. pembangunan perekonomian melalui program pemberdayaan masyarakat, Di Jain pihak, Papua mempunyai pola dan sistem kelembagaan adac yang memiliki peran dan fungsi dalam segala aspek, baik aspele politik, ekonomi, sosial-budaya, dan hukum, Misalnya, sistem dan mekenisme pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dan ke- sépakatan bersama seperti di Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat ini, Iram, Dugusan, Bona, dan Ondofolo memiliki hak veto sehingga kesepakatan yang diambil sebelumnya sewakcu-wakeu bisa dibaralkaan dengan dua opsi, untuk ditinjau kembali atau sama sekali dibatalkan sebelum dilaksanakan (Wamebu 2002). Dalam bidang pembangunan, ‘masyarakat adat merasa belum dilibatkan dalam proses pengambilan kepurusan aras perencanaan pembangunan yang disusun pemerincah Indonesia (Sugandi 2008). Hal ini mengakibatkan. adanya konflik di Papua. > Menanggapi konflik yang terjadi di Papua, dibentuklah Lembage ‘Musyawarah Adat (LMA) yang bertugas memprakarsai percemuan- percemuan antarsuku, menjadi, mediacor aspirasi.rakyat dengan pe- merintah, dan peayalur aspirasi zakyac (Kjar 2001). Pada tabun 2002, Kongses Papua II diselenggarakan di Jayapura, dihaditi lima racus anggora Presidium, Dewan Papua (PDP). Presiden Abdurrahman Wa- hid memberikan dana berjumlah Rp 1 miliar untuk memungkin- kan diselenggarakannya kongres tersebut. Di samping semua anggota PDP, peserta musyawarah terdiri atas lebih dari dua ribu vokoh Papua lain. Peserta kongres berumpul guna membicarakan aspirasi-aspirasi masyarakat Papua uncuk masa depan. Mereka menentukan Papua ingin merdeka, tetapi hasil tersebut ditolak Presiden. Wahid: Meski- pun demikian, Kongres.Papua merupakan kesemparan pertama bagi [MASYARAKAT Jeraal Sosologt Yok 18, No, Julb2014287-503 292 | svanteuDiN TiPPe smasyarakar Papua snenyuarakan harapan-harapaninys secara tetbuke ‘Sementara Pasukan Satgas Papua, dengan keanggotaan satgas berjum- Jab sekicar 15.000 orang, dibentik spontan pada saat penyelenggataan ‘Kongres Papua Tf untuk menjaga pesertanya (Kjar 2001), Kehadiran iniliter div Papua sendiri merupakan bencak perlin- dungan pemetintah Indonesia tethadap perbacasan’ mengingat lokast geografis Papua yang strategis—berbatasan langsung dengan Papua ‘Nugini (Laporan Penelitian Universitas Pertahanan 2012). Pemerin- taht melalui Kemenhaty dan‘TNY telah ‘menempackan sekitar 9,000 persone! dalam suatn opérasi khusus di wilayah perbarasany dan pulaw terluar Indonesia: Jumlah tersebut masih kurang bila dihadapkan pada kondisi wilayah perbarasan yang panjang dan luas serea-banyaknya pulau yang tidak berpenduduk. Kehadiran militer ini ditujakan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran wilayah perbarasan dan pen- curian hasif sumber daya alam nasional di wilayah tersebue. Naman, ‘kehadiran militer telah menimbulkan keotrigaan’ masyarakat Papua vyang besar sehingga cenderung meningkatlan ketegangan ancara si- pil-militer di Papua (Easton 2012). KEMELUT RELASI SIPIL-MILITER DI PAPUA ‘Relastsipil-militer di gehiruh dania telah inémasuki era tarbulensi ‘yang menantang pola mapan rélasi sipil-milicer masa lila. Turbulensi tersebur digambarkan’oleh Don Snider dan Miranda Carlton-Carew serta dapat ditelusuri kembali'dalany empae tren yang berporend ber- tanggung jawab atas ketegangan dalam relasi sipil-miliver, yairu (i) perubaban sistem internasional, (i) penatikan militer secara cepat, (ii) permiintaan domestik pada milicer dan budaya masyarakac imperatif, dan (iv) peningkatan peran misi nontiadisional untuk militer (Sarke- sian 1991; Connor 1999 dalam Kummel 2001). Dalam konveks tnasyarakat Papisa, bentuk kekecewasn masyarakat atas pengambilan keputusan dalam perencanzani pembangunan yang tidale melibatkan masyarakat'adat telah menimbulkan ketegangan di antara masyarakat dan militer (Easton 2012). Menyikapi kasus anggaran yang digunakcin dalam pembanguinan dan implementasi APBD, masyarakeat Paptia melakukan demonstrasi yang metgakibat- ean ketegangan’sipil-militer (wawancara 10 Desember 2012). ‘Alasan demonstrast masyirakat Papua berkisair pada manfast pem- bangunan secara’ keseluruhan. Pelaksanaan otoniomi. khusus (ots) MASYARAKAT Jumma! Sostolog! Vol 19, No.2 all 2014:257-305 RELASI SIPIL-MILITER | 295 dan pembangunan secara umum masih cacat, schingga masyarakae berkeinginan untuk melaksanakan, referendum. Pada umumnya, reaksi-reaksi unjuk rasa merupakan, ekspresikekecewaan. terhadap realisasi pembangunan yang tidak berkeadilan. Sementara itu; ke- ‘wenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam selurub bi- dang pemerintahan kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter:dan fiskal, agama, peradilan, serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan. peraruran perundang-undangan, PARTISIPASI ENTITAS. SIPIL DALAM KOLABORASI SIPIL-MILITER Sipil dan. militer merupakan dua entitas.yang berbeda. Institusi sipil mengedepankan persuasi, konsensus, dan cujuan yang bersifue jangka panjang atau strategis; scdangkan institusi militer pada tindalsan koersif dan cujuan yang lebih bersifar jangka: pendele atau operasional (Said. 2012). Oleh. kavena iu, keberadaan dua ka salter ieu dalam sebuah sistem berbangsa, bernegara, araupun peme- rincahan harus ditata dan dikelola dengan baik guna menghindari dominasi institusi sav atas instirusi yang lain. Partisipasi cntitas sipil dalam kerja sama sipil-militer, menurut Ankersen: (2008), melibarkan aktoraktor pemerinrah daerah atau badan. pemerinrah lainnya,-lembaga swadaya masyarakat, organisasi ineernasional, atau koordinasi antarpemerintab. Kerja sama sipil- militer yang melibatkan pemerintah pusat pada dasarnya dilakukan melalui program pembangunan, Proses pembangunan yang dilansir pemerintah Indonesia di Papua telah dilaksanakan dan baru efektif dimulai pada awal tahun 1980-an. (Djojosackarto et.al 2008). Kererlambatan mengawali proses pembangunan di Papua lebih disebablean oleh kesibukan pemerintah pusae menuntaskan masalah politik: kembalinya Irian Barat. Bersamaan dengan bal tersebur, akselerasi pertumbuhan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia tidak: dapar diimbangi oleh kemajun pembangunan di Papua. Kondisi ini diperburuk oleh pola pengaturan sentralistis Orde Baru yang telah menggiring eksistensi masyarakar Papua ke dalam situasi-enclave. ‘Alasan inilah yang’menjadi motif urama.-munculnya keridakpuasan yang menyuburkan. intensitas pergerakan kemerdekaan policile bagi sebagian komponen, masyarakat, setelak sebelumaya merase [MASYARAKAT Joronl Sosilog! Vol. 1; No.2 Jul} 2014:287-303 294 | SYARIFUDIN TIPPE dikecewakan Jewat peristiwa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera} tahun, 1969. Hal ini mendotong pemerintah untuk mengeluarkan UU No. 21 Tahun’ 2001 tentang Otonomi Khuisus Papua (Djojosoekarto eral 2008). ‘ ‘Undang-Undang Otonoini Khusuis menempackan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama pemba- ngunan, Keberadaan pemerintah, pemérincah provinsi, pemerintahy abuparen/kota, secta perangkat-di bawahnya, semus diarahkan un- tuk memberikan pelayanan terbaik dan. pemberdayzan’masyarakac. ‘Undang-undang tersebuc juga menganduing semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, aneara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pemberian otsus diduleung oleh masyarakac dan elite Papua, khu- susnya untuke merespons kemiskinan di Papua. Pada tahun 2002, Gubernur Papua sebelam pemekaran, J. P. Solossa, menyampaikan bahwa sekitar 7596 warga Papua diperkirakan masih hidup di bawah gatis kemiskinan akibar keverbacasan sarana dan’ prasarana trinspor ‘asi laut, darat, dan udara (Republika 24/8/2002). Keverbatasan sarana dan prasarana cransportasi menghambar prograi-program pemba- ‘agunan pemerincah yang:akan dilaksanakan bagi kepentingan ma- syarakat di seluruh Papua. Gubernur Solossa menyatakan optimistis dengan pemberlakuan UU No..21 Tahun 2001 .tentang Oronomi, ‘Khusus, Untuk itu, dibenruklah Mejelis Rakyae Papua (MRP) dalam muatan Undang-Undang Orsus di Papua sebagai institusi representasi Jeuleural masyarakar. ‘Majelis Rakyat Papua memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hakchak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan rerhadap.adat'dan budaya, pemberdayaan perempu- an, dan pemantapan kerukunan hidup beragame sebagaimana diarur dalam UU Otsus, Represenrasi kulrural menjadikan bukum-bukam adat—yaitu aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam ma- syarakat—dapac mengatus, mengikat, dipertahankan, serta mempu- nyai sanksi. Selama ini, UU Orsus. mengizinkan Jembaga-lembaga nonpemerintah dan. militer untuk cerlibac: dalam. pemberdayaan masyarakat di Papua. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan olch: Djojosoekarco et.al (2008), saat ditanyakan Keterlibatannya dalam kegiatan-kegiacan, yang diadakan lembaga nonpemerinrah di bidang pendidikan, Kesehatan, ekonomi kerakyatan; , MASUARAKAT Juroal Soitlog! Vol. 1, No.2, Jll 2014:287-305 RELAST StPLueMnLirER | 295 ‘dan infrastrukrur selama’pelaksanaan ocsus Papua, hanya 12,62% responden dari masyarakat yang menyatakan pérnah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. 7 Lembaga gereja disusul lembaga perempuan dan kemudian lemba- gr adat lebit: banyale menjadi wahana partisipast masyarakat selama otsus. Hal ini dapat dipahami katena lembage-lembaga tersebur lebih, mengakar di tengab-tengal: masyarakat Papua, Iebususnya'di koca dan kabupaten Jayapura. Adapirn lembaga lain, seperti lembaga inter- nasional, perlindungen anak, Muhammadiyah, muncul belalangan. + Namuh demikian, lembaga masyarakat sipil di Papua masih kesulitan menjalin kerja sama strategis ancarlembaga dalam menindaldanjutt program kerja mereka. Kerja sama sering kali tnuncul secara insidental keetika ada “musuh bersama’, iou pun hanya benifit kebijalean dan ad vokasi, meskipun ada saja fer sama yang terjalin baik antaslembaga dalam kegiatan-kegiatan pendampingan’masyarakat: Keterlibatan entitas sipil Jain dalam kerja sima sipil-militer juga amelibarkan organisasi:internasional. Oxganisasi internasional yang ‘erlibat dalam hubungan kerja sama sipil-militer di Papua teilihae dalam program pemberdayaan masyarakat adat-Papua (PIPE): yang bereujuan. berkontribusi bagi keseluruhan pembangunan masyarakat adat. Kerja ini dilakukan déngan membantu masyarakat Papua me- ninglatkan kapasitas dan swasembada guna mengurangi kemiskinan, meningkacken kesetaraan gender, dan menguatkan mekanisme per damaian serta pembangunan di desa-desa dan komunicas-komunitas (ILO 2004). Calupan kegiatan: program pemberdayaan ini meliputi pemberdayaan Kecamatan Muara Tami dan Kemtuk Grest di Koca Madya/Kabupaten Jayapura, Papuia; serta Kecamatan Tanah Rubuh dan Kebar di Kabupaten: Manokewatiy Papua. Barat, lewat program- program padat lapangan kerja dan mata pencaharian lainnya. Pem- biayaan program peimberdayaan tersebut berasal dari United Nations Trust Fund for Human Security (UNTFHS) dengan dukungan: dari pemerintah Jepang. RELASI SIPIL-MILITER DALAM PEMBERDAYAAN- MASYARAKAT PAPUA Perang yang berlangsung di Papua; yang melibatkar: kelompok separatis dan satuan militer pemerintab, termasuk dalam perang yang disebuc Caforio (2007) sebagai pering yang tidale beratran aeau pe MASYARARAY faras]Sosiologi Vol, 19, No.2 felt. 2014:287-503 296 | svaRtruDIN TIPPE rang asimetris. Jenis perang ini dapat menggunakan pendekatan tidak Jangsung untuk melawan musuh, seperti menggunakan atau memaksa “ penduduk sipil membantu salah satu pihak (Grange 2000). Dalam konreks Papua, selama ini perlawanan. yang dilancarkan ‘oleh Organisasi Papua Merdeka atan OPM selalu mendapat dukungan shasyarakat sipil secempat karena adanya ikatan identitas etnis dan budaya yang sama. Oleh karenanya, operasi perdamaian yang dipili oleh pemerintah Indonesia mencakup fungst nonmiliter seperti medi- asi, perlindungan sipil, dan. pemberdayaan. masyarakat setempat agar memperoleh manfsar positif atas kerelzan masyarakat mendulcung pemerintah (Rana 2004). Operasi perdamaian sendiri disebut Caforio (2007) schagai operasi selain perang atau, menurut UU No. 34/2004 Pasal 7 Ayat 2, Operasi Militet Selain Perang (OMSP), Dalam konteks kekinian, Panglima Kodam XVI/Cendrawasih ‘menggunakan tiga pendekaran di wilayah kewenangannya: Pertama, pendekaran budaya. Kedua, pendekatan agama: Keriga, pendekacan kkesetaraan, Dalam merealisasikan ketiga pendekatan ini, Pangdam XV1/Cendrawasih menjalankan beberapa tahapan kebijakan, Perea ma, membangun kepercayaan masyarakat Papua (trust building) agar ‘mereka rhenaruh kepercayaan terhadap pemerintah dan aparacumya, rermasuk TNI dan Pols. Dengan demikian, masyarakat merasa ter Jindungi dan: terayomi dengan keberadaan TNI di tengah-tengah mereka: ‘Tahap selanjutnya, kelotatan untuk -memercayai (power of Trust), yyaitu: pendekatan terhadap saudare-saudara yang berseberangan pa- ‘ham/pandangan melalui tokob-tokoh adat, tokoh.agama, tokoh ma- syarakar, tokoh pemuda, dan tokoh: perempuan usituk mengajak me- eka kembali-bersatu dan hidup layak sebagai warga negara Indonesia ‘yang. mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain. Selanjutnya, tahap mengubah pola pikir masyarakac Papua (changing mind se) yang belum menyadari bahwa mereka sudah merdeka, di samping menghilangkan rasa takut, tekanan, dan pembodoban guna ‘menuju kepada tatanan berkehidupan yang baik dan maju seiring runtutan perkembangan zaman. Langkah ini berhasil terbukti dari banyaknya warga:setempat yang kini berpihak kepada NKRI sevelah selama ini menganggap Indonesia penjajah bagi rakyat Papua. Ko- dam XVI/Cendrawasih betharap pelaksanadn kegiatan-kegiatan sosial melalui pendekatan-pendekatan agama, kebudayaan, kesetaraan, serca kemanusiaan dapat mengubah pemikiran warga Papua yang selama -MASYARAKAT Jucal Sosilegt Vol. 19.No, 2 Jl 014-267-303 RELASE SIPIt-MILITER | 297 ini diprovokasi oleh kelompok yang ergerak untuk kepentingan, pri- badi-dan golongan. Selain itu,-Kodam XVII/Cendrawasih intens’ melakukan’pen- dekaran melalui agama dan kebudayaan. Di Papua; sebagian besar penduduknya memeluk agama Kristen dan agama tersebue melekat dalam kebudayaan lokal. Dengan memberikan pethiarian yang lebih pada kegiaran-kegiaran keagamaan setempat, diharapkan akan timbul kkecineaan sesama dan perdamaian dalam masyarakat: Kegiatan seperti anjangsana, temu tokoh agama, tokoh adag, dan tokob daerah kerap dilakukan oleh Pangdam XVI/Cendrawasil beserva pimnpinan satuan jajaran Kodam XVL/Cendrawasih. Tidak terlewatkan pula, Pangdam, selalu mengikuti event pergelaran Kebudayaan berskala nasional bah- kan internasional. Misalnya, baru-baru ini Pangdam XVIl/Cendra- yrasih membuka Fesdval Budaye Lembak Balm 2013 di Kampung ‘Wosilimo, Wamena. ‘Tindakan Panglima Kodam XVil/Cendrawasih dalam melaksaia- kan pendekaran kesecaraan salah sarunya juga terlihat dalam proses releutmen personel TNI. Dalam merekrut calon tamrama, bintata, perwira, maupan Dikeuk, penduduk asti Papua-diberikan priorites kesempacan dibandingkan sulcw-suku lainnya. Relasi lain antara sipil-militer jaga digambarkan dengan adanya peran penietincah pusar, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pemba- ngunan, Papua. Dewasa ini pemerintah membayar seluruh anggaran. pendidikan anak-anak di Merauke, Selurah anak Merauke dibiayai oleh pemerintah untuk kuliah.:- Karena orang Papua lemah di bidang pelajaran cksakta, maka diharapkan generasi Papua sekarang mau -memasuki sekolah-sekolah teknik, penerbangan, dan kedokteran, ber: bubung animo mereka ke bidang-bidang tersebut juga sangat tinggi. ‘Namun demikian, pembangunan yang’ mencakup-kebjjakan peme- karan tidak selalu sejalan dengan peta kebudayaan di Papua. Misal- anya, daerah Kusima yang dahulu adalah bagian dari Kabupaten Jaya- ‘wijaya, setelah pemelcaran menjadi bagian dari kabupaten Yahukimo. Pemekaran ini tidal sesuai dengan pemeraan kebudayzan lokal yang memasulskan Kurima sebagai bagian dari masyarakat Lembah Besar (Hubula) yang tinggal di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Pemeraan- pemeraan adar atau kebudayaan, dan hukum adae memegang porensi sebagai dasar dari hukum nasional (Sugandi 2008). Di samping itu, inisiai€inisiacif lokal, bail dari masyarakar, or: ganisasi sipil, rau fincas badan antara badan-badan. pemerineah dant MASYARAKAT Jutoal Sostologt Vol. 18, No. 2, Jolt 2014:287-$08, 298 | SYARIFUDIN TIPPE masyarakac madani perlu didukang dan diteriskan. Seperti yang di- jelaskan Prarchert dkk. (2009), akor-aktor tersebut harus dilibatkan ‘untuk berpartisipasi schingge memiliki tase keterikatan yang mém- perkuat partsipasi dan-memberikan Kesempatan masyatakatsipil bee partisipasi dengan dukungan badan-badan publile, saluran sipil, serra berbagai Kommunitas Jainnya. Salah sagu contoh upaya. pemerintah dalam menduluung inisiatif inisiacf lokal vercbur adalah melalui divi khusus di kepolisian yang disebut FKPM (Forum Kemixrean Polisi Masyarakas)-yang lebih ber- pijak pada hukuia adat lokal kesimbang hukum perundangan dalam menengahi pelbagai perselisihan, seperti pembunuhan, peszinaan, pe- malsuan, dan lsinnya. Inj merupakan metode resolusi konflik efekcif yang akan memberikan hasil oprimum dalam memecahkan permasa- Jahan masyarakcat apabila Iebih didulcung dengan upaya! mengodifikasi Jnukum adat serca meningkatkan keterampilan mediasi para peragas polisi yang menangani pekerjaan cersebur (Sugandi 2008). Contoh lain juga disebutkan dalam hasil wawancara dengan wae kil MRP pada 10 Desember 2012. terkait inisiatif pembangunan di Papiia. Menurat wakil MRP; pembangunan jalan dan jembaran le- bi baik diserabkan kepada Kimpraswil sebagai pelaksana agar dapat berjalan lebih cepar. Semencara masalah keperiuan transpottasi di Pax pua.merupakan cuntuan yang dinomorserukan dalam pembangunan keesejahteraan, masyarakat di seluruh wilayah Papua. Dengan adanya fasilicas umum. berupa jalan dan jembaran yang disediakan oleh ne- gra, sistem discribust sumber daya masyarakar, seperti hasil pertanian mereka, menjadi lancar. Dengan demikian, dampaknya akan posicif pada percepatan pembangunan kescjahteraan masyarakat Papua. Ke- uncungan lainnya, bila pembangunan infrascrukccur jalan dan jem- batan sudah dilakukan dalam bentul infrastruktur linglar Papua, maka ‘masyarakat yang semula mendiami wilayah pedalaman akan salah besbondongbondoog torus mendiam| wiaya sepanjng jalan tersebut. Inisiatif besar Jain Pemerintah Provinst Papua. untuk mengarasi akar masalah kemiskinan di Papua adalah program pembangunan ddesa ataux Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK) yang mencakup bidang-bidang dasar pembangunan seperti gizi, kescharan, pendidikan, pemberdayaan ‘perempuan, dan prasarana (LO 2009). Program ini didulcung olch Program Nasional Pemberdayaan. Masya- rakat- (PNPM) pemerintah pusae dan dimaksudkan untuk mendorong MASYARAKAT JucaalSouolog) Vol 19, No.2 Jel! 2014:287-303, RELASESIPILMILITER | 299 ‘kegiatan. pembangunan di tingkat desa dengan menyediakan bante- an langsung melalui lembage-lembaga adat berbasis desa, kelompole gereja, serra badan pemerintah. Ini.juga memperiharkan dukungan badan-badan publik kepada Papua yang terceriain dalam pelaksana- an program pemberdayaan masyarakar adat yang melibatkan mitra organisasi masyarakar, unit pemerincah daerah; dan organisasi non: pemerintah, di mana pembiayaannya didanai oleh UNTFHS-dan didukung pemerintah Jepang (HO 2004). Mekanisme perdamaian beralsar budaya dan pembangunan sedang diperkuat melalui kegiatan program pemberdayaan. masyarakat adat Papua yang memberikan kesempatan bagi tokoh masyarakat uncuke ‘menjalin kerja sama yang lebih erat dalam mengupayakan terwujud= ‘ya kepentingan.bersama. Yang terpenting dari kesemmpatan ini adalah penguacan struktur kepemimpinan di desa-desa untuk mewujudkan kepemimpinan dan pengambilan kepucusan secara kolekcif di tingleae Kabupaten. Kerike proses ini berkembang, diarapkan konflife yang timbul akibar korang atau’ tidak adanya komunikas! ancara sipil-mili- teh pemerintah, dan lembaga Jain, maupun peayebab-penyebab serupa dapat diselesaikan dengan lebih fisien dan efekcif. KESIMPULAN, Fenomena RSM di:Indonesia: menunjukkan bahwa pola selasi si pil-militer di Indonesia saat ini belum sepenuhnya mengarth pada ‘model supremasi sipil (civilian supremacy), tetapi masih rerbaras pada subordinasi bersyarat (conditional subordination). Perbedaan kapasicas efekeif ancara insticusi sipil dani militer menyebablean kontrol sipil yang demokratis atas militer tidak saja menjadi-problematis bagi kon: solidasi demokrasi, tapi juga menghalau modernisasi kulcur militer. Uncuk asus Papua, kererlibaran berbagai alsor watuk menjalin kerja sama dalam pemberdayaan'masyarakat Papua sangat penting demi terjalinnya relastsipil-milier yang harmonis, Pola inceraksi dalam hubungan kelembagaan antara komponen sipil dan militer di Papua terjalin atas dasar pemelibaraan keamanan di wilayalt perbarasan Papua yang rentan. dengan pencurian, penye- Jundupan, dan:pelarian ke daerah perbarasan. Kondisi tersebut men= dorong pemerincah untuk menghadiekan militer dalam jumlah besar untuk menjaga keamanan di wilayah eersebut. Di lain pihak, peme- intah Indonesia juga melakukan upaya pemerataan pembangunan [MASYARAKAT fucnal Sostlog! Vol. 19, No.2, Jali. 2014;287°303 300 | svARIFUDIN TIPPE di wilayah Papua yang masih terisolasi gana memajukan masyarakar Namun, pengambilan keputusan yang tidak melibatkan, masyarakat adar Pepua dalam perencanaan pembarigunan dan hanya melibatkan militer menimbulkan ketegangan’sipil-militer di wilayah tersebut me- ningkat. ‘Untuk mengatasi ketegangan yang menyeruak, ditawarkanlah kerja sama sipil dalam relasi spil-milives. Unsurcunsur angkaran bersenjata Jantas berkolaborasi dengan encitassipil seperti pemerintah daerahy/ba- dan pemerintah lainnya, lembaga swadaya masyarakat, atau organisasi internasional, maupun lewac koordinasi ancarpemerintah guna mem- berdayakan masyarakat adat Papua sebagai langkah mielanggengkan perdamaian yang berakr pada kebudayaan lokal setempet: Tak lupa, hal ini dilangsungkan sesuai dengan inisiatif masyarakar adat Papua. Kajian ini mempedihatkan, pengendalian ororitas sifl atas miliver tidak hatiya dapat mengandalkan institusi-insticusi saja tetapi juga Jhubungan interalif, baile antara prinsipal dan agen maupun di dalam prinsipal dan agen iru sendisi. Pengendalian sipil tas militer di Pro- ‘vinsi Papua dalam erangka sistem pertahanan negara perlu melihat bagaimana dinamika ivr terjadi sepanjang sejarahnya. DAFTAR PUSTAKA ‘Andrews, Brandy M. 2008. Partemns of Civil-Military Relations in Demociacies. Kansas: School of Advanced Military Studies “Ankersen, Christopher, 2008. Civil-Military Cooperation in Post-Gon- flict Operations: merging Theory and Practice. New York: Rowe edge. Bappenas. Pembangunan Daerah dan Transmigrasi. Diakses pada 10 ‘November 2013 (heep:lfvwiv.bappenas.go.idfiles/2613/5183/0762/ natasi-bab-ix-pembangunan-daetah pdf). Bruneau, ‘Thomas C. dan’Florina C. Matei. 2008. “Towards a New ‘Coneeptualization: Democratization and Givil-Military Relations.” Democratization ¥5:909-929. Bryman, Alan. 2012. Social Research Methods. London: Oxford Uni- ‘versity Press. Bubs: Pusih Pertabanian Indonésid. 2008, Jakarta: Kementerian Pee tahanan. Cafotio, G. 2007. Social Sciences and The Military: An Interdiscplinary Overview. London: Routledge. MASYARAKAT Jucos! Sovtologt Vol. 19, No.2 Jall 2014:287-508, RELASKSIPIL-MILiTER | 302 Creswell, John W. 2003. Qualitative Inguiry and Research Design: Cho- sing Among Five Traditions. California: SAGE Publications, Inc. Croissant, Aurel dan David Kuehn, 2009, “Patterns of Civilian Con- tol of the Military in Bast Asia's New Democracies.” Journal of East Asian Studies \. Dimyati, 2012. “Operasi. Militer-dalam Kacamata Undang-Undang ‘TNL? Diakses pada 19 Oktober 2013. (hetp://www.tribannews. com /tribunners/2012/06/07/operasi-milicer-dalam-kacamata- ‘undang-undang-tni) DiPrizio, R. C. 2002. Armed Humanitarians: U.S, Interventions from Novtbern Iraq t0 Kosovo. Baltimore: Johas Hopkins University Press. Djojosoekarto, Agung eral. 2008. Kinerja Ornomi Khusus Papua. Jakarta: Kemitraan Partnership. ‘Easton, Matthew dik. 2012, Masa Lalu yang Tak Berlalu: Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tenah Papua Sebelum dan Sesudah Reforma- si. Jakarta: ICT] dan Elsam, . Ferreira, R. 2011.:*The Interdisciplinaricy of Military Studies: A So- iological Perspective and South African Application.” Inaugural lecture. Firmansysh, Lectu Caj Fredi. “3 Pendekatan Prajurit Cendrawasih, dalam Melaksanakan Tagas Pokok TNI di Bumi Papua.” Diakses 19 Oktober 2013 (htp:/fwvwwkodam17cendravvasih.mil.idfeulisan/ artikel/3-pendekacan-prajurit-cendrawasih-dalam-melaksanakan- tugas-pokol-tni-di-bumi-papua/) Branke, Volker. 2006. “The Peace Building Dilemma: Civil-Miliary Cooperation in Stability Operations.” Ineernational Journal af Peace Studies 102). Grange, D. L. 2000. “Asymmetric Warfare: Old Method, New:Con- cern.” National Strategy Forim Review. (Winter 2000):1-5. Huntington, Samuel P. 1957. The Soldier aid the State: The Theory and Politics of Civil-Milizary Relations. Boscon: Bellenap of Harvard University Press. ——. 1991. The Third Wave: Democratization in the Late 20th Cen- tury, Norman: University of Oklahoma Pre Janowitz, Morris. “Military Institutions and. Citizenship in Western Societies.” Armed Forces and Society (2) (Jan’ 1976):185-204. [MASYARAKAT Jucaal Sosiologt Vol, 1, No.2, ull 2014:287-303 302 | syARIFUDIN TIPPE Kardi, Koesnadi. 2013: “Mendemokratisasikan Hubungan Sipil-Mi- licer:, Pola Hubungan’ Negara’ dan Masyarakat pada Era Reformasi di Indonesia.” Disertasi Pascasarjana-Sosiologi FISIP Ul: Kjay Rs 2001, “Gerakan-Gerakan Pro-Papua Barat” Program Austra- Lian Consortiim for in Country Indonesian Studies. Kontras:'2013: “Indonesia Menegaskan Pernbacasan Kebebasan Ber- cekspresi di Papua kepada Komite HAM PBB.” Diakses 19 Okcober 2013. (hexpi//www-kontras.org/index:php?hal-siaran_pers®id=1746).. Kammel, G. 2001. “Civil-Military Relations in Germany: Past, Pre- sent and Fucure:” Sowi-Arbeitppapier Nr. 181, Strausberg, Novem- ber 2001. : “Laporan Penelitian: Bisnis Militer di Boven Digocl.” Februati-Maret 2004. : “Laporan Penelitian Universitas Pertahanan di Papua.” 10 Desember 2012. ‘"Mengungkap Potensi Masyarakat Adat Papua.” Warta, ILO Jakarta, Januari 2009. Minaudo, Michael F. 2009."The Civil-Military Relations Cube: A Synthesis Framework for Integrating Foundational Theory, Rese- arch, and Practice in Civil-Military Relations.” Paper US Naval War Coll. “Pejabsie UPAB Dilantik.” Kompas, 11 Januari 2012. Pratchett, L C: Durose, dat Vivien Lowndes, 2009. Empowering Communities to Influence Local Decision Making: Evidence-based Lessons for Policy Makers and Practitioners. London: Communities and Local Government Publications Rana, Raj. 2004, “Contemporary Challengés in the Civil-Military Relationship: Complementarity or Incompatibility?” IRRC 86(855).. Ringhasan Projek: Program Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua (PIPE). 2004, Jakarta: TLO. Said, Budimian Djoko. 2012. Menakar Ulang Hubungan Sipil-militer (HSM). Diakses. 19. Oktober 2013 (heep:lAvww. fepmatitim.org/ menakar-ulang-hubungan-sipil-miliver-hsm/), Shukla, Raj. 2012, “Civil Military Relations in India.” Manekshaw Paper 36. India: KW Publishers Pye, Sugandi, Yulia. 2008. Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Jakarca: Friedrich Ebert Stiftung. ‘UU Nomor 3 Tahun 2002, tentang Sistem Pertabanan Negara. ‘MASVARAKAT Jucnel Sotilog! Vol. 1, No.2, ll 2014:287-808 oe RELASI S{PIL-MILITER | 303 Undang-Undang Nomor 34 Thun 2004 tentang Tentara Nasional In- donesia. ‘Wamebu, Noah. 2002: *Peinetaan Parcisipatif Multipihak: Wilayah ‘Adat Nambluong di Kabupaten Jayapura-Papua.” Diakses pada 19 Olkcober 2013 (htep:/fwwwjkpp orgidowaloads/04:9620Papua.pdf). Zippwald, Scox C. 2011. “Effective Civil-Military Relations: A Ne- cessary Ingredient for Success in America’s Future Strategic En- vironment.” Tesis di JES Coll, MS in Campaign Planning and Strategy. [MASYARAKAT Jurnal Sosiologt Vol. 19, No.2, ll 2014:287-503

Vous aimerez peut-être aussi