Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah KeperawatanKomunitas III yang membahas tentang
Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Biologis.
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki
sangat terbatas, akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna
bagi mahasiswa yang membaca makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis
sendiri pada khususnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lanjut Usia............................................................................................
2.2 Ciri-ciri Lanjut Usia................................................................................................
2.3 Teori Proses Menua ................................................................................................
2.4 Perubahan Biologis Pada Lansia .............................................................................
2.5 Penyakit-penyakit Pada Lansia ...............................................................................
i
ii
1
2
3
4
6
7
9
16
24
25
30
30
31
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum,
angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan
hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling
pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta
orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk.
Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina,
India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah
lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu
berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia ratarata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan
penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah
Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993
mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif
dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia
Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini
yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut
usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding
populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini
selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang
memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan
pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai
berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing
(=gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan.
Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan
keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai
batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara
definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan
menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah
psikologik maupun sosial.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
a.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas III
b.
Agar mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan biologis yang terjadi pada lansia.
c.
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan pada Lansia
dengan Gangguan Biologis.
1.2.2
Tujuan Khusus
a.
Mengenal masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c.
Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat
meningkatkan kesehatan lansia.
e.
Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.
b.
Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia.
c.
Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan
acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang
1.
2.
3.
4.
dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya seharihari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas
60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan
menjadi 4, yaitu:
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga
aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini
adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan
manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan
bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan
cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua
dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatankesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan
pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka
sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka
sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis.
Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur
dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan
adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena
informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai
penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya seharihari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok
umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya
tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya.
a.
b.
c.
d.
2.
3.
Teori rantai silang (cross link theory). Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan
oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia
dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma,
yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
Teori Fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori
oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan
stress menyebabkan sel tubuh lelah dipakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kstabilan lingkungan eksternal).
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
d.
1.
2.
3.
4.
5.
e.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
f.
1.
2.
3.
g.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
h.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
i.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
j.
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 35 0C ini akibat metabolisme yang
menurun.
2. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan
gelisah.
3. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi penurunan aktivitas otot.
k. Sistem Reproduksi
Wanita
1. Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
2. Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.
3. Atrofi payudara.
4. Atrofi vulva.
5. Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi
alkali dan terjadi perubahan warna.
Pria
1. Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsurangsur.
2. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik.
l.
Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon.
Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan,
dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah:
1. Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi dan gairah seks.
Hormon ini mengalami penurunan.
2. Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula
darah).
3. Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang berkaitan dengan
hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke
organ tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah.
Kegiatan kelenjar adrenal ini berkurang pada lanjut usia.
4. Produksi hampir semua hormon menurun.
5. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
6. Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah;
berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
7. Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun.
8. Produksi aldosteron menurun.
9. Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testosterone menurun.
m. Sistem Integumen
1. Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi
serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit
sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.
1.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat
lapisan kulit menipis.
Respons terhadap trauma menurun.
Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi vitamin D menurun,
pigmentasi kulit terganggu.
Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
Pertumbuhan kuku lebih lambat.
Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
2.
a.
b.
c.
3.
a.
b.
dan kronis. Bronkitis akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum, terdiri atas mucus
yang diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis merupakan satu dari penyakit paru
obstruktif kronis dengan batuk produktif yang berlangsung sampai 3 bulan atau lebih setiap
tahunnya selama 2 tahun.
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara
lambat atau mendadak (akut). Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak
menurun) merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung,
gagal ginjal, dan aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah relative kecil, hal tersebut
dapat menurunkan angka harapan hidup. Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala,
meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang
terasa panas atau telinga mendenging.
Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah menutup aliran darah di arteri coronaria,
yaitu pembuluh darah yang menyalurkan makanan ke otot jantung. Penghentian suplai darah ke
jantung akan merusak atau mematikan sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang sering muncul
pada serangan jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri yang menusuk di dada
dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri tersebut juga dapat menjalar dari dada ke bahu,
lengan, punggung dan bahkan dapat juga ke gigi dan rahang. Episode ini dapat semakin sering
dan semakin lama. Kadang-kadang, gejala yang timbul berupa sesak napas, berkeringat (dingin),
rasa cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada perempuan, gejala-gejala tersebut dirasa
kurang menonjol. Namun, gejala tambahan dapat timbul, berupa nyeri perut seperti terbakar,
kulit dingin, pusing, rasa ringan di kepala, dan terkadang disertai rasa lesu yang luar biasa tanpa
sebab yang jelas.
Gagal Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada umur 65 tahun atau lebih, dan insiden meningkat pada lansia
yang berumur lebih dari 70 tahun. Keadaan ini merupakan ketidakmampuan jantung memompa
darah sesuai kebutuhan fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia semakin
bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya disebabkan hipertensi
arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang akhirnya menyebabkan gagal jantung atau
terjadi akibat PJK. Hipertensi dan PJK juga mengganggu curah jantung. Kelainan katup
menyebabkan gangguan ejeksi, pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal
jantung.
Sistem Persarafan
Penyakit Alzheimer
Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. 50-60% demensia ditimbulkan penyakit
Alzheimer. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
penurunan daya ingat dan kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami
kemunduran fungsi intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3
dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat, melihat,
emosi, dan memahami.
Stroke
c.
4.
a.
b.
5.
a.
b.
Stroke terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau jika pembuluh darah di otak
pecah sehingga darah mengalir keluar ke jaringan otak disekitarnya. Sel-sel otak akan mati jika
tidak mendapatkan oksigen dan makanan atau akan mati akibat perdarahan yang menekan
jaringan otak sekitar. Stroke dapat dibagi atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Yang pertama terjadi akibat penyumbatan aliran darah sedangkan yang kedua karena
pecahnya pembuluh darah. Delapan puluh persen kasus stroke disebabkan oleh iskemia dan
sisanya akibat perdarahan.
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit saraf dengan gejala utama berupa tremor,
kekakuan otot, dan postur tubuh yang tidak stabil. Penyakit ini terjadi akibat sel saraf (neuron)
yang mengatur gerakan mengalami kematian. Ciri penyakit Parkinson merupakan kelompok
gejala yang tergabung dalam kelainan gerakan. Empat gejala utama Parkinson adalah tremor atau
gemetar di tangan, lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot atau ekstremitas; bradikinesia,
atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang tidak stabil atau gangguan keseimbangan. Gejala
biasanya timbul secara perlahan dan semakin lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal,
pasien tidak dapat berjalan, berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang sederhana.
Penyakit ini bersifat menahun, progresif, tidak menular, dan tidak diturunkan.
Sistem Pencernaan
Inkontinensia Alvi
Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam mengeluarkan tinja, yaitu pasien
mengeluarkan tinja tidak pada waktunya, tidak dapat menahannya atau terjadi kebocoran produk
ekskresi tersebut. Mereka dengan keluhan ini dalam pergaulan merasa tersisihkan dan rendah diri
yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam sehari
dengan konsistensi feses yang cair, terkadang terdapat ampas dan lendir. Hal ini terjadi karena
fungsi fisiologis sistem pencernaan lansia yang sudah mulai menurun dan juga disebabkan oleh
bakteri dan faktor psikologis.
Sistem Perkemihan
Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam membuang cairan dan ampas darah ke luar
tubuh. Jika ginjal tidak mampu menyaring darah, cairan dan ampas tersebut akan menumpuk
dalam tubuh. Keadaan ini dapat pulih kembali dan jika kondisi pasien cukup baik fungsi ginjal
dapat kembali normal dalam beberapa minggu, misalnya akibat penyakit kronis seperti PJK,
stroke, infeksi berat ataupun penyakit penyerta lainnya. Tanda dan gejalanya dapat berupa
penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun sesekali pengeluaran masih dapat terjadi, retensi
air yang dapat menimbulkan edema tungkai, mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau
koma pada kasus berat, dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien tidak memperhatikan
tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada keluhan penyakit penyerta.
Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan tanda/gejala yang minimal. Banyak pasien
yang tidak menyadari timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25%.
Penyebabnya adalah diabetes dan hipertensi. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat
c.
d.
6.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
diketahui adalah hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan
muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan daya ingat,
kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal.
BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau
semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Gejala klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu
penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih dan Retensi air kemih dalam
kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis. Gejala klinik dapat berupa frekuensi berkemih bertambah, berkemih pada malam hari,
kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih, air kemih masih tetap menetes setelah
selesai berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada sembarang waktu di luar kehendak. Keadaan
ini umum dijumpai pada lansia. Dari segi medis, inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus
dekubitus, infeksi saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
Sistem Muskuloskeletal
Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur, dan sendi terasa nyeri
jika digerakkan, tetapi dapat menghilang beberapa saat setelah digerak-gerakan. Rasa nyeri dan
kaku dapat timbul secara bergantian selama beberapa bulan atau tahun. Peradangan ini paling
bersifat asimetris. Osteoartritis terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan pada
lapisan terluar sendi karena penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang yang berdekatan
akan saling bergeser sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini biasanya mengenai daerah
lutut dan punggung.
Artritis rheumatoid (arthritis simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang kaku
merupakan tanda awal penyakit ini. Peradangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan yang
semakin berat. Pembengkakan sendi pada beberapa bagian tubuh seperti tangan, kaki, siku,
pergelangan kanan-kiri yang terpapar secara simetris juga dimasukkan dalam criteria arthritis
rheumatoid.
Ankylosing spondylitis
Penyakit ini paling sering mengenai tulang belakang atau bagian lain, seperti bahu, tangan, dan
kaki, biasanya secara asimetris.
Psoriatic arthritis
Hingga 30% pengidap psoriasis juga akan mengalami psoriatic arthritis. Kelainan ini biasanya
bersifat asimetris, tetapi juga dapat timbul secara simetris, menyerupai arthritis rheumatoid.
Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan nyeri yang cukup hebat dengan terjadinya penumpukan asam urat
di sendi-sendi. Keadaan ini biasanya pertama kali mengenai ibu jari kaki sampai berwarna
kemerahan dan bengkak, tetapi juga dapat mengenai sendi lainnya. Rasa nyeri tersebut dapat
cepat berkembang.
Artritis pada lupus
g.
h.
7.
a.
8.
a.
9.
a.
Artritis dapat terjadi pada lupus eritematosus, yaitu penyakit peradangan kronis jaringan ikat
yang terjadi karena sistem imunitas tubuh menyerang jaringan atau organ pasien sendiri.
Inflamasi terlihat pada berbagai sistem tubuh yang berbeda, mencakup sendi, kulit, ginjal, sel
darah, jantung, dan paru.
Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan derajat ketidakmampuan pergerakan yang
ditimbulkannya. Bagi seseorang dengan fisik yang aktif, gangguan arthritis ringan sudah
dianggap sebagai suatu bencana.
Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang yang keropos, rapuh, atau mudah patah. Penyebabnya
adalah perubahan kadar hormon, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan/atau kurangnya
aktivitas fisik. Osteoporosis merupakan penyebab utama fraktur orang dewasa terutama pada
kaum perempuan.
Sistem Penglihatan
Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata. Katarak yang tidak
mendapatkan penanganan dapat menyebabkan glaucoma fakomorfik. Lensa mata yang menua
pada katarak dengan zonula siliaris yang lemah dapat tergeser ke depan atau ke belakang
sehingga persepsi cahaya yang memasuki mata menjadi terganggu dan mengaburkan penglihatan
seseorang. Katarak pada lansia ditandai dengan kekeruhan lensa mata, pembengkakan lensa yang
berakhir dengan pengerutan dan kehilangan sifat transparansinya. Pada keadaan lain katarak
akibat usia lanjut ini, kapsul lensa akan mencair membentuk cairan kental putih yang
menimbulkan peradangan hebat jika kapsul lensa mengalami rupture dan cairan tersebut keluar,
yang disebut katarak Morgagni.
Sistem Pendengaran
Presbiakusis
Presbiakusis merupakan istilah kedokteran untuk gangguan pendengaran pada lansia. Keadaan
ini biasanya terjadi pada usia 55 tahun atau lebih. Penyebab gangguan pendengaran lainnya pada
orang berusia tua antara lain karena infeksi atau kerusakan di telinga dalam. Kemunduran
pendengaran ini muncul bertahap dalam beberapa tahun, yang mungkin tidak disadari pada
awalnya. Gangguan tersebut baru diketahui ketika pasien mengalami kesulitan mendengar suara
orang menelepon atau mengikuti pembicaraan pada kumpulan orang ramai. Teman atau anggota
family dapat terkejut karena pasien menyetel televisi terlalu keras atau meminta pengulangan
pertanyaan berkali-kali. Gangguan pendengaran ini dapat menimbulkan keterasingan dan
ketidakmampuan mendengar tanda bahaya.
Sistem Endokrin
Diabetes
Seseorang disebut mengidap diabetes jika terdapat kenaikan kadar gula darah yang menetap.
Penyakit ini terjadi pada segala umur, walaupun umumnya lebih sering dijumpai pada lansia
sebagai suatu penyakit kronis, yaitu sekitar 18% pada kelompok individu berumur 65 tahun dan
25% di atas 85 tahun. Umumnya terdapat 5 tanda gejala awal, yaitu peningkatan frekuensi
berkemih, rasa haus, bertambahnya nafsu makan, infeksi atau luka yang sukar sembuh, dan lesu.
Kadang-kadang gejala terawal berupa penglihatan yang kabur.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Gangguan pola seksual b.d. nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat
lubrikasi.
24. Ketidakberdayaan b.d. perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.
2.7 Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa diberikan untuk beberapa
diganosa keperawatan di atas:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan
jalan napas.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas klien efektif
dengan kriteria hasil:
a. Klien menyatakan perasaan lega.
b. Keluarnya sputum/sekret.
c. Klien mampu melakukan batuk efektif dan menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
Rencana Keperawatan:
a. Bina Hubungan Saling Percaya
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
b. Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret
di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana teraupetik.
c. Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
d. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
e. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
f. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien.
h. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
i.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
j.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian expectoran.
2) Pemberian antibiotika.
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2.
Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan,
distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol
dengan kriteria hasil:
Klien menyatakan perasaan nyaman.
Klien menunjukkan raut wajah lega.
Klien menyatakan skala nyeri berkurang.
Rencana Keperawatan:
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor yang
mempercepat, dan respon rasa sakit nonverbal.
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.
Berikan matras/kasur keras, bantal. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh
yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang nyeri.
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan
istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ Pada penyakit yang berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri
atau cidera.
Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan
brace dapat menurunkan nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas/fungsi sendi.
Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pasa sendi.
Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang
sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan
kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat
disembuhkan.
Berikan masase yang lembut.
R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik,
biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri
dan perasaan sehat.
j.
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai dengan petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta
dalam terapi.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.
d.
e.
3.
Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami fraktur baru
dengan kriteria hasil:
Mempertahankan postur tubuh yang bagus.
Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
Mengonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.
Rajin menjalankan latihan pembebanan berat badan.
Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari.
Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah.
Menciptakan lingkungan rumah yang nyaman.
Rencana Keperawatan:
Bina hubungan saling percaya.
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi, dan menghambat demineralisasi
tulang progresif.
R/ Latihan fisik setiap hari, misal: berjalan kaki, olahraga ringan dapat menjaga kekuatan dan
kepadatan tulang.
Latihan isometrik, untuk memperkuat otot batang tubuh.
R/ Terapi diperlukan untuk mempertahankan fungsi otot.
Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk mendadak, melenggok, dan
mengangkat beban lama.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pasa sendi.
Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
R/ Vitamin D dapat membantu tulang untuk mengabsorbsi kalsium yang berguna untuk menjaga
kepadatan tulang.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.
Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun secara kualitatif dan kuantitatif, dan ini
sudah dimulai sejak usia 30 tahun. Telah diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada
lansia dengan pencegahan dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia
dengan olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses alamiah, tetapi
tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia tua. Hal ini sesuai dengan slogan
Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to life but life into years, yang artinya usia panjang
tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai
kualitas hidup yang baik.
3.2
Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan biologis.
2. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi
pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan-pendekatan
melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama
yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.
3. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien dituntut
meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan pendidikan kesehatan
sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3. Jakarta: EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC.
Agoes, Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi
energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh
darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam
lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak
mengandung asam lemak jenuh.
Karbohidrat dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat
makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat
yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh.
Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara
komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat
menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat
diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana
dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacangkacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.
Vitamin dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi
vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan
ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan
dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang
mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi
menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting
untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya
dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.
Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh
untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu
pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal).
Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
Gangguan Sistem Pencernaan Lansia
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme
di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan
komposisi tubuh. Perubahan pada sistem pencernaan yaitu :
kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk, indera pengecap menurun akibat adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (80%) akibat hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap di lidah terutama rasa manis, asin, asam, pahit. Sekresi air ludah
berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi
kering dan bisa menurunkan cita rasa.
Esofagus melebar akibat terjadinya penuaan esofagus berupa pengerasan sfringfar
bagian bawah sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan
esofagus melebar (presbyusofagus). Keadaan ini memperlambat pengosongan
esofagus dan tidak jarang berlanjut sebagai hernia
Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di
daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat
gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara
lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus.
Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun). Lapisan lambung
menipis diatas 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang, asam lambung
menurun, waktu pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat
besi menurun, peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi.
Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu). Berat total usus halus
berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya
masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas 60 tahun) dan zat besi, liver
(hati) . Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yang
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan kompleks
karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican makanan berkurang
sehingga proses menelan menjadi sukar.
Keluhan-keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya,
seringkali disebabkan makanan yang kurang dicerna akibat berkurangnya fungsi
kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan karena berkurangnya toleransi
terhadap makanan terutama yang mengandung lemak.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan karena
kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan karenanya
banyaknya gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan
motilits otot polos esophagus, bisa juga terjadi refluks disease (terjadi akibat
refluks isi lambung ke esophagus), insiden ini mencapai puncak pada usia 60 70
tahun.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia
itu klien juga sering pusing ketika ia terlalu banyak melakukan aktifitas dan
badannya terasa letih dan lemah.
Riwayat Penyakit Atau Masalah Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien tetapi masih berhubungan dengan
penyakit sekarang, misalnya : gastritis, dispepsia, DM, obesitas dll.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien maupun penyakit keturunan dan menular
lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian kebutuhan dasar
Kaji bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar klien meliputi : makan, pola tidur,
BAB, BAK dan personal hygine.
Kemandirian dalam melakuakan aktifitas
Kaji kemandirian klien dalam melakukan aktifitas apakah mandiri, membutuhkan
bantuan sebagian atau membutuhkan bantuan sepenuhnya. Pada beberapa lansia
biasanya mengalami intoleransi aktifitas atau kegiatan fisik yang dilakukan kurang.
Pengkajian keseimbangan
Menurut Tinenti dan Ginter (1998) ada beberapa pengkajian keseimbangan untuk
klien lansia yaitu :
Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Instruksi
Dudukkan klien pada kursi beralas keras dan tanpa penahan tangan, ujilah hal-hal
dibawah ini :
Keseimbangan saat duduk
Bersandar atau bertumpu pada kursi =0
Mantap, aman =1
Skor (0)
Bangkit berdiri
=0
Tidak stabil =0
Stabil =1
Skor (1)
Upaya untuk duduk
Tidak aman (salah pikiran mengenai jauhnya jarak
atau terjatuh ke atas kursi) =0
Mempergunakan tangan =1
Gerakan yang halus serta aman =2
Skor (1)
Komponen gaya jalan atau gerakan
Instruksi :
Pasien berdiri bersama dengan pasien kemudian berjalan dalam lorong atau
menyebrangi ruangan, pertama dengan irama yang perlahan kemudian pada saat
balik dengan irama yang cepat. Dapat digunakan tongkat bila pasien biasanya
menggunakannya.
Ayunan kaki kanan
Permulaan gaya berjalan
Terdapat keraguan atau beberapa gaya untuk memulainya =0
Tidak ada keraguan =1
Skor : 0
Panjangnya langkah dan tinggi tubuh pasien
Tidak dapat melewati kaki kiri saat melangkah =0
Ayunan langkah melewati kaki kiri =1
Tidak mampu menjejakkan kaki seluruhnya =0
Dapat menjejakkan kaki seluruhnya =1
Skor : 1
Ayunan kaki kiri
9-18
: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi
: mukosa bibir pucat dan kering/lembab, ada/tidak menggunakan alat
bantu nafas ETT
Leher
Inspeksi
Palpasi
tiroid
: tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer
Faring
Inspeksi
Area Dada
Inspeksi
:ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada
simetris, bentuk dada normal.
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi
Leher
Inspeksi
Palpasi
Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran
atau pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal
Ekstermitas atas
Inspeksi
Palpasi
Ekstermitas bawah
Inspeksi
Palpasi
Persyarafan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya mengalami gangguan pada uji nervus
olfakturius, akustikus dan vagus.
Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Pada lansia dengan DM biasanya akan mengalami poliuria
Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : pada lansia biasanya nafsu makan menurun, pola makan tidak teratur,
porsi makan dan minum tidak sesuai, mual muntah, distensi, disfagia, gangguan
defekasi (konstipasi), pola BAB tidak teratur dan perubahan berat badan
(penurunan/pertambahan)
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat dan kering/lembab, jumlah gigi sudah tidak lengkap
(ompong), kerusakan pada gigi, karises dan radang pada gusi.
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, ada/tidak stomatitis
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan dan edema.
Abdomen
Inspeksi
: hipertympani/timpani
Palpasi
Kuadran I
Hepar
Kuadran II
Gaster
abdomen
ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan ada/ tidak terdapat distensi
Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen
Anamnesa : intoleransi aktifitas, pada beberapa lansi biasanya bentuk tulang
belakang
lordosis/skoliosis
Warna Kulit
Tidak elastis dan turgor kulit menurun (kering)
Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Pada lansia dengan DM terdapat riwayat
(3P:poliuri,polifagia,polidipsia), lemah, kesulitan menelan, perubahan BB.
Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normal, tampak pada rambut sudah mengalami penurunan
fungsi pigmentasi (rambut beruban), rambut kepala mulai jarang (mengalami
kerontokan).
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Persepsi Sensori
Anamnesa : pada lansia biasanya mengalami gangguan penglihatan, penurunan
pendengaran, mata berkunang-kunang.
Mata
Inspeksi : kekeruhan pada lensa
Palpasi : ada/tidak ada nyeri dan ada/ tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi
Pengkajian Psikososial
Pengkajian Status Mental Lansia
Salah No
Pertanyaan
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
Score total : 7
Interprestasi hasil :
Salah 0-3 =
Salah 4-5 =
Salah 6-8 =
Salah 9-10 =
Kesimpulan :
SPSMQ = Intelektual utuh
Indentifikasi Aspek Kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan Mini Mental
Status Exam (MMSE)
No
Aspek
kognitif
Nilai
Nilai
maksimum klien
Kriteria
Menyebutkan dengan benar
a. Tahun
Orientasi 5
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Dimanakah kita sekarang?
a. Negara Indonesia
Orientasi 5
b. Propinsi Bengkulu
c. Kota Bengkulu
d. Kecamatan.
e. Rumah..
Registrasi 5
Perhatian 5
dan
kalkulasi
e. 65
Mengingat 3
Bahasa
Total : 24
Interpensi hasil :
> 23 :
< 23 :
Kesimpulan:
MMSE = Aspek kognitif dari fungsi baik.
Identifikasi masalah emosional (Geriartic Depresion Scale/GDS)
Pertanyaan tahap I
Apakah klien mengalami sukar tidur?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering merasa gelisah?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering was-was atau kuatir?
Jawaban : Tidak
Jawaban : Ya > 1 Lanjut pertanyaan tahap II
Ya < 1 Pertanyaan hanya pada tahap I
Kesimpulan :
Masalah emosional positif (+)
Pengkajian Status Sosial
Pada beberapa lansia yang tinggal seorang diri baik karena tempat tinggalnya
terpisah dengan anaknya atau pasangannya telah meninggal mungkin lebih
beresiko merasa depresi dan kesepian.
Pengkajian Prilaku Terhadap Kesehatan
Kaji kebiasaan merokok klien, penggunaan alkohol atau Penggunaan obat-obatan
tanpa resep yang bisa mempengaruhi kebutuhan nutrisi pasien
Pengkajian Lingkungan
Kaji keadaan serta suasana rumah klien, sanitasi serta factor-faktor resiko yang ada
dilingkungan klien.
Pemanfaatan Layanan Kesehatan
Kaji apakah klien sering datang untuk kunjungan keposyandu lansia, kunjungan
kepuskesmas atau rumah sakit atau dokter atau tenaga kesehatan dan apakah klien
memliki pembiayaan kesehatan atau asuransi kesehatan
Tingkat Pengetahuan/Sikap
Kaji bagaimana tingkat pengetahuan klien tentang kesehatan atau keperawatan
dan sikap klien tentang kesehatan atau keperawatan
ANALISA DATA
NO
DATA
1.
S:
2.
ETIOLOGI
PROBLEM
Sulit menelan
n nutrisi lebih dari
kebutuhan tubuh
Mual muntah
O:
Sariawan
Konstipasi
S:
Biasanya klien mengeluh :
Konsumsi makanan yang
berlebihan
Cenderung makan
makanan yang lunak (tinggi
klaori)
O:
Pertambahan berat
badan
Obesitas
konstipasi
III. INTERVENSI
Inisial Pasien
Tanggal
:
:
NOC
INDICATOR
INTERVENSI
AKTIVITAS
OUTCOME
Manajemen Nutrisi
Kaji :
Nafsu makan
Setelah dila
keperawata
nutrisi: kur
tubuh pasie
kriteria has
Kein
Definisi :
Mak
Mas
Mas
Mas
Mas
Mas
Mas
Mas
Inta
(4)
Inta
Inta
Inta
Inta
Inta
Inta
Inta
Inta
Kon
Status nutrisi :
masukan nutrisi
Status Nutrisi:
Intake Makanan dan
Cairan
Status Nutrisi:
Intake Nutrisi
Mem
kalorioptim
Men
dengan int
Mem
dan snack
Mandiri :
Mem
makan yan
Pertimbangkan dalam
hubungannya dengan ahli gizi,
sesuai kebutuhan, jumlah kalori
dan tipe nutrisi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia Lanjut Usia (MANULA) adalah manusia yang sedang mengalami proses
menua atau menjadi tua yaitu suatu proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk dan figur tubuh yang tidak proporsional.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada kesehatan lansia.
Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi yang unik
pada lansia adalah menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan persepsi rasa
dan peningkatan kolesistokinin yang dapat memengaruhi keinginan untuk makan
dan peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak
mengganggu proses penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas.
Namun, laporan-laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami
defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat.
Manusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi,
meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan , bahkan sebaliknya
sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya. Timbulnya
kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun
fungsionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id
http://www.wikipedia.co.id
http://www.scribd.com
Asuhan keperawatan lanjut usiA.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri punggung bawah sudah dikenal beribu-ribu tahun yang lalu didiskripsikan sebagai lumbago
dan sciatica didalam Al-kitab, sering akibat nyeri punggung ini seseorang terganggu melakukan aktivitas
sehari-hari.
Asuransi kesehatan nasional Swedia dari data analisis statistik melaporkan 53% pada populasi
dengan aktivitas biasa sehari-hari mengalami nyeri punggung bawah dan 64% pada populasi yang
melakukan aktivitas sebagai pekerja berat.
Diperkirakan 60% sampai 80% populasi dewasa pernah mengalami LBP, kira-kira 2% sampai 5%
terkena setiap tahunnya. Orang yang waktu bekerja melakukan gerakan membungkuk yang berulangulang atau berjongkok dan duduk lama mempunyai frekuensi LBP lebih tinggi, masalah psikososial juga
penting sebagai faktor pencetus terjadinya nyeri punggung bawah.
Dalam hal perawatan secara umum pada penyakit LBP dengan penyakit syaraf lainnya
mempunyai kesamaan dalam pemberian asuhan keperawatan menitik beratkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Adapun kekhususan dari perawataan klien dengan LBP adalah karena
masalah yang muncul biasanya bersifat komplek dan mempengaruhi sistem tubuh sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan mencegah terjadinya defisit neurologis, memberikan dan mengembalikan
fungsi dengan cara meningkatkan aktivitas secara bertahap dengan melakukan range of mation (ROM)
aktif maupun pasif.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah seminar makalah tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Low Back
Pain mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan Low
Back Pain.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai definisi LBP
b. Mahasiswamampu menjelaskan menegenai etiologi dan manifestasi LBP
c. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai patofisiologi LBP
d. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosis dari LBP
e. Mahasiswa mampu menjelaskna penatalaksaan dan komplikasi LBP
f. Mahasiswa mampu menjelaskn tentang Asuhan Keperawatan pada klien Low Back Pain.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
a.
b.
c.
d.
e.
B.
Anatomi Fisiologi
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Di antara tiap dua ruas tulang
pada tulang belakang terdapat bantalan ruang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang
dewasa dapat mencapai 57-67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya adalah
tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya yaitu :
7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk.
12 vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian torax atau dada
5 vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau pinggang
5 vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum atau tulang kelangkang
4 vertebra kogsigeus atau ruas tungging membentuk tulang kogsigeus atau tulang tungging
Definisi
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri di daerah lumbasakral dan sakroiliakal,
nyeri pinggang bawah ini sering disertai penjalaran ketungkai sampai kaki. (Harsono, 2000:265).
Low back Pain dipersepsikan ketidak nyamanan berhubungan dengan lumbal atau area
sacral pada tulang belakang ataui sekitar jaringan ( Randy Mariam,1987 ).
Low Back Pain adalah suatu tipe nyeri yang membutuhkan pengobatan medis walaupun
sering jika ada trauma secara tiba-tiba dan dapat menjadi kronik pada masalah kehidupan seperti
fisik,mental,social dan ekonomi (Barbara).
Low Back Pain adalah nyeri kronik didalam lumbal,biasanya disebabkan oleh terdesaknya
para vertebral otot, herniasi dan regenerasi dari nucleus pulposus,osteoartritis dari lumbal sacral
pada tulang belakang (Brunner,1999).
Low Back Pain terjadi dilumbal bagian bawah,lumbal sacral atau daerah
sacroiliaca,biasanya dihubungkan dengan proses degenerasi dan ketegangan musulo (Prisilia
Lemone,1996).
Low back pain dapat terjadi pada siapasaja yang mempunyai masalah pada
muskuloskeletal
seperti
ketegangan
lumbosacral
akut,ketidakmampuan
ligamen
lumbosacral,kelemahan otot,osteoartritis,spinal stenosis serta masalh pada sendi inter vertebra
dan kaki yang tidak sama panjang (Lucman and Sorensens 1993).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Low Back Pain adalah nyeri
kronik atau akut didalam lumbal yang biasanya disebabkan trauma atau terdesaknya otot para
vertebra atau tekanan,herniasi dan degenerasi dari nuleus pulposus,kelemahan otot,osteoartritis
dilumbal sacral pada tulang belakang.
Etiologi
Masalah-masalah muskuloskeletal (kelemahan otot, ketidakstabilan ligamen, osteoartritis dll)
Lansia : osteoporosis
Gangguan ginjal
Masalah pelvis
Tumor retroperitoneal
Masalah psikosomatis (depresi, konflik mental, stress)
D. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dalam gaya berjalan.
a. Berjalan terasa kaku.
b. Tidak bias memutar punggung.
c. Pincang.
2. Persyarafan
Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien merasakan sensasi pada kedua anggota
badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih kuat pada daerah yang tidak dirangsang.
3. Nyeri.
a. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.
b. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.
c. Nyeri otot dalam.
d. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
e. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.
f. Nyeri pada pertengahan bokong.
g. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.
E.
Patofisiologi
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri.
Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas
dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu.
Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.
Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada
stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik,
termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat
dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast,
folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel
mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang
lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal
yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri
dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai
akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena
adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat
dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus
intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot
paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain
tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan
tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh
membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas
mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas,
masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat
berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang
muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri
punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada
akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf
tersebut.
F.
Pathways
(terlampir)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.
2.
3.
4.
Magneting resonance imaging ( MRI ) : memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang
belakang.
5.
Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami degenerasi atau protrusi diskus.
6.
Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus lumbalis dengan memperlihatkan adanya
pergeseran vena efidural.
7.
Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit serabut syaraf tulang belakang
( Radikulopati ).
H. Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan
tirah baring. Pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempatkan tidur dengan
matras yang padat dan tidak tebal. Selama 2 3 hari ( dapat digunakan kayu penyangga tempat
tidur ). Posisi pasien dibuat sedemikian rupa,sehingga fleksi lumbal lebih besar,yang dapat
mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat ditinggikan 30 dan pasien
sedikit menekuk lututnya. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis.
Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan konserpatif aktif dan fisiotherapi
pelvic intermiten beban traksi 7 13 Kg. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan
relaksasi otot tersebut.
Fisiotherapi perlu diberikan untuik mengurangi nyeri,spasme otot,terapi bisameliputi terapi
pendinginan,pemanasan
sinar
infra
merah,
kompres
lembab
panas,gelombang
ultra,diatermi,traksi. Gelombang ultra akan menimbulkan panas ini berkontra indikasi pada
pasien penderita kanker atau penderita kelainan perdarahan.
Obat-obatan yang mungkin perlu diberikan untuk menangani nyeri akut,analgetik narkotik
digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme otot,obat anti
inflamasi seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid ( NSAID ).
I.
J.
1.
2.
3.
4.
5.
K.
1.
2.
3.
4.
Komplikasi
Mekanika Tubuh Yang Tepat Pada Angkat Beban
Jaga punggung tetap lurus, dan angkat beban sedekat mungkin dengan tubuh
Angkat dengan otot tungkai, bukan dengan otot punggung
Lindungi punggung dengan korset penyangga punggung ketika angkat beban
Jongkok dan pertahankan punggung tetap lurus
Hindari memuntir batang tubuh
Pendidikan Kesehatan
Hindari berdiri dan berjalan lama
Hindari duduk pada waktu lama
Duduk dengan punggung tegak
Minimalisasi penggunan hak tinggi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN LBP
A.
1.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
Pengkajian
Identitas
Riwayat Kesehatan :
Keluhan Utama:
Tanyakan pada klien tentang keluhan yang paling dirasakan apakah itu nyeri pinggang, boyok
Riwayat Penyakit Sekarang:
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan? Kapan timbulnya keluhan(apakah menetap,
hilang timbul)? Hal apa yang menyebabkan terjadinya keluhan? Apa saja yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan yang dirasakan? Tanyakan pada klien apakah klien sering mengkonsumsi
obat tertentu? Bagaimana dengan nutrisi klien selama ini?
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya?
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau trauma? Apakah klien pernah menderita
penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya?
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tanayakan pada keluarga, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti klien? Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan? Apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit gangguan tulang dan otot?
Riwayat Alergi:
Tanyakan pada klien apakah klien alergi terhadap obat, makanan, ataukah cuaca?
Riwayat Pekerjaan:
Tanyakan pada klien tentang jenis pekerjaannya. Apakah pekerjaan klien membutuhkan waktu
duduk yang terlalu lama? Apakah pekerjaanya membutuhkan waktu berdiri yang lama? Apakah
klien sering melakukan angkat beban?
Pemeriksaan Fisik
asi
si
ltasi
i
f.
Hidung : struktur hidung simetris, tampak bersih tidak ada secret, atau kotoran, tidak ada
pendarahan atau epistaksis, tidak ada peradangan atau nyeri hidung, fungsi penciuman baik dapat
membedakan bau alkohol dan minyak kayu putih, tidak terdapat massa (polip).
g. Mulut
: warna mokusa bibir merah muda, mulut dan lidah besih, tidak ada perdarahan dan
lesi, gigi ada yang tunggal, fungsi menguyah baik, tidak menggunakan gigi palsu.
h. Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau vena lugularis.
i. Paru
: gerakan dinding dada simetris kanan = kiri
bentuk rongga dada simetris antara kiri dan kanan
tidak terlihat penggunaan otot bantu pernapasan.
pernapasan melalui hidung
: stem fremitus kanan > kiri
frekuensi nafas 24 x/menit
irama teratur dan dalam
tidak ada nyeri
: sonor kiri = kanan
tidak ada nyeri
:suara pernapasan bronkovesikuler, tidak terdengar bunyi nafas tambahan, rhonki -/-, Wheezing -/j. Jantung
Denyut jantung
: iktus cordis tidak tampak
Batas kiri jantung
: linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra
Bunyi jantung
: bising (-)
k. Abdomen :
:bentuk abdomen simetris antara kiri dan kanan, distensi abdomen tidak ada,
:terdengar bising usus 6 x/menit,
:klien mengalami nyeri punggung belakang
l. Genitalia : laki-laki normal
tidak ada peradangan pada genetalia bagian luar dan dalam, tidak ada kesulitan saat ereksi dan
ejakulasi, tidak terdapat nyeri saat BAK, kebersihan genetalia bersih tidak terdapat lesi, kutu, kemerahan
dan ekskoriasi.
m. Ekstremitas
: struktur ekstremitas kiri dan kanan simetris, nyeri pinggang tambah parah
bila ekstremitas bawah digerakkan, disertai kesemutan dan kelemahan pada kedua tungkai,
n. Tulang
: nyeri tekan paravertebralis
o. Otot
: spasme otot pada bagian tubuh yang terkena, gangguan dalam berjalan.
B.
1.
2.
3.
C.
1.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri b.d masalah musculoskeletal
Kerusakan mobilitas fisik b.dnyeri spasme otot dan berkurangnya kelenturan
Perubahan peran b.d keterbatasan mobilitas dan nyeri kronik
Intervensi.
Nyeri b.d masalah musculoskeletal
NOC :
Pain level
2.
Pain control
Comfort level
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurabg
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi abnormal dari ketidaknyamanan
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan teknik non farmakologi
Tingkatkan istirahat
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Kerusakan mobilitas fisik b.dnyeri spasme otot dan berkurangnya kelenturan
NOC :
Joint movement active
Mobility level
Self care/ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dan peningkatan aktivitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi
NIC :
Monitor TT V sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
Latih pasien dalam latihan pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLs pasien
Berikan alat bantu jika diperlukan
A. Pengertian
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah.
Dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radi kuler atau keduanya.
Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat terujuk kedaerah lain atau sebaliknya nyeri yang
berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (reffered pain).
Sekitar 90% NPB akut maupun kronik benigna, sembuh spontan dalam 4-6 minggu, cenderung
berulang 15-20%
B. Etiologi
Penyebab pasti sebagian besar kasus NPB benigna baik yang akut maupun kronik, sulit
ditentukan, walaupun diperkirakan kebanyakan karena sebab mekanikal (bigos and mullor, 2001.
Fordyce, 1995, long. 1999, skew. 2000)
NPB nyeri punggung bawah juga disebabkan oleh kelainan muskuloskeletal, sistem syaraf,
vaskuler, visceral dan psikogenik.
C. Patofisiologi
1.
a.
Penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus syaraf yang kaya nosiseptor darinervi nervorum,
yang menimbulkan inflamasi, nyeri dirasakan distribusi serabut syaraf tersebut. nyeri bertambah jika
terdapat peperangan serabut syarap, misalnya karena pergerakan.
b. Penekanan sampai mengenai serabut syaraf, sehingga ada kemungkinan terjadi gangguan
keseimbangan neuron sensorik melalui pelabuhan molekuler. Perubahan molekuler menyebabkan
aktivitas SSA menjadi abnormal, timbul aktifitas ektopik (aktivitas di luar nosiseptor), akumulasi saluran
ion Natrium (SI-Na dan saluran ion baru di daerah lesi). Penumpukan SI-Na naupun saluran ion baru
didaerah lesi menyebabkan timbulnya mechsno-hot-sopt yang sangat peka terhadap rangsangan
mekanikal maupun termal(hiperagesia mekanikal dan termal). Ditemukan juga pembentukan reseptor
adrener menyebabkan stress psikologi yang mampu memperberat nyeri. Aktivitas ektopik menyebabkan
timbulnya nyeri neuropatik baik yang sepontan seperti parestesia, disestisia, nyeri seperti kesetrum dan
sebagainya, yang membedakan dengan nyeri inflamasi maupun yamg dibangkitkan seperti hiperal dan
alodinia. Terjadinya hiperalgesia dan alodinia pada nyeri ncuropatik juga disebabkan oleh adanya
fenomena wind-up, LTP dan perubahan fenotip AB. Pada nyeri nosiseptif, inhibisi meningkat sedang pada
nyeri neuropatik terutama disebabkan penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis dan
peningkatan cholesystokinin (CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid.
D. Manifestasi Klinik
Nyeri punggung bagian bawah
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
Penata Laksanaan Keperawatan.
-
NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi epidural (steroid, lidokain,
opioid) untuk nyeri radikuler
NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan (gabapentin, karbamesepin, okskarbasepin,
fenitoin), alpha blocker (klonidin, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan)
b. Invasif non bedah
-
c.
-
G. Pemeriksaan Diagnostik
1 Neurofisiologik
-
2
-
3
-
Electromyography (EMG)
Need EMG dan H-reflex dianjurkan bila dugaan disfungsi radiks lebih dari 3-4 minggu
Bila diagnosis radikulapati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrofisiologik tidak
dianjurkan.
Somatosensory Evoked Potensial (SSEP). Berguna untuk stenosis kanal dan mielopati spinal.
Radiologik
Foto polos.
Tidak direkomendasikan untuk evaluasi rutin penderita NPB.
Direkomendasikan untuk menyampingkan adanya kelainan tulang.
Mielografi, mielo-CT, CT-Scan, Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Diindikasikan untuk mencari penyebab nyeri antara lain tumor, HNP perlengketan
Discography tidak direkomendasikan pada NPB oleh karena invasive
Laboratorium
Laju endap darah, darah perifer lengkap, C-reactif protein (CRP), faktor rematoid, fosfatase alkali / asam,
kalsium (atas indikasi)
Urinalisa, berguna untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, hematuri
Likuor serebrospinal (atas indikasi)
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan
1)
a)
b)
Riwayat Penyakit
Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)
Riwayat penyakit sekarang
Diskripsi gejala dan lamanya
Dampak gejala terhadap aktifitas harian
Respon terhadap pengobatan sebelumnya
Riwayat trauma
c)
Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati seronegatif: ankylosing spondyli-tis, artristis
b. Pemeriksaan fisik
1)
2)
3)
4)
Keadaan Umum
Pemeriksaan persistem
Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sens sensorik.
Straight leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5 atau S 1) cross laseque(HNP median) Reverse
Laseque (iritasi radik lumbal atas)
Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
Pemeriksaan system otonom
Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi sakroiliaka)
Tes Naffziger
Tes valsava.
5)
Sistem pernafasan
(Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas.)
6) Sistem kardiovaskuler
(Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi)
7) Sistem Gastrointestinal
(Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum, peristaltic dan eliminasi)
8) Sistem Integumen
(Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien )
9) Sistem Reproduksi
( Untuk pasien wanita )
10) Sistem Perkemihan
(Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume )
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Low Back Pain adalah :
1)
2)
3)
Nyeri akut b.d agen injuri (fisik muskuloskeletal) dan system syaraf vascular)
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, kerusakan muskula skeletal, kekakuan sendi, kontraktur)
Gangguan pola tidur b.d nyeri, tidak nyaman
Rencana Keperawatan
No
1.
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut b/d agen
injuri (fisik, kelainan
muskulo skeletal dan
system syaraf vaskuler
Batasan
karakteristik :
Verbal
Menarik nafas panjang, merintih
Mengeluh nyeri
Motorik
Menyeringaikan
wajah.
Langkah yang terseok-seok
Postur yang kaku /
tidak stabil
Gerakan yang amat
lambat atau terpaksa
Respon autonom
Perubahan vital sign
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1.
x
24 jam nyeri berkurang /
hilang dengan kriteria :
2.
Tingkat nyeri (2102)
Melaporkan nyeri ber3.
kurang / hilang
Frekuensi nyeri berku-rang
4.
/ hilang
Lama nyeri berkurang
5.
Ekspresi oral berkurang / 6.
hilang
Ketegangan otot berkurang / hilang
7.
Dapat istirahat
Skala nyeri berkurang / 8.
menurun
Intervensi
6.
7.
8.
9.
10.
dengan kri-teria :
3.
Tidur (0004)
4.
Jumlah jam tidur cukup
Pola tidur normal
5.
Kualitas tidur cukup
Tidur secara teratur
Tidak sering terbangun
Manajemen lingkungan (6480)
Tanda vital dalam batas
Batasi pengunjung
normal
Jaga lingkungan dari bising
Tidak melakukan tindakan keperawatan
Rest (0003)
pada saat klien tidur
Istirahat Cukup
Kualitas istirahat baik
Anxiety Reduction (5820)
Istirahat fisik cukup
Jelaskan semua prosedur termasuk peraIstirahat psikis cukup
saan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur
Anxiety control (1402)
Berikan objek yang dapat memberikan rasa
Tidur adekuat
aman
Tidak ada manifestasi fisik
Berbicara dengan pelan dan tenang