Vous êtes sur la page 1sur 61

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah KeperawatanKomunitas III yang membahas tentang
Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Biologis.
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari bahwa kemampuan yang penulis miliki
sangat terbatas, akan tetapi penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun
makalah mata kuliah ini dengan sebaik-baiknya, sehingga penulis berharap ini dapat berguna
bagi mahasiswa yang membaca makalah ini, masyarakat pada umumnya serta bagi penulis
sendiri pada khususnya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati segala kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun akan penulis terima. Dan akhirnya penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan.

Surabaya, 15 April 2013


Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lanjut Usia............................................................................................
2.2 Ciri-ciri Lanjut Usia................................................................................................
2.3 Teori Proses Menua ................................................................................................
2.4 Perubahan Biologis Pada Lansia .............................................................................
2.5 Penyakit-penyakit Pada Lansia ...............................................................................

i
ii
1
2
3
4
6
7
9
16

2.6 Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul .........................................................


2.7 Rencana Keperawatan ............................................................................................
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................
3.2 Saran ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................

24
25
30
30
31

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum,
angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan
hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling
pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta
orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk.
Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina,
India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah
lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu
berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia ratarata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan
penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah
Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993
mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif
dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia
Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini
yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut
usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding
populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini
selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang
memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan
pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai
berkembang.

Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing
(=gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan.
Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan
keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai
batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara
definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan
menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah
psikologik maupun sosial.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
a.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas III
b.
Agar mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan biologis yang terjadi pada lansia.
c.
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan pada Lansia
dengan Gangguan Biologis.
1.2.2
Tujuan Khusus
a.
Mengenal masalah kesehatan lansia.
b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.
c.
Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia.
d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat
meningkatkan kesehatan lansia.
e.
Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.
b.
Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia.
c.
Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan
acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang

1.
2.
3.
4.

dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika
manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak.
Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki
selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya seharihari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun
1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas
60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan
menjadi 4, yaitu:
Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
Lanjut usia tua (old) 75 90 tahun
Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga
aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa
dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini
adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan
manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan
bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen. Usia tua dialami dengan
cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua

dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatankesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang
memandang usia tua dengan sikap- sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan
pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka
sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka
sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis.
Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur
dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan
adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena
informasi tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang
berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai
penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya seharihari. Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok
umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya
tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul
perubahan-perubahan dalam hidupnya.

a.

b.

c.

d.

2.2 Ciri-ciri Lansia


Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,yaitu:
Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran
dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap
lansia.
Pendapat-pendapat
klise
itu
seperti:
lansia
lebih
senang
mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan pendapat orang lain.
Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala
hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

2.3 Teori Proses Menua


Proses menua bersifat individual:
1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.

2.
3.

Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.


Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.
Teori Biologis
Teori genetic clock. Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di
dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap
spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga
bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.
Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus
sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau
penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah
mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994;
Constantinides, 1994).
Teori Nongenetik
Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory). Mutasi yang berulang
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri.
Jika mutasi yang merusak membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya
sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut
usia (Goldstein, 1989). Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi
dan sejak itu terjadi kelainan auto-imun.
Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory). Teori radikal bebas dapat
terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak
stabil karena mempunyai electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom
atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi
(Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya kerusakan fungsi
sel. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat
pengawet makanan, radiasi, sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen
dan kolagen pada proses menua.
Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan,
bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek
umur (Bahri dan Alem, 1989; Boedhi Darmojo, 1999).

Teori rantai silang (cross link theory). Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan
oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia
dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma,
yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
Teori Fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas teori
oksidasi stress, dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan
stress menyebabkan sel tubuh lelah dipakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kstabilan lingkungan eksternal).

a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
c.
1.
2.
3.

2.4 Perubahan Biologis Pada Lansia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000)
perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
Sel
Jumlah sel menurun/menjadi sedikit.
Ukuran sel lebih besar.
Berkurangnya cairan tubuh dan cairan intra seluler.
Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati.
Jumlah sel otak menurun.
Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%.
Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
Sistem Respirasi
Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.
Aktivitas silia menurun.
Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun.
Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.
Berkurangnya elastisitas bronkus.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun.
Sering terjadi emfisema senilis.
Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring pertambahan
usia.
Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
Elastisitas dinding aorta menurun
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun.
Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal= 200umur)

4.
5.

6.
7.
d.
1.
2.
3.

4.
5.
e.
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.
f.
1.

2.

3.
g.
1.

Curah jantung menurun.


Kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistol
normal 170 mmHg, diastol normal 95 mmHg.
Sistem Persarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun.
Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya).
Mengecilnya saraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan
tubuh terhadap dingin rendah.
Kurang sensitif terhadap sentuhan.
Defisit memori.
Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun.
Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.
Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra pengecap
(80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam, dan pahit.
Esofagus melebar.
Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun.
Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu, terutama karbohidrat).
Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
Sistem Genitourinaria
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang
masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di
gromerulus). Mengecilnya nefron akibat atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%
sehingga fungsi tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun, berat
jenis urine menurun, proteinuria (biasanya +1), BUN (blood urea nitrogen) meningkat sampai 21
mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Keseimbangan elektrolit dan asam lebih
mudah terganggu bila dibandingkan dengan usia muda.Renal plasma flow (RPF) dan glomerular
filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun. Jumlah
darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang.
Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan
sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.
Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
h.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
i.
1.

2.
3.
4.
5.
6.
j.

Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.


Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebrata, pergelangan, dan paha. Insiden
osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut.
Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan aus.
Kifosis.
Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
Gangguan gaya berjalan.
Kekakuan jaringan penghubung.
Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
Persensian membesar dan menjadi kaku.
Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan
menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami).
Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak, kolagen, dan
jaringan parut).
Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
Otot polos tidak begitu berpengaruh.
Sistem Penglihatan
Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang.
Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan
penglihatan.
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat,
susah melihat dalam gelap.
Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat
dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.
Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.
Sistem Pendengaran
Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi
pada usia di atas umur 65 tahun.
Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/stress.
Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus menerus
atau intermitten).
Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar).
Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan
suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya yang
sering ditemukan antara lain:

Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 35 0C ini akibat metabolisme yang
menurun.
2. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan
gelisah.
3. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi penurunan aktivitas otot.
k. Sistem Reproduksi
Wanita
1. Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
2. Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi.
3. Atrofi payudara.
4. Atrofi vulva.
5. Selaput lender vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi
alkali dan terjadi perubahan warna.
Pria
1. Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsurangsur.
2. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik.
l.
Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon.
Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan,
dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah:
1. Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi dan gairah seks.
Hormon ini mengalami penurunan.
2. Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula
darah).
3. Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang berkaitan dengan
hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke
organ tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah.
Kegiatan kelenjar adrenal ini berkurang pada lanjut usia.
4. Produksi hampir semua hormon menurun.
5. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
6. Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah;
berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
7. Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat menurun.
8. Produksi aldosteron menurun.
9. Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testosterone menurun.
m. Sistem Integumen
1. Kulit menjadi keriput dan mengkerut akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi
serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
3. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit
sehingga tampak berbintik-bintik atau noda cokelat.
1.

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat
lapisan kulit menipis.
Respons terhadap trauma menurun.
Mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun, produksi vitamin D menurun,
pigmentasi kulit terganggu.
Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
Pertumbuhan kuku lebih lambat.
Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

2.5 Penyakit-Penyakit Pada Lansia


1.
Sistem Pernapasan
a. Emfisema
Emfisema dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan struktur paru-paru dalam bentuk
pelebaran saluran napas di ujung akhir bronkus disertai dengan kerusakan dinding alveolus.
Penyakit ini termasuk dalam penyakit paru obstruktif kronik yang menimbulkan kesulitan
pengeluaran udara pernapasan. Penyakit ini bersifat progresif dan biasanya diawali dengan sesak
napas. Gejala emfisema dapat berupa batuk yang disertai dahak berwarna putih atau mukoid, dan
jika terdapat infeksi, sputum tersebut menjadi purulen. Badan terlihat lelah, nafsu makan
berkurang, dan berat badan pasien menurun.
b. Asma
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang menyebabkan
hiperresponsivitas jalan napas. Penyakit asma ditandai dengan 3 hal, antara lain penyempitan
saluran napas, pembengkakan, dan sekresi lendir yang berlebih di saluran napas. Secara umum
gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi wheezing, yang
biasanya timbul secara episodic pada pagi hari menjelang waktu subuh karena pengaruh
keseimbangan hormone kortisol yang kadarnya rendah saat pagi hari dan berbagai faktor lainnya.
c. Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia. Penyakit ini
menduduki peringkat keempat penyebab kematian dan infeksi paru dan sering merupakan
penyakit terminal yang dialami lansia. Pneumonia pada lansia dapat bersifat akut atau kronis.
Gejala pneumonia bermacam-macam bergantung pada kondisi tubuh dan jenis kuman penyebab
infeksi. Beberapa tanda dan gejala pneumonia meliputi demam, batuk, napas pendek,
berkeringat, menggigil, dada terasa berat dan nyeri saat bernapas (pleuritis), nyeri kepala, nyeri
otot dan lesu. Pada lansia, gejala dan tanda-tanda ini lebih ringan, bahkan suhu tubuh dapat lebih
rendah dari nilai normal.
d. Bronkitis
Bronkitis merupakan peradangan membran mukosa yang melapisi bronkus dan/atau bronkiolus,
yaitu jalan napas dari trakea ke paru-paru. Bronkitis dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut

2.
a.

b.

c.

3.
a.

b.

dan kronis. Bronkitis akut ditandai dengan batuk dengan atau tanpa sputum, terdiri atas mucus
yang diproduksi di saluran napas. Sedangkan bronkitis kronis merupakan satu dari penyakit paru
obstruktif kronis dengan batuk produktif yang berlangsung sampai 3 bulan atau lebih setiap
tahunnya selama 2 tahun.
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara
lambat atau mendadak (akut). Hipertensi menetap (tekanan darah yang tinggi yang tidak
menurun) merupakan faktor risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung,
gagal ginjal, dan aneurisma. Meskipun peningkatan tekanan darah relative kecil, hal tersebut
dapat menurunkan angka harapan hidup. Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala,
meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pusing, pandangan kabur, muka yang
terasa panas atau telinga mendenging.
Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Serangan jantung biasanya terjadi jika bekuan darah menutup aliran darah di arteri coronaria,
yaitu pembuluh darah yang menyalurkan makanan ke otot jantung. Penghentian suplai darah ke
jantung akan merusak atau mematikan sebagian jaringan otot jantung. Gejala yang sering muncul
pada serangan jantung dapat berupa rasa tertekan, rasa penuh atau nyeri yang menusuk di dada
dan berlangsung selama beberapa menit. Nyeri tersebut juga dapat menjalar dari dada ke bahu,
lengan, punggung dan bahkan dapat juga ke gigi dan rahang. Episode ini dapat semakin sering
dan semakin lama. Kadang-kadang, gejala yang timbul berupa sesak napas, berkeringat (dingin),
rasa cemas, pusing, atau mual sampai muntah. Pada perempuan, gejala-gejala tersebut dirasa
kurang menonjol. Namun, gejala tambahan dapat timbul, berupa nyeri perut seperti terbakar,
kulit dingin, pusing, rasa ringan di kepala, dan terkadang disertai rasa lesu yang luar biasa tanpa
sebab yang jelas.
Gagal Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada umur 65 tahun atau lebih, dan insiden meningkat pada lansia
yang berumur lebih dari 70 tahun. Keadaan ini merupakan ketidakmampuan jantung memompa
darah sesuai kebutuhan fisiologis. Angka rawat inap gagal jantung pada pasien lansia semakin
bertambah dalam 20 tahun terakhir. Gagal jantung pada usia tua biasanya disebabkan hipertensi
arterial yang memengaruhi pemompaan darah yang akhirnya menyebabkan gagal jantung atau
terjadi akibat PJK. Hipertensi dan PJK juga mengganggu curah jantung. Kelainan katup
menyebabkan gangguan ejeksi, pengisisan dan preload kronis yang diakhiri dengan gagal
jantung.
Sistem Persarafan
Penyakit Alzheimer
Penyakit ini merupakan bagian dari demensia. 50-60% demensia ditimbulkan penyakit
Alzheimer. Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
penurunan daya ingat dan kemunduran fungsi intelektual lainnya. Pasien mengalami
kemunduran fungsi intelektual yang bersifat menetap, yakni adanya gangguan pada sedikitnya 3
dari 5 komponen fungsi neurologis, yang mencakup fungsi berbahasa, mengingat, melihat,
emosi, dan memahami.
Stroke

c.

4.
a.

b.

5.
a.

b.

Stroke terjadi bila aliran darah ke otak mendadak terganggu atau jika pembuluh darah di otak
pecah sehingga darah mengalir keluar ke jaringan otak disekitarnya. Sel-sel otak akan mati jika
tidak mendapatkan oksigen dan makanan atau akan mati akibat perdarahan yang menekan
jaringan otak sekitar. Stroke dapat dibagi atas 2 kategori besar, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Yang pertama terjadi akibat penyumbatan aliran darah sedangkan yang kedua karena
pecahnya pembuluh darah. Delapan puluh persen kasus stroke disebabkan oleh iskemia dan
sisanya akibat perdarahan.
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit saraf dengan gejala utama berupa tremor,
kekakuan otot, dan postur tubuh yang tidak stabil. Penyakit ini terjadi akibat sel saraf (neuron)
yang mengatur gerakan mengalami kematian. Ciri penyakit Parkinson merupakan kelompok
gejala yang tergabung dalam kelainan gerakan. Empat gejala utama Parkinson adalah tremor atau
gemetar di tangan, lengan, rahang, atau kepala; kekakuan di otot atau ekstremitas; bradikinesia,
atau perlambatan gerakan; postur tubuh yang tidak stabil atau gangguan keseimbangan. Gejala
biasanya timbul secara perlahan dan semakin lama semakin parah. Pada taraf gejala maksimal,
pasien tidak dapat berjalan, berbicara, atau bahkan melakukan suatu pekerjaan yang sederhana.
Penyakit ini bersifat menahun, progresif, tidak menular, dan tidak diturunkan.
Sistem Pencernaan
Inkontinensia Alvi
Keadaan ketika seseorang kehilangan kontrolnya dalam mengeluarkan tinja, yaitu pasien
mengeluarkan tinja tidak pada waktunya, tidak dapat menahannya atau terjadi kebocoran produk
ekskresi tersebut. Mereka dengan keluhan ini dalam pergaulan merasa tersisihkan dan rendah diri
yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Diare
Keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan frekuensi BAB lebih dari 3 kali dalam sehari
dengan konsistensi feses yang cair, terkadang terdapat ampas dan lendir. Hal ini terjadi karena
fungsi fisiologis sistem pencernaan lansia yang sudah mulai menurun dan juga disebabkan oleh
bakteri dan faktor psikologis.
Sistem Perkemihan
Gagal Ginjal Akut
Terjadi penurunan mendadak fungsi ginjal dalam membuang cairan dan ampas darah ke luar
tubuh. Jika ginjal tidak mampu menyaring darah, cairan dan ampas tersebut akan menumpuk
dalam tubuh. Keadaan ini dapat pulih kembali dan jika kondisi pasien cukup baik fungsi ginjal
dapat kembali normal dalam beberapa minggu, misalnya akibat penyakit kronis seperti PJK,
stroke, infeksi berat ataupun penyakit penyerta lainnya. Tanda dan gejalanya dapat berupa
penurunan jumlah pengeluaran urine meskipun sesekali pengeluaran masih dapat terjadi, retensi
air yang dapat menimbulkan edema tungkai, mengantuk, sesak napas, lesu, bingung, kejang atau
koma pada kasus berat, dan nyeri dada akibat perikarditis. Biasanya pasien tidak memperhatikan
tanda/gejala awal ini tetapi lebih terfokus pada keluhan penyakit penyerta.
Gagal Ginjal Kronis
Terjadi penurunan fungsi ginjal yang lambat dengan tanda/gejala yang minimal. Banyak pasien
yang tidak menyadari timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal 25%.
Penyebabnya adalah diabetes dan hipertensi. Beberapa tanda dan gejala yang mungkin dapat

c.

d.

6.
a.

b.

c.

d.

e.

f.

diketahui adalah hipertensi, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, anemia, mual dan
muntah, lesu dan gelisah, kelelahan, nyeri kepala tanpa sebab yang jelas, penurunan daya ingat,
kedutan dan kram otot, BAB berdarah, kulit kekuningan, dan rasa gatal.
BPH (Benign Prostat Hiperplasia/Hipertropi)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau
semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika. Gejala klinik terjadi oleh karena 2 hal, yaitu
penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih dan Retensi air kemih dalam
kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis. Gejala klinik dapat berupa frekuensi berkemih bertambah, berkemih pada malam hari,
kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih, air kemih masih tetap menetes setelah
selesai berkemih, rasa nyeri pada waktu berkemih.
Inkontinensia Urine
Terjadinya pengeluaran urine secara spontan pada sembarang waktu di luar kehendak. Keadaan
ini umum dijumpai pada lansia. Dari segi medis, inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus
dekubitus, infeksi saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
Sistem Muskuloskeletal
Osteoartritis
Pada penyakit ini, rasa kaku biasanya timbul pada pagi hari setelah tidur, dan sendi terasa nyeri
jika digerakkan, tetapi dapat menghilang beberapa saat setelah digerak-gerakan. Rasa nyeri dan
kaku dapat timbul secara bergantian selama beberapa bulan atau tahun. Peradangan ini paling
bersifat asimetris. Osteoartritis terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan pada
lapisan terluar sendi karena penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang yang berdekatan
akan saling bergeser sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penyakit ini biasanya mengenai daerah
lutut dan punggung.
Artritis rheumatoid (arthritis simetris)
Pada penyakit ini, kaku pada pagi hari tidak mereda setelah 1 atau 2 jam. Kadang-kadang kaku
merupakan tanda awal penyakit ini. Peradangan sendi lain dapat berupa nyeri dan keletihan yang
semakin berat. Pembengkakan sendi pada beberapa bagian tubuh seperti tangan, kaki, siku,
pergelangan kanan-kiri yang terpapar secara simetris juga dimasukkan dalam criteria arthritis
rheumatoid.
Ankylosing spondylitis
Penyakit ini paling sering mengenai tulang belakang atau bagian lain, seperti bahu, tangan, dan
kaki, biasanya secara asimetris.
Psoriatic arthritis
Hingga 30% pengidap psoriasis juga akan mengalami psoriatic arthritis. Kelainan ini biasanya
bersifat asimetris, tetapi juga dapat timbul secara simetris, menyerupai arthritis rheumatoid.
Pirai (gout)
Jenis arthritis ini menimbulkan nyeri yang cukup hebat dengan terjadinya penumpukan asam urat
di sendi-sendi. Keadaan ini biasanya pertama kali mengenai ibu jari kaki sampai berwarna
kemerahan dan bengkak, tetapi juga dapat mengenai sendi lainnya. Rasa nyeri tersebut dapat
cepat berkembang.
Artritis pada lupus

g.

h.

7.
a.

8.
a.

9.
a.

Artritis dapat terjadi pada lupus eritematosus, yaitu penyakit peradangan kronis jaringan ikat
yang terjadi karena sistem imunitas tubuh menyerang jaringan atau organ pasien sendiri.
Inflamasi terlihat pada berbagai sistem tubuh yang berbeda, mencakup sendi, kulit, ginjal, sel
darah, jantung, dan paru.
Peradangan sendi
Keparahan penyakit ini dinilai berdasarkan derajat ketidakmampuan pergerakan yang
ditimbulkannya. Bagi seseorang dengan fisik yang aktif, gangguan arthritis ringan sudah
dianggap sebagai suatu bencana.
Osteoporosis
Keadaan ini merupakan kondisi tulang yang keropos, rapuh, atau mudah patah. Penyebabnya
adalah perubahan kadar hormon, kekurangan kalsium dan vitamin D, dan/atau kurangnya
aktivitas fisik. Osteoporosis merupakan penyebab utama fraktur orang dewasa terutama pada
kaum perempuan.
Sistem Penglihatan
Katarak
Katarak merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekeruhan pada lensa mata. Katarak yang tidak
mendapatkan penanganan dapat menyebabkan glaucoma fakomorfik. Lensa mata yang menua
pada katarak dengan zonula siliaris yang lemah dapat tergeser ke depan atau ke belakang
sehingga persepsi cahaya yang memasuki mata menjadi terganggu dan mengaburkan penglihatan
seseorang. Katarak pada lansia ditandai dengan kekeruhan lensa mata, pembengkakan lensa yang
berakhir dengan pengerutan dan kehilangan sifat transparansinya. Pada keadaan lain katarak
akibat usia lanjut ini, kapsul lensa akan mencair membentuk cairan kental putih yang
menimbulkan peradangan hebat jika kapsul lensa mengalami rupture dan cairan tersebut keluar,
yang disebut katarak Morgagni.
Sistem Pendengaran
Presbiakusis
Presbiakusis merupakan istilah kedokteran untuk gangguan pendengaran pada lansia. Keadaan
ini biasanya terjadi pada usia 55 tahun atau lebih. Penyebab gangguan pendengaran lainnya pada
orang berusia tua antara lain karena infeksi atau kerusakan di telinga dalam. Kemunduran
pendengaran ini muncul bertahap dalam beberapa tahun, yang mungkin tidak disadari pada
awalnya. Gangguan tersebut baru diketahui ketika pasien mengalami kesulitan mendengar suara
orang menelepon atau mengikuti pembicaraan pada kumpulan orang ramai. Teman atau anggota
family dapat terkejut karena pasien menyetel televisi terlalu keras atau meminta pengulangan
pertanyaan berkali-kali. Gangguan pendengaran ini dapat menimbulkan keterasingan dan
ketidakmampuan mendengar tanda bahaya.
Sistem Endokrin
Diabetes
Seseorang disebut mengidap diabetes jika terdapat kenaikan kadar gula darah yang menetap.
Penyakit ini terjadi pada segala umur, walaupun umumnya lebih sering dijumpai pada lansia
sebagai suatu penyakit kronis, yaitu sekitar 18% pada kelompok individu berumur 65 tahun dan
25% di atas 85 tahun. Umumnya terdapat 5 tanda gejala awal, yaitu peningkatan frekuensi
berkemih, rasa haus, bertambahnya nafsu makan, infeksi atau luka yang sukar sembuh, dan lesu.
Kadang-kadang gejala terawal berupa penglihatan yang kabur.

10. Sistem Reproduksi


a. Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi berarti kegagalan terjadinya dan ketidakmampuan mempertahankan ereksi pada
50% usaha penetrasi pada persetubuhan. Disfungsi ereksi dapat terjadi dari waktu ke waktu pada
berbagai tingkat umur setelah dewasa. Walaupun insiden disfungsi ereksi meningkat seiring
pertambahan usia, prevalensinya mencapai sekitar 52% pada umur antara 40-70 tahun dan
meningkat pada orang yang lebih tua, yaitu hampir mencapai 95% pada pria berumur >70 tahun,
terutama dengan penyakit penyerta seperti diabetes. Disfungsi ereksi dapat timbul akibat
gangguan vascular, neurogenik, endokrin, kelainan struktur penis, efek samping obat, dan stress
psikologis.
2.6

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


Berikut ini adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam penatalaksanaan untuk
menanggulangi gangguan biologis pada lansia:
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan jalan
napas.
Ketidakefektifan pola napas b.d. edema paru, bronkokontriksi.
Gangguan pertukaran gas b.d. kerusakan alveolus.
Nyeri akut b.d. peningkatan tekanan vascular serebral.
Inkontinensia alvi/urine b.d. menurunnya fungsi fisiologis otot-otot sfingter karena penuaan.
Kelebihan volume cairan b.d. kerusakan fungsi ginjal.
Defisit volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan karena diare.
Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan, distensi jaringan
akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Konstipasi b.d. imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus).
Kerusakan mobilitas fisik b.d. nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban berat badan,
deformitas skeletal.
Gangguan citra tubuh b.d. perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Kerusakan integritas kulit b.d. imobilisasi/tirah baring yang lama.
Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang.
Defisit perawatan diri b.d. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri
saat bergerak atau depresi.
Gangguan pola tidur b.d. nyeri, fibrosistis.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis, dan pengobatan akibat kurang
mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Ansietas b.d. kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif,
pemberian obat.
Risiko cidera b.d. kerusakan penglihatan, kesulitan keseimbangan.
Nyeri b.d. trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah.
Peningkatan kadar gula darah b.d. kerusakan insulin.
Risiko tinggi infeksi b.d. perawatan luka gangren yang tidak adekuat.
Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan suplai darah ke daerah perifer.

23.

Gangguan pola seksual b.d. nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat
lubrikasi.
24. Ketidakberdayaan b.d. perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.
2.7 Rencana Keperawatan
Berikut ini adalah contoh rencana keperawatan yang bisa diberikan untuk beberapa
diganosa keperawatan di atas:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. peningkatan produksi sputum, penyempitan
jalan napas.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas klien efektif
dengan kriteria hasil:
a. Klien menyatakan perasaan lega.
b. Keluarnya sputum/sekret.
c. Klien mampu melakukan batuk efektif dan menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi.
Rencana Keperawatan:
a. Bina Hubungan Saling Percaya
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
b. Jelaskan pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret
di saluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap
rencana teraupetik.
c. Ajarkan pasien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
d. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
e. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
f. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien.
h. Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
i.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
j.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1) Pemberian expectoran.
2) Pemberian antibiotika.

3) Konsul photo toraks


R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi
pasien atas pengembangan parunya.

a.
b.
c.
a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.
h.

i.

2.
Nyeri akut/kronis b.d. fraktur dan spasme otot, inflamasi dan pembengkakan,
distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol
dengan kriteria hasil:
Klien menyatakan perasaan nyaman.
Klien menunjukkan raut wajah lega.
Klien menyatakan skala nyeri berkurang.
Rencana Keperawatan:
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta catat lokasi dan intensitas, faktor-faktor yang
mempercepat, dan respon rasa sakit nonverbal.
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektivitas program.
Berikan matras/kasur keras, bantal. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ Matras yang empuk/lembut, bantal yang besar akan menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh
yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang nyeri.
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan
istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ Pada penyakit yang berat/eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri
atau cidera.
Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokanter, bebat atau brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan
brace dapat menurunkan nyeri/kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas/fungsi sendi.
Anjurkan klien untuk sering merubah posisi. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, serta hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pasa sendi.
Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk kompres sendi yang
sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit, dan menghilangkan
kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat
disembuhkan.
Berikan masase yang lembut.
R/ Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
Dorong penggunaan teknik manajemen stress, misal relaksasi progresif, sentuhan terapeutik,
biofeedback, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri, dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.

R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri
dan perasaan sehat.
j.
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai dengan petunjuk.
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme, memudahkan untuk ikut serta
dalam terapi.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.

c.
d.

e.

3.
Risiko cidera b.d. rapuhnya tulang, kekuatan tulang yang berkurang
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami fraktur baru
dengan kriteria hasil:
Mempertahankan postur tubuh yang bagus.
Mempergunakan mekanika tubuh yang baik.
Mengonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D.
Rajin menjalankan latihan pembebanan berat badan.
Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari.
Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah.
Menciptakan lingkungan rumah yang nyaman.
Rencana Keperawatan:
Bina hubungan saling percaya.
R/ Terjadi keterbukaan antara perawat, pasien, serta keluarganya.
Dorong klien untuk latihan memperkuat otot, mencegah atrofi, dan menghambat demineralisasi
tulang progresif.
R/ Latihan fisik setiap hari, misal: berjalan kaki, olahraga ringan dapat menjaga kekuatan dan
kepadatan tulang.
Latihan isometrik, untuk memperkuat otot batang tubuh.
R/ Terapi diperlukan untuk mempertahankan fungsi otot.
Jelaskan kepada klien pentingnya menghindari membungkuk mendadak, melenggok, dan
mengangkat beban lama.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pasa sendi.
Berikan informasi bahwa aktivitas di luar rumah penting untuk memperbaiki kemampuan tubuh
menghasilkan vitamin D.
R/ Vitamin D dapat membantu tulang untuk mengabsorbsi kalsium yang berguna untuk menjaga
kepadatan tulang.

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Proses menua merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.
Fungsi masing-masing organ pada usia lanjut menurun secara kualitatif dan kuantitatif, dan ini
sudah dimulai sejak usia 30 tahun. Telah diuraikan berbagai penyakit yang mungkin timbul pada
lansia dengan pencegahan dan penatalaksanaannya. Bagaimana menjaga kebugaran pada lansia

dengan olahraga dan pedoman umum gizi seimbang. Menjadi tua adalah proses alamiah, tetapi
tentu saja setiap orang mendambakan untuk tetap sehat di usia tua. Hal ini sesuai dengan slogan
Tahun Usia Lanjut WHO: do not put years to life but life into years, yang artinya usia panjang
tidaklah ada artinya bila tidak berguna dan bahagia, mandiri sejauh mungkin dengan mempunyai
kualitas hidup yang baik.
3.2

Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan pada mahasiswa.
1. Dalam membuat makalah, kelompok diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
lansia dengan gangguan biologis.
2. Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis dan sosial bagi
pasien dan keluarga. Oleh karena itu perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan-pendekatan
melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta lingkungan yang nyaman dan kerja sama
yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik.
3. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien dituntut
meningkatkan secara terus menerus dalam hal pemberian informasi dan pendidikan kesehatan
sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol. 3. Jakarta: EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC.
Agoes, Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.

ASKEP PADA LANSIAN DENGAN GANGGUAN BIOLOGIS


(GANGGUAN NUTRISI)
Definisi
Malnutrisi adalah Suatu keadaan gizi yang buruk yang terjadi karena tidak cukupnya
asupan satu atau lebih nutrisi yang membahayakan status kesehatan (Watson,
Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC)
Gangguan gizi yang dapat terjadi karena tidak cukupnya asupan nutrient esensial
atau karena mal asimilasi. (Hincliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Jakarta : EGC)
Malnutrisi adalah adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi
agitasi, dan mempengaruhi fungsi kognitif / pengambilan keputusan. Gangguan
nutrisi terjadi kalau diet mengandung satu atau lebih nutrient dalam jumlah yang
tidak tepat.
Kebutuhan Nutrisi Pada Lansia
Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orangorang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot
dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan
protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal
dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk
lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila
jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan
berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka
cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.
Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari
adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi
ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih
tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa
nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan
penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk
lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk
orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan
kacang-kacangan.
Lemak

Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi
energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh
darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam
lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak
mengandung asam lemak jenuh.
Karbohidrat dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat
makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat
yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh.
Manula tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara
komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat
menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat sehingga tidak dapat
diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana
dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacangkacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energi dan sumber serat.
Vitamin dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi
vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan
ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan
dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang
mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi
menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting
untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya
dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.
Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh
untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu
pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal).
Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
Gangguan Sistem Pencernaan Lansia
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme
di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan
komposisi tubuh. Perubahan pada sistem pencernaan yaitu :
kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi

yang buruk, indera pengecap menurun akibat adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (80%) akibat hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap di lidah terutama rasa manis, asin, asam, pahit. Sekresi air ludah
berkurang sampai kira-kira 75% sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi
kering dan bisa menurunkan cita rasa.
Esofagus melebar akibat terjadinya penuaan esofagus berupa pengerasan sfringfar
bagian bawah sehingga menjadi mengendur (relaksasi) dan mengakibatkan
esofagus melebar (presbyusofagus). Keadaan ini memperlambat pengosongan
esofagus dan tidak jarang berlanjut sebagai hernia
Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah presofagus tepatnya di
daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam sistem saraf sentral atau akibat
gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara
lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus.
Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun). Lapisan lambung
menipis diatas 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang, asam lambung
menurun, waktu pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat
besi menurun, peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi.
Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu). Berat total usus halus
berkurang diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya
masih dalam batas normal, kecuali kalsium (diatas 60 tahun) dan zat besi, liver
(hati) . Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yang
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan kompleks
karbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican makanan berkurang
sehingga proses menelan menjadi sukar.
Keluhan-keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya,
seringkali disebabkan makanan yang kurang dicerna akibat berkurangnya fungsi
kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan karena berkurangnya toleransi
terhadap makanan terutama yang mengandung lemak.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan karena
kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan karenanya
banyaknya gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan
motilits otot polos esophagus, bisa juga terjadi refluks disease (terjadi akibat
refluks isi lambung ke esophagus), insiden ini mencapai puncak pada usia 60 70
tahun.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansia

Adanya perubahan perubahan fisik,psikologik dan social akan berakibat pada


pemenuhan nutrisi lansia. Oleh karena lansia sebagian besar mempunyai resiko
terjadinya gangguan pemenuhan nutrisi dibandingkan dengan kelompok usia yang
lain, yang disebabkan oleh beberapa factor resiko antara lain :
Tinggal sendiri: seseorang yang tinggal sendiri sering tidak memperdulikan tugas
memasak untuk menyediakan makanan
Kelemahan fisik: akibat kelemahan fisik sehinga menyebabkan kesulitan untuk
berbelanja atau memasak, mereka tidak mampu merencanakan dan menyediakan
makanannya sendiri.
Kehilangan: terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk
mereka sendiri, mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makanan yang
gizinya seimbang.
Depresi: menyebabkan kehilangan nafsu makan, mereka tidak mau bersusah payah
berbelanja, memasak atau memakan makanannya.
Pendapatan yang rendah: ketidak mampuan untuk membeli makanan yang cermat
untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
Penyakit saluran cerna: termasuk sakit gigi dan ulkus. Berkurangnya kemampuan
mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong, Esophagus/kerongkongan
mengalami pelebaran rasa lapar menurun, asam lambung menurun, berkurangnya
indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin,
asam, dan pahit, gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya
menimbulkan konstipasi, penyerapan makanan di usus menurun
Penyalahgunaan alkohol: penyalah gunaan alcohol mengurangi asupan kalori atau
nonkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi lain.
Obat-obatan : lansia yang mendapatkan banyak obat dibandingkan kelompok usia
lain yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi lansia. Pengobatan akan
mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
Dampak Malnutrisi
Malnutrisi yang lama pada lansia akan berdampak pada kelemahan otot dan
kelelahan karena energi yang menurun. Lansia dengan mal nutrisi beresiko tinggi
terhadap terjatuh/mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang
menyebabkan cedera.
Kaum manula yang mendorong kesalahan gizi dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
Malnutrisi umum
Diet tidak mengandung beberapa nutrient dalam jumlah yang memadai.

Defisiensi nutrient tertentu


Terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak ada dalam diet.
Contoh : defisiensi zat besi pada manula yang keadaan gigi geliginya jelek sehingga
tidak makan daging karena kesulitan mengunyah dan konsumsi vit. C yang rendah
pada manula yang terus menerus dalam jangka waktu yang lama mengalami diet
lambung.
Obesitas
Disebabkan oleh kebiasaan makan yang jelek sejak usia muda. Gerakan manula
yang gemuk akan menjadi lebih sulit.
Gangguan Nutrisi Pada Lansia
Obesitas
Keadaan badan yang amat gemuk dan berat akibat timbunan lemak yang
berlebihan, dimana kelebihan lemak tubuh melebihi dari 20% dari jumlah yang di
anjurkan untuk tinggi dan usia seseorang. Pola konsumsi yang berlebihan terutama
yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Pencetus berbagai seperti Hipertensi, Penyakit jantung koroner,
Strok, seta Diabetes Melitus.
Osteoporosis
Kondisi dimana sering disebut tulang kropos yang disebabkan oleh penurunan
densitas tulang akibat kurangnya konsumsi kalsium dalam jangka waktu yang lama.
Mencapai maksimum pada usia 35 tahun pada wanita dan 45 tahun pada pria.
Anemia
Kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat haemoglobil yang tidak normal,
kimia yang bertugas membawa oksigen di seluruh tubuh yang disebabkan kurang
Fe, asam folat, B12 dan protein. Akibatnya akan cepat lelah, lesu, otot lemah, letih,
pucat, kesemutan, sering pusing, mata berkunang-kunang, mengantuk, HB <8
gr/dL.
Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan di tambah dengan
kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makn berkurang, penglihatan
menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.
Kekurangan anti oksidan
Anti oksidan (banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran) mampu menangkal
efek merusak radikal bebas terhadap tubuh, sehingga konsumsi yang kurang dapat

meningkatkan resiko berbagai penyakit akibat radikal bebas, seperti serangan


jantung dan stroke, katarak, persendian hingga menurunnya penampilan fisik
seperti kulit menjadi keriput.
Sulit buang air besar karena pergerakan usus besar semakin lambat, makanan
lambat diolah dalam tubuh. Akibatnya, buang air besar jadi jarang.
Kelebihan gula dan garam
Garam (natrium) dapat meningkatkan tekanan darah, terutama pada orangtua
Makanan tinggi gula membuat tubuh mudah gemuk, meningkatkan kolesterol dan
gula darah, karena itu sebaiknya kurangi konsumsi gula dan garam
Status Gizi Pada Usia Lanjut
Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia
cenderung mengalami kegemukan/obesitas
Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu
makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang
kronis
Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat
(sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini
menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesitas
Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini
mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi
zat-zat gizi mikro
Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia
Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu
makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati
Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan
makanan sendiri dan menjadi kurang gizi
Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan
menurun dan menjadi kurang gizi

Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya


menjadi kurang gizi
Demensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat
menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
Penatalaksanaan
Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia. Kecukupan energy sehari yan
dianjurkan untuk pria berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan berat
badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan untuk perempuan adalah 1850
kkal
Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang menarik agar tidak
membosankan (bentuk cair, bubur saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
Menambah makanan cair lain / susu bila lansia tidak bias menghabiskan
makanannya
Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula sederhana dihindari, bila terdapat
penyakit gagal ginjal sebaliknya dipilih asam amino yang esensial.
Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet bagi manula yaitu :
Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan dicampuri air ataupun gula)
Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya havermout, beras merah) dan telur setiap
pagi
Mengusahakan makan daging atau ikan paling tidak sekali dalam sehari
Minum segelas susu pada waktu akan tidur
Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap hari.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Data
Identitas Klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis kelamin, Status perkawinan, Alamat, Suku, Agama,
Pekerjaan/penghasilan, Pendidikan terakhir.
Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Atau Masalah Kesehatan Sekarang
Pada lansia mengalami masalah pada pola makan, nafsu makan berkurang, sulit
mengunyah makanan sehinngga terjadi penurunan BB pada beberapa kasus. Selain

itu klien juga sering pusing ketika ia terlalu banyak melakukan aktifitas dan
badannya terasa letih dan lemah.
Riwayat Penyakit Atau Masalah Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien tetapi masih berhubungan dengan
penyakit sekarang, misalnya : gastritis, dispepsia, DM, obesitas dll.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisi tentang penyakit yang pernah diderita oleh keluarga klien, baik berhubungan
dengan panyakit yang diderita oleh klien maupun penyakit keturunan dan menular
lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian kebutuhan dasar
Kaji bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar klien meliputi : makan, pola tidur,
BAB, BAK dan personal hygine.
Kemandirian dalam melakuakan aktifitas
Kaji kemandirian klien dalam melakukan aktifitas apakah mandiri, membutuhkan
bantuan sebagian atau membutuhkan bantuan sepenuhnya. Pada beberapa lansia
biasanya mengalami intoleransi aktifitas atau kegiatan fisik yang dilakukan kurang.
Pengkajian keseimbangan
Menurut Tinenti dan Ginter (1998) ada beberapa pengkajian keseimbangan untuk
klien lansia yaitu :
Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Instruksi

Dudukkan klien pada kursi beralas keras dan tanpa penahan tangan, ujilah hal-hal
dibawah ini :
Keseimbangan saat duduk
Bersandar atau bertumpu pada kursi =0
Mantap, aman =1
Skor (0)
Bangkit berdiri

1) Tidak stabil bila tanpa bantuan =1


2) Mampu berdiri menggunakan kedua tangan untuk sokongan =1
3) Mampu berdiri tanpa dibantu sokongan lengan sendiri =2
Skor (1)
Upaya untuk bangkit berdiri
Tidak mampu tahan lama =0
Mampu untuk melakukan tetapi membutuhkan upaya lebih satu kali =1
Mampu bangkit berdiri dengan satu kali upaya =2
Skor (2)
Keseimbangan setelah tiba-tiba berdiri (5 detik pertama)
Tidak tetap (bergoyang, menggerakkan kaki)

=0

Tetap stabil namun menggunakan tongkat atau penyokong lainnya =1


Tetap stabil tanpa menggunakan tongkat atau penyokong lainnya=2
Skor (2)
Keseimbangan saat berdiri
Tidak stabil =0
Tetap stabil namun dengan kedudukan kaki yang lebar atau menggunakan alat
bantu =1
Kedudukan kaki yang sempit dan tidak memerlukan alat penyokong =2
Skor (2)
Pertahankan akan keseimbangan diri (kaki pasien berposisi serapat mungkin dan
dorong lembut area sternum sebanyak 3 kali)
Mulai terjatuh =0
Bergoyang dan menggapai-gapai namun akhirnya mendapat keseimbangan =1
Tetap stabil =2
Skor (2)
Mata tertutup (dengan posisi sama dengan nomor 6)

Tidak stabil =0
Stabil =1
Skor (1)
Upaya untuk duduk
Tidak aman (salah pikiran mengenai jauhnya jarak
atau terjatuh ke atas kursi) =0
Mempergunakan tangan =1
Gerakan yang halus serta aman =2
Skor (1)
Komponen gaya jalan atau gerakan
Instruksi :
Pasien berdiri bersama dengan pasien kemudian berjalan dalam lorong atau
menyebrangi ruangan, pertama dengan irama yang perlahan kemudian pada saat
balik dengan irama yang cepat. Dapat digunakan tongkat bila pasien biasanya
menggunakannya.
Ayunan kaki kanan
Permulaan gaya berjalan
Terdapat keraguan atau beberapa gaya untuk memulainya =0
Tidak ada keraguan =1
Skor : 0
Panjangnya langkah dan tinggi tubuh pasien
Tidak dapat melewati kaki kiri saat melangkah =0
Ayunan langkah melewati kaki kiri =1
Tidak mampu menjejakkan kaki seluruhnya =0
Dapat menjejakkan kaki seluruhnya =1
Skor : 1
Ayunan kaki kiri

Tidak dapat melewati kaki kanan saat melangkah =0


Ayunan langkah melewati kaki kanan =1
Tidak mampu menjejakkan kaki seluruhnya =0
Dapat menjejakkan kaki seluruhnya =1
Skor : 2
Kesimetrisan langkah
Langkah kaki kiri dan kanan tidak sebanding =0
Langkah kaki kiri dan kanan seimbang =1
Skor : 1
Keberlanjutan langkah
Berhenti atau tidak dapat melanjutkan langkah berikutnya =0
Langkah-langkah yang diayunkan tampak berkesimbungan =1
Skor : 1
Jalur berjalan
Ada penyimpangan =0
Penyimpangan langkah ringan atau menengah atau klien menggunakan tongkat
penyokong =1
Berjalan lurus tanpa adanya alat bantu =2
Skor : 2
Bagian torso tubuh
Adanya gerakan mengayun atau klien menggunakan alat penyokong =0
Tidak terjadi gerakan mengayun namun terjadi fleksi lutut atau perentangan saat
berjalan =0
Tidak terjadi gerakan mengayun, penggunaan lengan atau alat sokong =2
Skor : 0
Pertahankan keseimbangan saat berjalan
Tumit-tumit terpisah =0

Tumit-tumit hampir bersentuhan saat berjalan =1


Skor : 0
Total Skor : 19
Interprestasi hasil :
0-8

= Resiko jatuh tinggi

9-18

= Resiko jatuh sedang

19-22 = Resiko jatuh rendah


Kesimpulan : Resiko Jatuh sedang
Tanda-tanda Vital
TD, Nadi, Suhu, RR , TB, pada klien lansia BB : Biasanya terjadi perubahan berat
badan. Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan saat ini
Pemeriksaan Per Sistem
Sistem Pernafasan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya ada yang memiliki gangguan pada
sistem pernafasan seperti asma, batuk, dll.
Hidung
Inspeksi
: ada/tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak ada secret/ingus,
ada/tidak ada pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi

: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal

Mulut
Inspeksi
: mukosa bibir pucat dan kering/lembab, ada/tidak menggunakan alat
bantu nafas ETT
Leher
Inspeksi

: bentuk leher normal dan simetris

Palpasi
tiroid

: tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer

Faring
Inspeksi

: tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem

Area Dada
Inspeksi
:ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada
simetris, bentuk dada normal.
Palpasi

: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.

Perkusi

: bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler


Kardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa :
Wajah
Inspeksi

: pucat dan konjungtiva anemis

Leher
Inspeksi

: tidak ada bendungan vena jugularis

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan

Dada
Inspeksi

: bentuk dada normal dan simetris

Palpasi

: tidak ada pembesaran ictus cordis

Perkusi
: adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran
atau pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal
Ekstermitas atas
Inspeksi

: perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger

Palpasi

: suhu akral hangat

Ekstermitas bawah
Inspeksi

: perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger

Palpasi

: suhu akral hangat

Persyarafan

Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya mengalami gangguan pada uji nervus
olfakturius, akustikus dan vagus.
Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Pada lansia dengan DM biasanya akan mengalami poliuria
Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : pada lansia biasanya nafsu makan menurun, pola makan tidak teratur,
porsi makan dan minum tidak sesuai, mual muntah, distensi, disfagia, gangguan
defekasi (konstipasi), pola BAB tidak teratur dan perubahan berat badan
(penurunan/pertambahan)
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat dan kering/lembab, jumlah gigi sudah tidak lengkap
(ompong), kerusakan pada gigi, karises dan radang pada gusi.
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, ada/tidak stomatitis
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan dan edema.
Abdomen
Inspeksi

: ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen).

Auakultasi : peristaltic usus


Perkusi

: hipertympani/timpani

Palpasi
Kuadran I
Hepar

ada/tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan

Kuadran II
Gaster
abdomen

ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan ada/ tidak terdapat distensi

Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan

Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen
Anamnesa : intoleransi aktifitas, pada beberapa lansi biasanya bentuk tulang
belakang
lordosis/skoliosis
Warna Kulit
Tidak elastis dan turgor kulit menurun (kering)
Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Pada lansia dengan DM terdapat riwayat
(3P:poliuri,polifagia,polidipsia), lemah, kesulitan menelan, perubahan BB.
Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normal, tampak pada rambut sudah mengalami penurunan
fungsi pigmentasi (rambut beruban), rambut kepala mulai jarang (mengalami
kerontokan).
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Persepsi Sensori
Anamnesa : pada lansia biasanya mengalami gangguan penglihatan, penurunan
pendengaran, mata berkunang-kunang.
Mata
Inspeksi : kekeruhan pada lensa
Palpasi : ada/tidak ada nyeri dan ada/ tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi

:ada/tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan

Pengkajian Psikososial
Pengkajian Status Mental Lansia

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable


Mental Status Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan
Benar

Salah No

Pertanyaan

01

Tanggal berapa hari ini ?

02

Hari apa sekarang ini ?

03

Apa nama tempat ini ?

04

Dimana alamat anda ?

05

Berapa umur anda ?

06

Kapan anda lahir ? (Minimal tahun lahir)

07

Siapa presiden Indonesia sekarang ?

08

Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

09

Siapa nama ibu anda ?

10

Kurang 3 dari 20 dan tetap dikurangi 3 dari


setiap angka baru, semua secara menurun

Score total : 7
Interprestasi hasil :
Salah 0-3 =

Frekuensi intelektual utuh

Salah 4-5 =

Frekuensi intelektual ringan

Salah 6-8 =

Frekuensi intelektual sedang

Salah 9-10 =

Frekuensi intelektual berat

Kesimpulan :
SPSMQ = Intelektual utuh
Indentifikasi Aspek Kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan Mini Mental
Status Exam (MMSE)

No

Aspek
kognitif

Nilai
Nilai
maksimum klien

Kriteria
Menyebutkan dengan benar
a. Tahun

Orientasi 5

b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Dimanakah kita sekarang?
a. Negara Indonesia

Orientasi 5

b. Propinsi Bengkulu
c. Kota Bengkulu
d. Kecamatan.
e. Rumah..

Registrasi 5

Sebutkan nama objek (oleh


pemeriksa) 1 untuk mengatakan
masing-masing objek kemudian
tanyakan kepada klien ketiga
objek tadi (untuk disebutkan)
a. Objek..
b. Objek..
c. Objek..

Perhatian 5
dan
kalkulasi

Minta klien untuk memulai dari


angka 100 kemudian di kurangi 7
sampai 5 kali/ tingkat
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72

e. 65

Mengingat 3

Bahasa

Minta klien untuk mengulangi


ketiga objek pada no. 2
(regitrasi) tadi, bila benar 1 point
untuk masing-masing objek
Tunjukkan pada klien suatu
benda dan tanyakan namanya
pada klien
a. (misal jam tangan)
b (misal pensil)
Minta klien untuk mengulang
kata berikut :

Tak ada jika, dan, atau, tetapi


Bila benar, nilai satu poin.
c. Pernyataan benar 2 buah : tak
ada, tetapi
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri
dari : Ambil kertas tangan anda,
lipat dua dan taruh di lantai
d. Ambil kertas ditangan anda
e. lipat dua
f. taruh dilantai

perintah klien untuk hal berikut


(bila aktivitas sesuai perintah
nilai satu point)
g. tutup mata anda
perintah klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
h. tulis satu kalimat
i. Menyalin gambar

Total : 24

Interpensi hasil :
> 23 :

Aspek kognitif dari fungsi baik

< 23 :

Terdapat kerusakan aspek fungsi mental

Kesimpulan:
MMSE = Aspek kognitif dari fungsi baik.
Identifikasi masalah emosional (Geriartic Depresion Scale/GDS)
Pertanyaan tahap I
Apakah klien mengalami sukar tidur?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering merasa gelisah?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
Jawaban : Tidak
Apakah klien sering was-was atau kuatir?
Jawaban : Tidak
Jawaban : Ya > 1 Lanjut pertanyaan tahap II
Ya < 1 Pertanyaan hanya pada tahap I
Kesimpulan :
Masalah emosional positif (+)
Pengkajian Status Sosial
Pada beberapa lansia yang tinggal seorang diri baik karena tempat tinggalnya
terpisah dengan anaknya atau pasangannya telah meninggal mungkin lebih
beresiko merasa depresi dan kesepian.
Pengkajian Prilaku Terhadap Kesehatan
Kaji kebiasaan merokok klien, penggunaan alkohol atau Penggunaan obat-obatan
tanpa resep yang bisa mempengaruhi kebutuhan nutrisi pasien
Pengkajian Lingkungan

Kaji keadaan serta suasana rumah klien, sanitasi serta factor-faktor resiko yang ada
dilingkungan klien.
Pemanfaatan Layanan Kesehatan
Kaji apakah klien sering datang untuk kunjungan keposyandu lansia, kunjungan
kepuskesmas atau rumah sakit atau dokter atau tenaga kesehatan dan apakah klien
memliki pembiayaan kesehatan atau asuransi kesehatan
Tingkat Pengetahuan/Sikap
Kaji bagaimana tingkat pengetahuan klien tentang kesehatan atau keperawatan
dan sikap klien tentang kesehatan atau keperawatan
ANALISA DATA
NO

DATA

1.

S:

2.

ETIOLOGI

PROBLEM

Pemasukan nutrisi Ketidakseimbanga


yang tidak adekuat n nutrisi kurang
Biasanya klien mengeluh :
dari kebutuhan
Intake nutrisi yang tubuh

Nafsu makan menurun


berlebihan
Ketidakseimbanga

Sulit menelan
n nutrisi lebih dari
kebutuhan tubuh

Perut kembung/rasa tidak


enak pada perut

Mual muntah

Letih dan lemah

O:

Penurunan berat badan

Gigi tdak lengkap

Sariawan

Membrane mukosa pucat

Bising usus hiperaktif

Konstipasi

S:
Biasanya klien mengeluh :


Konsumsi makanan yang
berlebihan

Kesulitan makan yang


berserat (sayur dan buah)

Cenderung makan
makanan yang lunak (tinggi
klaori)

Kegiatan fisik berkurang

O:

Pertambahan berat
badan

Gigi tidak lengkap

Obesitas

konstipasi

III. INTERVENSI
Inisial Pasien
Tanggal

:
:

Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


dan ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
NIC

NOC

INDICATOR

INTERVENSI

AKTIVITAS

OUTCOME

Manajemen Nutrisi

Kaji :

Nafsu makan

Setelah dila
keperawata
nutrisi: kur
tubuh pasie
kriteria has

Kein

Definisi :

Periksa apakah pasien


mempunyai alergi makanan

Mak

Mas

Mas

Mas

Mas

Tentukan kemampuan pasien


untuk mendapatkan kebutuhan
nutrisinya

Mas

Mas

Monitor catatan asupan


nutrisi dan kalori

Mas

Inta

(4)

Inta

Inta

Inta

Inta

Inta

Inta

Inta

Inta

Kon

Panduan atau penyediaan


asupan makanan dan

Pastikan kesukaan makanan


cairan untuk diet
pasien
seimbang.

Monitor catatan asupan


nutrisi dan kalori

Izinkan diet sebagai gaya


hidup pasien, sesuai kebutuhan
HE :

Status nutrisi :
masukan nutrisi

Status Nutrisi:
Intake Makanan dan
Cairan

Status Nutrisi:
Intake Nutrisi

Anjurkan asupan kalori sesuai


Pengontrolan
untuk tipe tubuh dan gaya hidup Berat Badan

Anjurkan asupan makanan


zat besi yang meningkat sesuai
kebutuhan

Anjurkan asupan protein zat


besi dan vitamin C yang meningkat
sesuai kebutuhan

Ajarkan pasien bagaimana


menjaga makanan hariannya ,
sesuai kebutuhan.

Berikan informasi yang sesuai


tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana mendapatkannya

Mem
kalorioptim

Men
dengan int

Yakinkan bahwa diet terdiri


dari tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.

Mem
dan snack

Mandiri :

Mem
makan yan

Berikan pasien makanan


tinggi protein, kalori, makanan-

makanan yang bergizi dan


minuman yang dapat mulai
dikonsumsi, sesuai kebutuhan

Timbang pasien dengan


interval yang sesuai
Berikan pengganti gula sesuai
kebutuhan
Kolaborasi :

Pertimbangkan dalam
hubungannya dengan ahli gizi,
sesuai kebutuhan, jumlah kalori
dan tipe nutrisi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia Lanjut Usia (MANULA) adalah manusia yang sedang mengalami proses
menua atau menjadi tua yaitu suatu proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk dan figur tubuh yang tidak proporsional.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada kesehatan lansia.
Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi yang unik
pada lansia adalah menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan persepsi rasa
dan peningkatan kolesistokinin yang dapat memengaruhi keinginan untuk makan
dan peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak
mengganggu proses penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas.
Namun, laporan-laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami
defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat.
Manusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi,
meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan , bahkan sebaliknya
sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya. Timbulnya
kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun
fungsionalnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id
http://www.wikipedia.co.id
http://www.scribd.com
Asuhan keperawatan lanjut usiA.

ASKEP LOW BACK PAIN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Nyeri punggung bawah sudah dikenal beribu-ribu tahun yang lalu didiskripsikan sebagai lumbago
dan sciatica didalam Al-kitab, sering akibat nyeri punggung ini seseorang terganggu melakukan aktivitas
sehari-hari.
Asuransi kesehatan nasional Swedia dari data analisis statistik melaporkan 53% pada populasi
dengan aktivitas biasa sehari-hari mengalami nyeri punggung bawah dan 64% pada populasi yang
melakukan aktivitas sebagai pekerja berat.
Diperkirakan 60% sampai 80% populasi dewasa pernah mengalami LBP, kira-kira 2% sampai 5%
terkena setiap tahunnya. Orang yang waktu bekerja melakukan gerakan membungkuk yang berulangulang atau berjongkok dan duduk lama mempunyai frekuensi LBP lebih tinggi, masalah psikososial juga
penting sebagai faktor pencetus terjadinya nyeri punggung bawah.
Dalam hal perawatan secara umum pada penyakit LBP dengan penyakit syaraf lainnya
mempunyai kesamaan dalam pemberian asuhan keperawatan menitik beratkan pada pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Adapun kekhususan dari perawataan klien dengan LBP adalah karena
masalah yang muncul biasanya bersifat komplek dan mempengaruhi sistem tubuh sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan mencegah terjadinya defisit neurologis, memberikan dan mengembalikan
fungsi dengan cara meningkatkan aktivitas secara bertahap dengan melakukan range of mation (ROM)
aktif maupun pasif.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah seminar makalah tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Low Back
Pain mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan dengan Low
Back Pain.
2. Tujuan Instruksional Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai definisi LBP
b. Mahasiswamampu menjelaskan menegenai etiologi dan manifestasi LBP
c. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai patofisiologi LBP
d. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosis dari LBP
e. Mahasiswa mampu menjelaskna penatalaksaan dan komplikasi LBP
f. Mahasiswa mampu menjelaskn tentang Asuhan Keperawatan pada klien Low Back Pain.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

a.
b.
c.
d.
e.
B.

Anatomi Fisiologi
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk
oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Di antara tiap dua ruas tulang
pada tulang belakang terdapat bantalan ruang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang
dewasa dapat mencapai 57-67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah di antaranya adalah
tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang.
Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya yaitu :
7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk.
12 vertebra torakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian torax atau dada
5 vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang membentuk daerah lumbal atau pinggang
5 vertebra sakralis atau ruas tulang kelangkang membentuk sakrum atau tulang kelangkang
4 vertebra kogsigeus atau ruas tungging membentuk tulang kogsigeus atau tulang tungging
Definisi

C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nyeri punggung bawah adalah perasaan nyeri di daerah lumbasakral dan sakroiliakal,
nyeri pinggang bawah ini sering disertai penjalaran ketungkai sampai kaki. (Harsono, 2000:265).
Low back Pain dipersepsikan ketidak nyamanan berhubungan dengan lumbal atau area
sacral pada tulang belakang ataui sekitar jaringan ( Randy Mariam,1987 ).
Low Back Pain adalah suatu tipe nyeri yang membutuhkan pengobatan medis walaupun
sering jika ada trauma secara tiba-tiba dan dapat menjadi kronik pada masalah kehidupan seperti
fisik,mental,social dan ekonomi (Barbara).
Low Back Pain adalah nyeri kronik didalam lumbal,biasanya disebabkan oleh terdesaknya
para vertebral otot, herniasi dan regenerasi dari nucleus pulposus,osteoartritis dari lumbal sacral
pada tulang belakang (Brunner,1999).
Low Back Pain terjadi dilumbal bagian bawah,lumbal sacral atau daerah
sacroiliaca,biasanya dihubungkan dengan proses degenerasi dan ketegangan musulo (Prisilia
Lemone,1996).
Low back pain dapat terjadi pada siapasaja yang mempunyai masalah pada
muskuloskeletal
seperti
ketegangan
lumbosacral
akut,ketidakmampuan
ligamen
lumbosacral,kelemahan otot,osteoartritis,spinal stenosis serta masalh pada sendi inter vertebra
dan kaki yang tidak sama panjang (Lucman and Sorensens 1993).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Low Back Pain adalah nyeri
kronik atau akut didalam lumbal yang biasanya disebabkan trauma atau terdesaknya otot para
vertebra atau tekanan,herniasi dan degenerasi dari nuleus pulposus,kelemahan otot,osteoartritis
dilumbal sacral pada tulang belakang.
Etiologi
Masalah-masalah muskuloskeletal (kelemahan otot, ketidakstabilan ligamen, osteoartritis dll)
Lansia : osteoporosis
Gangguan ginjal
Masalah pelvis
Tumor retroperitoneal
Masalah psikosomatis (depresi, konflik mental, stress)

D. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dalam gaya berjalan.
a. Berjalan terasa kaku.
b. Tidak bias memutar punggung.
c. Pincang.
2. Persyarafan
Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien merasakan sensasi pada kedua anggota
badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih kuat pada daerah yang tidak dirangsang.
3. Nyeri.
a. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.
b. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.
c. Nyeri otot dalam.
d. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
e. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.
f. Nyeri pada pertengahan bokong.
g. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

E.

Patofisiologi
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensasi nyeri.
Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas
dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu.
Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama.
Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya pada
stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik,
termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat
dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast,
folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel
mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang
lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ internal
yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat
meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri
dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai
akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena
adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis dapat
dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit vertebrae dan unit diskus

intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot
paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain
tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan
tulang belakang akan menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh
membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada aktifitas
mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas,
masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat
berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang
muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi
fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri
punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada
akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf
tersebut.

F.

Pathways
(terlampir)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.
2.

Sinar X vertebra ; mungkin memperlihatkan adanya fraktur,dislokasi,infeksi,osteoartritis atau scoliosis.


Computed tomografhy ( CT ) : berguna untuk mengetahui penyakit yangmendasari seperti adanya lesi
jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis.

3.

Ultrasonography : dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis.

4.

Magneting resonance imaging ( MRI ) : memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang
belakang.

5.

Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami degenerasi atau protrusi diskus.

6.

Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus lumbalis dengan memperlihatkan adanya
pergeseran vena efidural.

7.

Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit serabut syaraf tulang belakang
( Radikulopati ).

H. Penatalaksanaan
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6 minggu dengan
tirah baring. Pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus tetap ditempatkan tidur dengan
matras yang padat dan tidak tebal. Selama 2 3 hari ( dapat digunakan kayu penyangga tempat
tidur ). Posisi pasien dibuat sedemikian rupa,sehingga fleksi lumbal lebih besar,yang dapat
mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian kepala tempat ditinggikan 30 dan pasien
sedikit menekuk lututnya. Posisi tengkurap dihindari karena akan memperberat lordosis.
Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan konserpatif aktif dan fisiotherapi
pelvic intermiten beban traksi 7 13 Kg. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan
relaksasi otot tersebut.
Fisiotherapi perlu diberikan untuik mengurangi nyeri,spasme otot,terapi bisameliputi terapi
pendinginan,pemanasan
sinar
infra
merah,
kompres
lembab
panas,gelombang

ultra,diatermi,traksi. Gelombang ultra akan menimbulkan panas ini berkontra indikasi pada
pasien penderita kanker atau penderita kelainan perdarahan.
Obat-obatan yang mungkin perlu diberikan untuk menangani nyeri akut,analgetik narkotik
digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami spasme otot,obat anti
inflamasi seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid ( NSAID ).
I.
J.
1.
2.
3.
4.
5.
K.
1.
2.
3.
4.

Komplikasi
Mekanika Tubuh Yang Tepat Pada Angkat Beban
Jaga punggung tetap lurus, dan angkat beban sedekat mungkin dengan tubuh
Angkat dengan otot tungkai, bukan dengan otot punggung
Lindungi punggung dengan korset penyangga punggung ketika angkat beban
Jongkok dan pertahankan punggung tetap lurus
Hindari memuntir batang tubuh
Pendidikan Kesehatan
Hindari berdiri dan berjalan lama
Hindari duduk pada waktu lama
Duduk dengan punggung tegak
Minimalisasi penggunan hak tinggi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN LBP
A.
1.
2.
a.
b.

c.

d.

e.
f.

3.
a.

b.
c.
d.
e.

Pengkajian
Identitas
Riwayat Kesehatan :
Keluhan Utama:
Tanyakan pada klien tentang keluhan yang paling dirasakan apakah itu nyeri pinggang, boyok
Riwayat Penyakit Sekarang:
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan? Kapan timbulnya keluhan(apakah menetap,
hilang timbul)? Hal apa yang menyebabkan terjadinya keluhan? Apa saja yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan yang dirasakan? Tanyakan pada klien apakah klien sering mengkonsumsi
obat tertentu? Bagaimana dengan nutrisi klien selama ini?
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya?
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau trauma? Apakah klien pernah menderita
penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya?
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tanayakan pada keluarga, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti klien? Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kecelakaan? Apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit gangguan tulang dan otot?
Riwayat Alergi:
Tanyakan pada klien apakah klien alergi terhadap obat, makanan, ataukah cuaca?
Riwayat Pekerjaan:
Tanyakan pada klien tentang jenis pekerjaannya. Apakah pekerjaan klien membutuhkan waktu
duduk yang terlalu lama? Apakah pekerjaanya membutuhkan waktu berdiri yang lama? Apakah
klien sering melakukan angkat beban?
Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit dengan wajah pucat


Kesadaran
: kompos mentis
Gizi
: cukup
Tanda vital
: TD 120/70mmHg, N 92x/menit, RR 24 x/menit,
Kulit
: didapatkan kulit bersih (tidak ada kotoran yang menempel), warna kulit sawo
matang, tekstur kulit halus, tidak ada odema, turgor baik.
Kepala
: struktur kepala tampak simetris, tidak ada nyeri atau trauma kepala, tidak ada lesi,
warna rambut hitam beruban, distribusi rambut merat
Mata
: mata klien tampak simetris, tidak ada kotoran atau secret, klien dapat melihat dengan
baik bola mata dapat digerakkan kesegala arah. Klien tidak menggunakan alat bantu
penglihatan, sklera mata tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Telinga : struktur telinga simetris, tampak bersih tidak ada secret atau cairan, tidak ada
perdarahan atau peradangan, fungsi pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.

asi

si
ltasi
i

f.

Hidung : struktur hidung simetris, tampak bersih tidak ada secret, atau kotoran, tidak ada
pendarahan atau epistaksis, tidak ada peradangan atau nyeri hidung, fungsi penciuman baik dapat
membedakan bau alkohol dan minyak kayu putih, tidak terdapat massa (polip).
g. Mulut
: warna mokusa bibir merah muda, mulut dan lidah besih, tidak ada perdarahan dan
lesi, gigi ada yang tunggal, fungsi menguyah baik, tidak menggunakan gigi palsu.
h. Leher
: tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau vena lugularis.
i. Paru
: gerakan dinding dada simetris kanan = kiri
bentuk rongga dada simetris antara kiri dan kanan
tidak terlihat penggunaan otot bantu pernapasan.
pernapasan melalui hidung
: stem fremitus kanan > kiri
frekuensi nafas 24 x/menit
irama teratur dan dalam
tidak ada nyeri
: sonor kiri = kanan
tidak ada nyeri
:suara pernapasan bronkovesikuler, tidak terdengar bunyi nafas tambahan, rhonki -/-, Wheezing -/j. Jantung
Denyut jantung
: iktus cordis tidak tampak
Batas kiri jantung
: linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung : linea parasternalis dekstra
Bunyi jantung
: bising (-)
k. Abdomen :
:bentuk abdomen simetris antara kiri dan kanan, distensi abdomen tidak ada,
:terdengar bising usus 6 x/menit,
:klien mengalami nyeri punggung belakang
l. Genitalia : laki-laki normal
tidak ada peradangan pada genetalia bagian luar dan dalam, tidak ada kesulitan saat ereksi dan
ejakulasi, tidak terdapat nyeri saat BAK, kebersihan genetalia bersih tidak terdapat lesi, kutu, kemerahan
dan ekskoriasi.

m. Ekstremitas
: struktur ekstremitas kiri dan kanan simetris, nyeri pinggang tambah parah
bila ekstremitas bawah digerakkan, disertai kesemutan dan kelemahan pada kedua tungkai,
n. Tulang
: nyeri tekan paravertebralis
o. Otot
: spasme otot pada bagian tubuh yang terkena, gangguan dalam berjalan.
B.
1.
2.
3.
C.
1.

Diagnosa Keperawatan
Nyeri b.d masalah musculoskeletal
Kerusakan mobilitas fisik b.dnyeri spasme otot dan berkurangnya kelenturan
Perubahan peran b.d keterbatasan mobilitas dan nyeri kronik

Intervensi.
Nyeri b.d masalah musculoskeletal
NOC :
Pain level

2.

Pain control
Comfort level
Kriteria hasil :
Mampu mengontrol nyeri
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurabg
NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi abnormal dari ketidaknyamanan
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan teknik non farmakologi
Tingkatkan istirahat
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Kerusakan mobilitas fisik b.dnyeri spasme otot dan berkurangnya kelenturan
NOC :
Joint movement active
Mobility level
Self care/ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dan peningkatan aktivitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi
NIC :
Monitor TT V sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
Latih pasien dalam latihan pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi ADLs pasien
Berikan alat bantu jika diperlukan

LOW BACK PAIN

A. Pengertian
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah.
Dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radi kuler atau keduanya.
Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat terujuk kedaerah lain atau sebaliknya nyeri yang
berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (reffered pain).
Sekitar 90% NPB akut maupun kronik benigna, sembuh spontan dalam 4-6 minggu, cenderung
berulang 15-20%

B. Etiologi
Penyebab pasti sebagian besar kasus NPB benigna baik yang akut maupun kronik, sulit
ditentukan, walaupun diperkirakan kebanyakan karena sebab mekanikal (bigos and mullor, 2001.
Fordyce, 1995, long. 1999, skew. 2000)
NPB nyeri punggung bawah juga disebabkan oleh kelainan muskuloskeletal, sistem syaraf,
vaskuler, visceral dan psikogenik.

C. Patofisiologi
1.

Mekanisme terjadinya nyeri pada Low Back Pain


Nyeri yang ada pada low Back Pain 2 macam
1
Nyeri Nosiseptif
2
Nyeri Neuropatik
Bangunan peka nyeri yang terdapat di punggung bawah adalah periosteum, 1/3 bangunan luar annulus
fibroseptor (bagian fibrosa dari diskus intervertebralis) ligamentum kapsula artikularis, fasia dan otot.
Semua banguan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus(mekanik,
termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh sebagian stimulus lokal akan, dijawab dengan
pengeluaran sebagai mediator inflamasi dan substansia lainnya yang menyebabkan timbulnya
persepsinyeri., hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan
berlangsung proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan yang lebih berat
adalah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus
menyebabkan munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri. Pembungkus
syaraf juga, kaya akan nosiseptor yang merupakan akhiran dari nervi nervorumyang juga berperan
sebagai sumber nyeri nosiseptif inflamasi, terutama nyeri yang dalam dan sulit dilokalisir. Berbagai jenis
rangsangan tadi akan mengantisipasi nosiseptor, langsung menyebabkan nyeri dan sensitisasi
menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas nosiseptor ini disebut nyeri nosiseptif.
2. Mekanisme Nyeri Neurepatik Pada LBP
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
system syaraf. Nyeri neuropatik yang sering ditemukan pada LBP berupa penekanan atau jeratan radiks
syaraf oleh karena Hernia Nukleus Pulposus (HNP, penyempitan kanalis spinalis, pembengkaan
artikulasio atau jaringan sekitarnya, fraktur mikro (misalnya penderita osteoporosis), penekanan oleh
tumor dan sebagainya.
Penanganan pada radiks saraf, terdapat 2 kemungkinan:

a.

Penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus syaraf yang kaya nosiseptor darinervi nervorum,
yang menimbulkan inflamasi, nyeri dirasakan distribusi serabut syaraf tersebut. nyeri bertambah jika
terdapat peperangan serabut syarap, misalnya karena pergerakan.
b. Penekanan sampai mengenai serabut syaraf, sehingga ada kemungkinan terjadi gangguan
keseimbangan neuron sensorik melalui pelabuhan molekuler. Perubahan molekuler menyebabkan
aktivitas SSA menjadi abnormal, timbul aktifitas ektopik (aktivitas di luar nosiseptor), akumulasi saluran
ion Natrium (SI-Na dan saluran ion baru di daerah lesi). Penumpukan SI-Na naupun saluran ion baru
didaerah lesi menyebabkan timbulnya mechsno-hot-sopt yang sangat peka terhadap rangsangan
mekanikal maupun termal(hiperagesia mekanikal dan termal). Ditemukan juga pembentukan reseptor
adrener menyebabkan stress psikologi yang mampu memperberat nyeri. Aktivitas ektopik menyebabkan
timbulnya nyeri neuropatik baik yang sepontan seperti parestesia, disestisia, nyeri seperti kesetrum dan
sebagainya, yang membedakan dengan nyeri inflamasi maupun yamg dibangkitkan seperti hiperal dan
alodinia. Terjadinya hiperalgesia dan alodinia pada nyeri ncuropatik juga disebabkan oleh adanya
fenomena wind-up, LTP dan perubahan fenotip AB. Pada nyeri nosiseptif, inhibisi meningkat sedang pada
nyeri neuropatik terutama disebabkan penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis dan
peningkatan cholesystokinin (CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid.

D. Manifestasi Klinik
Nyeri punggung bagian bawah
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
Penata Laksanaan Keperawatan.
-

Informasi dan edukasi.


Pada NPB akut : Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase, traksi (untuk distraksi tulang belakang),
latihan : jalan, naik sepeda, berenang (tergantung kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat)
NPB kronik: psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur, modalitas termal), latihan kondisi otot,
rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi tubuh dan aktivitas
Medis
a. Formakoterapi.
-

NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi epidural (steroid, lidokain,
opioid) untuk nyeri radikuler
NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan (gabapentin, karbamesepin, okskarbasepin,
fenitoin), alpha blocker (klonidin, prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan)
b. Invasif non bedah
-

c.
-

Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati)


Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah yang intractable)
Bedah
HNP, indikasi operasi :
Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat minggu: nyeri berat/intractable / menetap /
progresif.

Defisit neurologik memburuk.


Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan radiologik.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1 Neurofisiologik
-

2
-

3
-

Electromyography (EMG)
Need EMG dan H-reflex dianjurkan bila dugaan disfungsi radiks lebih dari 3-4 minggu
Bila diagnosis radikulapati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrofisiologik tidak
dianjurkan.
Somatosensory Evoked Potensial (SSEP). Berguna untuk stenosis kanal dan mielopati spinal.
Radiologik
Foto polos.
Tidak direkomendasikan untuk evaluasi rutin penderita NPB.
Direkomendasikan untuk menyampingkan adanya kelainan tulang.
Mielografi, mielo-CT, CT-Scan, Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Diindikasikan untuk mencari penyebab nyeri antara lain tumor, HNP perlengketan
Discography tidak direkomendasikan pada NPB oleh karena invasive
Laboratorium
Laju endap darah, darah perifer lengkap, C-reactif protein (CRP), faktor rematoid, fosfatase alkali / asam,
kalsium (atas indikasi)
Urinalisa, berguna untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, hematuri
Likuor serebrospinal (atas indikasi)

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan
1)
a)
b)

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)
Riwayat penyakit sekarang
Diskripsi gejala dan lamanya
Dampak gejala terhadap aktifitas harian
Respon terhadap pengobatan sebelumnya
Riwayat trauma

c)

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Immunosupression (supresis imun)
Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (kangker)
Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kangker atau infeksi.
Pemberatan nyeri di kala terbaraing (tumor instraspinal atau infeksi) atau pengurangan nyeri (hernia

nudeus pulposus / HNP)

Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati seronegatif: ankylosing spondyli-tis, artristis

psoriatic, spondiloartropati reaktif, sindroma fibromialgia)


Nyeri pada saat duduk (HNP, kelainan faset sendi, stenosis kanal, kelahinan otot paraspinal, kelainan

sendi sakroilikal, spondilosis / spondilolisis / spondilolistesis, NPB-spesifik)


Adanya demam (infeksi)
Gangguan normal (dismenore, pasca-monopause /andropause)
Keluhan visceral (referred pain)
Gangguan miksi
Saddle anesthesia
Kelemahan motorik ekstremitas bawah (kemungkinan lesi kauda ekwina)
Lokasi dan penjalaran nyeri.

b. Pemeriksaan fisik
1)
2)
3)
4)

Keadaan Umum
Pemeriksaan persistem
Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, perasa)
Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sens sensorik.
Straight leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5 atau S 1) cross laseque(HNP median) Reverse
Laseque (iritasi radik lumbal atas)
Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
Pemeriksaan system otonom
Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi sakroiliaka)
Tes Naffziger
Tes valsava.

5)

Sistem pernafasan
(Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas.)
6) Sistem kardiovaskuler
(Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi)
7) Sistem Gastrointestinal
(Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum, peristaltic dan eliminasi)
8) Sistem Integumen
(Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien )
9) Sistem Reproduksi
( Untuk pasien wanita )
10) Sistem Perkemihan
(Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume )

c. Pola fungsi kesehatan


1)
2)

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Pola aktifitas dan latihan
(Cara berjalan : pincang, diseret, kaku (merupakan indikasi untuk pemeriksaan neurologis))
3) Pola nutrisi dan metabolisme

4)
5)
6)
7)

8)
9)
10)

Pola tidur dan istirahat


(Pasien LBP sering mengalami gangguan pola tidur dikarenakan menahan nyeri yang hebat)
Pola kognitif dan perceptual
(Prilaku penderita apakah konsisten dengan keluhan nyerinya (kemungkinan kelainan psikiatrik))
Persepsi diri/konsep diri
Pola toleransi dan koping stress
((Nyeri yang timbul hampir pada semua pergerakan daerah lumbal sehingga penderita berjalan sangat
hati-hati untuk mengurangi rasa sakit tersebut (kemungkinan infeksi. Inflamasi, tumor atau fraktur))
Pola seksual reproduksi
Pola hubungan dan peran
Pola nilai dan keyakinan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Low Back Pain adalah :
1)
2)
3)

Nyeri akut b.d agen injuri (fisik muskuloskeletal) dan system syaraf vascular)
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri, kerusakan muskula skeletal, kekakuan sendi, kontraktur)
Gangguan pola tidur b.d nyeri, tidak nyaman

Rencana Keperawatan
No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri akut b/d agen
injuri (fisik, kelainan
muskulo skeletal dan
system syaraf vaskuler
Batasan
karakteristik :
Verbal
Menarik nafas panjang, merintih
Mengeluh nyeri
Motorik
Menyeringaikan
wajah.
Langkah yang terseok-seok
Postur yang kaku /
tidak stabil
Gerakan yang amat
lambat atau terpaksa
Respon autonom
Perubahan vital sign

Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1.
x
24 jam nyeri berkurang /
hilang dengan kriteria :
2.
Tingkat nyeri (2102)
Melaporkan nyeri ber3.
kurang / hilang
Frekuensi nyeri berku-rang
4.
/ hilang
Lama nyeri berkurang
5.
Ekspresi oral berkurang / 6.
hilang
Ketegangan otot berkurang / hilang
7.
Dapat istirahat
Skala nyeri berkurang / 8.
menurun

Intervensi

Manajemen nyeri (1400)


Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
(lokasi,
karateristik,
durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi).
Observasi
reaksi
non
verbal
dari
ketidaknyamanan.
Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk
mengetahui pengalaman nyeri klien.
Kaji kultur / budaya yang mempengaruhi
respon nyeri.
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan
lain tentang ketidak efektifan kontrol nyeri
masa lampau.
Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
dan kebisingan)
Kontrol Nyeri (1605)
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
Mengenal
faktor-faktor
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
penyebab
(farmokologi, non farmakologi dan interMengenal onset nyeri
personal)

Jarang / tidak pernah


11.
melakukan
tindakan
pertolongan
dengan
12.
non analgetik
13.
Jarang / tidak pernah
14.
menggunakan analgetik 15.
Jarang / tidak pernah
16.
melaporkan nyeri kepa-da
tim kesehatan.
17.
Nyeri terkontrol

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.


Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Tingkat kenyamanan (2100)

Andministrasi Analgetik (2210)


Tentukan lokasi, karateristik kualitas, dan
derajat nyeri sebagai pemberian obat.
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis dan fekkuensi.
Cek riwayat alergi
Pilih analgenik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu.
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
Tentukan analgetik pilihan rute pemberian
dan dosis optimal.
Pilih rute pemberian secara iv-im untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan
gejala (efek sampingan)

Klien melaporkan kebu1.


tuhan
istirahat
tidur
tercukupi
2.
Melaporkan kondisi fisik
baik
3.
Melaporkan kondisi psikis
4.
baik
5.

6.
7.
8.
9.
10.

Kerusakan mobilitas fisik


b.d
nyeri,
kerusakan
muskuloskeletal, kekakuan sendi atau kontraktur
Batasan
karakteristik :
Postur tubuh kaku
tidak stabil.
Jalan terseok-seok
Gerak lambat
Membatasi perubahan
ge-rak yang mendadakatau cepat
Sakit berbalik
-

Setelah dilakukan tindakan


1.
keperawatan selama X

24 jam klien mampu

mencapai mobilitas fisik

dengan kri-teria :

Mobility Level (0208) :


Klien dapat melakukan
mobilitas secara bertahap
2.
dengan tanpa merasakan
3.
nyeri.
4.
Penampilan seimbang
Menggerakkan otot dan
5.
sendi
Mampu pindah tempat
6.
tanpa bantuan
Berjalan tanpa bantuan 7.
8.

3.

Gangguan pola tidur


b.d nyeri, tidak nyaman
Batasan
karakteristik :
Pasien menahan sakit
(merintih,
menyeringai)
Pasien
mengungkapkan tidak
bisa tidur karena nyeri

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama X
24
jam
klien
dapat
1.
terpenuhi
kebutuhan
2.
tidurnya dengan criteria : 3.

Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan sekala 0-4 :


0 : Klien tidak tergantung pada orang lain
1 : Klien butuh sedikit bantuan
2 : Klien butuh bantuan sederhana
3 : Klien butuh bantuan banyak
4 : Klien sangat tergantung pada pemberian
pelayanan
Atur posisi klien
Bantu klien melakukan perubahan gerak.
Observasi / kaji terus kemampuan gerak
motorik, keseimbangan
Ukur tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah melakukan latihan.
Anjurkan keluarga klien untuk melatih dan
memberi motivasi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(fisioterapi untuk pemasangan korset)
Buat posisi seluruh persendian dalam letak
anatomis dan nyaman dengan memberikan
penyangga pada lekukan lekukan sendi
serta pastikan posisi punggung lurus.
Peningkatan Tidur / Sleep Enhancement
(1850)
Kaji pola tidur / pola aktivitas
Anjurkan klien tidur secara teratur
Jelaskan tentang pentingnya tidur yang
cukup selama sakit dan terapi.
Monitor pola tidur dan catat keadaan fisik,
psykososial yang mengganggu tidur
Diskusikan pada klien dan keluarga tentang
tehnik peningkatan pola tidur

Tidur (0004)
4.
Jumlah jam tidur cukup
Pola tidur normal
5.
Kualitas tidur cukup
Tidur secara teratur
Tidak sering terbangun
Manajemen lingkungan (6480)
Tanda vital dalam batas
Batasi pengunjung
normal
Jaga lingkungan dari bising
Tidak melakukan tindakan keperawatan
Rest (0003)
pada saat klien tidur
Istirahat Cukup
Kualitas istirahat baik
Anxiety Reduction (5820)
Istirahat fisik cukup
Jelaskan semua prosedur termasuk peraIstirahat psikis cukup
saan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur
Anxiety control (1402)
Berikan objek yang dapat memberikan rasa
Tidur adekuat
aman
Tidak ada manifestasi fisik
Berbicara dengan pelan dan tenang

Tidak ada manifestasi


perilaku
Mencari informasi untuk
mengurangi cemas
Menggunakan teknik relaksasi untuk mengu-rangi
cemas
Berinteraksi sosial

Membina hubungan saling percaya


Dengarkan klien dengan penuh perhatian
Ciptakan suasana saling percaya
Dorong orang tua mengungkapkan perasaan, persepsi dan cemas secara verbal
Berikan peralatan / aktivitas yang menghibur untuk mengurangi ketegangan
Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi
10 Berikan lingkungan yang tenang
11 Batasi pengunjung

Vous aimerez peut-être aussi