Vous êtes sur la page 1sur 19

0

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIOMYELITIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
1.

Cholisoh Umairoh
Niken Febriyastuti
2. Yursinus G. A. Tanaefeto
Azizatun Nisa
3. Alifianto Zaki
Priyangga Dwi Widigdo
4. Dias Rizki Pratiwi
Ronal Surya A.
5. Desak Nyoman Tri Bulan
Yulia
6. Nurul Aini
Yuliza Utami
7. Reza Suherri
Wiwin Winarni
8. Yayik Lailatul F.
Choiruddin Bisri
9. Ryan Reza Falupi
Triyana Nur Qomariyah
10. Lenny Infil Sakinah
Nuran F. A. S.
11.
12.
13.
14.
15.

131211123043
131211123044
131211123047
131211123048
131211123058
131211123061
131211123062
131211123063
131211123064
131211123065
131211123066
131211123067
131211123068
131211123069
131211123070
131211123071
131211123072
131211123073
131211123074
131211123077

16.
17.
18.
19.
20.

PROGRAM S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Poliomyelitis adalah penyakit menular yang akut yang disebabkan oleh virus dengan

predeleksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang
otak, dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atrofi
otot (Ngastiyah, 2005).
Penyakit polio pada manusia sangatlah jelas tanda kliniknya karena penyakit ini telah
dikenal sejak 4000 tahun sebelum masehi, terutama dari pahatan dan lukisan dinding di
piramida mesir. Sebagian besar (90 %) infeksi virus polio akan menyebabkan inapparentinfection, sedangkan 5 % akan menampilkan gejala abortive infection, 1 % non paralitic,
sedangkan sisanya menunjukan tanda klinik paralitik. Penderita yang menunjukkan tanda
paralitic, 30% akan sembuh, 30% menunjukkan kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan
kelumpuhan berat dan 10% menunjukkan gejala yang berat, gejala yang berat akan
menimbulkan gejala kematian.
Infeksi virus polio terjadi pada saluran pencernaan dengan penyebaran ke kelenjar
getah bening regional dan pada sebagian kecil kasus pada sistem saraf pusat. Lumpuh layuh
terjadi kurang dari 1% dari infeksi virus polio, meningitis aseptik lainnya 1%, sebuah
penyakit ringan dengan gejala termasuk demam, malaise, sakit kepala, mual dan muntah
dalam 10% lebih, dan 88% sisanya dari infeksi tidak menunjukkan gejala (Heymann & R.
Bruce, 2004, page 1).
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit infeksi pada poliomyelitis
yang paling efektis dalam biaya, integrasi praktek imunisasi menjadi praktek pelayanan
keperawatan kesehatan rutin, memberikan kepada dokter anak pengendalian sebagian besar
penyakit dan mortalitas yang mengganggu dinegara abad pertengahan sampai abad ke 20.
Dengan memberikan vaksin, seorang anak akan terhindar atau bergejala ringan apabila
terkena penyakit berat yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. Dampak negatif
yang ditimbulkn oleh vaksin sangat kecil apabila dibandingkan dengan penyakitnya.
Sedangkan dampak positifnya imunisasi dapat dikatakan sebagai suatu Investasi untuk
menjamin kesehatan dimasa depan.

1.2

Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Poliomielitis.

1.3

Tujuan Khusus

1.3.1

Mendeskripsikan definisi penyakit poliomyelitis

1.3.2

Mendeskripsikan etiologi penyakit poliomyelitis

1.3.3

Mendeskripsikan patofisiologi penyakit poliomyelitis

1.3.4

Mendeskripsikan WOC penyakit poliomyelitis

1.3.5

Mendeskripsikan manifestasi klinis penyakit poliomyelitis

1.3.6

Mendeskripsikan pemeriksaan penunjang penyakit poliomyelitis

1.3.7

Mendeskripsikan prognosis penyakit poliomyelitis

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1

DEFINISI
Poliomyelitis adalah penyakit menular yang akut yang disebabkan oleh virus

dengan predeleksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi kelumpuhan
serta atrofi otot (Ngastiyah, 2005).
Poliomyelitis adalah infeksi virus paling sering dikenal oleh onset akut dari
lumpuh layuh. Infeksi virus polio terjadi pada saluran pencernaan dengan penyebaran ke
kelenjar getah bening regional dan pada sebagian kecil kasus pada sistem saraf pusat
(Heymann & Bruce, 2004).
2.2 ETIOLOGI
Poliomyelitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh enterovirus.
Infeksi vuris ini dapat menyerang sususnan saraf pusat, khususnya cornu anterior medulla
spinalis dan nucleus batang otak. Polio virus menginfeksi melalui jalur fekal oral (dari tangan
ke mulut) tetapi dapat juga melalui kontak langsung.
2.3 PATOFISIOLOGI
Satu virus polio mendekati sebuah sel saraf melalui aliran darah. Reseptorreseptor sel saraf menempel pada virus. Capsid (kulit protein) dari virus pecah untuk
melepaskan RNA (materi genetik) ke dalam sel. RNA polio bergerak menuju sebuah
ribosom-stasiun perangkai protein pada sel. Kemudian RNA polio menduduki ribosom dan
memaksanya untuk membuat lebih banyak RNA dan capsid polio.Capsid dan RNA polio
yang baru bergabung untuk membentuk virus polio baru. Sel inang membengkak dan
meledak, melepaskan ribuan virus polio baru kembali ke aliran darah.
Polio disebabkan virus poliomyelitis. Satu dari 200 infeksi berkembang menjadi
kelumpuhan. Sebanyak 5-10 persen pasien lumpuh meninggal ketika otot-otot pernapasannya
menjadi lumpuh. Kebanyakan menyerang anak-anak di bawah umur tiga tahun (lebih dari 50
persen kasus), tapi dapat juga menyerang orang dewasa. Pencegahan dengan vaksinasi secara
berkala, idealnya pada masa kanak-kanak.

Penularan penyakit poliomyelitis:

2.3.1

Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang tercemar

2.3.2
2.3.3

virus.
Virus ditemui di kerongkongan dan memperbanyak dirinya di dalam usus.
Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang terlibat dalam
pernapasan.
Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja

penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekaloral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut).
Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja
penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran
dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap
formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku
dapat bertahan bertahun-tahun. Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada
kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air
permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari
penderita yang infeksi virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau mahluk
hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.

WOC

2.4 MANIFESTASI KLINIS


2.4.1 Asimtomatif : Setelah masa inkubasi 7 10 hari, karena adaya daya tahan tubuh
2.4.2

maka tidak terdapat gejala klinis sama sekali.


Poliemeilitis Abortif : timbulnya mendadak timbulnya beberapa jam sampai hari,
mereda setelah 2-3 hari.terdapat 3 gambaran klinik yaitu ISPA, gangguan saluran
cerna, gejala seperti influenza seperti malaise, anoreksia, muntah, nyeri kepala,

2.4.3

nyeri tenggorokan konstipasi dan nyeri abdomen.


Poliomeningitis aseptic non paralitik : terdapat tanda tanda poliomeilitis abortif,
hanya nyeri kepala , mual dan muntah lebih berat. Gejala ini timbul 1-2 hari,
kadang kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam
atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot yaitu

otot otot leher posterior

dan punggung kaku serta nyeri , sulit buang air kecil dan konstipasi. Gejala khasnya
adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan

hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak ganglion spinal dan
columna posterior, Pada pemeriksaan kaku kuduk. Biasanya reflek superficial
menghilang paling awal. Reflek profundus (tendon) biasanya terganggu 8-24 jam
2.4.4

setelah reflek superficial menghilang, menandakan akan terjadi paresis ektremitas.


Poliomeilitik Paralitik
Gejalanya sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan
paralisis vesika urinaria dan atonia usus.
(1) Poliomeilitis paralitik spinal : setelah nyeri kepala dan demam, terjadai nyeri otot
hebat. Dalam 1-2 hari timbul paresis atau paralisis flakscid asimetris. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk , nyeri otot, refleks

tendon dalam

hiperaktif yang akhirnya menghilang dn terjadi paresis atau paralisis. Pasien akan
merasa lebih baik setelah 2-5 hari.
(2) Poliomeilitis Bulbar. Terdapat disfungsi

saraf cranial dan medulla spinalis.

Manifestasi klinisnya berupa gangguan pernafasan, selain paralisis otot otot


ekstraokuler wajah dan pengunyah). Saraf cranial yang terganggu yang terkena
jarang mengalami gangguan permanen.
(3) Poliomeilitis Bulbospinal : didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar.
(4) Polioensefalitis : Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan
kadang kejang, paralisis spastic disertai peningkatan reflek fisiologis, iritabilitas,
disorientasi, mengantuk dan tremor. Dapat terjadi pada nervus kranialis dan
perifer.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.5.1 Isolasi virus: virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan apusan faring,
2.5.2

urine, feses penderita polio, darah dan likuor serebrospinalis.


Serologi : Periksa konsentrasi antibody pada fase akut dan konsevelen. kadar tinggi
saat fase akut sampai 3-6 minggu setelahnya; dapat naik hingga 4 kali lipat.
Diagnosis fase akut dapat ditunjukkan oleh kenaikan titer IgG sebanyak 4 kali lipat

2.5.3

atau titer IgM positif.


Cairan serebrospinalis. Cairan serebrospinalis menunjukkan kenaikan leukosit (10200 sel/mm3, terutama limfosit) dan kenaikan ringan protein sekitar 40-50 mm/100
ml.

2.6 PROGNOSIS

2.6.1

Bergantung pada beratnya penyakit, pada

pasien polio ringan dan sedang

2.6.2

kebanyakan pasien sembuh sempurna dalam waktu yang singkat.


Polio tipe Spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan
pernafasan buatan.penderita polio tipe spinal 50% akan sembuh sempurna, 25%

2.6.3
2.6.4

mengalami disabilitas ringan, 25% mengalami disabilitas serius dan permanen.


Sebanyak 1 % penderita polio berat mengalami kematian.
Polio tipe bulbar prognosisnya buruk yaitu kematian karena kegagalan fungsi pusat

2.6.5

pernafasan dan infeksi sekunder pada jalan nafas.


Otot otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe

2.6.6

flasid dengan atonia, refleksi dan degenerasi


Terjadi komplikasi residual paralisis : kontraktur utama sendi sendi subluksasi bila
otot yang terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang
sempurna hingga mudah terjadi ulserasi, pada keadaaan ini diberikan pengobatan
secara ortopedik.

2.7 Penatalaksanaan
Polimeilitis Asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan
istirahat 7 hari, jika terdapat gejala kelainan aktivitas dapat dimulai lagi. Sesudah 2
bulan

dilakukan

pemeriksaan

lebih

teliti

terhadap

kemungkinan

kelainan

musculoskeletal. Poliomielitis paralitik /// non- paralitik diatasi dengan istirahat


mutlak paling sedikit 2 minggu, perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat
terjadi paralisis pernafasan. Terapi kausal tidak ada.
1. Fase akut : Analitik untuk rasa nyeri otot . Lokal diberi pembalut hangat..
Sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki
terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Antipiretik untuk menurunkan
suhu. Jika terdapat retensi urine dilakukan kateterisasi. Bila terjadi paralisis
pernapasan seharusnya dirawat di unit perawatan khusus karena pasien
memerlukan bantuan pernafasan khusus (mekanisme). Pada poliomeilitis tipe
bulba kadang kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya
pneumonia. Dalam hal ini kepala anak

harus diletakkan lebih rendah dan

dimiringkan kealah satu fisik.


2. Sesudah fase akut : kontraktur, atropi otot dikurangi dengan fisioterapi, tindakan
ini dilakukan 2 hari demam menghilang, akupuntur yang dilakukan sedini
mungkin, segera setelah diagnosis ditegakkan akan membawa hasil yang
memuaskan.

10

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLIOMYELITIS
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas.
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok umur
yang paling rentan adalah 115 tahun dari semua kasus polio . Penelitian Soemiatno
dalamApriyatmoko menyebutkan bahwa 33,3 % dari kasus polio adalah anak-anak
di bawah 5 tahun. Infeksi oleh golongan enterovirus lebih banyak terjadi pada lakilaki dari pada wanita (1,5-2,5 : 1). Resiko kelumpuhan meningkat pada usia yang
lebih tinggi, terutama bila menyerang individu lebih dari 15 tahun.
3.1.2 Riwayat Keperawatan.
(1) Keluhan utama.
Gejala terjadi secara mendadak beberapa jam saja. Muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, konstipasi, nyeri abdomen, malaise, dan timbul gejala seperti
anoreksia dan nausea (Poliomyelitis abortif). Nyeri, kaku otot belakang leher, dan
tungkai hipertonia (Poliomyelitis nonparalitik) (Chin 2006: 482-485). Demam
tinggi, sakit punggung dan otot, dan terjadi kelumpuhan (Poliomyelitis paralitik).
(2) Riwayat penyakit sekarang.
Awalnya tidak ada gejala yang timbul. Gejala terjadi secara mendadak beberapa jam
saja. Gajala Poliomyelitis abortif adalah muntah, nyeri kepala, nyeri
tenggogorokan, konstipasi, nyeri abdomen, malaise, dan timbul gejala seperti
anoreksia dan nausea. Pada Poliomyelitis Nonparalitik gejala hampir sama dengan
Poliomyelitis abortif tetapi lebih berat, disertai dengan adanya nyeri, kaku otot
belakang leher, dan tungkai hipertonia. Sedangkan Poliomyelitis paralitik gejala
hampir sama dengan Paralitik Nonparalitik tetapi sudah terjadi kelumpuhan disertai
demam tinggi, sakit punggung dan otot.
(3) Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya pasien pernah terpajan virus polio.
(4) Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
(5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Biasanya virus dapat hidup di air dan manusia, meskipun juga bisa terdapat pada
sampah dan lalat
(6) Imunisasi.

11

Biasanya orang-tua tidak memberikan imunisasi Polio secara lengkap ataupun tidak
sama sekali (4 kali dengan interval 6-8 minggu).
(7) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Tidak ada masalah pada pertumbuhan dan perkembangan.
(8) Nutrisi.
Tidak ada masalah pada nutrisi.
3.1.3 Pemeriksaan fisik.
(1) Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
(2) Sistem pernapasan.
Tidak ada kelainan.
(3) Sistem pencernaan.
Umumnya terjadi konstipasi, muntah, nyeri abdomen, anoreksia dan nausea.
(4) Sistem genitourinarius.
Tidak ada kelainan
(5) Sistem saraf.
Umumnya nyeri pada kepala, malaise, dan terjadi kelumpuhan.
(6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Umumnya sakit pada punggung dan otot, nyeri tenggorokan, tungkai
hypertonia.Kelemahan otot, Resistensi terhadap fleksi leher (poliomyelitis
nonparalitik dan paralitik).
Pasien tripod mengekstensi lengan ke belakang tubuhnya sebagai penopang saat
duduk. Kepala pasien jatuh ke belakang saat supine dan bahu elevasi (tanda Hoyne),
Tidak mampu mengangkat tungkai 90* saat posisi supine, Tanda kernix dan
burdzinski (poliomyelitis paralitik).
(7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
(8) Sistem integumen.
Akral hangat.
(9) Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.

12

3.1.4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.


(1) Isolasi virus: virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan apusan faring,
urine, feses penderita polio, darah dan likuor serebrospinalis.
(2) Serologi : Periksa konsentrasi antibody pada fase akut dan konsevelen. kadar
tinggi saat fase akut sampai 3-6 minggu setelahnya; dapat naik hingga 4 kali
lipat. Diagnosis fase akut dapat ditunjukkan oleh kenaikan titer IgG sebanyak 4
kali lipat atau titer IgM positif.
(3) Cairan serebrospinalis. Cairan serebrospinalis menunjukkan kenaikan leukosit
(10-200 sel/mm3, terutama limfosit) dan kenaikan ringan protein sekitar 40-50
mm/100 ml.
3.1.5.

Penatalaksanaan Perawatan
Penyakit Poliomeilitis adalah infeksi akut dan menular. Virus poliomeilitis
dapat ditemukan dalam tubuh pada rongga orofaring dan feses pasien poliomyelitis.
Penularan melalui udara / kontak : lalat juga merupakan perantara dari penyebaran
virus tersebut. Untuk mencegah penularan pasien perlu dirawat di kamar isolasi
dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan yang teliti.
Karena virus polio juga terdapat pada feses pasien maka bila membuang feses harus
betul betul kedalam lubang WC dan disiram air sebanyak mungkin. Kebersihan
WC/sekitarnya harus diperhatikan dan dibersihkan dengan desinfektan. Masalah
pasien yang perlu diperhatikan bahaya yang terjadi kelumpuhan, gangguan
psikososial dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

13

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POLIO


3.2.1
Ketidakefektifan
pola
nafas
berhubungandengandisfungsi
neuromuscular
3.2.2. Gangguanmenelanberhubungan

dengan

gangguan

neuromuscular

(penurunankekuatanatauekskursiotot yang terlibatdalammastikasi)


3.2.3. Nyeri akutberhubungandenganagenciderabiologis
3.2.4. Hipertermi berhubungandenganpenyakit
3.2.5. Hambatanmobilitas
fisik
berhubungandenganpenurunankekuatanotot
ekstremitas
3.2.6. Konstipasiberhubungandenganpenurunankekuatanotot abdomen
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 :Ketidakefektifanpolanapas berhubungandengandisfungsi neuromuscular
NOC : Status Respirasi : Ventilasi
Tujuan : Pasienmenunjukkanpolapernapasan yang efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . hariperawatan
Kriteria Hasil :
1. Status ventilasidanpernapasantidakterganggu
2. Kepatenanjalannapas
3. Tidakadapenyimpangantanda vital darirentang normal
NIC : Monitor Pernapasan
Intervensi :
1. Monitor ototnapastambahan
Rasional :penggunaan otot napas tambahan pada pasien mengindikasikan
adanya kesulitan dalam bernapas
2. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah
komplikasi.
3. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Mengetahui adanya bunyi tambahan
4. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi
fowler
Rasional : Posisi elevasi meningkatkan fungsi pernafasan atau ekspansi paru
5. Berikan tambahan oksigen
Rasional :penambahan suplai oksigen tubuh meningkatkan saturasi O2

14

Dx 2:Gangguan menelanberhubungan dengan gangguan neuromuscular


(penurunankekuatanatauekskursiotot yang terlibatdalammastikasi)
NOC : Status Menelan
Tujuan:Pasienmampumencapai status menelan yang
efektifsetelahsetelahdilakukantindakankeperawatanselama hariperawatan.
Kriteria Hasil :
1. Dapat mempertahankan makanan di dalammulut
2. Mampumenelan
3. Pengirimanbolus kehipofaringselarasdenganreflekmenelan
4. Mampuuntukmengosongkanronggamulut
NIC : Feeding
Intervensi :
1. Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah dan menelan
Rasional : intervensinutrisi/pilihanrutemakanditentukanolehfaktor-faktorini.
2. Berikanmakananlunakdenganperlahandengan air secukupnya
Rasional :
makananlunaklebihmudahuntukmengendalikannyadalammulutdanmenurunkanre
sikoterjadinyaaspirasi
3. Posisikanmakananpadasisiefektifdarimulutpasien
Rasional :memudahkanmakananmasuk
4. Konsultasidenganahligizitentangmakanan yang mudahditelan
Rasional : ahli gizi berperan dalam menentukan diit yang tepat atau sesuai
kebutuhan pada pasien
Dx 3 :Nyeriakutberhubungandenganagenciderabiologis
NOC : Tingkat Kenyamanan
Tujuan : Pasienmampumengendalikannyeridanmenunjukkanpenurunantingkatnyeri
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama hariperawatan
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.
4.

Melaporkan tingkat nyeri


Melaporkan kenyamanan fisik
Melaporkan kenyamanan psikis
Mampu mendemonstrasikan teknik non farmakologis untuk mengatasi nyeri

NIC : Manajemen Nyeri

15

Intervensi :
1. Kajitingkatnyeri
Rasional :Merupakanindikatornyeri yang tidaklangsungdialami
2. Observasitandanyeri non verbal
Rasional :Mengidentifikasikarakteristiknyeri
3. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu klien mengatasi nyeri
Rasional : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi
dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi
4. Kolaborasipemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : analgesik dapat menurunkantingkat nyeri
Dx 4 :Hipertermiberhubungandenganpenyakit
NOC :Termoregulasi
Tujuan : Klienmampumenunjukkantermoregulasi yang efektif setelah dilakukan
tindakankeperawatan selama .hariperawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidakditemuiberkeringatsaatpanas
2. Peningkatansuhukulit
3. Tidak ditemui dehidrasi, menggigil, nyeri kepala, perubahan warna kulit
4. HR dan RR normal
NIC : Fever Treatment
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital : TD, RR, HR, suhu
Rasional : tanda-tanda vitalmembantudalammendeteksi adanya kelainan
2. Monitor warnakulit
Rasional :Menunjukkanadanyagangguanpada proses sirkulasi
3. Berikankompreshangat
Rasional :kompres hangat menyebabkan vasodilatasi sehingga suhu tubuh bisa
berkurang
4. Kolaborasipemberianantipiretik
Rasional :pemberian antipiretik untuk
mengurangidemamdenganaksisentralnyapadahipotalamus
5. Anjurkanpadapasienuntukmeningkatkan intake cairan
Rasional :Cairansebagai rehidrasi pada pasien sebagai akibat dari peningkatan
suhu tubuh
Dx 5 : Hambatan mobilisasi fisikberhubungandenganpenurunankekuatanotot
ekstremitas

16

NOC : Mobilitas
Tujuan : Klien mampu menunjukkan mobilitassetelah dilakukan tindakan keperawatan
selama hariperawatan
Kriteria Hasil :
1. Mampu memperlihatkan keseimbangan, koordinasi, gaya berjalan, pergerakan
otot, pergerakan sendi, tampilan posisi tubuh yang sesuai
2. Mampu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain
NIC :
1. Terapi Latihan : Mobilisasi
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan alas kaki
Rasional : memfasilitasi waktu berjalan dan mencegah injuri
2. Bantu pasien untuk berpindah
Rasional : meminimalkan risiko cedera
3. Ajarkan kepada pasien mengenai ambulasi dan mobilisasi yang aman
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien mengenai ambulasi dan mobilisasi
aman
4. Monitor pasien jika pasien menggunakan alat bantu berjalan.
Rasional : mengevaluasi kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu
berjalan
5. Kolaborasi dengan fisioterapi mengenai rencana ambulasi pada pasien
Rasional : fisioterapis dapat merencanakan ambulasi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Tindakan fisioterapi yang dilakukan secara dini dapat
mencegah atropi otot dan kecacatan yang lebih parah pada ekstremitas pasien.

Dx 6 : Konstipasiberhubungandenganpenurunankekuatanotot abdomen
NOC : Defekasi
Tujuan : Pasien menunjukkan defekasi yang adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama hariperawatan
Kriteria Hasil :
1. Pola eliminasi dalam rentang normal
2. Feses lunak dan berbentuk
3. Dapat mengeluarkan feses tanpa bantuan
NIC : Manajemen Defekasi
Intervensi :

17

1. Monitor frekuensi, konsistensi, bentuk, dan warna feses. Catat defekasi terakhir.
Rasional : mengetahui adanya kelainan
2. Auskultasi peristaltik usus
Rasional : mengetahui kemampuan dari saluran pencernaan
3. Monitor tanda-tanda dari konstipasi
Rasional : mengantisipasi terjadinya konstipasi
4. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat
Rasional :meningkatkan bentuk dan konsistensi dari feses
5. Anjurkan pasien untuk mengurangi makanan yang mengandung gas
Rasional : mencegah flatulensi (kembung) pada pasien
6. Berikan minuman hangat setelah makan
Rasional : merangsang peristaltik usus

18

DAFTAR PUSTAKA
Bullechek. M, et al.(2008) Nurshing Interventions Classification (NIC) . (5nd ed). Elsevier.
America
Dewanto, G. et al. 2007. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC,
Jakarta
Herdman, T. Heatler. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
EGC Jakarta
Heymann and R. Bruce Aylward. (2004). Poliomyelitis. Orphanet, diakses 23 September
2012) dari (https://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Poliomyelitis.pdf,
Johnson M, et. al (2006) Nanda, Noc and Nic Linkages (2nd ed). Elsevier. America
Kimberlly A. (2010). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2,
Jakarta, EGC.
Moorhead. S, et. al (2008) Nurshing Outcomes Classification (NOC). Elsevier. America
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit, EGC, Jakarta
Rahmawati. D. (2008) Validitas penapisan AFP, (webnya lontar.UI.ac.id)
Suwanteni, N. W. 2011. Jurnal Asuhan Keperawatan pada pasien poliomyelitis. Jakarta
Wilkinson. M. et.al (2011) Buku Saku Diagnosis Keperawatan (9nd ed). EGC. Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi