Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Review Jurnal
Compact city Strategy of Bangkok Mega-City
Konsep Smart Growth, Compact City dan Retrofitting sebagai
Solusi Urban Sprawl di Kota-kota Besar di Indonesia
Disusun Oleh:
(125060600111032)
DAFTAR ISI
COVER
................................................................................................................ 0
1. 2
Tujuan ............................................................................................................ 3
1. 3
Metode ........................................................................................................... 3
2.2
2.3
2.4
2.5
Bangkok Mega-city........................................................................................ 7
3.2
Yogyakarta..................................................................................................... 8
BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bangkok merupakan salah satu dari 21 mega-cities di dunia. Mega-city merupakan
kota dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat sehingga dapat meningkatkan
populasi suatu kota. Selain itu, mega-city memiliki jumlah infrastruktur terbesar di dunia.
Permasalahan yang timbul akibat mega-cities yaitu migrasi penduduk, perubahan struktur
atau pola kota dan pertumbuhan kota yang sangat cepat. Pada abad 21 ini terjadi
peningkatan populasi Kota Bangkok sebesar 50%.
Peningkatan populasi tidak saja terjadi di Kota Bangkok tetapi juga terjadi di
Yogyakarta. Peningkatan populasi yang tidak diantisipasi dapat mengakibatkan urban
sprawl. Menurut Gillhan (2002) terdapat empat karakteristik urban sprawl yaitu
pembangunan areal komersil yang memanjang, pembangunan menyebar atau melompat,
kepadatan rendah serta penggunaan tunggal. Urban Sprawl merupakan fenomena yang
sangat kompleks serta dapat menjadikan kurangnya public space disuatu kota atau wilayah.
Urban sprawl juga ditandai dengan perluasan kawasan terbangun yang lebih besar
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk ini pada umumnya tidak diikuti oleh
pusat kegiatan/tempat kerja. Sehingga hal ini menyebabkan jarak pergerakan yang
dilakukan oleh penduduk semakin panjang. Pengembangan kawasan perumahan bagi
masyarakat yang berpendapatan rendah yang jauh dari pusat kota atau yang berada di
lokasi pinggiran kota dan jauh dari lokasi tempat kerja dapat menimbulkan dampak
terhadap peningkatan biaya transportasi yang sangat besar.
Pengembangan kawasan perumahan bagi masyarakat yang berpendapatan menengahtinggi di kawasan pinggiran dapat meningkatkan ketergantungan pada kendaraan pribadi.
Sehingga hal ini dapat memunculkan masalah baru terhadap kondisi lingkungan yaitu
kebutuhan lahan yang menyebabkan urban sprawl, ketergantungan pada kendaraan pribadi
yang semakin tinggi, kemacetan lalu lintas, peningkatan konsumsi energi, serta
pencemaran udara yang dapat menurunkan kualitas udara dan kualitas lingkungan
perkotaan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan diatas maka
diperlukan adanya penanggulangan urban sprawl di Bangkok dan Yogyakarta melalui
kebijakan compact city. Compact city merupakan strategi pengembangan kota dengan cara
meningkatkan kawasan terbangun dan kepadatan penduduk perumahan, mengintensifkan
2
kegiatan ekonomi, sosial dan budaya perkotaan, pengaturan bentuk, struktur, serta
pemusatan fungsi-fungsi perkotaan. Manfaat compact city yaitu mengurangi konsumsi
energy, ketergantungan yang lebih kecil pada kendaraan bermotor, peningkatan
aksesibilitas, kualitas hidup yang lebih tinggi dan preservasi ruang terbuka hijau.
1.2
Tujuan
Dalam penyusunan tugas ini bertujuan untuk membandingkan teori-teori yang
digunakan terkait dengan konsep compact city di Kota Bangkok dan Yogyakarta,
penerapannya di kedua kota tersebut serta karakteristik wilayah masing-masing kota.
Tujuan dari penyusunan tugas ini juga untuk mengetahui persamaan dan perbedaan yang
dilakukan oleh kedua kota tersebut untuk mewujudkan sebagai compact city.
1.3
Metode
Metode penelitian yang digunakan pada jurnal Compact City Strategy Of Bangkok
Mega-City yaitu survey perjalanan rumah tangga di tiga sub area (Area Bang Kapi, Lat
Krabang, proyek perumahan Rom Klao, Kota Baru Bang Phli dan proyek perumahan
Bang-Chalong) dengan total 278 responden. Pertanyaan yang diajukan terdiri dari perilaku
perjalanan, aktifitas responden yang berhubungan dengan ulang alik dan hubungan sosial
atau pengaruh perilaku perjalanan yang dilakukan secara rutin oleh responden. Pemilihan
responden dilakukan secara purposive.
Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal Konsep Smart Growth, Compact
City dan Retrofitting sebagai Solusi Urban Sprawl di Kota-kota Besar di Indonesia
adalah penelitian deskriptif rasionalistik dimana mendeksripsikan fenomena urban sprawl.
Pemilihan responden dipilih secara purposive dengan memikirkan aspek perkembangan,
orientasi pembangunan, perubahan penggunaan lahan dan aksesbilitas. Persamaan metode
penelitian yang digunakan pada kedua jurnal tersebut yaitu dari pemilihan responden yang
dilakukan secara purposive serta mendeskripsikan urban sprawl yang terjadi di Bangkok
serta Yogyakarta.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
2.2
berkelanjutan, yaitu:
1. Bentuk perkotaan yang kompak sehingga membatasi suburban sprawl dan
mewujudkan penggunaan lahan menjadi lebih efisien
2. Bentuk perkotaan yang menerus, yang berdampak pada perluasan baru yang
dilakukan merupakan kelanjutan dari kawasan perkotaan eksisting
3. Bentuk perkotaan yang terhubungkan dengan jalan dan koneksi dalam lingkup
wilayah, yang teridentifikasi serta memudahkan orientasi penduduk
4. Bentuk perkotaan yang beragam berisi campuran penggunaan lahan, bangunan dan
tipe perumahan, gaya arsitektur dan harga
dengan
melindungi
dan
mempertahankan
ekosistem
lokal sekaligus
2.3
prioritas jelas terhadap compactness, blok besar/ruang terbuka/jalur hijau yang melengkapi
lingkungan perkotaan, penekanan yang kuat terhadap pengembangan yang bersifat
pengisian (infill), intensifikasi dan penggunaan yang lebih efisien untuk lahan-lahan
terlantar di kawasan inti kota berupa percampuran serta integrasi berbagai fungsi. Dalam
hal ini yang menjadi argumen kunci compact city adalah sistem transportasi yang
berorientasi pada angkutan umum, mencegah penggunaan kendaraan bermotor serta
membatasi jumlah perjalanan komuter (Marcotullio, P.J. 2001). Berdasarkan aspek
pembangunan
berkelanjutan
dan
perencanaan
lingkungan,
Jabareen
(2006)
3.3
gaya hidup, seperti peningkatan kesejahteraan penduduk yang tercermin dari pemilikan
rumah dan kendaraan bermotor; (2) Faktor ekonomi, yaitu biaya pembangunan pada
5
kawasan pertanian atau lahan bukan perkotaan yang lebih murah dibandingkan dengan
kawasan dalam kota; dan (3) Faktor perencanaan dan kebijakan, antara lain koordinasi
yang rendah antar pemerintah daerah yang berbatasan, subsidi yang diberikan oleh
pemerintah daerah dalam pembangunan jalan (Enger dan Bradley, 2004).
3.4
TOD. Prinsip-prinsi dari new urbanism yaitu walkability, connectivity, mixed use dan
diversity, mixed housing, quality architecture and urban design, traditional neighbor hood
structures, increased density, smart transportation, sustainability serta quality of life. New
urbanism mempromosikan peningkatan penggunaan kereta api dan kereta ringan bukan
pada jalan raya dan jalan.
Retrofitting suburban merupakan bagian teori dari new urbanism. Konsep
retrofitting muncul karena melihat area pinggiran kota yang mulai ditinggalkan oleh
masyarakat serta bangunan-bangunan yang sudah tua. Retrofitting dapat meningkatkan
kondisi lingkungan yang berkelanjutan dilihat dari fakor sosial, ekonomi dan faktor
lingkungan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Bangkok-Mega City
A.
Bangkok sudah membentuk compact city. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
setempat memanfaatkan struktur perkotaan seperti taman kanak-kanak, kantor pos, fasilitas
kesehatan, sekolah di sekitar wilayah tempat tinggal mereka tidak lebih dari 20 kilometer.
Selain itu, perjalanan sehari-hari warga dipengaruhi oleh aksesibilitas ke fasilitas
perkotaan, aktifitas partisipasi dan aktifitas lokal yang berhubungan dengan efisiensi
infrastruktur transportasi perkotaan. Struktur kota mempengaruhi perilaku perjalanan
masyarakat secara langsung melalui kepemilikan mobil, sikap transportasi. Sehingga
dibutuhkan kebijakan compact city yang berkesinambungan dengan perencanaan lahan
perkotaan dan pembangunan berkelanjutan.
B.
C.
aktivitas dan pergerakan di tiga subarea yang berada di Bangkok lebih banyak memilih
fasilitas terdekat karena fasilitas yang disediakan kurang lebih sama dengan fasilitas yang
berada di daerah lain. Terdapat tiga moda transportasi terbesar yang digunakan masyarakat
Bangkok, antara lain kendaraan pribadi, transportasi masal dan kendaraan non bermotor.
3.2
Yogyakarta
A.
tokoh New Urbanism untuk menciptakan kota yang kompak dan berkelanjutan. Elemen
dari smart growth antara lain seperti lingkungan yang kompak. Pembangunan
berkelnajutan dapat diartikan sebagai pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakatnya pada masa sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Transit-Oriented Development, ramah bagi pejalan
kaki dan pengendaran sepeda. Pembangunan yang mencerminkan sifat Smart Growth yaitu
bangunan-bangunan ruang-ruang parkir, ruang-ruang publik yang dirancang sedemikian
ruap sehingga dapat memperpendek jarak perjalanan. Smart growth juga ditandai dengan
pemanfaatan lahan kosong atau lahan yang tak digunakan dapat dimanfaatkan secara
optimal. Istilah smart growth lebih dikenal di Amerika Utara sedangkan di Eropa lebih
dikenal dengan compact city. Sepuluh prinsip dari smart growth yang diharapkan dapat
diterapkan di Yogyakarta yaitu fungsi lahan campuran, desain bangunan yang kompak,
pilihan tempat tinggal, menciptakan kota yang walkable, menciptakan kekhasan suatu
tempat, preservasi terhadap kelestraian alam, memperkuat dan mengembangkan
masyarakat yang sudah ada, menyediakan berbagai pilihan moda transportasi publik,
menciptakan pembangunan yang efisien dan efektif sera selalu mengajak masyarakat
dalam penentuan keputusan.
B.
Retrofits
Terjadinya urban sprawl di suburban menimbulkan permasalahan yang kompleks
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaweewan et al bahwa struktur kota
Bangkok sudah membentuk compact city. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
setempat memanfaatkan struktur perkotaan seperti taman kanak-kanak, kantor pos, fasilitas
kesehatan, sekolah di sekitar wilayah tempat tinggal mereka tidak lebih dari 20 kilometer.
Selain itu, perjalanan sehari-hari warga dipengaruhi oleh aksesibilitas ke fasilitas
perkotaan, aktifitas partisipasi dan aktifitas lokal yang berhubungan dengan efisiensi
infrastruktur transportasi perkotaan. Dalam hal ini yang menjadi kunci compact city adalah
sistem transportasi yang berorientasi pada angkutan umum, mencegah penggunaan
kendaraan bermotor serta membatasi jumlah perjalanan komuter seperti yang telah
dilakukan di mega-city Bangkok. Sehingga masalah urban sprawl yang terjadi di pinggiran
Bangkok dapat diatasi melalui kebijakan compact city.
Fenomena urban sprawl yang terjadi di Yogyakarta mengakibatkan ketidakmerataan
pembangunan sehingga dibutuhkan konsep model kota yang berkelanjutan seperti smart
growth dan compact city untuk area pusat kota sedangkan retrofits untuk area suburban.
Yogyakarta belum menerapkan konsep compact city didaerahnya. Pada dasarnya tujuan
dari smart growth, compact city dan retrofits sama, yakni mengurangi konsumsi lahan dan
biaya perkapita untuk investasi publik, meningkatkan kelayakan dan efisiensi dari transit,
meningkatkan konektifitas lokal, mengurangi perjalanan dengan kendaraan pribadi serta
meningkatkan ruang-ruang hijau di perkotaan.
Persamaan kedua jurnal ini terlihat dari metode yang digunakan yaitu menggunakan
pemilihan responden secara purposive serta menjelaskan urban sprawl yang terjadi pada
kedua kota tersebut. Sedangkan, perbedaannya terlihat pada solusi yang ditawarkan di
pinggir kota. Bangkok menawarkan solusi berupa compact city sedangkan Yogyakarta
menawarkan solusi berupa retrofits. Retrofits suburban melihat dari penampang bentuk
sub-urban terutama komersial dan menunjukkan bagaimana mereka dapat dibangun
kembali. Faktor yang mempengaruhi retrofits yaitu usia, demografi, ketersediaan lahan dan
perkonomian. Bangunan-bangunan di area suburban seperti toko-toko memiliki hidup yang
pendek atau tidak bertahan lama. Sehingga dibutuhkan adanya langkah-langkah dalam
meretrofits suatu daerah suburban seperti memperbaiki area preservasi, mengidentifikasi
jaringan potensial untuk transit, mengidentifikasi target-target perbaikan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Burton, Elizabeth. 2000. The compact city: just or just compact? A preliminary analysis.
Urban Studies, Vol. 37, 11.
Denpaiboon, Chaweewan., Hidehiko Kanegae. 2008. Compact City Strategy of Bangkok
Mega-City. Journal of Humanities. Vol 11, 2.
Enger, E.D., B.F. Smith. 2004. Environmental science: A study of interrelationships. Mc.
Graw Hill, Boston.
Jabareen, Y.R. 2006. Sustainable urban forms. Their typologies, models, and concepts,
Journal of Planning Education and Research.
Marcotullio, P.J. 2001. The compact city, environmental transition theory and asia-pacific
urban sustainable development. Paper for the International Workshop New Approach
to Land Mangement for Sustainable Urban Region, University of Tokyo
Sari, Dian Perwita., M. Sani Roychansyah. 2014. Konsep Smart Growth, Compact City
dan Retrofitting sebagai Solusi Urban Sprawl di Kota-kota Besar di Indonesia.
Jurnal Arsitektur dan Desain Vol. I (1)
Williams, K., E. Burton, M. Jenks (eds.). 2000. Achieving sustainable urban form. SPON
Press, London.
Wheeler, S.M. 2004. Planning for sustainability: creating livable, equitable, and
ecological communities. Routledge, London.
10