Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
HEPATOMA
1. DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling
sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna,
fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma.
Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer
atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel
hati (Misnadiarly, 2007).
2. ETIOLOGI
a. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat,
baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang
hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat
terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini
berakibat akan terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi
dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel
yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau
beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik
seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa melalui sirosis hati.
b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko
penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling umum karsinoma
hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas meningkatnya
insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus karsinoma
hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV. Sekitar 5-30% orang dengan
infeksi HCV akan berkembang menjadipenyakit hati kronis. Dalam kelompok ini,
sekitar 30% berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun berkembang
menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien
dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol
oleh pasien dengan HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
1
penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat mengurangi risiko karsinoma
hepatoseluler secara signifikan.
c. Sirosis Hati
Sirosis
hati
merupakan
faktor
resiko
utama
hepatoma
di
dunia
dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di Amerika
Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis B. Setiap
tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma. Hepatoma
merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada pasien
dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah menderita hepatoma.
d. Aflatoksin
Aflatoksin
B1
(AFB1)
meruapakan
mikotoksin
yang
diproduksi
oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak
berhubungan dengan makanan berjamur.1 Pertumbuhan jamur yang menghasilkan
aflatoksin berkembang subur pada suhu 13C, terutama pada makanan yang
menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan
aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi rambat
rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan
menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin
dalam diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma.
e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat diketahui
bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m2) dibandingkan
dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Obesitas merupakan faktor resiko
utama untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian
berlanjut menjadi hepatoma.
f.
Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk penyakit hati
kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis
non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar
insulin dan insulin-like growth factors (IGFs)
potensial untuk kanker. Indikasi kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat
dari banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien
2
hepatitisyang
C
Virus
hepatitis
B Virus
Aflatoksin Bahan kontrasepsi oral, Penim
steroid
anabolic,
androgen
berlebihan,
3.Alkohol,
PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting
Integrasi
DNA terjadinya
virus ke DNA
sel hati
adalah
kerusakan
yang
tidaksel
dapat
sebabnya.
Infeksi
hatidijelaskan
Mutasi
gen Pada penderita sirosis
hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada
lebih dari 50 % kematian akibat kanker.
Peningkatan
poliferasi
Diagnosa
sulit hepatosit
ditentukan,Inflamasi
sebab tumor
biasanya tidak diketahui sampai penyebaran
kronik
tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Stadium hepatoma :
a. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
b. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I
atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri hati
c. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem
pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya
terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati
Hepatoma
d. Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus
kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan
Anoreksia, mual
Asites
invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh
darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior-atau adanya metastase
keluar dari hati (extra hepatic metastase).
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Dinding perut menegang
Diafragma tertekan
Pathway
Gangguan rasa nyaman nyeri Gangguan ventilasi
3
Diskontinuitas Gangguan rasa
Pembedahan
Resiko
infeksi
Sirosis
hepatik
jaringan
Insisi bedah
Luka
post operasinyaman nyeri
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Gangguan nutrisi
b. Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
c. Kehilangan kekuatan
4
d. Anoreksia
e. Anemia
f. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang cepat
serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama
ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan
radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma.
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann mudah,
aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat
jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi
yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan
bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
b. Radiologi
Untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan
dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati berupa
benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah,dua buah atau lebih atau bisa
sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati
kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
c. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang
normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2
cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak
harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun
nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%.
d. CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu
potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagiansebagian saja. CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga dimensi dan
empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan hubungan kanker
ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
e. Angiografi
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita
lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja
ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan
ukuran kanker yang sebenarnya.
f.
(MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker
hati ini.
g. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker
menggunakan
glukosa
radioaktif
yang
dikenal
sebagai
flourine18
atau
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang
datangnyabersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker
timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak makanan dan oksigen,
dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru (neo-vascularisasi) yang
merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut
pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini
menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri
femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta
abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery
hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery
ini disumbat (di-embolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga
aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan
oksigen ke sel-sel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati.
Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial
chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu
maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin
mati dan tak berkembang lagi.Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi
kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan
yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup
penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan
per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.
2) Infus Sitostatika Intra-arterial
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal
berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas
mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila
Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati
normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti
kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini .
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang
besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat
dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena
pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai
adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg
dicampur dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan
5FU (5 Fluoro Uracil).
Trans
Arterial
Chemoembolisation
ataupun
Trans
Arterial
hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta
(thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari
transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati
dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah
lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak
mampu lagi menolong pasien.
Akan tetapi,langkah menuju transplantasi hati tidak mudah, pasalnya
ketersediaan hati untuk di-transplantasikan sangat sulit diperoleh seiring
kesepakatan
global
yang
melarang
jual
beli
organ
tubuh.
Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan pula sebelum
proses transplantasi harus dilakukan serangkaian pemeriksaan seperti tes
jaringan
tubuh
dan
darah
yang
tujuannya
memastikan
adanya
mempercepat
kematian
penderita.
Seiring
keberhasilan
tindakan
transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan lebih panjang lima tahun.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna
bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah
suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi
portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini
mempunyai risiko kematianyangtinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada pasien dengan
sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint
dan Frerichs. Penatalaksanaan sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih
banyak kegagalan sehingga menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit
ini buruk.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pernafasan klien kembali
normal
KH
-
:
Tidak mengeluh sesak napas,
RR 16 24 X/menit.
Hasil Lab BGA Normal
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Intervensi
Rasional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhaan nutrisi klien
terpenuhi
KH
-
:
BB klien naik
Serum albumin normal
Makanan 1 porsi habis
Klien tidak terlahat lemas
Intervensi
1. Kolaborasi
dengan
dokter
pemberian vitamin.
Rasional
dalam 1. Dengan pemberian vitamin membantu
proses
metabolisme,
mempertahankan
fungsi berbagai jaringan dan membantu
pembentukan sel baru.
2.
Pengertian klien tentang nutrisi mendorong
Jelaskan pada klien tentang pentingnya
klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai
nutrisi bagi tubuh dan diit yang di
diit yang ditentukan dan umpan balik klien
tentukan dan tanyakan kembali apa yang
tentang penjelasan merupakan tolak ukur
telah di jelaskan.
penahanan klien tentang nutrisic.
Bantu
klien
dan
keluarga 3. Dengan mengidentifikasi berbagai jenis
mengidentifikasi dan memilih makanan
makanan yang telah di tentukan Diharapkan
yang mengandung kalori dan protein
klien kooperatif
tinggi
Sajikan makanan dalam keadaan 4. Dengan penyajian yang menarik diharapkan
dapat meningkatkan selera makan
menarik dan hangat.
5.
Dengan kebersihan mulut menghindari rasa
Anjurkan pada klien untuk menjaga
mual sehingga diharapkan menambah rasa
kebersihan mulut.
6. Dengan monitor berat badan merupakan
Monitor kenaikan berat badan
sarana untuk mengetahui perkembangan
asupan nutrisi klien
2.
3.
4.
5.
6.
Dx 3
akibat asites
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam skala nyeri berkurang
KH
-
:
Klien terlihat tenang
Skala nyeri 0-3
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi
Rasional
13
:
Klien terlihat tenang
Skala nyeri 0-3
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi
Evaluasi
1. Observasi cemas, mudah terangsang, 1. Petunjuk
non
verbal
ini
dapat
menangis, gelisah, gangguan tidur
menindikasikan adanya/ derajat nyeri yang
dialami
2. Kecepatan jantung biasanya meningkat
2. Pantau tanda-tanda vita
karena nyeri. TD mungkin meningkat karna
ketidaknyamanan
insisi
tetapi
dapat
l
menurun atau tkidak stabil.
3. Berikan tindakan nyaman, bantu aktivitas 3. Dapat
meningkatkan
relaksasi
atau
perawatan diri dan dorong aktvitas
perhatian tak langsung dan menurunkan
senggang sesuai indikasi.
frekuensi/ kebutuhan dosis analgesic.
4. Beritahu pasien bahwa wajar saja, 4. Adanya nyeri menyebabkan tegangan otot
meskipun lebih baik, untuk meminta
yang mengganggu sirkulasi, memperlambat
analgesic
segera
setelah
penyembuhan, dan memperberat nyeri
ketidaknyamanan menjadi dilaporkan
5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai 5. Biasanya diberikan untuk control nyeri
indikasi
seperti
profiksene
dan
adekuat dan menurunkan tegangan otot,
asetaminofen
yang memperbaiki kenyamanan pasien dan
meningkatkan penyembuhan
Dx 2
14
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien dapat
melaporkan factor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan kewaspadaan yang
diperlukan
KH
infeksi
Klien dapat mempertahankan lingkungan aseptic yang aman
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi
Rasional
1. Control
infeksi,
sterilisasi
dan 1. Mekanisme
yang
dirancang
untuk
prosedur/kebijakan aseptic
mencegah infeksi
2. Periksa kulit untuk memeriksa adanya 2. Gangguan pada integritas kulit atau dekat
infeksi yang terjadi.
dengan lokasi operasi adalah sumber
kontaminasi luka.
3.
Kontaminasi dengan lingkungan/ kontak
3. Identifikasi gangguan pada tehnik
personal akan menyebabkan daerah yang
aseptic dan atasi dengan segera pada
steril menjadi tidak steril sehingga dapat
waktu terjadi.
meningkatkan resiko infeksi.
4.
Dapat diberikan secara profilaksis bila
4. Kolaborasikan pemberian antibiotic jika
dicurigai
terjadinya
infeksi
atau
perlu.
kontaminasi.
REFERENSI:
1. http://adinata007.blogspot.com/2012/03/bab-ii-pembahasan-2.html
2. http://wantohape.wordpress.com/2010/01/07/askep-hepatoma/
15