Vous êtes sur la page 1sur 35

Atresia Ani Tanpa Fistula

Laporan Kasus

Oleh:
Devi Chintya Kumalasari
NIM 112011101013

Disusun untuk melaksanakan tugas kepaniteraan klinik Madya Lab/SMF Ilmu


Bedah FK Universitas Jember-RSD. dr. Soebandi Jember

SMF/LAB. ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN -UNIVERSITAS JEMBER
1

RSD. Dr. SOEBANDI


2015
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................

ii

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................

1.1 Definisi..................................................................................................

1.2 Epidemiologi.........................................................................................

1.3 Etiologi..................................................................................................

1.4 Anatomi dan Fisiologi Anorektum........................................................

1.5 Embriologi dan Patofisiologi................................................................

1.6 Klasifikasi.............................................................................................

1.7 Diagnosis dan Tatalaksana....................................................................

16

1.8 Tindakan Operatif.................................................................................

19

1.9 Komplikasi............................................................................................

24

1.10 Prognosis.............................................................................................

25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................

26

BAB 2. LAPORAN KASUS.....................................................................

27

2.1 Identitas Penderita.................................................................................

27

2.2 Anamnesis.............................................................................................

27

2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................

28

2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................................

31

2.5 Diagnosis dan Masalah.........................................................................

32

2.6 Penatalaksanaan....................................................................................

32

2.7 Follow Up.............................................................................................

33

2.8 Prognosis...............................................................................................

34

BAB I TINJAUAN PUSTAKA


1.1. DEFINISI
Atresia berasal dari kata : a = tidak, tresis = rongga. Jadi Atresia adalah
tidak memiliki rongga/lumen/lubang normal pada tubuh. Atresia Ani adalah suatu
penyakit kelainan bawaan pada bayi dimana tidak memiliki lubang anus (Levitt
dan Pena, 2007).
1.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan.
Insidensi pada laki-laki lebih banyak (58%) dari perempuan (42%), (Arensman,
2000). Dapat melibatkan hubungan antara rectum distal dengan saluran kemih
maupun alat genitalia. Insidensinya dapat terjadi 1 di antara 3000-4000 kelahiran
(Levitt dan Pena, 2007).
1.3. ETIOLOGI
Etiologi atresia ani belum diketahui secara pasti. Atresia ani diduga
merupakan kelainan yang berhubungan dengan genetik dan lingkungan yang
diturunkan secara resesif autosomal, serta sering dikaitkan dengan sindrom
VACTERL (anomali vertebra, cardio, trakea, esophageal, renal, limb) yang
memiliki keterkaitan dasar genetik (Sjamsuhidayat & Jong, 2010).
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya
fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya
feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau
perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
membran kloaka secara sempurna (Kliegman et al, 2007)
1.4. ANATOMI DAN FISIOLOGI ANOREKTUM

Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti


lengkungan sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi kanalis
analis (saluran anus). Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan kolon
sigmoid. Rektum berbentuk seperti huruf S dan memiliki tiga lengkungan yang
tajam sewaktu mengikuti lengkungan sacrococcygeus. Bagian rektum yang diatas
diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti yang berperan menopang dan
menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum membelok tajam ke dorsal
(lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis analis. Sebagian muskulus
levator ani / muskulus puborektalis membentuk jerat pada batas rektum-anus dan
menarik bagian ini ke ventral sehingga terjadi sudut anorektal (angulus
anorektalis) (Susan, 2008).

Gambar 1.1 Rektum


a. Peritoneum pembungkus rektum
Peritoneum membungkus 1/3 bagian superior pada facies anterior dan
lateralis, 1/3 bagian media mempunyai peritoneum hanya pada facies anteriornya,
1/3 bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum. Pada pria peritoneum
4

melipat dari facies anterior rektum ke dinding posterior vesika urinaria, pada
tempat itu peritoneum membentuk lantai kantung rektovesikalis. Pada anak lakilaki peritoneum membentang ke inferior hingga dasar prostat. Pada wanita,
peritoneum melipat ke rektum menuju ke fornix posterior vagina dan pada tempat
tersebut peritoneum membentuk lantai kantung rektouterina (kavitas Douglasi).
Pada pria dan wanita, peritoneum melipat ke lateralis dari rektum membentuk
fossa pararektalis pada tiap sisi rektum dibagian 1/3 superiornya. Fossa
pararektalis memungkinkan rektum untuk menggelembung (Susan, 2008).
b. Vaskularisasi rektum
Percabangan arteri iliaca comunis membentuk arteri iliaka interna dan
arteri iliaka eksterna. Cabang arteri iliaka interna menyuplai darah kehampir
seluruh struktur pelvis. Arteri rektalis superior yang merupakan kelanjutan dari
arteri mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum
distal, dan arteri rektalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum. Darah
dari rektum disalurkan kembali melalui vena rektalis superior, vena rektalis
media, vena rektalis inferior. Kira-kira setinggi vertebra S-3, a.rektalis superior
membagi diri dalam dua cabang yang menuruni tiap sisi rektum. Dua a.rektalis
media merupakan cabang-cabang a. iliaka interna yang memasok rektum pars
media dan inferior. Dua a. Rektalis inferior, cabang-cabang a. Pudendi interna
yang memasok pars inferior rekti dan kanalis analis. Aliran vena rektum dialirkan
melalui v. Rektalis superior, media dan inferior (Susan, 2008).

Gambar 1.2 Vaskularisasi arteri Rektum

Gambar 1.3 Vaskularisasi vena Rektum


Tabel 1.1 Fisiologi Anorektum anak yang normal dengan MAR

Fisiologi Anorektum Anak Normal

Fisiologi Anorektum Anak dengan Malformasi


Anorektal

Sphincter Ani

Sphinter Ani

Gambar 1.4 Rektum pada anak Normal

Gambar 1.5 Rektum pada anak dengan MAR

Mekanisme sphincter ani ditentukan oleh

Anak-anak dengan MAR tidak dapat dibedakan

struktur anatomi disekitarnya. Muskulus yang

mana m. sphinter ani externus, levator ani

bekerja secara sadar (volunter) adalah m.

karena muskulus tersebut menyatu yang disebut

sphincter ani externus dan m. levator ani.

m. complex. Oleh karena itu selama bertahun-

Muskulus yang bekerja secara tidak sadar

tahun

(involunter) adalah m. sphincter ani internus.


Muskulus sphincter ani externus dipersyarafi

posterosagital untuk memperbaiki MAR, dan

oleh n. pudendal cabang S2-S4, syaraf ini


merangsang aktivitas sensorik maupun motoric

paramedian diantara m. complex.


MAR letak tinggi, rectum berada diatas m.

muskulus ini. Dan untuk aktivitas autonomy

levator ani dan m. sphincter ani externus. MAR

dipersyarafi oleh n. erigentes yang berasal dari

letak rendah rectum dapat menembus sebagian

S2-S4.

rangsang ketika feses sudah berada di rectum,

m. sphincter externus.
Fisiologi Fungsi Sphincter Ani
Anak-anak dengan MAR letak tinggi, jumlah

sedangkan system simpatisnya belum diketahui

syaraf-syaraf yang mempersyarafi musculus

mekanisme kerjanya.
M. levator ani merupakan otot yang berbentuk

sphincter ani dan muskulus kompleks di

Sistem

parasimpatis,

memberikan

operasi

menggunakan

pendekatan

diyakini bahwa m. sphincter externus berjalan

ischiococcygeus,ileococcygeus,pubococcygeus

sekitarnya jumlahnya menurun.


Sensasi dan Proprioreseptif
Agenesis ujung syaraf pada atresia ani tinggi,

dan

menyebabkan

lurus dan panjang yang berikatan pada


puborectalis.

Innervasi

motoric

dan

otonom muskulus ini berasal dari S3 dan S4.


M. spincter ani internus merupakan otot polos
yang berbentuk sirkuler (berasal dari lapisan
muskularis propia dari usus). Hanya memiliki
inervasi otonom, berupa kontrol simpatis
(resting tone) dan parasimpatis (relaxation).

kecacatan

pada

muskulus

kompleks dalam sensasi dan proprioseptif.


Motilitas Colon dan Rektosigmoid
Anak-anak dengan MAR akan mengalami
sembelit

akibat

hipomotolitas

segmen

rektosigmoid, Jika hal ini tidak ditangani maka


akan terjadi megasigmoid, sehingga terjadi

Persyarafan sensoris baik perasaan nyeri, suhu,

inkontinesia.

tekanan, raba terletak 1 cm di bawah dentate


line.
Fisiologi Fungsi Sphinter Ani
Ada mekanisme sphinter ani yaitu yang
bersifat volunter (m. sphincter ani externus)
dan involunter (m. sphincter ani internus).
Ketika tubuh kita beristirahat sphincter ani
internus

berkontraksi

maksimal.

Ketika

sphincter ini relaksasi menunjukkan jika terjadi


peningkatan

tekanan

intraluminal,

yang

kemudian diikuti kontraksi m. sphincter ani


externus.

Penghambatan

reflex

rectoanal

(RAIR) merupakan suatu proses BAB.


Nitrit
Oksida
(NO)
merupakan
neurotransmitter yang merangsang RAIR. Pada
saat rectum distensi, zat nonadrenergik tersebut
merangsang saraf parasimpatis noncholinergic
pada dinding sphincter ani internal sehingga
terjadi relaksasi m. sphincter ani internus. NO
berasal

dari

sel-sel

ganglion

pleksus

intermuskularis spincter ani internus pada


pleksus Auerbach.
Zat yang menghambat proses ini terdapat pada
ganglia myerentericus pada rectum.
Pada pasien Hirchsprung disease, serta pasien
atresia ani letak tinggi yang telah dioperasi
tidak memiliki reflex ini.
Sensasi dan Proprioreseptif
Pada awal kehidupan sat lahir, para ahli
meyakini bahwa pada anak normal persyarafan
dari anus dan kulit perianal tidak hadir pada sat
lahir, tetapi diperoleh ketika anak mulai belajar
BAB. Reseptor itu tidak dibutuhkan untuk
menjaga sphincter ani

externus kontraksi,

karena pada bayi baru lahir punya reflex

phincter externus. Ada atau tidaknya reseptor


ini pada bayi baru lahir belum ada penjelasan.
Selain itu sulit dijelaskan bahwa persyarafan
dari anus dan kulit perianal tidak ada di awal
kehidupan,

sebagaimana

dibuktikan

oleh

seringai wajah anak-anak ketika ingin BAB.


Motilitas Kolon dan Rektosigmoid
Dibutuhkan waktu 3-6 jam transit makanan
dari lambung ke usus kecil. Lalu isi usus
masuk

ke

sekum

dalam

keadaan

cair.

Membutuhkan waktu 20-24 jam untuk feces


mencapai rectum dan terbentuk padat. Ada
gelombang peristaltic yang mendorong feces
ke arah anus (bertujuan untuk mengosongkan
lumen) setiap 24 jam. Motilitas Kolon dan
rektosigmoid

sangat berpengaruh pada m.

sphincter ani externus. Dapat diukur dengan


Tonic, phasic, High amplitude propaganated
contractions (HAPCs > besar dari 80 mm Hg)
dan rectal motor complex (RMCs). Pada anak
yang memiliki HAPCs tinggi berimplikasi pada
penurunan BAB. Kedua hal ini dirangsang
pada saat setelah makan.

1.5. EMBRIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Anus dan rektum berasal dari embriologi yang di sebut kloaka. Kloaka
berasal dari pertemuan antara lapisan endoderm dan ektoderm. Pertumbuhan ke
sebelah lateral membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di
sebelah belakang dan saluran kencing di sebelah depan. Kedua sistem ( rectum
dan saluran kencing ) menjadi terpisah sempurna pada umur kandungan minggu
ke 7, pada saat yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah
mempunyai lubang eksternal,sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang
baru terbuka pada kehamilan minggu ke 8. Malformasi anorektal terjadi akibat

kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Kelainan


dalam perkembangan proses ini dapat menimbulkan suatu anomali, yang
mengenai saluran usus bawah , daerah genitourinaria dan bagian rectum sehingga
menumbulkan fistula (Sadler, 2006).
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis di akibatkan adanya
obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen,
sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir
melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah truktus urinarius menyebabkan
infeksi berulang. Keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90 % dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (Sadler, 2006).

1.6. KLASIFIKASI
Klasifikasi Malformasi Anorektal menurut Derbew dan Levitt (2009) :
Tabel 1.2 Klasifikasi MAR pada Pria dan Wanita
Pria

Wanita

10

Fistula perineum

Fistula perineum

Fistula rektouretra

Fistula vestibular

Bulbar

Kloaka persisten

Prostatik

3 cm saluran umum

Fistula leher rektobladder

>3cm saluran umum

Anus imperforata tanpa fistula

Anus imperforata tanpa fistula

Atresia rektum

Atresia rektum

Defek kompleks

Defek kompleks

Gambar 1.7 Klasifikasi MAR antara Wanita dan Pria


Malformasi Anorektal pada laki-laki
1. Perineal Fistula, Adanya fistula pada perineum.

11

Gambar 1.8 Fistula Perineal


Bucket handle : disebut gagang ember yaitu daerah lokasi anus normal
tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses tidak ada.

Gambar 1.9 Bucket Handle


2.

Rectourethral fistula
a. Bulbar

b. Prostatic

Gambar 1.10 Fistula Rectourethral tipe Bulbar dan Prostatic


Letak Bulbar : Rektum berhubungan dengan uretra pars posterior.
Pada kelainan ini biasanya memiliki sphincter ani yang normal,sacrum
normal, anal dimple dan garis tengah yang memisahkan antar pantat.
Letak Prostatik : Rektum berhubungan dengan uretra pars
prostatika. Sedangkan pada kelainan ini biasanya sphincter ani Abnormal,
flat bottom, Abnormal sacrum dan tidak adanya anal dimple.
3. Bladder-neck fistula

12

Gambar 1.11 Bladder-neck Fistula


Pada kelainan ini rectum terletak di atas m. levator ani, flat
bottom, sacrum distropik. Dan kelainan ini biasanya disertai penyakit
kelainan kongenital lainnya.
4. No fistula : rektum buntu. Tidak ada evakuasi feses.

Gambar 1.12 MAR tanpa Fistula


Rektum biasanya terletak 2 cm dari perineum. Mekanisme
m. sphincter ani normal, sacrum normal dan fungsi usus baik. Dan
tidak ada hubungan dengan organ seperti uretra, tetapi jaraknya
antara uretra dengan rectum tipis sekali.
Malformasi Anorektal pada perempuan
1. Perineal fistula : terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi
anus normal.

13

Gambar 1.13 Fistula Perineal


2.

Rectovestibuler fistula : muara fistel di vulva dibawah vagina. Umumnya


evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat

Gambar 1.14 Fistula Rektovestibuler


3.

Vagina fistula : mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa
tidak lancar.
a. Low

b. high

14

1.15 Fistula Vagina Tipe Low dan High


4.

Kloaka : pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus


digestivus tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.

Gambar 1.16 Kloaka

5.

Rectal atresia : kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada


pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1 -2 cm.

Gambar 1.17 Rectal Atresia

15

6.

Hidrocolpos : Hidrocolpos adalah distensi vagina yang disebabkan oleh


akumulasi cairan akibat obstruksi vagina bawaan

Gambar 1.18 Hidrocolpos

Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan


malformasi anorektal adalah:
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan
yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus
arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi
duodenum (1%-2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan

16

hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah


myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada
malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan
urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai
60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%
(Kliegman et al, 2007).

1.7. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA


a. Algoritma Pria

17

Gambar 1.19 Algoritma Pria dalam penanganan MAR


Pada laki-laki pemeriksaan fisik pada perineum sudah dapat menegakkan
diagnosis atresia ani. Kurang lebih 80-90% kasus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan fisik. Kasus dipertanyakan bergantung pada keberadaan
mekonium dalam urin, dan pemeriksaan radiologis dengan posisi cross-table
lateral. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan setelah 18 jam kehidupan. Jika
rektum terletak kurang dari 1 cm dari kulit perineal, ini dianggap sebagai MAR
letak rendah. Semua lesi lebih tinggi dari 1 cm berupa MAR letak tinggi
memerlukan kolostomi (Kliegman et al, 2007).
Biasanya diperlukan waktu 16 sampai 24 jam PADA bayi yang baru lahir
untuk mengeluarkan mekonium melalui fistula yang mempunyai komunikasi
dengan kulit atau uretra. Dengan demikian, kolostomi tidak harus dilakukan
sebelum 24 jam kehidupan. Untuk sementara, kasa dapat ditempatkan pada
ujung penis melihat mekonium, dan USG abdomen harus dilakukan untuk
menyingkirkan kelainan ginjal dan hidronefrosis. Ekokardiogram juga harus
dilakukan jika ditemukan murmur jantung atau sianosis. MAR letak rendah

18

bisa melalui fistula atau tag kulit yang menonjol (Bucket Handle). MAR ini
biasanya dilakukan anoplasty perineum baik melalui pendekatan posterior
sagittal atau melalui dilatator. MAR letak lebih tinggi pada pemeriksaan
ditandai dengan bagian bawah yang sangat datar (Flat Bottom), mekonium
dalam urin, atau udara di kandung kemih. MAR letak tinggi memerlukan
kolostomi pada masa neonatus dan perbaikan definitif pada usia 3 bulan
dengan syarat berat badan cukup dan tidak ada kelainan organ lainnya
(Kliegman et al, 2007).
b. Algoritma perempuan

Gambar 1.20 Algoritma Perempuan dalam penanganan MAR


Pada perempuan pemeriksaan fisik pada perineum sudah dapat
menegakkan diagnosis atresia ani, kurang lebih 90% kasus. Sebagai contoh,
fistula kulit dan vestibular dapat segera diidentifikasi selama pemeriksaan
perineum. Satu harus memegang kaki bayi dan menggunakan pencahayaan
yang baik. Sebuah fistula lubang rectovestibular biasanya dapat diidentifikasi
19

di luar hymen. Sebuah fistula rektovaginal diidentifikasi dengan mekonium


yang berasal dari dalam vagina melalui hymen, tapi ini adalah malformasi
sangat jarang. Sebuah fistula perineum memiliki makna prognostik dan terapi
yang sama seperti pada laki-laki. Sebuah fistula vestibular cenderung kompeten
dan tetap paten dengan dilatasi serial (Kliegman et al, 2007).
Tergantung pada pengalaman dokter bedah, perbaikan utama pada masa
neonatus dapat dilakukan. Pendekatan paling aman adalah kolostomi dengan
menghindari infeksi yang telah terjadi pada fistula rectovestibular. Sebuah garis
tengah, massa perut bagian bawah pada bayi baru lahir ini adalah
patognomonik untuk hydrocolpos. Sangat penting untuk ahli bedah pediatrik
berurusan dengan cloacas untuk menyadari fakta bahwa vagina sangat dilatasi
merupakan masalah yang signifikan bagi para bayi yang baru lahir. Selama
periode neonatal, bayi tidak boleh dibawa ke ruang operasi sampai saluran
kemih

secara

memadai

dievaluasi

dan

adanya

hydrocolpos

telah

dikesampingkan (Kliegman et al, 2007).


Jika bayi memiliki hydrocolpos, itu adalah wajib bagi ahli bedah tidak
hanya untuk membuka kolostomi, tetapi juga untuk memasukkan tabung ke
dalam vagina melebar atau vagina untuk dekompresi mereka dan dengan
demikian mencegah komplikasi, seperti pyocolpos atau obstruksi saluran
kemih. Jika bayi perempuan tidak mengeluarkan mekonium dalam 16 sampai
24 jam pertama, periksa radiografi dengan posisi cross-table lateral. Selain itu,
USG perut untuk mengevaluasi ginjal dan ureter juga diperlukan (Kliegman et
al, 2007).

1.8. TINDAKAN OPERATIF


Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Tabel 1.3 Indikasi Colostomy

20

Untuk melakukan tindakan kolostomi perlu dipertimbangkan pemeriksaan


foto x-ray lateral cross table dengan bayi berada pada posisi pronasi. namun
sebelum itu perlu diketahui, evaluasi radiologis tidak selalu menunjukkan anatomi
nyata sebelum 24 jam karena rektum tertutup oleh otot dari sfingter yang
melingkar di bagian bawahnya. oleh karena itu evaluasi radiologis dilakukan
setelah 24 jam akan mungkin memperlihatkan "rektum letak tinggi" dan akan
menghasilkan diagnosis palsu(Oldham et al, 2004).

Gambar 1.21 Foto Cross Table Lateral

21

Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur


abdominoperineal

pullthrough,

tapi

metode

ini

banyak

menimbulkan

inkontinensia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero
sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus
dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
pemotongan fistel (Oldham et al, 2004).

Gambar 1.22 Colostomy

22

Gambar 1.23 Posterosagital Anorectoplasty (PSARP)


Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Sebagai hasilnya adalah defekasi secara teratur dan
konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian
akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG (Oldham et al, 2004).
Jenis Tindakan Operasi Pembuatan Anus
1. Minimal PSAP (Posterosagital Anoplasty)
Minimal PSAP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus dimana
dilakukan pemotongan terhadap m. sphincter ani externus. Dilakukan pada
Atresia Ani letak rendah dengan Fistula Perineal, Anal Membranosa,
maupun Bucket Handle (lihat algoritma di depan).
2. Limited PSARP (Posterosagital Anorectoplasty)
Limited PSARP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus
dimana dilakukan pemotongan m. sphincter ani externus, m. complex

23

tanpa membelah coccygeus. Dilakukan pada Atresia Ani dengan Fistula


Rektovestibuler (lihat algoritma di depan).
3. Full PSARP (Posterosagital Anorectoplasty)
Full PSARP merupakan tindakan operasi membuat lubang anus dimana
dilakukan pemotongan m. sphincter ani externus, m complex serta
memotong coccygeus. Dilakukan pada Atresia Ani Letak Tinggi, Fistula
Rektovaginalis, Rektouretralis (lihat algoritma di depan).
Tatalaksana Post-Operatif pada Kasus Malformasi Anorektal
1. Perawatan Pasca Operasi PSARP
a. Antibiotik intra vena diberikan selama 5 hari ,salep antibiotik
diberikan selama 8- 10 hari.
b. Analgetik
c. Dua minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger
dilatation, 2 kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan
anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai
dengan umurnya. (Arensman, 2000).

Tabel 1.4 Tabel Ukuran Businasi Berdasarkan Umur


UMUR

UKURAN

1 - 4 bulan

#12

4 - 12 bulan

#13

8 - 12 bulan

#14

1 - 3 tahun

#15

3 - 12 tahun

#16

> 12 tahun

#17

Tabel 1.5 Tabel Frekuensi Businasi Berdasarkan Umur

24

Frekuensi

Dilatasi

tiap 1 hari

1x dalam satu bulan

tiap 3 hari

1x dalam satu bulan

tiap 1 minggu

2x dalam satu bulan

tiap 1 minggu

1x dalam satu bulan

tiap 1 bulan

1x dalam tiga bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan (Levitt dan Pena,
2007).
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.
Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran
lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan antibiotik
topikal berupa salep dapat digunakan pada luka (Levitt dan Pena, 2007).
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm
tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai
dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari
selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali
seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi .
Kolostomi ditutup jika luka operasi pembentukan anus sudah sembuh dan businasi
ukuran 13 dan 14 mudah masuk (Levitt dan Pena, 2007).
1.9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,

25

keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta


perawatan post operasi yang buruk dan konstipasi. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan
ada tidaknya fistula. (Levitt dan Pena, 2007)
Secara umum ada komplikasi early dan late.
a. Early Complications
-

Infeksi

Neurogenic Bladder

Injury Urethra, Vas Deferens dan Vagina

Inkontinensia

Obstruksi

b. Late Complications

1.10.

Stricture urethra

Pembentukan Neoanus (bisa berbentuk Kloaka, Ureterovaginal)

Prolaps usus

Megasigmoid

PROGNOSIS
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai

pengendalian defekasi, Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter


pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan
sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan
keadaan mental penderita Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan
sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt dan Pena, 2007).

26

DAFTAR PUSTAKA
Arensman, Robert M. 2000. Pediatric Surgery. Texas USA : Landes Biscience
Derbew, M. Levitt, MA. 2009. Newborn Management of Anorectal Malformation.
Surgery in Africa : 1-14.
Kliegman, R.M., Behrman, R.M., Jenson, H.B., dan Stanton, B.F. 2007. Nelson
Textbook of Pediatrics. Philadelphia : Saunders, An Imprit of Elsevier.
Levitt MA, Pena A. 2007. Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare
Diseases, 2:33.
Oldham, K.T., Colombani,P.M., Foglia, R.P., dan Skinner, M.A. 2005. Principles
and Practice of Pediatric Surgery. New York : Lippincot Williams dan
Wilkins.
Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Edisi ke 10. Jakarta : EGC.

27

Sjamsuhidayat R, Jong W. 2011. Usus Halus, Appendik, Kolon dan Anorektum.


Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3th. Jakarta : EGC. 667-70
Susan, S. 2008. Grays Anatomy, The Anatomical Basis of Clinical Practice 40 th
edition. Spain : Churchill Livingstone Elsevier.

BAB 2. LAPORAN KASUS


2.1. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Bayi Ny. Ridotul Umami

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 1 hari

Pekerjaan

:-

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Alamat

: Andongsari, Jember

No. Rekam Medik

: 09.44.14

Tgl. MRS

: Selasa, 29 September 2015

2.2. ANAMNESIS
Jumat, 02 Oktober 2015, jam 15.00 WIB (H3 MRS)
Keluhan Utama

Tidak memiliki lubang anal


Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi Ny. Ridotul Umami lahir pada hari Selasa, tanggal 29 September 2015 jam
05.20 WIB di ruang VK RSD dr.Soebandi, ditolong oleh bidan dari ibu

28

primigravida (G1P0A0), lahir spontan dan langsung menangis. Umur kehamilan


kurang bulan, 34 minggu (preterm) , dengan BB 2,2 kg dan berjenis kelamin
perempuan. Pasien tidak memiliki lubang anal, BAB (-), mekonium (-), BAK (+)
spontan. Pasien muntah keruh sejak awal kelahiran, muntah faeces pagi ini dan
perut semakin kembung.
Riwavat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.
Riwayat Pengobatan :
Pasien langsung mendapat perawatan di RSD dr Soebandi Jember.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran

: Allert

Tanda Vital

Frekuensi jantung

: 156 x/menit, regular, kuat angkat

Frekuensi pernafasan

: 52 x/menit, regular, tipe abdominal

Suhu aksila

: 36,30 C

Waktu pengisian kapiler : < 2 detik


Status generalis:
Kulit :
turgor kulit normal, ptekie (-), purpura (-), ikterus (+), sianosis (-)
Kepala:
Bentuk

: normocephal

Rambut

: hitam, lurus, tipis, tidak mudah dicabut

UUB

: normal (sudah menutup semua), tidak membonjol

Mata

: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (+/+) oedem periorbita (-/-)


refleks cahaya (+/+), air mata (+/+), mata cowong (-/-)

Hidung

: sekret (-), darah (-), mukosa hiperemis (-), pernafasan cuping


hidung (-)

Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-), bau (-/-)

29

Mulut

: sianosis (-), darah (-), kering (+), bibir pecah-pecah (-), mukosa
normal kemerahan, deviasi lidah (-), pembesaran lidah (-)

Leher:
Bentuk

: Simetris

Kelenjar getah bening

: Pembesaran (-)

Tonsil

: Pembesaran (-), hiperemis (-)

Kaku kuduk

: (-)

Thoraks:
Cor:
Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba normal di ICS V


midclavicula sinistra

Perkusi

: redup
Batas kanan atas : ICS II parasternal line dextra
Batas kanan bawah : ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri atas
: ICS II parasternal line sinistra
Batas kiri bawah : ICS V midclavicula line sinistra

Auskultasi

: S1S2 tunggal, reguler, tidak ada suara jantung


tambahan.

Pulmo:
Ventral

Dorsal

Dextra
I : simetris, retraksi(-)
P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor
A :Ves + ;Rh - ; Wh I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor
A :Ves + ;Rh - ; Wh -

Abdomen:
30

Sinistra
I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor
A :Ves + ;Rh - ; Wh I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) dbn
P : Sonor
A :Ves + ;Rh - ; Wh -

Inspeksi

: Cembung, DC (-), DS (-)

Auskultasi

: Bising usus positif menurun

Perkusi

: Hipertimpani

Palpasi

: Distended, soepel (-), nyeri tekan (-), organomegali (-)

Ekstremitas:
Superior
- Akral hangat
- Oedem
- Sianosis
- Atrofi
- Hemiparesis
Inferior
- Akral hangat
- Oedem
- Sianosis
- Atrofi
- Hemiparesis

: +/+
: -/: -/: -/: -/: +/+
: -/: -/: -/: -/-

Status Lokalis:
Regio Perianal
Inspeksi: Terdapat Anal Dimple, feses (-), laserasi (-), fistula (-)

Gambar 2.1. Anal dimple pada pasien

Palpasi: massa (-), RT tidak didapatkan lubang anal

31

Kesan : kulit ikterik, abdomen cembung, BU (+) menurun, hipertimpani,


distended, tidak didapatkan lubang anal
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : Foto Cross Lateral Table dengan knee chest position

Gambar 2.2. Foto Cross Lateral Table menunjukkan jarak antara udara dalam lumen
usus dengan timah > 1 cm

2. Hasil Laboraturium
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
1. Hemoglobin
2. Lekosit
3. Hematokrit
4. Trombosit
Faal Hati
1. Bilirubin Direk
2. Bilirubin Total
3. Albumin
Gula Darah
1. Glukosa Sewaktu

Tanggal 29-09-15

Tanggal 30-09-15

Nilai Normal

Satuan

20.2
19.9
56.4
238

14.5 - 22.5
5.0 - 21.0
45 - 67
150 - 450

gr/dl
109/L
%
109/L

0.60
7.78
3.7

0.2 - 0.4
< 1.2
3.4 - 4.8

mg/dl
mg/dl
gr/dl

< 200

mg/dl

188

Kesan : atresia ani letak tinggi, hiperbilirubinemia

32

2.5. DIAGNOSIS DAN MASALAH


Diagnosis Kerja :
Malformasi Anorectal Letak Tinggi Tanpa Fistula
Diagnosis Banding :
1.

Rectal atresia

2.

Hirschsprungs disease

3.

Meconial Plug syndrome

2.6. PENATALAKSANAAN
Diagnostik :
1. Foto cross lateral table dengan knee-chest position
2. Darah lengkap, bilirubin, gula darah
Monitoring :
Tanda vital, lingkar abdomen, muntah, BAB, ikterik
Medikamentosa :
1. Infus D10 1/5 NS 10 tpm
2. Injeksi ampicilin sulbactam 100 mg diberikan 2 kali dalam sehari
3. Pasang OGT
4. Pasang DC dengan NGT no 3.5
5. Pro sigmoidectomy
Diet :
Puasa
Edukasi :
1. Menjelaskan tentang penyakit atau kelainan yang diderita : penyebab,
perjalanan penyakit, perawatan, dan prognosis.
2. Edukasi dan informed consent pada keluarga pasien mengenai
penatalakasanaan seanjutnya yang akan dilakukan.

33

2.7. FOLLOW UP

Sabtu, 03 Oktober 2015 (H4MRS, Post op Sigmoidectomy H0)


Residu kekuningan, muntah (-), kulit ikterik (+), BAB (+)
S

KU : lemah
Kes : allert
TTV: HR: 144x/menit, RR: 52 x/menit, Suhu: 35,7C, SpO2: 99%
K/L: a/i/c/d: -/+/-/Thx: Cor: S1S2 tunggal
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,Wh -/Abd: cembung, BU +, timpani, soepel
Ext: AH dikeempat ext, tidak ada oedema dikeempat ext
Status Lokalis:
Regio Abdominal: I : BAB (+) pada colostomy bag, rembesan darah post op (-)
A : bising usus (+) menurun
P : tympani

A
P

P : soepel, nyeri tekan (-), oedem (-)


MAR anorectal letak tinggi tanpa fistula, post op sigmoidectomy H0 + ikterus kremer IV
O2 nasal 2 lpm
Infus D10 1/5 NS 300cc/24 jam
Injeksi ceftazidime 2 x 125 mg
Injeksi antrain 3 x 50 mg
Fototerapi
OGT (+)
Puasa

34

Selasa, 06 Oktober 2015 (H7MRS, Post op Sigmoidectomy H3)


Residu (-), muntah (-), BAB (+)
S

KU : cukup
Kes : allert
TTV: HR: 128x/menit, RR: 52 x/menit, Suhu: 36,7C, SpO2: 97%
K/L: a/i/c/d: -/-/-/Thx: Cor: S1S2 tunggal
Pulmo: Ves +/+, Rh -/-,Wh -/Abd: cembung, BU +, timpani, soepel
Ext: AH dikeempat ext, tidak ada oedema dikeempat ext
Status Lokalis:
Regio Abdominal: I : BAB (+) pada colostomy bag, rembesan darah post op (-), pus (-)
A : bising usus (+) normal
P : tympani

A
P

P : soepel, nyeri tekan (-), oedem (-)


MAR anorectal letak tinggi tanpa fistula, post op sigmoidectomy H3
O2 nasal 2 lpm
Infus D10 1/5 NS 300cc/24 jam
Sanmol infuse 3 x 50 mg
OGT (+)
ASI ad libitum

2.8. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

35

Vous aimerez peut-être aussi