Vous êtes sur la page 1sur 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi
salah satu fokus pemerintah untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Indonesia
adalah sebuah negara yang berpotensi untuk menjadi negara industri, hal ini
ditunjang dengan adanya struktur perekonomian yang mengalami perubahan
kemajuan yang drastis karena pesatnya pertumbuhan gugus industri dan
UKM. Sektor UKM merupakan sektor yang penting untuk diberdayakan,
karena

terdapat

beberapa

indikator

yang

menjelaskan

pentingnya

pemberdayaan UKM. UKM merupakan usaha yang memiliki kemandirian dan


tidak terlalu bergantung dengan pemerintah. UKM juga berperan besar dalam
mengurangi angka pengangguran.
UKM sebagai pelaku usaha berskala kecil dan menengah yang tangguh
dalam menghadapi krisis moneter tumbuh menjadi bagian integral dari
keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis perekonomian dalam
negeri. UKM memiliki kontribusi cukup besar terhadap produk Nasional di
Indonesia. Produk-produk UKM bahkan memiliki kemampuan menembus
pasar internasional sehingga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan nasional.
Konsumsi kerupuk rambak di Indonesia sangat besar, terbukti dari
animo masyarakat yang begitu besar dan keberadaannya yang tersebar luas.
Jumlah permintaan rambak selalu mengalami peningkatan. Kerupuk rambak
ini sering digunakan sebagai makanan selingan dan pelengkap makan nasi,
bahkan tidak sedikit orang yang menganggap sebagai lauk pauk setiap hari.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1992) menyatakan
bahwa kerupuk rambak merupakan kerupuk yang paling bergizi dibandingkan
dengan dengan kerupuk tapioka, terigu dan kedelai. Kandungan yang ada di
dalam kerupuk rambak meliputi 82,9 % protein, 16% karbohidrat, 3,84%
lemak per 100 gram serta 0,04 % mineral.
1

Seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin ketat, maka


UKM (Usaha Kecil Menengah) perlu menyusun strategi untuk mengendalikan
mutu produk yang dihasilkan. Pengendalian kualitas produk sangat penting
dilakukan oleh produsen untuk menjaga eksistensinya bersaing dengan
produsen lain. Tuntutan konsumen yang selalu menginginkan produk dengan
kualis yang baik harus diperhatikan dan direspon oleh produsen. Untuk itu,
produsen harus menerapkan sebuah sistem pengendalian kualitas dalam
pembuatan produk.
Program pengendalian mutu digunakan untuk memberikan kontribusi
yang mendasar pada pembentukan produk yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan, karena mutu merupakan bagian terpenting yang menentukan
keberhasilan atau kegagalan bisnis yang pada masa sekarang ini berorientasi
pada prestasi mutu. Pada praktikum manajemen mutu ini, kami memilih
industri kecil menengah kerupuk rambak kulit sapi yang beralamatkan di
Jagalan RT 01 RW 11 Surakarta. Kami ingin mengetahui lebih lanjut proses
pembuatan kerupuk rambak kulit sapi secara umum serta aspek manajemen
mutu yang ada di industri tersebut. Alasan kami melakukan pemilihan industri
kecil menengah kerupuk rambak kulit sapi ini karena industri krupuk rambak
kulit sapi di Jagalan ini sudah terkenal sejak dulu dan mempunyai kualitas
yang terjamin.
Alasan pemilihan produk yang kami pilih adalah kerupuk rambak kulit
sapi, karena kerupuk rambak kulit sapi adalah makanan yang mudah di dapat
dan sangat digemari masyarakat sebagai cemilan maupun lauk makan nasi.
Selain itu, kerupuk rambak kulit sapi juga dapat dijadikan oleh-oleh khas kota
Solo dengan harga yang terjangkau dan kerupuk rambak kulit sapi dapat
dinikmati semua kalangan masyarakat. Pembuatan kerupuk rambak kulit sapi
sendiri tidaklah begitu sulit dan tidak perlu biaya yang mahal, dilihat dari
proses produksinya.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum Manajemen Mutu ini adalah sebagai berikut:
2

1. Memahami konsep six sigma dan hubungannya dengan peningkatan


kualitas.
2. Mengimplementasikan six sigma di industri kecil menengah.
3. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan kualitas dengan menggunakan
metode-metode dalam peningkatan kualitas.
C. Manfaat
Manfaat dari praktikum Manajemen Mutu ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis menambah wawasan tentang pembuatan rambak kulit sapi
dan mengaplikasikan ilmu yang didapat semasa perkuliahan.
2. Bagi UKM Rambak Petis S. Wirjodihardjo dapat memperoleh
pengetahuan tentang manajemen dan peningkatan mutu yang baik
sehingga dapat meningkatkan mutu dari rambak kulit sapi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Spesifikasi Produk
Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang sangat digemari
oleh masyarakat Indonesia dan sering dijadikan sebagai pelengkap berbagai
sajian makanan atau sebagai lauk pauk. Sehingga dapat dikatakan kerupuk
merupakan makanan yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat untuk
dikonsumsi, maka produksi kerupuk harus tetap berjalan agar kebutuhan
konsumen tetap terpenuhi (Syafriyudin dan Dwi, 2009).
Kerupuk rambak ada 2 macam yaitu kerupuk rambak tapioka dan
kerupuk rambak kulit. Kerupuk rambak merupakan kerupuk yang terbuat dari
bahan dasar tepung tapioka, tepung terigu dan bumbu-bumbu. Permukaan
kerupuk rambak tapioka kasar. Untuk kerupuk rambak kulit bahan bakunya
terdiri dari kulit sapi yang ditambah dengan bumbu-bumbu masakan
(Wahyono, 2002).
Kerupuk rambak kulit bahan dasarnya bisa dari kulit sapi, kulit
kambing ataupun kulit kerbau. Tapi yang paling baik apabila dibuat dari kulit
sapi. Untuk menghilangkan bulu sapi, kulit sapi haus direndam dalam drum
air kapur (gamping) selama 2 hari 2 malam (Rohaendi, 2009).
Kerupuk kulit atau krecek atau biasa disebut sebagai rambak, krupuk
ini terbuat dari kulit sapi. Teksturnya agak keras dan padat. Amat berminyak
karena memiliki kadar lemak yang tinggi. Aroma dan rasanya khas, serta
kenyal apabila terendam air panas. Untuk hasil yang lebih baik krupuk ini
sebaiknya dijemur terlebih dahulu. Setelah itu digoreng sebanyak 2 kali
supaya tidak mudah melempem atau liat (Tim Dapur Demedia, 2009).
Kerupuk kulit adalah produk makanan ringan, dibuat dari kulit sapi
(Bos Indicus), atau kerbau (Bos Bubalus) melalui tahap proses pembuangan
bulu, pengambangan kulit, perebusan, pengeringan dan diatur untuk kerupuk
kulit mentah atau dilanjutkan penggorengan untuk kerupuk kulit siap
dikonsumsi. Syarat mutu kerupuk kulit menurut SNI 01-4308-1996 adalah
sebagai berikut.
Tabel 2.1 Syarat Mutu Kerupuk Kulit
No.

Kriteria Uji

Satuan

Persyaratan Mutu
Mentah
Siap Dikonsumsi

1.
1.1
1.2
1.3
1.4
2.

Keadaan:
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
Keutuhan
Benda-benda asing,
3.
serangga dan potonganpotongannya
4.
Air
5.
Abu tanpa garam
Asam lemak bebas
6.
(dihitung sebagai asam
laurat)
7.
Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb)
7.2 Tembaga (Cu)
7.3 Seng (Zn) (Cl)
7.4 Timah (Sn)
7.5 Raksa (Hg)
8
Arsen (As)
9
Cemaran mikroba:
9.1 Angka lempeng total
9.2 Coliform
9.3 salmonella
(BSN, 1996)

%(b/b)

Normal
Khas
Normal
Reyah
min. 95

Normal
Khas
Normal
Reyah
min. 90

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada

%(b/b)
%(b/b)

maks. 8
maks. 1

maks. 6
maks. 1

%(b/b)

maks. 1,0

maks. 0,5

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

maks. 2,0
maks. 20,0
maks. 40,0
maks. 40,0
maks. 0,03
maks. 1,0

maks. 2,0
maks. 20,0
maks. 40,0
maks. 40,0
maks. 0,03
maks. 1,0

koloni/g
APM/g
koloni/g

maks. 5 x 104
<3
Negatif

maks. 5 x 104
<3
Negatif

Setelah bulu-bulu dikerik bersih, kulit sapi diolah secara khusus dan
rumit menjadi kerupuk. Di pulau Jawa disebut krupuk rambak, di Sumatera
Barat dikeal sebagai krupuk jangek untuk sambal goreng rambak atau krecek,
pelengkap hidangan gudeg Jogja, biasanya dipakai rambak bentuk dadu 3 cm.
Tapi berbentuk lembaran tebal kurang lebih 1 cm, tekstur lebih kenyal dan
renyah (Boga, 2010).
Pebuatan kerupuk rambak kulit sangat mudah dilakukan dan tidak
memerlukan bahan yang mahal. Proses pembuatan kerupuk kulit pada
umumnya pertama adalah pemilihan kulit. Sebagai bahan baku kulit yg
diguakan harus dari kulit ternak yang sehat, bukan yang sakit. Kulit yang
digunakan bersih dan tidak busuk. Tahap kedua, pencucian (washing) untuk
membersihkan sisa kotoran yang masih menempel. Tahap ketiga, perendaman
jika kulit berasal dari kulit awetan atau kulit kering. Perendaman dilakukan
5

selama 24 jam dalam air bersih supaya kulit kering menjadi basah seperti kulit
segar. Tahap keempat, pengapuran (liming) kulit direndam dalam larutan
kapur tohor (Ca(OH)2) supaya kulit membengkak, lapisan epidermis dan bulu
mudah dihilangkan serta untuk meningkatkan daya kembang dan kerenyahan
kerupuk rambak. Tahap kelima, buang kapur (deliming) dengan cara mencuci
kulit dengan air mengalir supaya sisa kapur hilang.
Tahap keenam, pengerokan bulu. Tahap ketujuh, perebusan (boiling)
pada suhu dan waktu tertentu sesuai jenis kulit supaya kulit matang. Tahap
kedelapan, pemotongan kulit sesuai selera. Tahap selanjutnya, perendaman
dalam bumbu umumnya bumbu yang digunakan adalah garam dan bawang
putih. Kemudian, dilakukan proses penjemuran dibawah sinar matahari
sampai kering. Kemudian, proses penggorengan. Penggorengan dilakukan 2
tahap, yaitu dengan minyak yang tidak terlalu panas (suhu 80oC) kemudian
dimasukkan dalam minyak yang panas (suhu 100 oC) sampai kerupuk rambak
kulit mengembang dengan sempurna. Proses terakhir adalah pengemasan
dalam kantong plastik sera pemasaran (Amertaningtyas, 2013).
B. Spesifikasi Bahan Baku (Utama dan Pendukung)
1. Kulit Sapi
Menurut SNI No 06-2736-1992 kulit sapi mentah basah merupakan
kulit yang diperoleh dari hasil ternak sapi, kulit tersebut telah dipisahkan
dari seluruh bagian dagingnya, baik yang segar maupun yang digarami.
Sedangkan kulit sapi mentah kering menurut SNI 06-0206-1987 yaitu
bagian dari kulit sapi yang telah diawetkan melalui penjemuran
sedemikian rupa sehingga kadar air kulit tersebut menjadi kurang dari
batas minimum air diperlukan untuk hidup dan timbuhnya bakteri
pembusuk.
Syarat mutu kulit sapi mentah basah menurut SNI 06-27361992 mempunyai tiga kriteria yaitu mutu I dengan syarat berbau khas kulit
sapi cerah bersih, tidak ada cacat (lubang-lubang, penebalan kulit).
Kandungan airnya
sedangkan

pada

kulit

mentah

segar

maksimum

66%

pada kulit mentah garam maksimum 25%. Mutu kulit II

dengan syarat berbau khas kulit sapi, cerah, bersih, cukup elastis, terdapat
sedikit cacat diluar daerah punggung (croupon) dan bulu tidak rontok.
Kandungan airnya pada kulit mentah segar maksimum 66% sedangkan
pada kulit mentah bergaram maksimum 25 %. Mutu kulit III dengan
syarat berbau khas kulit sapi, warna tidak cerah, kurang elastis, tidak
utuh/banyak sekali cacat dan ada kerontokan bulu. Kandungan airnya
pada kulit mentah segar maksimum 66% sedangkan pada kulit mentah
bergaram maksimum 25% (Saputra, 2012).
2. Garam
Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan bahan
pangan, yang berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme.
Garam sebagai penghambat selektif karena adanya proses plasmolysis.
Mekanisme plasmolysis cairan dalam sel mikroba keluar menuju larutan
garam yyang konsentrasinya lebih pekat, cairan garam masuk ke dalam sel
sehingga mengakibatkan sel mengkerut dan mati. Garam yang digunakan
dalam pembuatan olahan pangan harus memenuhi standar yang berlaku.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas hasil olahan pangan produk
kulit sapi. Standar yang digunakan di Indonesia yaitu Standar Nasional
Indonesia (SNI). Menurut SNI No. 01-4076-1999 tentang kriteria garam
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Syarat Mutu SNI Garam Konsumsi (0140-96)


No.

Jenis Uji

Satuan

Syarat
Mutu I

Mutu II
7

Natrium chlorida
(NaCl)
2.
Air
3.
Iodium sebagai KIO3
4.
Oksida besi (Fe2O3)
Kalsium dan
5.
magnesium sebagai Ca
6.
Sulfat (SO4)
Bagian yang tak larut
7.
dalam air
Logam-logam
8.
berbahaya (Pb, Hg, Cu
dan As)
9.
Warna
10. Rasa
11. Bau
(Saputra, 2012)
1.

Min. 94,7%

Min. 94,4%

Maks. 5%
40 ppm 25%
100 ppm

Maks. 10%
Negatif
100 ppm

Maks. 1%

Maks. 2%

%(b/b)

Maks. 2%

Maks. 2%

Maks. 0,5%

Maks. 1%

%(b/b)

Negatif

Negatif

%(b/b)
%(b/b)
mg/kg

Putih
Asin
Tidak berbau

Putih
Asin
Tidak berbau

3. Minyak Goreng
Pengertian minyak goreng menurut SNI 01-3741-2013 adalah
bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan
nabati kecuali kelapa sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi,
termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses rafinasi/
pemurnian yang digunakan untuk menggoreng.

Tabel 2.3 Syarat Mutu Minyak Goreng


No.
Kriteria Uji
Satuan
1.
Keadaan :

Persyaratan

1.1
1.2

Bau
Normal
Warna
Nomal
Kadar air dan bahan
%(b/b)
Maks 0,15
2.
menguap
3.
Bilangan asam
mg KOH/g
Maks 0,6
4.
Bilangan peroksida
mek O2/kg
Maks 10
5.
Minyak pelikan
Negatif
Asam linolenat (C18:3)
%
Maks 2
6.
dalam komposisi asam
lemak minyak
7.
Cemaran logam :
7.1 Kadmium (Cd)
mg/kg
Maks 0,2
7.2 Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 0,1
7.3 Timah (Sn)
mg/kg
Maks 40,0/250,0*
7.4 Merkuri (Hg)
mg/kg
Maks 0,05
8
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks 0,1
CATATAN: - Pengambilan contoh dalam bentuk kemasan di pabrik
-* dalam kemasan kaleng
(BSN, 2013)
C. Spesifikasi Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah penggunaan teknik-teknik dan aktivitasaktivitas untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan mutu suatu
produk atau jasa. Pengendalian mutu juga dapat dikatakan yaitu proses
pengaturan secara standar yang telah ditentukan, dan melakukan tindakan
tertentu jika terdapat perbedaan. Maksud dari kebanyakan pengukuran mutu
ini adalah menentukan dan mengevaluasi tingkatan dimana produk atau jasa
mendekati keinginan atau harapn dari konsumen (Kencana, 2009).
Six sigma merupakan metode peningkatan kualitas maupun proses
dengan menggunakan peralatan (tools) yang terstruktur dan pengukuran secara
statistik. Mula-mula metode ini diterapkan oleh Motorolla pada tahun 1985
dan berhasil mendatangkan keuntungan besar bagi perusahaan tersebut.
Perusahaan yang memiliki kemampuan proses baik mampu menghasilkan
produk cacat sedikit bahkan zero defect atau tidak ada produk cacat sama
sekali. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas produk suatu perusahaan
perlu diketahui terlebih dahulu kemampuan proses perusahaan sekarang.
Output dari kemampuan proses perusahaan sekarang akan menjadi tolak ukur
dalam melakukan upaya pengendalian dan peningkatan kualitas pada masa

yang akan datang. DPMO (Defect per Million Opportunities) digunakan


sebagai ukuran kemampuan proses. DPMO menunjukkan ukuran kegagalan
per satu juta kesempatan dari suatu karakter CTQ (Critical to Quality). CTQ
merupakan kebutuhan spesifik yang disyaratkan oleh pelanggan atau
konsumen. Apabila CTQ tidak dapat dipenuhi dapat menimbulkan
ketidakpuasan dari konsumen (Agustian, 2013).

BAB III
METODOLOGI

10

A. Tempat dan Tanggal Pelaksanaan


Kegiatan praktikum manajemen mutu dilakukan pada hari Selasa, 22
Desember 2015 pukul 08.00-10.00 WIB. Praktikum ini dilakukan di industr
rumah (home industry) Rambak Petis S. Wirjodihardjo yang beralamat di
desa Jagalan RT 02 RW 11 Jagalan, Kecamatan Jebres, Kabupaten Surakarta.
B. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan pada pelaksanaan kegiatan
ke industri kecil menengah karak ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi atau pengamatan langsung di lapangan pada saat proses
produksi.
2. Wawancara langsung dengan karyawan yang bekerja serta dengan pemilik.
3. Terlibat secara langsung dalam proses produksi dan pendokumentasian
pada tempat praktikum.
4. Mencatat

data

sekunder

dari

sumber-sumber

yang

dapat

dipertanggungjawabkan dari kegiatan.


5. Mengamati dan menganalisa manjemen mutu proses produksi secara
keseluruhan.
C. Prosedur Pelaksanaan Praktikum
1. Pembentukan tim Manajemen Mutu.
2. Pembentukan ketua tim.
3. Penentuan produk atau unit usaha yang akan dianalisis dalam aplikasi
4.
5.
6.
7.

Manajemen Mutu.
Kunjungan unit usaha kecil dan menengah.
Penetapan CTQ.
Penentuan kapabilitas sigma.
Pelaporan hasil analisis dalam bentuk dokumen Manajemen Mutu.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Profil Industri Kecil Menengah Rambak Kulit Sapi


Rambak kulit sapi adalah produk sejenis kerupuk yang dibuat dari kulit
sapi. Kulit sapi yang digunakan yaitu kulit sapi jantan. Hal ini dikarenakan
kulit sapi jantan lebih empuk dan tidak alot dibandingkan kulit sapi betina.

11

Jika memakai kulit sapi betina maka harus diolah berkali-kali. Selain itu, kulit
sapi jantan yang digunakan memiliki berat minimal 50 kg.
Awal mula berdirinya usaha rambak kulit sapi milik Bapak Wirjo
Dihardjo mulai tahun 1947 ini turun-temurun dari keluarga ke keluarga
sebelumnya dan sudah berjalan selama 78 tahun sampai sekarang. Produk
rambak kulit sapi ini dipasarkan di rumah, di toko oleh-oleh daerah Solo, dan
disetorkan di daerah-daerah luar kota di seluruh Indonesia seperti Sulawesi.
Pengiriman rambak di luar kota biasanya dalam bentuk rambak yang masih
setengah matang dan dikemas menggunakan plastik polypropylene (PP) serta
kardus sebagai kemasan sekunder.
Industri kecil menengah kerupuk rambak kulit sapi ini dipimpin oleh
Bapak Wirjo Dihardjo. Karyawan yang bekerja di usaha kerupuk rambak kulit
sapi tersebut ada 3 orang pegawai yang semuanya laki-laki. Jam kerja mulai
pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Pemasaran, pendistribusian dan pengontrolan
kegiatan produksi ditangani sendiri oleh pemilik usaha kerupuk rambak kulit,
sehingga belum ada manajemen organisasi yang jelas dan terstruktur dengan
baik. Kerupuk Rambak Petis S. Wirjodihardjo mematok harga Rp 164.000,per kg untuk rambak petis dan Rp 170.000,- per kg untuk rambak setengah
matang. Bagi yang membeli sekedar untuk oleh-oleh, Pak Wirjo menyediakan
rambak menggunakan kemasan 250 gram dengan petis seharga Rp 41.000,-.

B. Penjabaran Aktivitas Proses Produksi


Tabel 4.1 Bahan Baku dalam Satu Kali Produksi
Nomor
Bahan
Jumlah
1
Kulit sapi jantan
50 kg
2
Minyak goreng
25 Lt
3
Air
40 Lt
4
Garam
1 kg
Sumber: Hasil Pengamatan

12

Pada proses pengolahan kerupuk rambak kulit sapi, bahan-bahan yang


diperlukan untuk satu kali proses adalah 50 kg kulit sapi, minyak goreng 25
liter, air 40 liter dan garam 1 kg. Kulit sapi yang digunakan yaitu kulit sapi
jantan yang diperoleh dari daerah Karagjoro, Sukoharjo. Kualitas kulit yang
dipilih yaitu yang berwarna bening. Harga untuk 1 kg kulit sapi dengan
kualitas baik adalah Rp 20.000,-. Minyak goreng digunakan untuk
pengungkepan dan menggoreng kulit sapi yang sudah kering. Minyak goreng
yang digunakan oleh industri Pak Wirjo Diharjo dalah minyak goreng curah
yang dibeli di pasar.
Proses pengungkepan dilakukan dua tahap yaitu pada proses
Kulit sapi jantan 50 kg

pengungkepan yang pertama menggunakan minyak suhu rendah untuk


melunakkan potongan kulit sapi sehingga ketika pemberian larutan garam
Perendaman dalam air hangat selama 15 menit hingga

dapat meresap. Proses pengungkepan


kedua juga menggunakan minyak suhu
bulu terlepas
rendah untuk mengeraskan potongan kulit yang sudah diberi larutan garam.
Proses penggorengan
dilakukan
pada
suhu kulit
tinggi
Pembersihan
bulu dan
pencucian
sapi agar kerupuk dapat
mengembang dengan sempurna dan kering. Air pada proses pembuatan
kerupuk kulit rambak digunakan
untuk1 jam
perendaman kulit, pembersihan
Perebusan selama
rambut kulit sapi, perebusan, pelarutan garam dan sanitasi proses. Garam
yang ditambahkan berfungsi
untuk memberi
Pemotongan
1 x 3 cm rasa gurih pada rambak pada
saat penggorengan tahap kedua.
Penjemuran di bawah sinar matahari selama 3 hari

Pengungkepan pertama dengan minyak goreng 1 jam


Pengungkepan kedua dengan larutan garam 1 jam

Diagram alir proses pembuatan rambak kulit sapi


Pengungkepan ketiga dengan minyak goreng 1 jam

Penirisan
Penggorengan dalam minyak panas (160-180oC) hingga
matang dan mengembang
Pendinginan

Pengemasan dengan kemasan PP

13

Gambar 4.1 Diagram Alir Produksi Rambak Kulit Sapi

Berikut penjelasan proses pembuatan rambak kulit sapi secara singkat adalah
sebagai berikut:
a. Lembaran kulit

sapi

dipotong

menjadi

beberapa

bagian

untuk

memudahkan proses selanjutnya.


b. Kulit sapi direndam dalam air hangat hingga bulu pada kulit sapi terlepas
semua untuk mempermudah kulit sapi dibersihkan dari bulu kulit sapi.
c. Kulit sapi dibersihkan (dikerok) bulunya dan dicuci hingga bersih untuk
menghilangkan bulu dan sisa kotoran yang masih menempel pada kulit.
14

d. Kulit sapi direbus selama 1 jam untuk melunakkan kulit sehingga tekstur
kulit menjadi empuk.
e. Kemudian kulit sapi dipotong secara manual menggunakan pisau tajam
berbentuk persegi panjang dengan ukuran 1 x 3 cm.
f. Kemudian potongan kulit sapi tersebut dijemur di bawah sinar matahari
selama 3 hari hingga benar-benar kering.
g. Setelah penjemuran, kemudian potongan kulit sapi tersebut diungkep
dalam minyak goreng untuk melunakkan kulit sehingga garam dapat
meresap, selanjutnya air garam dan minyak goreng untuk mengeringkan
kulit hingga kering.
h. Penirisan dilakukan dengan tampah besar hingga kering (tidak terdapat
i.

sisa minyak goreng) dalam kulit.


Penggorengan dilakukan dalam minyak panas hingga matang dan

j.

mengembang.
Setelah digoreng rambak kulit sapi didinginkan, disortir kemudian
dikemas dengan kemasan plastik PP.
Menurut SNI-1996, kerupuk rambak kulit adalah produk makanan

ringan yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau melalui tahap proses
pembuangan bulu, pembersihan kulit, perebusan, pengeringan, perendaman
dengan bumbu untuk kerupuk rambak kulit mentah dan dilanjutkan dengan
penggorengan untuk kerupuk rambak kulit siap konsumsi.
Tahapan proses pembuatan rambak kulit sapi di industri Pak Wirjo
adalah pemilihan kulit sapi sebagai bahan baku utama (harus dari kulit dari
sapi jantan, sehat, bukan dari ternak yang sakit, kulit bersih dan tidak busuk).
Lembaran kulit sapi mentah dipotong menjadi beberapa bagian. Kemudian
direndam pada air hangat hingga bulu pada kulit sapi terlepas semua dimana
proses ini untuk memudahkan proses menghilangkan rambut pada kulit sapi.
Bulu kulit sapi dikerok dengan menggunakan pisau sampai bersih dan dicuci
dengan air hingga bersih kemudian direbus selama 1 jam. Setelah itu, kulit
sapi diangkat dan dipotong dengan bentuk persegi berukuran 1 x 3 cm.
Kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama kurang lebih 3 hari. Proses
penjemuran bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam kulit sapi. Apabila
kulit tidak dijemur sampai kering maka dapat membuat rambak tidak

15

mengembang saat digoreng dan akan mudah hancur. Sebelum proses


penggorengan, kulit sapi yang sudah kering diungkep terlebih dahulu. Proses
pengungkepan dilakukan tiga tahap yaitu tahap pertama mengungkep kulit
sapi dengan minyak goreng yang bertujuan untuk melunakkan jaringan kulit
sehingga garam mudah meresap, tahap kedua pengungkepan dengan larutan
garam dan pemberi rasa gurih pada rambak dan tahap ketiga pengungkepan
dengan minyak goreng untuk mengeraskan jaringan kulit dan mengurangi
kadar air pada kulit sapi. Setelah itu, ditiriskan dalam tampah besar yang
tertutup untuk mengurangi sisa minyak pada kulit sehingga kulit sapi menjadi
kering. Proses penirisan dilakukan dalam wadah tertutup untuk menghindari
terjadinya kontaminasi dan menghindari kulit sapi yang sudah kering untuk
menyerap uap air dari lingkungan. Kemudian kulit digoreng dengan
menggunakan minyak goreng panas agar dapat mengembang sempurna. Akan
tetapi, apabila minyak goreng terlalu panas akan menyebabkan rambak tidak
mengembang sempurna, sehingga harus diperhatikan besar kecilnya api saat
proses penggorengan berlangsung. Selanjutnya rambak yang sudah jadi
didinginkan dan disortir berdasarkan ukuran, warna dan tekstur. Rambak kulit
yang mutunya baik yaitu yang berukuran besar (mengembang sempurna),
berwarna kuning keemasan dan bertekstur empuk. Sedangkan rambak yang
berukuran kecil (kurang mengembang), berwarna kuning kecoklatan dan
bertekstur keras akan dipisahkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan
sayur. Rambak yang sudah disortir kemudian ditimbang dan dikemas dalam
kemasan plastic PP.
C. Rancangan Proyek Peningkatan Kualitas Dengan Six Sigma pada UKM
Kerupuk Rambak Kulit Sapi
Tabel 4.2 Cara Memperkirakan Proses Untuk Data Atribut
Langkah
1
2
3
4

Tindakan

Persamaan

Proses yg ingin Anda ketahui


Berapa banyak unit transaksi
yg dikerjakan melalui proses
Berapa unit transaksi yg OK?
Hitung hasil untuk proses yg

= (langkah 3)/

Hasil
Perhitungan
Rambak Kulit
83
20
0,24

16

didefinisikan dalam langkah 1


5
6
7
8
9
10

Hitung tingkat cacat


(kesalahan) berdasarkan
langkah 4
Tentukan banyaknya CTQ
potensial yg dapat
mengakibatkan kecacatan
Hitung tingkat cacat
(kesalahan) per karakteristik
CTQ
Hitung cacat persejuta
kesempatan
Konversi DPMO (langkah 8)
kedalam nilai sigma
Buat kesimpulan

(langkah 2)
= 20/83
=1 - (langkah 4)
=1 - 0,24
= Banyak
karakteristik
CTQ
=(langkah 5)/
(langkah 6)
=0,76/13
=(langkah
7)*1000000
=0,058*1000000
-

0,76
13
0,058
58000
3.0-3.1
Kapabilitas
sigma adalah
3.1

Keterangan:
CTQ:
1. Kualitas bahan baku
2. Ukuran produk jadi setelah penggorengan tidak konsisten
3. Pembersihan bulu sapi kurang maksimal
4. Suhu perendaman air hangat kurang optimal
5. Proses pengungkepan kurang optimal
6. Pekerja yang kurang kompeten
7. Sanitasi alat, tempat dan pekerja kurang terjaga
8. Rak yang digunakan untuk menjemur tidak bersih
9. Cuaca dan lama penjemuran
10. Perlunya alat pengering, proses penjemuran dilakukan pada ruang terbuka
sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi dari luar
11. Pada proses penggorengan, minyak tidak pernah diganti dan jika sudah
tinggal sedikit hanya ditambahkan saja
12. Besar kecilnya api saat penggorengan
13. Penggorengan terlalu lama
Six Sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa
faktor vital. Siklus DMAIC merupakan proses kunci untuk peningkatan secara
kontinyu menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik
berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact
based). Berikut ini adalah tahapan dalam siklus DMAIC dan langkah-langkah
yang harus dilaksanakan pada setiap tahap.
Langkah-langkah Implementasi Proyek Peningkatan Kualitas Six Sigma
17

Tahap pertama: Identifikasi


Tujuan: mengidentifikasi bisnis-bisnis kunci Usaha Kecil Menengah
Langkah 1: Recognize
Faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kepuasan konsumen:
1. Kualitas bahan baku
2. Pembersihan bulu
3. Suhu perendaman kulit dengan air hangat kurang optimal
4. Pengungkepan kurang optimal
5. Pengungkepan (perendaman garam)
6. Pengeringan kurang optimal
7. Penggorengan
Langkah 2: Define
Define merupakan langkah kedua dalam pendekatan Six Sigma.
Langkah ini mengidentifikasi masalah penting dalam proses yang sedang
berlangsung. Tahap define merupakan langkah operasional pertama dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap define dilakukan
identifikasi proyek yang potensial, mendefinisikan peran orang-orang yang
terlibat dalam proyek Six Sigma, mengidentifikasi karakteristik kualitas kunci
(CTQ) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan
dan menentukan tujuan.
Rencana-rencana yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas karak:
1. Bahan baku yang aman dan berkualitas
2. Bahan tambahan makanan sesuai dengan takaran
3. Suhu perendaman kulit dengan air hangat harus sesuai
4. Pembersihan bulu sapi sampai bersih
5. Proses pengungkepan harus optimal
6. Cuaca dan lama penjemuran harus sesuai
7. Pengeringan saat dijemur sempurna
8. Perlunya alat pengeringan
9. Mengganti minyak goreng setelah beberapa kali digunakan
10. Menjaga besar kecilnya api agar stabil
11. Rasa rambak yang dihasilkan adalah gurih
12. Waktu penggorengan harus diperhatikan
13. Pemilik melakukan pengawasan atau ikut serta dalam proses produksi
Tahap kedua: Karakteristik
Tujuan: memahami tingkat kinerja yang sekarang
Pelaku: UKM Rambak Petis S. Wirjodihardjo
Langkah 3 Standar-standar pengukuran dan penyebabnya
Measure merupakan tahap kedua dalam menentukan perbaikan dengan
pendekatan DMAIC. Pada tahap ini digunakan untuk mengukur tingkat
kinerja saat ini. Tingkat kinerja suatu proses dapat dipantau dengan melakukan
18

analisis

atau

kapabilitas

proses.

Analisis

kapabilitas

proses

akan

memperbandingkan kinerja suatu proses dengan spesifikasi yang ditetapkan.


Analisis kapabilitas proses yang digunakan pada tahap ini adalah dengan
perhitungan YRT (Yield Rolled Throughput) dan DPMO (Defect per Million
Opportunity) karena data yang dikumpulkan adalah data atribut. Berdasarkan
data pengamatan awal diketahui bahwa produk cacat dalam pembuatan
rambak kulit dapat terjadi pada proses:
a. Perendaman kulit sapi menggunakan air hangat sebelum pembersihan atau
pengerokan bulu sapi untuk mempermudah pembersihan bulu sapi dan jika
tidak direndam terlebih dahulu maka pembersihan bulu sapi akan sulit
serta masih banyak bulu sapi yang masih menempel sehingga berpengaruh
terhadap kebersihan dan kualitas rambak.
b. Pembersihan bulu sapi menggunakan pisau atau cutter, pembersihannya
dengan cara pengerokan. Apabila pengerokan yang tidak sempurna akan
berpengaruh terhadap kebersihan dan kualitas rambak.
c. Pengungkepan. Pengungkepan pertama dengan menggunakan minyak
goreng, kemudian minyak goreng di angkat diganti dengan larutan garam
dan kemudian diungkep lagi menggunakan minyak. Minyak yang pertama
digunakan melunakan jaringan kulit apabila minyak yang digunakan
kurang maka kulit masih memiliki tekstur keras sehingga menghambat
proses peresapan garam. Larutan garam berfungsi untuk memberikan cita
rasa pada produk rambak petis, apabila jumlahnya terlalu banyak maka
rasanya akan terlalu asin dan apabila kurang rasanya akan hambar.
Pengungkepan dengan minyak yang terakhir digunakan untuk membentuk
tekstur keras pada produk rambak petis agar umur simpannya lama,
apabila minyak yang digunakan kurang maka tekstur keras tidak terbentuk
maksimal.
d. Penjemuran dimana sangat berpengaruh terhadap hasil akhir yaitu jika
terlalu lama maka akan banyak kontaminan, umumnya dari debu, kotoran
dan serangga sedangkan jika dijemur secara singkat maka rambak akan
berlendir, kurang mengembang ketika digoreng dan hasil akhir rambak
tidak terlalu renyah.

19

e. Penggorengan dilakukan pada suhu tinggi hingga rambak matang dan


mengembang sempurna. Jika terlalu lama ketika menggoreng maka
produk akan menjadi gosong dan rasanya menjadi pahit, sedangkan jika
terlalu singkat maka rambak akan kurang matang, tidak renyah atau bantet
dan rambak berukuran tidak teratur.
f. Pengemasan sangat berpengaruh karena jika kemasan tidak terlalu rapat
maka rambak akan mudah kehilangan kerenyahan (mlempem) karena
rambak akan menyerap kadar air dari luar melalui kemasan yang tidak
rapat tersebut.
Data kecacatan dalam pembuatan rambak kulit adalah 36 dari total
produk 100.
1. Banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses = 83
2. Banyak unit transaksi yang OK

= 20

3. Hitung hasil untuk proses

4. Hitung tingkat cacat (kesalahan)

= 1-0,24 = 0,76

5. CTQ

= 13

6. Hitung tingkat cacat (kesalahan) per CTQ

7. DPMO

= 0,058*1000000

= 0,24

= 0,058

= 58000
8. Konversi DPMO ke nilai sigma

= 3.0 3.1

9. Kapabilitas sigma

= 3.1

Langkah keempat: Analyze


Analyze: Menetapkan kapabilitas proses (Cp), mendefinisikan target-target
kinerja, mengidentifikasi sumber-sumber variasi.
Analyze merupakan tahap ketiga dalam menentukan perbaikan dengan
pendekatan DMAIC. Pada tahap Analyze ini digunakan untuk mencari dan
menentukan akar penyebab dari suatu masalah. Masalah-masalah yang timbul
terkadang sangat kompleks sehingga memerlukan kecermatan peneliti untuk
memilih mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu. Pada tahap standar

20

pengukuran dan penyebabnya sebelumnya dijelaskan bahwa prioritas masalah


yang harus ditangani terlebih dahulu adalah ukuran dan bentuk rambak kulit
yang tidak sesuai. Selain itu masalah yang lain juga dapat diselesaikan secara
bersamaan karena saling berhubungan. Selanjutnya akar utama suatu
permasalahan dapat dianalisis menggunakan cause and effect diagram yang
akan dijabarkan secara detail sebab-sebab suatu masalah.

Material

Bahan baku
sulit di dapat

Cuaca

Man
Kurangnya jumlah
tenaga kerja
Kelelahan
Api kurang
panas

Kurangnya
pengetahuan
Kurangnya
keterampilan

Kerenyahan
rambak kulit

Pengeringan
kurang maksimal

Gambar 4.2 Diagram


Ishikawa
Sapi
Tempat penyimpanan
Ketajaman
pisau Proses Produksi Rambak KulitWaktu
perebusan
kumuh
tidak seragam
Pada tahap yang
ini dilakukan
proses evaluasi dimana pada konversi
DPMO
kurang
lama
diperoleh
six sigma sebesar 3,0-3,1.
Hal ini dikarenakan
masih ada kesalahan
Environment
Machine
Method
pada proses yaitu sebagai berikut:
1. Pemotongan
Pada proses pemotongan, dilakukan secara manual menggunakan
pisau, apabila proses pemotongan tidak dilakukan dengan baik maka tebal
dan tipisnya kerupuk rambak kulit sapi tidak merata (tidak sama),
sehingga pada saat penggorengan kerenyahan kerupuk rambak kulit sapi
tidak merata.
2. Pengeringan
Pada proses pengeringan masih menggunakan pengeringan alami
yaitu dengan menggunakan sinar matahari langsung. Pada proses
penjemuran, jika terlalu lama maka akan banyak kontaminan mikroba,
umumnya dari debu, dan jika dijemur terlalu cepat maka menghasilkan
rambak tidak terlalu renyah. Menurut Koswara (2009), proses pengeringan
kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar air
21

tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk mentah akan


mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam
proses penggorengan selanjutnya.
Pengeringan kerupuk bertujuan

juga

untuk

pengawetan,

pengurangan ongkos transportasi dan mempertahankan mutu. Proses


pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari
atau dengan oven yang biasa dilakukan untuk skala laboratorium.
Keuntungan pengeringan dengan oven yaitu suhu dan waktu pemanasan
dapat diatur. Akan tetapi daya tampungnya terbatas dan biaya
operasionalnya cukup mahal. Pengeringan dengan menggunakan panas
matahari selain biayanya murah, juga mempunyai daya tampungyang
besar. Tetapi cara ini sangat tergantung pada cuaca dan pengeringan tidak
dapat diatur (Koswara, 2009).

Pengeringan dengan panas matahari

memerlukan waktu selama dua hari, bila cuaca cerah dan sekitar 4-5 hari
bila cuaca kurang cerah. Dari proses pengeringan ini, dihasilkan kerupuk
mentah dengan kadar air sekitar 14 % atau kerupuk mentah yang mudah
dipatahkan (Koswara. 2009).
3. Penggorengan
Pada proses penggorengan, tidak dilakukan penggantian minyak.
Minyak selalu ditambahkan secara kontinyu hingga proses penggorengan
selesai dan suhu pada saat penggorengan tidak stabil sehingga
menyebabkan kerenyahan pada rambak tidak merata. Setelah proses
penggorengan (penirisan), jika penirisan tidak optimal maka produk masih
mengandung minyak dan produk akan cepat tengik. Menggoreng adalah
suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak
atau minyak pangan. Metode yang dipilih dalam proses penggorengan
akan berperan penting karena menurut Robertson (1967), proses
penggorengan dipengaruhi oleh sistem dan bahan wajan penggoreng, jenis
minyak goreng, dan stabilitas serta struktur bahan yang digoreng. Kerupuk
digoreng sebanyak 7-10 keping setiap penggorengan, dalam 500-700 ml
minyak goreng yang telah panas bersuhu antara 180-190oC.

22

Solusi untuk perbaikan


Yaitu memperbaiki dan meningkatkan tahapan proses pengolahan. Solusi
untuk beberapa masalah dan langkah-langkah untuk perbaikan tersebut antara
lain:
1. Mempertahankan mutu bahan baku
2. Proses pemotongan kulit sapi harus memakai pisau yang tajam agar
menghasilkan irisan yang seragam. Selain itu pekerja harus terlatih agar
menghasilkan produk yang baik
3. Pada proses penjemuran, sebaiknya menggunakan cabinet dryer, agar suhu
dan waktu dapat terkontrol selain itu dapat meminimalisir adanya
kontaminasi
4. Pada proses penggorengan sebaiknya mengganti minyak setelah beberapa
kali pemakaian agar tidak terjadi oksidasi dan krupuk rambak kulit sapi
yang dihasilkan memiliki kualitas dan mutu yang tetap terjaga.
5. Adanya pelatihan dan sanitasi terhadap karyawan/pekerja dalam proses
pembuatan rambak
6. Penerapan sistem manajemen yang baik
Target six sigma yang harus dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun
kedepan.
Dalam 1 tahun ke depan target six sigma yang harus tercapai yaitu 3,0. Untuk
mencapai target six sigma tersebut maka yang harus dilaksanakan yaitu
sebagai berikut:
1. Selalu mempertahankan mutu bahan baku dengan menggunakan bahan
baku yang sesuai dengan kebutuhan pada hasil akhirnya.
2. Pimpinan memantau langsung proses pembuatan atau proses produksi.
3. Proses pemotongan harus memakai pisau yang tajam agar menghasilkan
irisan yang seragam, tidak berkarat, dan selalu diasah. Selain itu pekerja
harus terlatih agar menghasilkan produk yang baik.
4. Pada proses penjemuran, sebaiknya menggunakan cabinet dryer, agar suhu
dan waktu dapat terkontrol selain itu dapat meminimalisir adanya
kontaminasi.
5. Pada penggorengan sebaiknya mengganti minyak setelah beberapa kali
pemakaian agar tidak terjadi oksidasi dan karak yang dihasilkan memiliki
kualitas dan mutu yang tetap terjaga.

23

6. Adanya sanitasi dan pelatihan karyawan/pekerja dalam proses pembuatan


rambak.
7. Penerapan sistem manajemen yang baik.
Langkah kelima: Improve
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan rambak kulit adalah
sebagai berikut:
1. Drum ukuran besar, digunakan untuk mencuci dan merendam kulit sapi.
2. Rak penjemur, digunakan untuk meletakan kulit sapi pada proses
pengerokan.
3. Dandang besar, digunakan untuk merebus kulit sapi.
4. Dandang sedang, digunakan untuk menyimpan bahan kulit sapi setengah
5.
6.
7.
8.

matang.
Pisau tajam, untuk mengiris atau memotong kulit sapi.
Tampah persegi, digunakan untuk menjemur irisan rambak.
Wajan, digunakan untuk menggoreng rambak.
Sotil, digunakan untuk mengaduk dan membalik rambak pada saat

digoreng
9. Pisau dan gunting: berfungsi untuk memitong karak sesuai dengan ukuran.
10. Tampah besar: berfungsi untuk meletakkan karak yang akan dikeringkan
dan dijemur di bawah sinar matahari.
11. Tatakan penjemur, digunakan sebagai tempat peletakan tampah persegi
dalam proses penjemuran potongan kulit sapi.
Langkah keenam: Control
Pemimpin harus melakukan pengecekan atau control terhapat setiap
tahap proses yang dilakukan atau ikut dalam kegiatan produksi, sehingga
dapat meningkatkan kualitas produksi. Dengan meningkatnya kualitas dari
produk yang dihasilkan maka kepuasan konsumen atau permintaan konsumen
dapat dipenuhi. Terdapat 3 hal yang harus dilakukan dalam proses control
yaitu melakukan validasi terhadap sistem pengukuran, menentukan kapabilitas
proses yang dicapai dan menerapkan rencana pengendalian agar kualitas
produk dapat dipertahankan atau ditingkatkan kualitasnya yang sesuai dengan
keinginan konsumen.
Dalam melakukan validasi terhadap sistem pengukuran maka control
atau pengecekan ukuran bahan tambahan yang digunakan selama proses
pembuatan rambak kulit sapi dimana ukuran dan ketebalan dari rambak kulit
sapi yang dihasilkan yaitu 8,5 x 3,5 cm. Selain itu, juga melakukan kontrol
24

terhadap pengeringan, yaitu rambak yang sudah benar-benar kering yang


dapat dilanjutkan dalam proses selanjutnya. Apabila rambak belum kering
akan berlendir, lendir bisa di hilangkan dengan cara di cuci kembali dan di
jemur seharian tetapi harus dengan panas matahari yang cukup. Apabila lender
tidak di bersihkan, maka rambak yang dihasilkan akan pahit rasanya.
Untuk mencapai kapabilitas, maka perusahaan rambak kulit sapi Pak
Wirjo dalam meningkatkan mutu produk harus memiliki target six sigma
menjadi 3,1 dalam satu tahun. Untuk meningkatkan six sigma tersebut maka
harus mengurangi atau menekan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kerusakan pada produk. Sehingga dengan menekan kerusakan produk yang
dihasilkan akan memiliki mutu yang lebih baik.
Langkah ketujuh: Standardize
Perusahaan

harus

melakukan

standarisasi

antara

lain

adalah

standarisasi bahan, alat, tempat produksi dan standarisasi proses. Standarisasi


bahan baku dilakukan dengan memilih dan menggunakan bahan baku yang
memilki mutu baik, aman, tidak mengganggu kesehatan konsumen.
Penggunakan bahan tambahan makanan harus sesuai dengan takaran atau
komposisi. Memberikan takaran bahan sesuai dengan prosesdur agar hasil
rambak kulit yang diperoleh dapat memiliki kualitas yang baik. Penggantian
minyak goreng setelah beberapa kali penggorengan agar rambak kulit yang
dihasilkan memilki warna yang baik, mutu baik, aman, tidak mengganggu
kesehatan konsumen.
Standarisasi alat dilakukan dengan menjaga kebersihan alat produksi
agar tidak terjadi kontaminasi silang yang dapat merugikan konsumen.
Membersihkan alat produksi harus lakukan setiap hari atau berkala. Perawatan
alat harus dilakukan agar jika ada alat yang sudah tidak layak pakai dan rusak
maka dapat diperbaiki dan diganti dengan alat yang baru.
Standarisasi tempat produksi dilakukan dengan menjaga kebersihan
tempat produksi agar tidak terjadi kontaminasi silang yang dapat merugikan
konsumen. Membersihkan tempat produksi harus lakukan setiap hari atau
berkala, setiap akan dilakukan proses produksi dan setelah dilakukan proses
produksi. Perusahan melakukan standarisasi terhadap proses-proses yang
25

dilakukan sesuai dengan prosedur. Agar produk karak yang dihasilkan dapat
memiliki mutu yang baik sehingga tidak harus melakukan pengeluaran biaya
yang terlalu banyak dengan melakukan produksi ulang produk-produk yang
cacat.
Langkah kedelapan: Integrate
Dalam setiap usaha pastinya akan menentukan langkah-langkahnya
untuk berproduksi secara optimal. Sebaiknya menggunakan cara PDCA (Plan,
Do, Check, Act). Sebelum melangkah ke konsumen pastinya perusahan
merencanakan langkah-langkah yang telah ditelah disepakati tentunya
mengacu pada kebutuhan konsumen. Setelah merencanakan segala sesuatunya
dengan baik, perusahaan merealisasikan atau melakukan langkah-langkah
perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Setelah melangkah terjun ke
konsumen tentunya perusahaan punya data atau hasil langsung dari konsumen
yang nantinya akan dicek atau diproses ulang kembali oleh perusahaan begitu
seterusnya, sebagai acuan untuk selalu memperbaiki produk. Berikut ini
adalah tahapan dalam siklus PDCA dan langkah-langkah yang harus
dilaksanakan pada setiap tahap proses:

Action

PLAN

MENENTUKAN
TUJUAN DAN

MENGAMBIL TINDAKAN
YANG TEPAT

SASARAN

MENETAPKAN METODE
UNTUK MENCAPAI
TUJUAN

MENYELENGGARAKAN
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

MEMERIKASA AKIBAT
PELAKSANAAN

CHECK

MELAKSANAKAN
PEKERJAAN

DO

26

Gambar 4.3 Siklus PDCA


Six Sigma menggunakan alat statistik untuk mengidentifikasi beberapa
faktor vital. Siklus DMAIC merupakan proses kunci untuk peningkatan secara
kontinyu menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik
berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact
based). Berikut ini adalah tahapan dalam siklus DMAIC dan langkah-langkah
yang harus dilaksanakan pada setiap tahap:
1. Define (D)
Define merupakan langkah pertama dalam pendekatan Six Sigma.
Langkah ini mengidentifikasi masalah penting dalam proses yang sedang
berlangsung. Tahap Define merupakan langkah operasional pertama dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap Define dilakukan
identifikasi proyek yang potensial, mendefinisikan peran orang-orang yang
terlibat dalam proyek Six Siqma, mengidentifikasi karakteristik kualitas
kunci (CTQ) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari
pelanggan dan menentukan tujuan.

2. Measure (M)
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma, terdapat beberapa hal pokok yang harus
dilakukan yaitu:
a. Melakukan dan mengembangkan rencana pengumpulan data yang
dapat dilakukan pada tingkat proses, dan/atau output.
b. Mengukur kinerja sekarang (current performance) untuk ditetapkan
sebagai baseline kinerja pada awal proyek Six Sigma.
3. Analyze (A)
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Langkah ini mulai masuk kedalam hal-hal detail,
meningkatkan

pemahaman

terhadap

proses

dan

masalah,

serta

mengidentifikasi akar masalah. Tujuan dari tahap ini adalah untuk


mengetahui seberapa baik proses yang berlangsung dan mengidentifikasi
akar permasalahan yang mungkin menjadi penyebab timbulnya variasi

27

dalam proses. Untuk mengetahui seberapa baik proses berlangsung, maka


perlu adanya suatu nilai atau indeks yaitu Indeks Kemampuan Proses
(Process Capability Index). Sebenarnya target dari program Six Sigma
adalah membawa proses industri pada kondisi yang memiliki stabilitas
(stability) dan kemampuan (capability), sehingga mencapai tingkat
kegagalan nol (zero defect oriented).
4. Improve ( I )
Setelah sumber-sumber dan akar penyebab permasalahan kualitas
teridentifikasi, maka perlu dilakukan penentapan rencana tindakan (action
plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Siqma, yaitu
mendiskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan
atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari rencana itu.
5. Control ( C )
Merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan
kualitas Six Sigma. Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu
adanya pengawasan untuk meyakinkan bahwa hasil-hasil yang diinginkan
sedang dalam proses pencapaian. Pada tahap ini prosedur-prosedur serta
hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan untuk dijadikan
pedoman kerja standart guna mencegah masalah yang sama atau praktekpraktek lama terulang kembali, kemudian kepemilikan atau tanggung
jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses, dan
ini berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini.

28

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pengamatan kunjungan di UKM
Rambak Petis S. Wirjodiharjo ini adalah sebagai berikut:
1. Six sigma adalah suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan
kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru dalam bidang
manajemen kualitas.
2. Proses dalam pembuatan rambak ini adalah perendaman dalam air hangat,
pembersihan bulu dan pencucian kulit sapi, perebusan, pemotongan,
penjemuran, pengungkepan, penirisan, penggorengan, pendinginan dan
pengemasan.
3. Unit transaksi yang dikerjakan melalui proses adalah 83 buah.
4. Banyak unit transaksi yang OK adalah 20 buah.
5. Banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kecacatan yaitu 13
(kualitas bahan baku, ukuran produk jadi, pembersihan bulu sapi, suhu
perendaman air hangat, pengungkepan, pekerja yang kurang kompeten,
sanitasi alat, tempat dan pekerja, rak untuk menjemur, cuaca dan lama
penjemuran, perlunya alat pengering, minyak tidak pernah diganti pada
proses penggorengan, besar kecilnya api saat penggorengan dan
penggorengan terlalu lama).
6. Tingkat cacat (kesalahan) per kerupuk rambak kulit sapiteristik CTQ
adalah 0,74.
29

7. Jumlah cacat persejutakesempatan adalah 58.000.


8. Konversi DPMO ke dalam nilai sigma adalah 3,0-3,1 jadi kesimpulannya
sebesar 3,1.
B. SARAN
1.

Memperbaiki sanitasi alat, tempat dan pekerja yang digunakan


dalam proses pembuatan krupuk rambak kulit sapi.

2.

Menerapkan sistem SSOP dan HACCP dengan benar untuk


meningkatkan kualitas produk.

3.

Minyak yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya selalu


diganti.

4.

Pengeringan sebaiknya dikontrol sehingga rambak yang sudah


kering setelah digoreng hasilnya renyah.

5.

Saat penggorengan besar kecilnya api diatur sehingga rambak


mengembang sempurna, matang merata dan tidak gosong.

6.

Pengungkepan dan penambahan air garam dilakukan lebih optimal


supaya cita rasanya lebih gurih dan enak.

7.

Pada kemasan sebaiknya label usaha dan komposisi produk lebih


diperbesar dan diperjelas lagi.

30

DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Rico dan Y.M Kinley Aritonang. 2013. Model Penerapan Program Six
Sigma pada PT X. Seminar Nasional V Manajemen dan Rekayasa
Kualitas.
Amertaningtyas, Dedes. 2013. Pengolahan Kerupuk Rambak Kulit di
Indonesia. Jurnal Ilmu Peternakan 21 (3): 18-29.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-4308-1996 tentang Kerupuk Kulit.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 3741:2013 tentang Minyak Goreng.
Boga, Yasa. 2010. Koleksi 120 Resep Masakan Sapi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Kencana, Rudi. 2009. Analisis Pengendalian Mutu Pada Pengendalian Minyak
Sawit dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) pada PTP.
Nusantara IV PKS Adolina. Karya Akhir Sarjana Sains Universitas
Sumatera Utara.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.
Robertson, CJ. 1967. The Practice of Deep Fat Frying. Journal of Food
Technology, (1) :34-36.
Rohaendi, Dedi. 2011. Memproduksi Kerupuk Sangrai. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Spautra, Anggazani. 2012. Konsep Pengendalian Mutu dan Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP) dalam Proses Pembuatan Rambak Kulit
Sapi. Laporan Tugas Akhir Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Syafriyudin dan Dwi Prasetyo Purwanto. 2009. Oven Pengering Kerupuk
Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Menggunakan Pemanas Pada
Industri Rumah Tangga. Jurnal Teknologi 2 (1): 70-79.

31

Tim Dapur Demedia. 2009. Aneka Masakan Jawa Klasik. DeMedia Pustaka.
Jakarta.
Wahyono, Rudi dan Marzuki. 2002. Pembuatan Aneka Kerupuk. Penebar
Swadaya. Jakarta.

32

Vous aimerez peut-être aussi