Vous êtes sur la page 1sur 5

ALVEOLOPLASTI

Menurut Boucher alveolektomi adalah suatu tindakan pengambilan sebagian prosesus


alveolaris.(9) Tindakan ini dilakukan untuk mempermudah pencabutan gigi, memperbaiki
sisa alveolar ridge yang tidak teratur sebagai akibat pencabutan satu atau beberapa gigi, dan
mempersiapkan sisa ridge agar dapat menerima gigi tiruan dengan baik. Akhir akhir ini
banyak ahli bedah mulut yang menggunakan istilah alveoloplasti dan alveoplasti untuk
menyatakan

tin-dakan

pembentukan

kembali

prosesus

alveolaris

dibandingkan

pembuangannya. Karena setiap tindakan pencabutan gigi selalu diikuti dengan resorbsi tulang
alveolar, maka dalam melakukan tindakan alveolektomi seorang dokter gigi harus berusaha
melindungi tulang sebanyak dan sepraktis mungkin, sehingga dapat membentuk
suatu jaringan pendukung gigi tiruan yang baik.
TUJUAN TINDAKAN ALVEOLOPLASTI
Alveoloplasti dilakukan dengan tujuan untuk membentuk prosesus alveolaris setelah
tindakan pencabutan gigi; memperbaiki abnormalitas dan deformitas alveolar ridge yang berpengaruh dalam adaptasi gigi tiruan; membuang bagian ridge prosesus alveolaris yang tajam
atau menonjol; membuang tulang interseptal yang terinfeksi pada saat dilakukannya gingivektomi; mengurangi tuberositas agar mendapatkan basis gigi tiruan yang baik, atau untuk
menghilangkan undercutundercut; serta memperbaiki prognatisme maksila sehingga
didapatkan estetik yang baik pada pemakaian gigi tiruan, Tidak semua proses pembuatan gigi
tiruan selalu didahului dengan suatu tindakan bedah preprostodontik, seperti alveoloplasti.
Karena itu seorang dokter gigi harus mengetahui dengan baik keadaan-keadaan yang
merupakan indikasi maupun kontra indikasi dilakukannya tindakan ini.
INDIKASI ALVEOLOPLASTI
Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan
oleh seorang dokter gigi. Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
(i) pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk penanggulangannya akan
dilakukan terapi radiasi
(ii) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang tajam;
puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga mengganggu
dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan
(iii) jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang; maka
alveoloplasti dapat mempermudah pengeluarannya,
(iv) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor,
(v) akan dilakukan tindakan apikoektomi

(vi) jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga dapat
menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat
(vii) pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang pada waktu
dilakukan gingivektomi,
(viii) pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti yang bertujuan
untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila dan mandibula
(ix) setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat segera dilakukan
pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan
(x) adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus mandibularis yang besar
(xi) untuk memperbaiki overbite dan overjet.
KONTRA INDIKASI ALVEOLOPLASTI
Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti adalah :
(i) pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis maka proses
resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien tua. Hal ini harus diingat karena
jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada pasien muda lebih lama dibandingkan pasien tua.
(ii) pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena rasa malu,
sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi kurang sehat, karena selalu dalam keadaan
tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses resorbsi tulang dan proliferasi
jaringan terhambat.
(iii) jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi gigi tiruan
baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas.
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM MELAKUKAN
ALVEOLOPLASTI
Dalam

melakukan

tindakan

alveoloplasti

terdapat

beberapa

faktor

yang

harus

dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu :


A. Bentuk Prosesus Alveolaris
Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang dapat memberikan
kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain menghilangkan undercut yang dapat
mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka dalam melakukan alveolo-plasti harus
diperhatikan juga bentuk prosesus alveolaris yang baik. Yaitu bentuk U yang seluas mungkin,
sehingga dapat menyebarkan tekanan mastikasi pada permukaan yang cukup luas.
B. Sifat Tulang Yang Diambil
Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus terletak pada tulang
kompakta, bukan tulang spongiosa. Karena itu pada waktu melakukan alveoloplasti dengan

pembuangan tulang yang banyak harus diusahakan untuk mempertahankan korteks tulang
pada saat membuang tulang medular yang lunak. Hal ini disebabkan karena tulang spongiosa
lebih cepat dan lebih banyak mengalami resorbsi dibandingkan dengan tulang kompakta.
C. Usia Pasien
Dalam melakukan alveoloplasti usia pasien juga harus dipertimbangkan, karena semakin
muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin lama. Tulang pada pasien
muda lebih plastis dan lebih cenderung mengalami resorbsi dibandingkan atrofi, serta
pemakaian tulang alveolar lebih lama daripada pasien tua. Jadi pem-buangan tulang pada
pasien muda dianjurkan lebih sedikit dan mungkin tidak perlu dilakukan trimming tulang.
D. Penambahan Free Graft
Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveoloplasti dilakukan ada tulang yang secara tidak
sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus diusahakan untuk mengembalikan
pecahan tulang ini ke daerah operasi. Pecahan tulang ini disebut free graft. Replantasi free
graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru serta mengurangi resorbsi
tulang. Boyne menyatakan bahwa penggunaan autogenous bone graft lebih baik daripada
homogenous dan heterogenous bone graft untuk pencangkokan, dan semakin banyak sumsum
tulang dan selsel endosteal pada tulang semakin baik.
E. Proses Resorbsi Tulang
Pada periodontitis tingkat lanjut yang ditandai dengan resorbsi tulang interradikular, maka
alveoloplasti harus ditunda sampai soket terisi oleh tulang baru. Penundaan selama 4 - 8
minggu ini dapat menghasilkan bentuk sisa ridge yang lebih baik.(9) Selain itu harus diingat
juga bahwa pada setiap pembe-dahan selalu terjadi resorbsi tulang, maka harus dihindari
terjadinya kerusakan tulang yang berlebih akibat suatu tindakan bedah, karena keadaan ini
dapat mempengaruhi hasil perawatan.
TEKNIK-TEKNIK ALVEOLOPLASTI
Starshak (1971) mengemukakan 5 macam teknik alveoloplasti, yaitu :
1. Teknik Alveolar Kompresi
Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini
dilakukan penekanan cortical plate bagian luar dan dalam di antara jarijari. Teknik ini paling
efektif diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua tindakan ekstraksi,
terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk
mengurangi lebar soket dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut.
2. Teknik Simpel Alveoloplasti

Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau bukal,
dan kadang-kadang juga alveolar margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep tipe
envelope, tetapi kadangkala digunakan juga flap trapesoid dengan satu atau beberapa insisi.
Pada teknik ini pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan yang
berlebihan pada bagian apikal dapat menyebabkan komplikasi komplikasi yang tidak
diinginkan.
3. Teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti
Teknik ini merupakan teknik alveoloplasti yang paling tua dan paling populer, di mana
dilakukan pengurangan cortical plate bagian labial. Teknik ini telah dipraktekkan secara
radikal selama bertahun-tahun, dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang
sempit. Dalam tindakan bedah preprostodontik teknik inilah yang paling sering digunakan,
karena pada teknik ini pembuangan tulang yang dilakukan hanya sedikit, serta prosedur
bedahnya yang sangat sederhana.
4. Teknik Dean Alveoloplasti
O.T. Dean menyumbangkan suatu teknik alveoloplasti yang sangat baik dalam
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat mengadaptasi gigi tiruan dengan baik. Thoma
menggambarkan pembuangan tulang interrradicular (di antara akar) tidak dengan istilah
intraseptal (di dalam septum), tetapi dengan istilah intercortical (di antara
cortical plate). Sedangkan ahli-ahli lain menggunakan istilah teknik crush. Teknik Dean ini
didasari oleh prinsipprinsip biologis sebagai berikut :
(i)
(ii)
(iii)
(iv)

mengurangi alveolar margin labial dan bukal yang prominen,


tidak mengganggu perlekatan otot,
tidak merusak periosteum,
melindungi cortical plate sehingga dapat digunakan sebagai onlay bone graft yang

(v)

hidup dengan suplai darah yang baik,


mempertahankan tulang kortikal sehingga dapat memperkecil resorbsi tulang
setelah operasi.

McKay memodifikasi teknik Dean ini dengan memecahkan cortical plate ke arah labial
sebelum menekannya kembali ke palatal. Modifikasi ini menjamin onlay tulang dapat
bergerak bebas dan terlepas dari tekanan.
5. Teknik Obwegeser Alveoloplasti
Pada kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim, teknik Dean tidak akan menghasilkan ridge
anterior berbentuk U seperti yang diinginkan, tetapi menghasilkan ridge berbentuk V. Untuk
menghindari bentuk ridge seperti ini, Obwegeser membuat fraktur pada cortical plate labial
dan palatal. Keuntungan teknik ini adalah dapat membentuk kedua permukaan palatal dan

labial prosesus alveolaris anterior, dan sangat tepat untuk kasus protrusi premaksilaris yang
ekstrim. Operasi dengan teknik ini harus didahului dengan proses pembuatan model gips,
kemudian splint atau gigi tiruan disusun pada model kerja gips tersebut. Dengan
dilakukannya proses ini, maka prosedur operasi yang dilakukan di kamar praktek dokter gigi
atau di ruang operasi dapat dilakukan dengan lebih akurat.
Sumber
1. Archer, W. H. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia: Saunders, 1975:
135, 179-187.
2. Birn, H. and Winther, J. E. Manual of Minor Oral Surgery A Step by Step Atlas. 1st ed.
Philadelphia: Saunders, 1975: 109- 115.
3. Guernsey, L. H. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral and
Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby, 1979: 111.
4. Indresano, A. T. and Laskin, D. M. Procedures to Improve the Bony Alveolar Ridge. In:
Laskin, D. M., editor. Oral and Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby, 1985: 293-305.
5. Laufer, D., Glick, D., Gutman, D. And Sharon, A. Patient Motivation and Response to
Surgical Correction of Prognathism. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology. 1976;
41:309-313.
6. McGowan, D. A. An Atlas of Minor Oral Surgery. 1st ed.. London: Martin Dunitz, 1989:
75, 87-91.
7. Mercier, P. Ridge Form in Preprosthetic Surgery. Oral Surgery Oral Medicine Oral
Pathology. 1985; 60:235-243.
8. Seward, G. R. and Harris, M. Surgical Preparation of the Mouth for Dentures. In: Derrick,
D. D., editor. Killey and Kays Outline of Oral Surgery. Part I. Bristol: Wright, 1987:
92,93,110,111.
9. Starshak, T. J. Preprosthetic Oral Surgery.St. Louis: Mosby, 1971: 59-72.
10. Thoma, K. H. Oral Surgery. Ed. 5th ed. Vol. I. St. Louis: Mosby, 1969: 409-416.

Vous aimerez peut-être aussi