Vous êtes sur la page 1sur 5

TIPE-TIPE RESIN AKRIILIK

2.1.1

Klasifikasi Resin Akrilik


A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)
Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan. Energi
termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan
perendaman

air

atau

microwave.Penggunaan

energy

termal

menyebabkan

dekomposisi peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk
akan mengawali proses polimerisasi ( Ecket, dkk., 2004).
B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing
Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia.Resin yang teraktivasi
secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan dapat dilakukan pada
suhu kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui penambahan amintersier terhadap
monomer. Bila komponen powder dan liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan
terpisahnya benzoil peroksida sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi
dimulai ( Ecket, dkk., 2004).

C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave


Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi
megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin akrilik. Prosedur ini
sangat disederhanakan pada tahun 1983, dengan pengenalan serat kaca khusus, cocok
untuk digunakan dalam oven microwave. Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang
tepat, dalam waktu yang sangat singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari
waktu dan jumlah watt dari oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori
dan memastikan polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).
D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya
Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga disebut resin VLC, adalah kopolimer
dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama dengan silika microfine.
Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan resin akrilik yang telah dicampur
dalam moldable di model master pada sebuah meja berputar, dalam ruang cahaya

dengan intensitas cahaya yang tinggi dari 400-500 nm, untuk periode sekitar 10 menit
( Ecket, dkk., 2004).
Zarb GA, Bolender CL, Eckert SE, et al. Prostodontic treatment for edentulous patients:
complete dentures and implant- supported prostheses. India: Elsevier. 2004: 190-5.
(yang sumbernya ecket itu aku searching adanya eckert dan bukunya terbit tahun 2004 juga,
paling iku asline eckert guduk ecket)
2.1.2

Komposisi Resin Akrilik


Menurut Combe (1992) dan Anusavice (1996) komposisi resin akrilik:
A. Heat Cured acrylic
a. Bubuk (powder) mengandung :
1. Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama
2. Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%
3. Reduces Translucency :Titanium dioxide
4. Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan dengan
jaringan mulut : 1%
5. Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil
b. Cairan (liquid) mengandung :
1. Monomer :methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah
menguap.
2. Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinonsebagai penghalang
polimerisasi selama penyimpanan.
3. Cross linking agent: 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat
membantu penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai
menjadi panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan
resin akrilik.
B. Self Cured Acrylic
Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan aktivator,
seperti dimethyl-p-toluidinpada liquidnya

2.1.3

Sifat Resin Akrilik


A. Sifat Fisik

Warna dan Persepsi Warna


Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama dengan

jaringan sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus menunjukka
transulensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan penampilan jaringan
mulut yang digantikannya.Selain itu harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan
harus tidak berubah warna atau penampilan setelah pembentukkan (Annusavice.
2003).

Stabilitas Dimensional
Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam kurun

waktu tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat dipengaruhi


oleh proses, molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan temperatur tinngi
(Annusavice. 2003).

Abrasi dan ketahanan abrasi


Kekerasan

merupakan

suatu

sifat

yang

sering

kali

digunakan

untuk

memperkirakan ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis struktur
gigi lawannya. Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada
hilangnya sebuah substansi / zat. Mastikasi melibatkan pemberian tekanan yang
mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya pecahan / fraktur. Namun resin akrilik
keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi (Combe, 1992).

Crazing ( Retak )
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena adanya

tensile stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau terpisahnya molekul
molekul polimer (Combe, 1992).

Creep ( Tekanan )
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari suatu

bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan.Akrilik mempunyai sifat cold
flow, yaitu apabila akrilik mendapat beban atau tekanan terus menerus dan kemudian
ditiadakan, maka akan berubah bentuk secara permanen (Combe, 1992).

Termal

Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan logam, pengahntar


panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2 (Combe, 1992).

Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang telah

mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif terhadap


kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus (Combe, 1992).

Macam-macam Porosity:
Gasseous Porosity
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer tidak
sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola uap) sehingga
pada bagian resin yang lebih tebal, bubbles terkurung sehingga terjadi porositas yang
terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas cxothermis dapat keluar dan
diserap gips sehingga resin ridak meiewati titik didihnya dan lidak akan membentuk
bubbles.(Combe, 1992)
Air yang terkandung didaiam resin sebelum atau selama polirnerisasi akan
merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa akan terjadi
seperti diatas.(Combe, 1992)
Shrinkage Porosity,0X4)
Ketidak-homogenan resin akhlik selama polirnerisasi sehingga bagian yang
mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk voids (ruangruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi. (Combe, 1992)
Polimer-polimer yang berbeda BM, komposisi dan ukuran akan menyebabkan
bagian- bagian yang mcmpunyai partikel-partikel lebih kecil dulu berpolimerisasi
daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang berpolimerisasi lebih lam bat
akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi lebih dulu, sehingga terbentuk voids
dengan porosity yang terlokalisir. (Combe, 1992)
Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama polimerisasi
juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik dan membuat voids
dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan menyebabkan kerapuhan pada
basis protesa. (Combe, 1992)
2.1.4

Syarat- Syarat Akrilik

Menurut Anusavice tahun 2003, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk resin akrilik
yaitu :
a.
b.
c.
d.

Tidak toksis dan tidak mengiritasi.


Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis.
Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak mudah

mengalami perubahan bentuk yang permanent.


e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika
terbentur atau jatuh.
f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai bahan
restorasi yang cukup lama.
g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna
i.
j.
k.
l.

yang diperoleh hendaknya tidak luntur.


Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika tertelan.
Mudah direparasi jika patah.
Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.
Mudah dibersihkan.

Vous aimerez peut-être aussi