Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. KONSEP KLINIS
1. DEFINISI
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without
(dari luar).
Fraktur Compound (terbuka) adalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit
(Corwin,2001).
Fraktur terbuka karena itegritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit ( Reeves,2001).
2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur adalah: trauma, karena kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olahraga dan
sekunder dari penyakit; osteogenis imperfekta dan kanker (Suriadi, 2001).
Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormone pada menopause (Reeves, 2001)
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah Nyeri(pain), hilangnya nyeri (Fungsiolesa), deformitas,
pemendekan ekstermitas, kripitasi, pembengkakan local, dan perubahan warna
(Smeltzer,2002)
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk ( Reeves,2001).
4. PATOFISIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi patologis, setelah
terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang.
Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri. Diskontinuitas tulang dapat
berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi
deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik. Perubahan jaringan
sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika
sampai menyebabkan putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan
yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang
meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi
edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat terjadi penurunan perfusi
5. PATHWAY
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doenges (2000), pemeriksaan diagnostik untuk fraktur terbuka, yaitu:
1) Pemeriksaan rontgen: menetukan lokasi/luasnya fraktur trauma
2) Scan tulang, tomogram, CT Scan/MRI :memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut mansjoer (2000), fraktur biasanya menyertai trauma. Itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya
kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, meningkat
golden, period 1-6 jam, bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap, kemudian lakukan foto
radiologi. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Tindakan pada foto fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi infeksi, waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam
(golden period). Berikan antibiotic untuk kuman gram positif dan negative dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka.
Teknik debrimen adalah sebagai berikut:
a) Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan atau kecil.
b) Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau esmard)
c) Cuci seluruh esktremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan pencukuran, lalu
diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.
d) Lakukan tidakan desinfeksi dan pemasangan dulu.
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
2.1) Gambaran Umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2.2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
(1)
Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a)
(2)
(b)
(c)
Fistulae.
(d)
(e)
(f)
(g)
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
(d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3)
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
(1)
(2)
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
(3)
(4)
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1)
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
(2)
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
(3)
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
(4)
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1)
tulang.
(2)
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3)
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1)
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
(2)
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3)
fraktur.
(4)
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
(5)
tulang.
(6)
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pertahankan
tirah
baring
RASIONAL
2. Bila terpasang gips/bebat, sokong Mencegah gerakan yang tak perlu akibat
fraktur dengan bantal atau gulungan perubahan posisi.
selimut untuk mempertahankan posisi
yang netral.
6. Pertahankan
eksternal.
integritas
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
4. Lakukan
untuk
penggunaan
manajemen
dalam,
nyeri
imajinasi
(latihan
visual,
dipersional)
teknik
napas Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
aktivitas meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama.
8. Evaluasi
nyeri
(skala,
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. perlunya penyesuaian keketatan
bebat/spalk.
bila diperlukan.
Mengevaluasi perkembangan masalah
klien dan perlunya intervensi sesuai
keadaan klien.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran
kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan dengan
sisi yang normal.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Instruksikan/bantu
2. Lakukan
dan
latihan
ajarkan
otot
aksesori
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
papan
penyangga
trokanter/tangan
kaki,
sesuai
indikasi.
keadaan klien.
Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
6. Dorong/pertahankan asupan cairan
2000-3000 ml/hari.
f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pertahankan
tempat
RASIONAL
tidur
2. Masase
kulit
terutama
daerah
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit dan
jaringan akibat kontaminasi fekal.
perianal
terhadap
kulit,
insersi
pen/traksi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
4. Analisa
hasil
pemeriksaan
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
DAFTAR PUSTAKA
: Tn. S
Umur
: 55 thn
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Buruh tani
Alamat
Diagnosa medik
Tgl masuk
: 15 Oktober 2011
Tgl pengkajian
: 16 Oktober 2011
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama
sangat sakit dan
Fraktur terbuka pada tangan kanan, luka robek di atas fraktur pj. 5 cm kedalaman:
sedalam tulang
c. Riwayat kesehatan masa lalu :
Klien belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
: Compos mentis
Keadaan umum
: Baik
Tinggi badan
: 170 cm
Berat badan
: 55 kg
2. Tanda-tanda vital:
TD
: 110/80 mmHg
Nadi/PR
: 84 x/menit
Pernafasan/RR
: 22 x/menit
Suhu tubuh
: 36 c
3. Head to Toe
1) Kepala
Bentuk Kepala: Bentuk simetris, rambut hitam dan banyak uban, tidak ada
ketombe, tidak nyeri tekan.
Mata
Mulut
Leher
2) Thorax
Dada
Paru-paru
: pernafasan 22 x /menit
3) Abdomen
Bentuk datar, tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan.
4) Genetalia
Tidak dilakukan pengkajian
5) Ekstermitas atas
Bentuk tidak simetris, terjadi pemendekan tangan kanan, sensasi halus ada,
sensasi tajam ada gerakan rom terjadi gangguan, reflex bisep ada, dan terdapat
pembengkakan di tangan kanan. Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm,
kedalaman sedalam tulang
Dilakukan pembidaian pada tangan kanan.
Ekstermitas bawah
Bentuk simetris, sensasi halus ada, pergerakan normal, reflek patella (+), tidak ada
pembengkakan
Skala nyeri = 7
ROM
2
6) Kulit
Kulit normal sedikit keriput, turgor baik, adanya edema lesi.
Terdapat luka robek di atas patah Pj. 5 cm, kedalaman sedalam tulang, warna
sekitar luka sedikit kemerahan
4. KEBUTUHAN DASAR
1) Pola Aktivitas dan istirahat
Sebelum MRS
Selama MRS
Tidur siang
tidak pernah
Tidur malam
Ya ( selama 6 jam)
Ya ( selama 6 Jam)
Ya
Aktivitas
2) Personal Hygiene
Dalam personal hygiene klien mengalami perubahan selama MRS. Klien tidak
bisa mandi, sikat gigi, Penampilan umum kusam.
3) Pola Nutrisi
Nafsu makan sedikit menurun, setiap makan yang di sediakan oleh RS selalu tidak
di habiskan. Jumlah frekuensi makan 3 X sehari
Makanan tambahan yang disediakan RS tidak pernah di makan.
Klien tidak pernah minum susu, hanya mengkonsumsi minuman air putih 2-3 liter
sehari.
4) Eliminasi
Sebelum MRS
Selama MRS
1 x sehari
2 hari sekali
Konsistensi
Normal
Agak keras
Warna
Kuning
Kuning
Bau
Normal
Normal
8 10 x sehari
8 x sehari
Eliminasi Alvi
Eliminasi Uri
Lancar
teratur
Teratur
Warna
Kuning
Kuning
Bau
Normal
Normal
Sebelum MRS
Selama MRS
Normal
tidak
5) Seksualitas
Aktifitas seksual
6) Psikososial
RL : D5 = 2 : 3
Inj. Cefataxim 2 X 1 gr
Inj. Pronalgin 3 x 1 amp
Reposisi fraktur
Debridement
Bidai
Rencana operasi
Hari/Tgl
Data Fokus
Etiologi
Masalah
Spasme otot,
gerakan fragmen
tulang, edema,
cedera jaringan
lunak.
Nyeri
Ketidakadekuata
n pertahanan
primer
(kerusakan kulit,
cidera jaringan
lunak)
Resti Infeksi
TTD
3.
Kerusakan
rangka
neuromuskuler,
nyeri, terapi
restriktif
(imobilisasi)
Gangguan mobilitas
fisik
- Pemakaian Bidai
- ROM
2
II DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak.
2. Risiko tinggi infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, cidera
jaringan lunak)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
Hari/tgl
Tujuan
1.
16/10/2
011
Setelah dilakukan
9. Pertahankan imobilIsasi Mengurangi nyeri
bagian yang sakit dengan dan mencegah
tindakan keperawatan
tirah baring, bidai.
selama 2 x 24 jam
malformasi.
Jam
16.00
Klien mengatakan
nyeri berkurang atau
hilang KH :
-
Menunjukkan
tindakan santai,
mampu
berpartisipasi
dalam
beraktivitas,
tidur,istirahat
dengan tepat,
Intervensi
Rasional
Meningkatkan aliran
10. Tinggikan
posisi
balik vena,
ekstremitas yang terkena.
mengurangi
edema/nyeri.
Mempertahankan
11. Lakukan
dan
awasi kekuatan otot dan
latihan gerak pasif/aktif.
meningkatkan
sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan
12. Lakukan tindakan untuk sirkulasi umum,
menurunakan area
meningkatkan
kenyamanan
(masase, tekanan lokal dan
perubahan posisi)
kelelahan otot.
Menunjukkan
penggunaan
keterampilan
relaksasi dan
aktivitas trapeutik
sesuai indikasi
13. Ajarkan
penggunaan
teknik
manajemen
nyeri
untuk situasi
(latihan napas dalam,
individual
imajinasi visual, aktivitas
dipersional)
Skala Nyeri = 0
Mengalihkan
perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap
nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
15.
Evaluasi
nyeri (skala,
Menilai
keluhan perkembangan
petunjuk
TTD
16/10/2
011
Jam
16.00
Setelah dilakukan
1. Lakukan perawatan pen Mencegah infeksi
steril dan perawatan luka sekunderdan
tindakan keperawatan
sesuai protokol
selama 2 x 24 jam
mempercepat
penyembuhan luka.
Klien mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu, bebas
2. Ajarkan
klien
untuk Meminimalkan
drainase purulen atau
mempertahankan sterilitas kontaminasi.
eritema dan demam
insersi pen.
4. Observasi
vital dan
peradangan
luka.
Leukositosis
biasanya terjadi
pada proses infeksi,
anemia dan
peningkatan LED
dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur
untuk
mengidentifikasi
organisme penyebab
infeksi.
tanda-tanda
tanda-tanda Mengevaluasi
lokal pada
perkembangan
masalah klien.
mencegah atau
mengatasi infeksi.
Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi
tetanus.
3.
16/10/2
011
Jam
16.00
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
Klien dapat
meningkatkan/memp
ertahankan mobilitas
pada tingkat paling
tinggi yang mungkin
dapat
mempertahankan
posisi fungsional
meningkatkan
kekuatan/fungsi yang
sakit dan
mengkompensasi
bagian tubuh
menunjukkan tekhnik
yang memampukan
melakukan aktivitas
Pertahankan
pelaksanaan
aktivitas
rekreasi
terapeutik (radio, koran,
kunjungan
teman/keluarga)
sesuai
keadaan klien.
Memfokuskan
perhatian,
meningkatakan rasa
kontrol diri/harga
diri, membantu
menurunkan isolasi
sosial.
Meningkatkan
sirkulasi darah
muskuloskeletal,
mempertahankan
tonus otot,
mempertahakan
gerak sendi,
mencegah
kontraktur/atrofi dan
mencegah reabsorbsi
kalsium karena
imobilisasi.
Evaluasi
mobilisasi
kemampuan
klien
dan
program imobilisasi.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
Mempertahankan
hidrasi adekuat,
men-cegah
komplikasi urinarius
dan konstipasi.
IV IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No
Hari/tgl
Jam
1.
16/10/20 18.00
11
Implementasi
Respon
1.
Mempertahankan
imobilisasi
bagian
yang
sakit
dengan
memasang bidai tangan, dan
memberikan Bedrest.
2. Memberikan posisi tangan kanan
lebih tinggi dari jantung dengan
menggunakan bantal
Klien Bedrest
3.
4.
Melakukan
tindakan
untuk
meningkatkan
kenyamanan Posisi di ubah setiap
(masase, perubahan posisi)
1 jam
5.
Menggunakan
waslap dan
tempatkan di lengan
atas
Skala nyeri = 6
8.
16/10/20 18.00
11
klien
untuk
TTD
kemampuan
dan program
Tidak mampu
melaksanakan
5. Membantu dan dorong perawatan
personal hygiene
diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
secara mandiri
keadaan klien.
V EVALUASI KEPERAWATAN
No
Hari/tgl
EVALUASI
16/Pebr/2011
Jam 20.00
2.
16/Pebr/2011
Jam 20.00
3.
16/Pebr/2011
Jam 20.00
TTD