Vous êtes sur la page 1sur 22

PENDAHULUAN

Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu massa jaringan
yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi dengan jaringan
normal, dan tetap berperangai demikian walaupun rangsangan yang menimbulkan
perubahan tersebut telah hilang. Pada umumnya penderita kanker berakhir dengan kematian.
Di negara-negara maju, kematian akibat kanker menempati urutan pertama di antara 10
penyebab kematian terbanyak di dunia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
kanker menempati urutan ke 7 sesudah penyakit-penyakit infeksi saluran cerna, infeksi
saluran nafas, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.
Sekitar 90 persen penderita karsinoma paru pria berkaitan dengan merokok. Untuk
menegakkan diagnosis kanker paru diperlukan bermacam pemeriksaan, seperti dengan foto
radiografi dada maupun dengan CT Scan. Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu
pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan
metastasis, serta penentuan stadium penyakit. Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan
dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll.
Angka kekambuhan (relapse) kanker paru paling tinggi terjadi pada 2 tahun pertarna,
sehingga evaluasi pada pasien yang telah diterapi optimal dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit.
Menghentikan seorang perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang
perokok pasif. Pencegahan harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap rokok dan
dilakukan terus menerus.

TUMOR PARU

A. Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra-kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa pra-kanker
disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia.
B. Etiologi & Faktor Risiko
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab
terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85%
dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi
oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap
asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya
kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali. Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif.
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini
lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat
dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih
tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan
pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik
hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira- kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat
umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat
kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,


selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada
protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen dan
menonaktifkan gen-gen penekan tumor.
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi
risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai
enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.
C. Klasifikasi
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan :
1.Small cell lung cancer (SCLC)
2.Non small cell lung cancer (NSCLC / karsinoma skuamosa, adenokarsinoma,
karsinoma sel besar)
WHO(1999) membuat klasifikasi histologis untuk karsinoma paru dan pleura sebagai
berikut :
1.Tumor epitelial :
a. Jinak : papiloma, adenoma

b. Lesi prainvasif : displasia skuamosa / karsinoma in situ, hiperplasia adenomatosa


atipik, hiperplasia sel neuroendokrin paru difus
c. Ganas :
- Karsinoma sel skuamosa : papiler, sel jernih, basaloid
- Small cell carcinoma : combined small cell carcinoma
- Adenokarsinoma
(i) Asinar
(iii) Papiler
(iv) Bronkoalveolar : nonmusinosa, musinosa, musinosa campuran
(v) Karsinoma padat dengan formasi musin
(vi) Adenokarsinoma dengan subtipe campuran
- Karsinoma sel besar
- Karsinoma adenoskuamosa
- Karsinoma dengan sarkomatoid pleomorfik atau unsur sarkomatosa
- Tumor karsinoid
2.Lain-lain : tumor jaringan lunak
3.Tumor mesotelial
4.Penyakit limfoproliferatif
5.Tumor sekunder

6.Unclassified tumors
7. Lesi seperti tumor
D. Manifestasi Klinis
Gejala karsinoma paru tergantung jenis, lokasi dan cara penyebarannya. Pada fase
awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Bila sudah dalam
stadium lanjut maka gejala mulai tampak. Gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
a.

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

b.

Hemoptisis

c.

Mengi (wheezing / stridor) karena ada obstruksi saluran napas

d.

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

e.

Atelektasis

2. Invasi lokal :
a.

Nyeri dada

b.

Dispneu karena efusi pleura

c.

Invasi ke perikardium (terjadi tamponade atau aritmia)

d.

Sindrom vena kava superior

e.

Sindrom Horner (anhidrosis facialis, ptosis, miosis)

f.

Suara serak, karena penekanan nervus laringis rekuren

g.

Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis

servikalis
3. Gejala penyakit metastasis :
a.

Pada otak, tulang, hati, adrenal

b.

Limfadenopati servikal dan supraklavikula

4. Sindrom paraneoplastik, terdapat pada 10 % kanker paru dengan gejala :


a.

Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

b.

Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

c.

Hipertrofi osteoartropati

d.

Neurologis : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer

e.

Neuromiopati

f.

Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

g.

Dermatologis : eritema multiformis, hiperkeratosis, jari tabuh

h.

Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)

5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis

E. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mencari adanya tumor ganas dapat dilakukan antara
lain dengan bronkoskopi invasif dan CT Scan thoraks. Tetapi, pemeriksaan radiologi
seperti foto thoraks PA, lateral, dan fluoroskopi masih mempunyai nilai yang
diagnostik yang tinggi meskipun kadang-kadang dalam ukuran yang kecil tumor itu
tidak terlihat. Meskipun begitu, kelainan lain akan sangat dicurigai sebagai akibat
tumor ganas, misalnya kelainan emfisema setempat, atelektasis, peradangan sebagai
komplikasi tumor atau akibat bronkus terjepit, dan pembesaran kelenjar hilus yang
unilateral.

Efusi

pleura

yang

progresif

dan

elevasi

diafragma

juga

perlu

dipertimbangkan sebagai akibat tumor ganas.


1. Atelektasis
Gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi yang disebabkan sumbatan
bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara segmental, lobaris, atau hemitoraks.
Gambaran atelektasis secara radiologis tidak berbeda dengan atelektasis yang
disebabkan oleh penyumbatan bronkus lainnya.
2. Massa hilus
Pembesaran hilus unilateral merupakan manifestasi dini secara radiologi karsinoma paru.
Hal ini terjadi akibat tumor primer pada hilus tersebut atau pembesaran hilus. Pembesaran
hilus oleh karena metastasis dari luar paru dapat menyebabkan kelenjar menjadi lebih besar
dan menyebar di sisi kiri dan kanan. Karsinoma paru sentral manifestasinya bertambahnya
opasitas pada region hilus.

3. Nodul soliter pada paru


Bercak kalsifikasi dalam nodul sering dinyatakan sebagai proses jinak. Bila ada kalsifikasi
maka kita perlu lakukan CT Scan toraks untuk memastikan adanya nodul di dalamnya.
Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak
mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen
terutama usia diatas 40 tahun.
4. Pneumonitis yang tidak sembuh
Peradangan paru sering disebabkan aerasi yang tidak sempurna akibat sumbatan sebagian
bronkus dan pengobatan dengan antibiotik umumnya tidak memberi hasil sempurna atau
berulang kembali peradangannya. Sering setelah peradangan berkurang terlihat gambaran
massa yang sangat dicurigai sebagai keganasan.
5. Efusi pleura
Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang cepat bertambah (progresif) atau
bersamaan ditemukan bayangan massa dalam paru perlu dipertimbangkan sebagai keganasan
paru yang sudah bermetastasis ke pleura. Biasanya cairan pleura itu terdiri atas cairan darah.
6. Elevasi diafragma
Letak tinggi diafragma sesisi dengan bayangan masa tumor yang diakibatkan kelumpuhan
nervus frenikus dapat diperlihatkan pada pemeriksaan fluoroskopi dimana pergerakan
diafragma berkurang atau tak ada sama sekali.
7. Perselubungan dengan destruksi tulang sekitarnya

Suatu perselubungan padat terutama di puncak paru dengan gambaran destruksi tulang iga
atau korpus vertebra sekitarnya merupakan tumor ganas primer pada paru (sulcus superior)
lanjut yang dikenal sebagai tumor Pancoast yang secara klinis disertai dengan sindrom
Horner.
8. Metastasis paru
Paru merupakan salah satu alat tubuh yang sering dihinggapi anak sebar tumor ganas asal
tempat lain. Penyebaran dapat bersifat hematogen dan limfogen.
a. Metastasis hematogen
Tumor ganas anak yang sering bermetastasi ke paru adalah tumor Wilms, neuroblastoma,
sarkoma osteogenik, sarkoma Ewing; sedangkan tumor ganas dewasa adalah karsinoma
payudara, tumor ganas saluran cerna, ginjal, dan testis. Gambaran radiologis dapat bersifat
tunggal (soliter) atau ganda (multipel) dengan bayangan bulat berukuran beberapa milimeter
hingga sentimeter, batas tegas. Bayangan tersebut dapat mengandung bercak kalsifikasi,
misalnya pada anak sebar sarkoma osteogenik dan kavitas dapat terbentuk meskipun jarang
(5%) yang disebabkan nekrosis iskemik.
b.

Metastasis limfogen

Anak sebar limfogen sering menyebabkan pembesaran kelenjar mediastinum yang dapat
meningkatkan penekanan pada trakea, esofagus, dan vena kava superior dengan bermacam
keluhannya. Anak sebar juga bisa menetap di saluran limfe peribronkial atau perivaskuler
yang secara radiologis memberi gambaran garis-garis berdensitas tinggi yang halus seperti
rambut. Contoh keganasannya yaitu karsinoma tiroid dan kelenjar air liur dapat menetap di
paru selama bertahun-tahun dengan keadaan umum yang baik.

Beberapa gambaran radiologi karsinoma paru :

Gambar 1. NSCLC dengan bronkoskopi. Sebuah lesi sentral besar didiagnosis NSCLC.

Gambar 2. NSCLC lobus paru kiri bawah dengan efusi pleura kiri.

Gambar 3. NSCLC dengan kolaps paru kiri atas e.c. karsinoma bronkogenik endobronkial.

Gambar 4. NSCLC. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.

Gambar 5. SCLC.

Gambar 6. SCLC dengan massa mediastinal / hilar kanan.

Gambar 7. SCLC dengan pneumonitis obstruktif dan atelektasis lobus paru kanan atas.

Gambar 8. Tumor Pancoast dengan asimetrisitas sulcus superior.


F. Penegakkan Diagnosis
Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis histopatologi kanker,
lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya diperlukan untuk menetapkan
kebijakan pengobatan.
Deteksi dini

Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik,
berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain.
Penernuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang
ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker
paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut.
Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi
yaitu:
Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok
Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak
napas,nyeri dada dan berat badan menurun.
Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah
satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit
dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga
dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio
toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita
sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat
dilakukan lebih cepat dan terarah.

Gambar
9. Alur
Deteksi
Dini
Kanker
Paru

Penentuan Stadium Klinis


Tabel 1. Staging Kanker
STADIUM

TNM

Karsinoma

Tx, N0, M0

tersembunyi
0

Tis, N0, M0

IA

T1, N0, M0

IB

T2, N0, M0

IIA

T1, N1, M0

IIB

T2, N1, M0
T3, N0, M0

IIIA

T3, N1, M0
T1-3, N2, M0

IIIB

T berapa pun, N3, M0 T4, N berapa pun,

M0
IV

T berapa pun, N berapa pun, M1

Status Tumor Primer (T)


T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat
pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal. T2 :
Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis
atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari
karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi
pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.


N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina. N3 :
Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah
bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak.

G. Penatalaksanaan
Regimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi,
dan kemoterapi. Tumor bronchial jinak biasanya diangkat melalui pembedahan karena bisa
menyumbat bronki dan lama-lama bisa menjadi ganas. Kadang dilakukan pembedahan pada
karsinoma selain karsinoma sel kecil yang belum menyebar. Sekitar 10 - 35% karsinoma
bisa diangkat melaui pembedahan, tetapi pembedahan tidak selalu membawa kesembuhan.
Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru untuk menentukan apakah paru-paru
yang tersisa masih bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak. Jika hasilnya jelek,
maka tidak mungkin dilakukan pembedahan. Pembedahan tidak perlu dilakukan jika :
1. Karsinoma telah menyebar keluar paru
2. Karsinoma terlalu dekat dengan trakea
3.

Penderita memiliki keadaan yang serius (penyakit jantung atau penyakit paruparu yang

hebat

Terapi penyinaran dilakukan pada penderita yang tidak dapat menjalani pembedahan
karena mereka memiliki penyakit lain yang serius. Tujuan dari penyinaran adalah
memperlambat pertumbuhan karsinoma, bukan untuk penyembuhan. Terapi penyinaran bisa
mengurangi nyeri otot, sindroma vena cava superior, dan penekanan syaraf tulang belakang.
Tetapi penyinaran bisa menyebabkan peradangan paru (pneumonitis karena penyinaran)
dengan gejala berupa batuk, sesak nafas, dan demam. Gejala ini bisa dikurangi dengan
kortikosteroid (prednison).
Pada saat terdiagnosis, karsinoma sel kecil hampir selalu telah menyebar ke bagian
tubuh lainnya, sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Karsinoma ini diobati
dengan kemoterapi dan penyinaran. Penderita karsinoma paru banyak mengalami penurunan
fungsi paru. Untuk mengurangi gangguan pernafasan bisa diberikan terapi oksigen dan obat
yang melebarkan saluran udara (bronkodilator).
H. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada
kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup
5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan
pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15%
pada stadium III, dan kurang dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor
metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup rata-rata
adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC tanpa terapi hanya 35 bulan.

Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada tahun
1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5
tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang
dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang
didiagnosis pada stadium dini.

KESIMPULAN
Karsinoma paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh di paru yang dapat berasal dari
sel-sel di dalam paru maupun dari karsinoma di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke
paru. Etiologi sebenarnya dari karsinoma paru belum diketahui, tetapi merokok agaknya
yang memegang peranan paling penting yaitu 35 % dari seluruh kasus.
Pembagian praktis karsinoma paru yaitu small cell lung cancer (SCLC) dan non small
cell lung cancer (NSCLC). Gejala klinis dari karsinoma paru seperti batuk yang menetap,
dahak bisa mengandung darah, demam, nyeri dada, sesak nafas, hilangnya nafsu makan,
penurunan berat badan dan kelemahan.
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan antara lain bronkografi invasif, CT Scan, serta
pemeriksaan radiologik konvensional (toraks PA, lateral, fluoroskopi). Diagnosis karsinoma
paru dilakukan berdasarkan penggolongan (stadium) TNM karsinoma terbaru dari
International Union Against Cancer dan American Joint Committee on Cancer.
Terapi yang paling sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan kemoterapi
dengan prognosis secara keseluruhan bagi pasien-pasien dengan karsinoma paru adalah
buruk dan hanya sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,
M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jusuf A, Harryanto A, Syahrudddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Dutandio N. Kanker paru
Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk Diagnosa& Penatalaksanaan di
Indonesia.PDPI. Jakarta: 2005
Irshad, A., Ravenel, J.G. (2009). Imaging In Small Cell Lung Cancer : Multimedia. Diakses
tanggal 20 Desember 2010 dari http://emedicine.medscape.com/ article/358274-media
Sharma, S., Maycher, B. (2009). Imaging In Non-Small Cell Lung Cancer : Multimedia. Diakses
tanggal 20 Desember 2010 dari http://emedicine.medscape.com/article/358433-media

Vous aimerez peut-être aussi