Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar,


meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus
campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1
juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat(1).
Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini
berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian
Luar Biasa). Hasil pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat
KLB menunjukkan IgM positif sekitar 70-100%. Insiden rate semua kelompok
umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998
cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada semua
kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari hasil penyelidikan KLB
cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak
krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara mendalam dan
komprehensif(1,2).
Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan
kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi
Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000.
Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah
memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996
menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satusatunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya
vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85%(1).

Campak sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit ini dapat


dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari mereka
yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan
Campak yang mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa
diharapkan jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya
kekebalan kelompok (herd immunity).
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian
luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case
fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak
menderita campak adalah < 15 tahun.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui
droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan
hingga 5 hari setelah ruam muncul(2).

BAB II
LAPORAN KASUS

I.
a.

IDENTITAS
Identitas Pasien
Namaanak
Umur
Agama
Alamat
No RM
Tglmasuk RS

: An. AA
: 7 tahun
: Islam
: Semarang
: 448642
: 22-5-2014

b. Identitas Orang Tua


1. Namabapak
: Tn. S
Umur
: 36tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: SMA
2. Namaibu : Ny.K
Umur
: 33tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Iburumahtangga
Pendidikan
: SMP

II.

ANAMNESIS
a. Keluhan utama : demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Enam hari pasien demam mendadak, suhu turun setelah minum obat turun
panas. Menggigil (-), kejang (-) penurunan kesadaran (-), mimisan (-), batuk
(+), pilek (+), nyeri telan (+).
Dua hari seluruh tubuh pasien keluar bintik-bintik merah, gatal (-), bintikbintik pertama kali keluar di daerah belakang telinga kemudian menyebar ke
wajah dan ke seluruh tubuh. Keluhan lain mata merah dan perih, keluar air

mata (+), lodok (-), BAB cair sehari 5x lendir (-), darah (-), muntah (+)
sehari 3x muntahan berupa makanan yang dikonsumsi, sariawan (+), nafsu
makan berkurang, nyeri perut (+), BAK normal tidak berkurang jumlah dan
frekuensinya.
Saat masuk rumah sakit keluhan pasien demam , keluar bintik-bintik merah
seluruh tubuh, muntah 2x berupa makanan, diare cair 3x lendir (-) dan darah
(-), mata merah, perih dan berair, sariawan, batuk, pilek, nyeri telan, badan
c.

d.

e.

lemas dan nafsu makan turun.


Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat campak
: disangkal
Riwayat DBD
: disangkal
RiwayatAlergi obat
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat campak
: disangkal
Riwayat DBD
: disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama ke-2 orang tuanya dan adiknya. Tetangga sekitar
tidak ada yang terkena campak tetapi teman sekolah pasien ada yang terkena
campak dan DBD.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaanfisikdilakukantanggal22 Mei 2014 Pk. 22.15 WIB, dii Bangsal
a.
b.
c.

d.

Melati.
Keadaanumum: tampak lemas
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
:
Tensi : 100/60 mmhg
Nadi
: 96x/ menitisidantegangancukup
RR
: 22x/ menit
Suhu
: 38,6 C (axiler)
Status Interna
Kulit
: makula papula eritema generalisata
Kepala : Mesochepal
Mata
: cekung (-/-).Konjungtiva : hiperemis (+/+), mix injeksi (+/+),

sekret (-/-), epifora (+/+). Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor 3mm/3mm
Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (+) serous

Telinga :

serumen

(-/-),

nyeri

mastoid

(-/-),

nyeri

tragus

(-/-),

liangtelingagatal (-/-)
Mulut : kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-) stomatitis (+). Faring

e.
1.

hiperemis (+). Tonsil T1/T1


Leher : pembesaran KGB (-/-)
Thorax
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidakterlihat
Palpasi : ictus cordis teraba namun tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus

epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)


Perkusi :
Batas atas
: ICS II lin.parasternal sinistra
Pinggang jantung
: ICS III parasternal sinsitra
Batas kanan bawah
: ICS V lin.sternalis dextra
Batas kiri bawah
: ICS V 2 cm ke arah medial mid clavikula sinistra
Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler
Suara jantung murni: SI, SII (normal) reguler, suara jantung tambahan
gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
2. Pulmo
Suara dasar vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/-)
f. Abdomen
Datar, timpani, nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen
g. Ekstremitas
Sianosis (-/-), akral dingin (-/-), cappilary refiil (< 2 detik/ < 2 detik)
IV.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darahrutin
Lekosit 3,38 (L)
Hemoglobin 12,10 (N)
Hematrokit 37,40 (N)
Trombosit 14,00 (N)

PEMERIKSAAN ANTHROPOMETRI
Anak perempuan, umur 7 tahun, berat badan 17 kg.
Z-Score
WAZ : -1,8 (kesan berat badan rendah)
Kesan : kesan gizi kurus

VI.

RESUME
Pasien perempuan, umur 7 tahun dengan 6 hari febris.
Dari anamnesis didapatkan demam turun setelah minum obat turun panas.
Menggigil (-), kejang (-) penurunan kesadaran (-) epistaksis (-), batuk (+),
pilek (+), odinofagi (+), 2 hari seluruh tubuh pasien keluar bintik-bintik
merah dari belakang telinga meluas ke wajah kemudian ke seluruh tubuh,
gatal (-), mata merah dan perih, keluar air mata (+), sekret (-). Keluhan lain
nyeri abdomen (+), BAB cair (+) sehari 5 x lendir (-), darah (-), vomitus (+)
sehari 3x berupa makanan yang dikonsumsi, stomatitis, nafsu makan
berkurang, BAK normal, tidak berkurang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tensi

100/60 mmHg, nadi: 96x/

menitisidantegangancukup, RR: 22x/ menit, suhu: 38,6 C (axiler). Kulit


terdapat makula papula eritema generalisata, pada konjungtiva terdapat
hiperemis, epifora, mix injeksi (+/+), sekret (-/-), pada hidung sekret serous
(+), pada mulut stomatitis, faring hiperemis, pada abdomen didapatkan nyeri
tekan abdomen seluruh regio.
Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan Lekosit 3,38 (L), Hemoglobin
12,10 (N), Hematrokit 37,40 (N), Trombosit 14,00 (N).
VII. DAFTAR MASALAH
A

1.

F e b r i s
6
h a r i
Batuk
Pilek
Odinofagi
2 hari keluar bintikbintik merah seluruh tubuh
Mata merah dan perih,
berair, sekret (-/-)
sariawan
Diare
Vomitus

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

P e m e r i k s a a n
1.
2.
3.
4.
5.
6.

F i s i k

Tensi 100/60 mmHg, nadi: 96x/ menitisidantegangancukup, RR: 24x/ menit, suhu: 38,6
C (axiler)
Kulit terdapat makula papula eritema
generalisata
Mata : hiperemis, epifora, mix injeksi.
Hidung sekret serous
Mulut : stomatitis, faring hiperemis
Nyeri tekan abdomen seluruh regio

Pemeriksaan laboratorium :
Hasil Lab Darah rutin : Lekosit 3,38 (L),
Hemoglobin 12,10 (N), Hematrokit 37,40 (N),
Trombosit 14,00 (N).

VIII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


a. Campak
b. Eksantem subitum
c. Rubela
d. DBD
IX.
a.
b.
c.
X.

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis
Diagnosis antrhopometri
Diagnosis sosial

: campak
: kesan gizi kurus
: ekonomi cukup

INISIAL PLAN
a. IpDxkerja
: Campak
b. Dx
:S:O : anti dengue Ig G dan Ig M.
c. IpTx
:
1. Infus RL 20 tpm
2. Ranitidin 2 x 2 ampul
3. Paracatamol 4 x 1,5 cth
4. Cefotaxime 2x750 mg i.v
5. Vitamin A 1 x 200.000 iu
d. IpMx
: monitoring tanda vital, gejala, monitoring
kepatuhanminumobat.
e. IpEx
:
1. Penjelasan tentang penyakit kepada keluarga pasien
2. Minum obat secara teraturdan makan makanan yang bergizi seimbang.
3. Menjaga hygiene sanitasi rumah dan seitarnya.
4. Penjelasan pentingnya mengikuti program imunisasi campak yang
diadakan di sekolah.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINIS

Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan
measles dalam bahasa Inggris, merupakan penyakit infeksi virus akut, yang
ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium erupsi dan stadium
konvalesens. (3,4,5)
II.

ETIOLOGI
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak merupakan salah satu

virusRNA yang termasuk famili paramiksoviridae, genus morbilivirus. Dikenal


hanya 1 antigen saja yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis
epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring,
darah dan air kemih paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu
singkat setelah timbulnya ruam kulit. Pada suhu ruangan virus tersebut dapat tetap
aktif selama 34 jam.(3)
III. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi penyakit Campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.(3,5).
1.

Distribusi Frekuensi Penyakit Campak(2,3,5)


a. Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada
usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran
penyakit campak berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan
daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya, terisolasi atau
tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat
transmisi virus campak sangat tinggi.
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit campak berbeda, dimana daerah
perkotaan siklus epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan
di daerah pedesaan penyakit campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktuwaktu terdapat penyakit campak maka serangan dapat bersifat wabah dan
menyerang kelompok umur yang rentan.Berdasarkan profil kesehatan

tahun 2008 terdapat jumlah kasus campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat,
di Banten 1552 kasus, di Jawa tengah 1001 kasus.
c. Waktu
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah
Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan campak di Indonesia
sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan
2.

mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan oktober.


Determinan Penyakit Campak (2,5)
Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus campak pada balita di suatu
daerah adalah :
a. Faktor Host
i. Status Imunisasi
Balita yang tidak mendapat imunisasi campak kemungkinan kena
penyakit campak sangat besar. Dari hasil penyelikan tim Ditjen PPM &
PLP dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tentang KLB
penyakit campak di Desa Cinta Manis Kecamatan Banyuasin Sumatera
Selatan (1996) dengan desain cross sectional, ditemukan balita yang
tidak mendapat imunisasi campak mempunyai risiko 5 kali lebih besar
untuk terkena campak di banding balita yang mendapat Imunisasi.
ii. Status Gizi
Balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terkena penyakit campak dari pada balita dengan gizi baik.Menurut
penelitian Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai
dengan 6 tahun yang status gizinya kurang mempunyai risiko 4,6 kali
untuk terserang campak dibanding dengan anak yang status gizinya
baik.
b. Faktor Environment
Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Desa terpencil, pedalaman, daerah
sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan khususnya
imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan
penyakit campak.

IV.

PATOGENESIS(3,4,5)
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus

yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama

infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama
pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah
penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang
menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi
multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak
juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan
virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan
kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama
infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit,
dan makrofag.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan

kesempatan

serangan

infeksi

bakteri

sekunder

berupa

bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus


dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk.,
2002).
Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari
0

1-2
2-3
3-5
5-7
7-11
11-14
15-17

Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva.
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
Viremia primer
Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan
pada RES regional maupun daerah yang jauh
Viremia sekunder
Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas
Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang

V.

GEJALA KLINIS
Gejala klinis terjadi setelah masatunas 10-12 hari. Penyakit ini dibagi dalam

3 stadium, yaitu (3,4) :


1.

Stadium Kataral (Prodromal)


Berlangsung selama 2-4 hari ditandai dengan demam yang diikuti dengan
batuk, pilek, faring merah, nyeri telan, stomatitis dan konjungtivitis. Tanda
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi didepan molar 3 disebut
bercak koplikberwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi

2.

eritema. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum.


Stadium Erupsi
Ditandai dengan timbulnya ruam makulopopular yang bertahan 5-6 hari.
Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga kemudian
menyebar ke wajah, leher, dan seluruh badan sampai ke ekstremitas.

3.

Stadium Konvelens
Setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya.
Ruam kulit akan menjadi kehitaman dan mengeluos yang akan menghilang
selama 1-2 minggu.

VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinis dan

pemeriksaan laboratorium(3,4,5).
1.

Kasus Campak Klinis.


Kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh
berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan
38C atau lebih (terasa panas) dan disertai salah satu gejala bentuk pilek atau

2.

mata merah (WHO).


Kasus Campak Konfirmasi
Kasus campak konfirmasi adalah kasus campak klinis disertai salah satu
kriteria yaitu :
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer
antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi virus Campak positif.

b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus konfirmasi,


dalam periode waktu 1 2 minggu.
VII. PENCEGAHAN(3,5)
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit campak. Sasaran dari pencegahan
primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko
yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit
campak. Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam
upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan
2.

rumah yang baik.


Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
beresiko, yakni anak yang belum terkena campak, tetapi berpotensi untuk
terkena penyakit campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktorfaktor yang berpengaruh terhadap terjadinya campak dan upaya untuk
mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
a. Penyuluhan
Edukasi campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan
mengenai campak. Disamping kepada penderita campak, edukasi juga
diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko
tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi
yang perlu diberikan kepada pasien campak adalah definisi penyakit
campak, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya campak dan
upaya-upaya menekan campak, pengelolaan campak secara umum,
pencegahan dan pengenalan komplikasi campak.
b. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dilakukan
dengan vaksinasi campak secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9
15 bulan. Vaksin yang digunakan adalah Schwarz vaccine yaitu vaksin
hidup yang dioleh menjadi lemah.Vaksin ini diberikan secara subkutan
sebanyak 0,5 ml. vaksin campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil,
anak dengan TBC yang tidak diobati, penderita leukemia.Vaksin campak

dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau polivalen yaitu vaksin


measles-mumps-rubella (MMR). vaksin monovalen diberikan pada bayi
usia 9 bulan, sedangkan vaksin polivalen diberikan pada anak usia 15
bulan. Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin harus
pada temperatur antara 2C - 8C atau 4C, vaksin tersebut harus
dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet atau
3.

bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.


Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnyakomplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini campak serta penanganan segera dan
efektif. Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita
yang

beresiko

tinggi

untuk

mengembangkan

atau

memperparah

penyakit.Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin


dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Edukasi dan
pengelolaan campak memegang peran penting untuk meningkatkan
4.

kepatuhan pasien berobat.


Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini
mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini
diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun
antara dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan
penyakit Campak.

VIII. TERAPI
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup,
suplemen nutrisi, antibiotik apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi apabila
terjadi kejang dan pemberian vitamin A(4).

1.

Tanpa Komplikasi
Tirah baring
Vitamin A 100.000 IUuntuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan
200.000 IU untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk
membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan
morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan
jumlah limfosit total, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap

hari.
Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jeni makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya

2.

komplikasi.
Dengan Komplikasi
a. Ensefalopati
Kloramfenikol dosis 75 mg/Kg BB/hari dan ampisilin 100 mg/Kg
BB/hari selama 7-10 hari.
Kortikosteroid : dexametason 1 mg/Kg BB/hari sebagai dosis awal
dilanjutkan 0,5 mg/Kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran
membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off)
Kebutuhan jumlah cairan dikurangi kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit.
b. Bronkopneumonia
Kloramfenikol 75 mg/Kg BB/hari dan ampisilin 100 mg/Kg BB/hari
selama 7-10 hari.
Oksigen 2 liter/menit.

IX. KOMPLIKASI (3,5)


1. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh
bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus
influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan
meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia
karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan
bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas

yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik


2.

diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.


Ensepalitis akut
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas,
twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara

3.

lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik
gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti
kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul
7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x
lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000
kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum
mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE

4.
5.

dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).


Otitis Media Akut
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya
daya tahan penderita campak.

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Dari anamnesis didapatkan pasien perempuan an. AA usia 7 tahun datang ke


RSUD Dr. Adhyatama Semarang dengan keluhan utrama demam 6 hari, demam
turun setelah minum obat turun panas. Menggigil (-), kejang (-) penurunan
kesadaran (-) epistaksis (-), batuk (+), pilek (+), odinofagi (+), 2 hari seluruh
tubuh pasien keluar bintik-bintik merah dari belakang telinga meluas ke wajah
kemudian ke seluruh tubuh, gatal (-), mata merah dan perih, keluar air mata (+),
sekret (-). Keluhan lain nyeri abdomen (+), BAB cair (+) sehari 5 x lendir (-),
darah (-), vomitus (+) sehari 3x berupa makanan yang dikonsumsi, stomatitis,
nafsu makan berkurang, BAK normal, tidak berkurang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tensi

100/60 mmHg, nadi: 96x/

menitisidantegangancukup, RR: 22x/ menit, suhu: 38,6 C (axiler). Kulit terdapat


makula papula eritema generalisata, pada konjungtiva terdapat hiperemis, epifora,
mix injeksi (+/+), sekret (-/-), pada hidung sekret serous (+), pada mulut
stomatitis, faring hiperemis, pada abdomen didapatkan nyeri tekan abdomen
seluruh regio.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori
pada tinjauan pustaka yang disebutkan mengenai tanda dan gejala Penyakit
campak.
Penanganan pada pasien ini diberikan terapi infus RL 20 tpm, ranitidin 2
x 2 ampul untuk rasa sakit di perutnya, paracatamol 4 x 1,5 cth sebagai obat
penurun panas, cefotaxime 2x750 mg i.v sebagai antibiotik karena pasien
menderita diare akutdan Vitamin A 1 x 200.000 iu agar daya tahan tubuh terjaga.
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh menurun,
sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan vitamin A menyebabkan lapisan
sel yang menutupi paru-paru tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah
dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus yang dapat menyebabkan infeksi.

Defisiensi vitamin A pada anak-anak menyebabkan komplikasi pada campak yang


berakhir dengan kematian. Karena itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi .
Suplementasi vitamin A menurunkan morbiditas dan mortalitas campak akut pada
bayi dan anak di negara berkembang. Suplementasi vitamin A mengatur respon
antibodi terhadap campak dan meningkatkan total limfosit.(3,4)

BAB V
KESIMPULAN

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara


epidemiologi penyebab
etiologinya

utama

kematian

campak d i s e b a b k a n

paramixoviridae,

genus

oleh

terbesar
virus

pada

anak.

Menurut

RNA

dari

famili

M o r b i l l i v i r u s , yang

ditularkan

secara

droplet. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium


prodromal, stadium erupsi dan stadium konvalesen s. Campak dapat
dicegahdengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif. (3,4,5)
Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia,
ensefalitis morbili akut, SSPE dan otiits media akut. Pengobatan Tirah baring,
Vitamin A 100.000 IU untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 IU
untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan
epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna
untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total, apabila disetai malnutrisi
dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai.
Jeni makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
komplikasi.(3,4)
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis
buruk bila keadaan umum buruk. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi
simptomatik. Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif,
imunisasi pasif dan isolasi.(3)

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.

Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.


Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.

3.

info.
Behrman. E. Richard & Vaughan. C. Victor. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan

4.

Anak. Edisi 12, Bagian ke 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Pudjiadi. H. Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayana Medis Ikatan Dokter

5.

Anak Indonesia. Jilid I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.


Hassan Rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke 2. Jakarta :
Penerbit FK.UI.

LAPORAN KASUS

CAMPAK
Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Anak
RSUD Dr. Adhyatma Semarang

Disusun Oleh :

Dhamaningrum Puspita Sari


H2A009014

Pembimbing :

Dr. Agus Saptanto, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SEMARANG
2014

Vous aimerez peut-être aussi