Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KASUS 1
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Sistem Muskuloskeletal
Disusun oleh:
Desti Rahmawati
220110130016
Fahmi M Fatoni
220110130057
220110130061
Rizki Mufidah
220110130067
220110130070
220110130073
Ni Putu Octaviani
220110130081
220110130091
220110130100
220110130107
Nida Luthfiyani
220110130110
Anneke Dewina
220110130116
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB I
KASUS
Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat diruang Bedah Orthopaedic (BO)
dengan keluhan nyeri hebat skala 7 pada paha sebelah kiri dan kaki kanan.
Riwayat pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam yang lalu. Hasil engkajian
tampak bengkak pada daerah paha kiri dan pada kaki kanan terdapat luka robek
ada tibia diameter 6cm, tampak tonjolan tulang. Status neurovaskular pada kedua
kaki nadi distal fraktur (+) parestesi dan paralisis (-), TD 100/70, frekuensi nadi
100x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 38C. Pemeriksaan lab hb 10,2; ht
31%, eritrosit 3,72; leukosit 11.000, x-ray: fraktur obliq pada 1/3 bagian distal
femur sinistra dan fraktur cruris segmental pada 1/3 media dekstra. Terapi
:ketorolac 2x1, ranitidine 2x1 dan cetazolin 2x1 gram IV. Direncanakan pada kaki
kiri dipasang skeletal traksi dan emasangan external fiksasi pada tibia.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Anatomi Fisiologi Tulang
Tulang dewasa memiliki bagian yang disebut dengan diapisis, metafisis,
dan epifisis. Bagian medullari cavity mengandung sumsum tulang berwarna
kuning yang berisi lemak. Periostem menutupi bagian terluar dari tulang
(kecuali pada sendi) adalah periostem membran fibrosa yang memiliki otensi
untuk membentuk tulang selama masa pertumbuhan dan dalam penyembuhan
luka fraktur. Periostem mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
banyak kapiler yang memberikan nutrisi pada tulang dan memberikan warna
tulang lebih merah muda pada tulang yang hidup. Endostem melapisi rongga
sumsum. Jaringan ini terdiri dari jaringan ikat areolar vaskular. Nutriens
mengisi sumsum tulang dan tulang berongga melalui arteri yang menembus
tulang padat melalui lubang-lubang terbuka yang disebut dengan nutriem
foramen.
dan
sumsum
tulang.
Memiliki
kemampuan
untuk
masuk sel.
Osteosit, merupakan sel utama pada sel tulang yang sedang tumbuh.
Memiliki peran dalam keseimbangan dengan mengatur pengeluaran
kalsium dari tulang kedalam darah. Osteosit juga berperan dalam
mempertahankan matriks dalam keadaan stabil dan sehat dengan
menseksresi enzim dan mempertahankan kandungan mineral di
dalamya.
Osteoclas, sel besar dengan banyak inti dan biasanya ditemukan ketika
tulang mengalami reabsorpsi (memecah atau melarutkan dalam keadaan
normal).
Sel pembatas tulang, ditemukan pada banyak permukaan tulang orang
dewasa. Memiliki banyak fungsi diantaranya menyediakan sel
osteogenik yang dapat berubah dan berdiferensiasi menjadi osteoblas
juga berperan sebagai ion barrier untuk pengaturan keseimbangan
mineral terutama kalsium dan fosfat sehingga kandungannya dalam
disebut hidrosiapatid.
Persenyawaan antara kolagen dan kristal hidroksiapatid bertanggung
jawab atas daya regang dan daya tekan tulang yang besar.
Kedua jenis jaringan tulang, tulang cancellus (berongga) dan tulang
kompak.
Tulang cancellus (berongga). Bagian yang sangat mencolok pada bagian
tulang berongga ini adalah trabeculae (duri tipis dari jaringan tulang yang
dikelilingi oleh tulang matriks yang keras karena adanya deposit garam
kalsium).
b Tulang kompak. Jaringan yang tersusun rapat dan terutama ditemukan
sebagai lapisan diatas jaringan cancellus.
Perkembangan Tulang
Osteogenesis merupakan suatu proses pembentukan tulang dalam tubuh.
Ada dua jenis pembentukan tulang yaitu osifikasi intramembranosa dan
osifikasi endokondrol.
1 Osifikasi intramembranosa
Terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim janin dan
melibatkan proses penggantian membran (mesenkim) yang sudah ada.
Proses ini banyak terjadi pada tulang pipih tengkorak, disebut sebagai
tulang membran.
a Pada area tempat tulang akan terbentuk, kelompok sel mesenkim
yang berbentuk bintang berdiferensiasi menjadi osteoblas dan
membentuk pusat osifikasi (pusat paling pertama yang terbentuk
b
disebut osteoid.
Kalsifikasi massa osteoid dilakukan melalui pengendapan garamgaram tulang yang mengikuti dan menangkap osteoblas serta
prosesus sel osteoblas.
1 Jika sudah terbungkus matriks yang terkalsifikasi, osteoblas
berubah menjadi osteosit, yang kemudian terisolasi dalam lakuna
tulang-tulang
primitif,
yang
dikelilingi
mesenkim
terkondensasi dan kemudian akan menjadi periosteum. Karena seratserat kolagen tersebar ke semua arah, maka tulang baru ini seringkali
2
Tulang irreguler adalah tulang yang bentuknya tidak beraturan dan tidak
termasuk kagetori diatas (tulang vertebra dan tulang osikel telinga).
Strukturnya sama dengan tulang pendek yaitu tulang cancellus yang
sesamoid terbesar.
Fungsi Sistem Rangka
1 Tulang memberikan topangan dan bentuk pada tubuh.
2 Pergerakan. Tulang berartikulasi dengan tulang lain pada sebuah
persendian dan berfungsi sebagai pengungkit. Jika otot-otot berkontraksi,
3
4
trombosit darah.
Tempat penyimpanan mineral. Matriks tulang tersusun dari sekitar 62%
garam anorganik, terutama kalsium fosfat dan kalsium karbonat dengan
jumlah magnesium, klorida, florida, sitrat yang lebih sedikit. Rangka
mengandung 99% kalsium tubuh. Kalsium dan fosfor disimpan dalam
tulang agar bisa ditarik kembali dan dipakai untuk fungsi-fungsi tubuh (zat
substansi
datar.
Serat-serat
kolagen
menyebar
terutama
karbonat.
Mekanism kalsifikasi tulang
Tahap awal produksi tulang adalah sekresi molekul-molekul
kolagen dan substansi dasar oleh osteoblast. Molekul-molekul kolagen
kemudian membentuk serat-serat kolagen dan jaringan akhir yang
terbentuk adalah osteid yang merupakan bahan seperti tulang rawan tapi
berbeda dengan tulang rawan karena garam-garam kalsium akan segera
mengendap didalamnya. Sewaktu osteoid terbentuk beberapa osteoblast
terperangkap didalam osteoid dan selanjutnya disebut dengan osteosit.
Dalam beberapa hari setelah osteoid terbentuk, garam-garam kalsium
mulai mengendap pada permukaan serat-serat kolagen dan bentuk
akhirnya adalah kristal hidroksiapatit.
Garam kalsium yang pertama kali diendapkan bukan kristal
hidroksiapatit tetapi senyawa amorf(bukan kristal) yang mungkin
baru.
Mekanisme dekalsifikasi-fungsi osteoklas
Mula-mula osteoklas menjulurkan suatu penonjolan seperti vilus
ke tulang, membentuk apa yang disebut dengan batas berkerut yang
berbatasan dengan tulang. Vili tersebut mensekresikan dua macam enzim
yaitu proteolitik yang dilepaskan lisosom osteoklas dan beberapa macam
asam lemak termasuk asam sitrat dan asam laktat yang dilepaskan dari
mitokondria dan vesikel-vesikel skretorik. Enzim mencernakan atau
melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam melarutkan garamgaram tulang. Sel-sel osteoklastik juga menangkap partikel-partikel
matriks tulang dan kristal melalui fagositosis yang akhirnya juga
melarutkan benda-benda tersebut dan melepaskannya kedalam darah.
10 Peranan tulang dalam produksi darah
Tulang berperan dalam pembentukan sel darah secara keseluruhuan
baik sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Saat lahir semuanya
sumsum merah tetapi pada keadaan dewasa terdapat sumsum kuning.
Walaupun sumsum kuning ini tidak berperan dalam pembentukan sel
darah merah tapi dalam keadaan stres berpotensi untuk membentuk sel
darah merah.
11 Pengaruh hormon pada tulang
Beberapa hormon berpengaruh langsung pada tulang diantaranya
yaitu hormon paratiroid dan kalsitonin. Growth hormone, tiroxin, hormon
korteks adrenal, Vitamin D, A, C berperan dalam proses pematangan
tulang.
1) 3A
1.4 Etiologi
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa
patologis.
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil,
maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah
tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang
atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat
yang jauh dari
seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang
patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan
kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian
pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga,
dapat
Contohnya patah tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella
dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
1.5 Peristiwa Patologis
a. Kelelahan atau Stres Fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas
berulang ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat
aktivitas yang lebih berat
1.7MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan
Bare, 2002).
1.8PEMERIKSAAN FISIK
A. Inspeksi
Pada kasus : Bengkak pada paha kiri, kaki kiri robek, pada tibia tampak tulang
Kaji Circulation dan Airway klien.
Kaji warna kulit, kesimetrisan, cedera kulit, pada fraktur terbuka kaji apakah
tulang terlihat atau hilang, kontaminasi, kaji ekstermitas pada kondisi istirahat
apakah berada pada posisi normal atau tidak, perbedaan panjang tungkai.
B. Palpasi
=38 C
GCS
4.
1).
2).
3).
4).
5).
6).
Terapi konservatif
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada
bagian yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot
dan densitas tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi
setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain:
adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya
kekuatan otot. (Long, 1996: 378).Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin
tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 1996: 346).
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Digunakan untuk
meminimalkan
spasme
otot,
untuk
reduksi,
untuk
mensejajarkan,
dan
maksimal, pencapaian mobilitas maksimal dalam batas terapeutik traksi dan tidak
adanya komplikasi.
Prinsip pemasangan traksi
1. Harus dipikirkan adanya kontratraksi : gaya yang bekerja dengan arah yang
berlawanan.
2. Traksi skelet tidak boleh terputus
Jenis jenis traksi :
1. Traksi lurus atau langsung
2. Traksi suspensi seimbang Traksi suspensi dengan splint thomas dan pengait
pearson atau dengan sling. Digunakan pada awal untuk meregangkan fragmen
tulang (yang akan mempermudah prosedur operasi) untuk fiksasi internal atau
mencapai reduksi dan imobilisasi tempat frakturuntuk pemasangan bracing
gips berikutnya.
3. Traksi skelet : dipasang langsung pada tulang. Metode ini sering dipakai pada
fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Traksi langsung dipasang pada
tulang dengan menggunakan pin metal ataU kawat (misalnya steinmanns pin :
kirchner wire) yang dimasukan kedalam tulang disebelah distal garis fraktur,
menghindari saraf, pembuluh darah, otot, tendon dan sendi.
1). Persiapan pasien sangat penting dalam memberikan kenyamanan dan
kerjasama pasien dapat dilakukan anastesi lokal maupun general.
2). Traksi skelet dipasang secara asepsi seperti pada pembedahan.
3). Tempat penusukan dipersiapkan dengan menggosok bedah seperti povidone
iodine
4). Anastesi lokal diberikan di tempat penusukan dan periosteum
5). Dibuat insisi ang. Pasien kecil dikulit dan pin atau kawat steril di bor
kedalam tulang. Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan
mungkin rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk.
6). Setelah pemasangan pin atau kawat dihubungkan dengan Lengkungan traksi
atau kapiler . ujung kawat dibungkus dengan gabus atau plester untuk
mencegah cedera pada pasien atau personel. Pemberat dihubungkan ke
kelengkungan pin atau kawat dengn sistem katrol tali yg dapat meneruskan
arah dan tarikan yang sesuai agar traksi efektif.
7). Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek
terapi.
8). Pemberat yang dipasang biasanyaharus dapat melawan daya pemendekan
akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot relaks, pemberat traksi dapat
kecuali
membahayakan
jiwa.
Bila
beban
diambil
tujuan
Buck traction
Skelet
traction
Jenis Traksi
Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk menilai ada
tidaknya :
1.
2.
3.
4.
Kehilangan kulit
Kontaminasi luka
Isemia otot
Cedera pada pembuluh darah dan saraf
1). Profilaksis antibiotik
2). Debridement. Dilakukan dengan sesedikit penundaan (harus dilakukan
segera). Apabila terdapat kematian jaringan atau kontaminasi yang jelas
, luka harus diperluas dan jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang tajam juga perlu dibersihkan
dengan dieksisi, tetapi cukup dengan debridement terbatas saja.
Keputusan utama adalah bagaimana cara menstabilkan fraktur. Pada
luka kecil yang bersih dan selang waktu sejak cedera belum lama,
fraktur tersebut dapat diterapi seperti cedera tertutup dengan
penambahan antibiotika profilaksis. Pada luka yang besar luka yang
terkontaminasi kehilangan kulit atau kerusakan jaringan fiksasi internal
harus dihindari. Setelah debridement luka harus dibiarkan terbuka dan
fraktur distabilkan dengan pemasangan fiksasi eksterna. Beberapa
minggu kemudian saat luka telah sembuh atau telah berhasil dilakukan
pencangkokan kulit, keputusan lebih jauh adalah tentang pemasangan
3).
4).
5).
6).
fiksasi internal.
Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi eksterna.
Penundaan penutupan
Penundaan rehabilitasi
Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif,
infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
dilakukan anestesi umum dan selalu harus disertai dengan pencucian luka
dengan air yang steril/NaCl yang mengalir. Pencucian ini memegang
peranan penting untuk membersihkan kotoran kotoran yang menempel
pada tulang.
3. Pengobatan fraktur itu sendiri : fraktur dengan luka yang hebat memerlukan
suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna tulang.
fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit : apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas
(6-7 jam mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup.
hal ini dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk
mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. luka dapat
dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. kulit
dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. yang perlu mendapat
perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan
sehingga kulit menjadi tegang.
5. Pemberian antibiotic : pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah
infeksi. antibiotik diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat
dan sesuadah tindakan operasi
6.
fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna yang sering dipakai adalah Judet, Roger
Anderson, dan Methyl Methacrylate. Pemakaian gips masih dapat diterima,
bila peralatan tidak ada. Namun, kesalahan pemakaian gips adalah
perawatan yang lebih sulit.
Penangan Luka
1.
Luka derajat I
Biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga penutupan kulit dapat
ditutup secara primer yaitu menyatukan kedua tepi luka dengan jahitan ,
plester, skingraft atau flap aplikasi salep antibiotika atau vaselin tipis-tipis,
tutup luka dengan kassa steril dan diplester, kassa diganti setelah 24 jam,
luka dijaga tetap bersih dan kering .Pasien boleh mandi, luka dibersihkan
dengan air dan sabun dengan seksama, kemudian segera dikeringkan dengan
handuk bersih dan kering. Aplikasikan salep antibiotika tipis-tipis pada garis
jahitan, kemudian luka kembali ditutup dengan kassa steril. Luka ditutup
selama 3-5 hari kemudian dibiarkan terbuka sampai jahitan diangkat. Pada
luka di ujung-ujung ekstremitas, mintalah pasien untuk melakukan elevasi
kaki dan tangan secara berkala untuk mengurangi oedema jaringan.
Mengenali tanda2 infeksi datang kembali kpd dokter. Pada klien dengan
fraktur terbuka derajat 1 akan ditemukan nyeri dan inflamasi, maka bisa
diajarkan teknik relaksasi dan atau kolaborasi dengan dokter untuk
penggunaan asam mefenamat, ketolorac drift(efek samping dari obat ini
adalah peningkatan asam lambung, maka diimbangi dengan penggunaan
obat ranitidin)
2.
Luka derajat 2
Luka lebih besar dan bila dipaksakan menutup luka secara primer akan
terjadi tegangan kulit. Hal ini akan menganggu sirkulasi bagian distal.
Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan luka ditutup setelah 5-6 hari (delayed
primary suture). Karena dibagian ini fragmen sudah terlihat jelas maka bisa
diberikan tindakan pembidaian atau OREF (Open Reduction External
Fixation),. Di atas telah disebutkan, agar luka dibiarkan terbuka, jadi
diberikan obat anti tetanus, bisa juga diberikan tindakan berikan juga obat
antibiotik. Kemungkinan, pada daerah perlukaan terdapat banyak kotoran,
maka diberikan tindakan debridement untuk membersihkan bagian yang
kotor menggunakan NaCl (irigasi luka), daerah luka dicukur rambutnya,
dicuci dengan detergen yang lunak (misal physohek), sabun biasa dengan
sikat lamanya kira-kira 10 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Dengan
siraman air mengalir diharapkan kotoran-kotoran dapat terangkat mengikuti
aliran air.
Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit, subkutis, fasia, dan
pada otot-otot nekrosis yang kotor. Fragmen tulang yang kecil dan tidak
mempengaruhi stabilitas tulang dibuang. Fragmen yang cukup besar tetap
3.
dipertahankan.
Luka derajat 3
Hampir sama dengan derajat 2, hanya saja karena sudah terjadi perluasan
hingga otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat.
maka penanganannya bersihkan luka dulu dengan irigasi NaCl kemudian,
debridement bagian jaringan nekrotik, kemudian pemberian antibiotik,
pecegahan tetanus, dilakukan OREF, . Fiksasi eksterna yang sering dipakai
adalah Judet, Roger Anderson, dan Methyl Methacrylate. Pemakaian gips
masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada. Namun, kesalahan pemakaian
gips adalah perawatan yang lebih sulit.ulangi debridement 24-72 jam
berikut. stabilisasi fraktur ,biarkan luka terbuka 5 sampai 7 hari, lakukan
bone graft autogenous secepatnya,rehabilitasi anggota gerak yang terkena.
Fiksasi Eksternal
Fiksator internal dipasang beberapa hari setelah cedera.
Fikasi Internal
Stabilisasi fraktur, deformitas, gangguan peredaran darah / sindrom kompartemen,
penyakit sendi, jaringan infeksi, atau nekrosis dan tumor. Prosedur yang dilakukan
dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) untuk fraktur, artroplasti,
menisektomi dan penggantian sendi untuk masalah sendi, amputasi untuk masalah
ekstremitas berat (gangren trauma masif), graf tulang untuk masalah sendi,
mengisi defek, perangsangan penyembuhan dan transfer tendo untuk memperbaiki
Jenis pembedahan
1.
2.
patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup,
3.
4.
5.
berpenyakit
Amputasi : penghilangan bagian tubuh
Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artoskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
6.
7.
8.
sintesis
Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artilekuler dalam
9.
10.
dikonsumsi klien dengan baik dan teliti agar nanti dpat didiskusikan dengan ahli
bedah dan ahli anestesi.
Ditanyakan juga apakah pernah mengalami demam, masalah gigi, ISK, dan
infeksi lain 2 minggu sebelum operasi untuk menghindari kemungkinan infeksi
yang lebih lanjut.
SYARAT OPERASI
Di test alergi
Mennayakan riwayat
Golongan darah
Pasien dalam kondisi stabil dan sehat
PERAWATAN POST OP
Mengkaji nyeri , perfusi jaringanpost op. Nyeri dirasakan setelah beberapa hari
pertama post op. Memantau perfusi jaringan untuk melihat apakah ada edema
dan perdarahan yang dapat memperburuk peredaran darah yang menyebabkan
sindrom kompartemen.
Pengkajian respirasi, gastrointestinal dan perkemihan memberikan data dasar
urine
Peneingkatan suhu dalam 48 jam berkaitan dnegan atelektasis (komplikasi
pada paru) .
Alat Pemantau
ULTRASON DOPPLER untuk mengkaji aliran darah
Farmakologi
Keterolak : obat NSAID anti inflamasi mempunyai efek samping dalam
meningkatkan asam lambung
Ranitidine : obat lambung . untuk menetralisir efeksamping dari keterolak dan
cefazolin
Cefazoline : antibiotik . untuk mencegah infeksi lebih lanjut.
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH
Data
Etiologi
Masalah
Keperawatan
DS
pasien
mengeluh
Kecelakaan/trauma
nyeri
Fraktur
TD
100x/menit, RR : 22
x/menit
Kerusakan jaringan
lunak
Nyeri akut
Tujuan
berkurang atau teratasi
II.
Kriteria Hasil
secara
subjektif,
pasien
III.
Intervensi
1. Mengkaji skala nyeri
Rasional
sehingga
memudahkan
dan
dengan
mengelevasikan
nyeri
pengunjung
akan
eksternal
akan
tenang,
dan
membantu
akan
batasi
menurunkan
pembatasan
meningkatkan
akan
menurunkan
kadar
oksigen
jaringan perifer.
4. Melakukan fiksasi imobilisasi
Rasional
: Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur
utama penyebab nyeri
5. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional
:
distraksi
(
pengalihan
dapatmenurunkan
stimulus
perhatian)
internal
dengan
Data Pasien
DO :
-
cm
Tampak
tonjolan
tulang
- Suhu tinggi : 38oC
DS :
Tidak dapat dikaji
Etiologi
Masalah
Trauma
Keperawatan
Resiko Infeksi
Luka robek
External fixation
Port Entri
Resiko Infeksi
Tujuan
Kriteria Hasil:
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi
1. Pantau hasil laboratorium, pantau suhu pasien
2. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Data
Kemungkinan
Masalah
Penyebab
Adanya/timbul rasa
Hambatan mobilitas
fisik
DS:
DO:
-
bila digerakkan
Setiap
tindakan
di
pasang
external
tubuhnya
Aktivitas yang
dilakukan
skeletal
terbatas/minimal
traksi.
seoptimal mungkin
Kriteria Hasil
perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan
dan
kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
Intervensi
Intervensi saat kondisi fraktur pasien belum sembuh :
1. Cek tanda tanda vital pasien, terutama nadi pada ekstremitas sekitar daerah
trauma ;
2. Ajarkan pasien untuk melatih ekstremitasnya dengan latihan ROM (Range of
3.
4.
5.
6.
Data
Etiologi
Luka terbuka
DS : -
DO:
Masalah
Resiko syok
Perdarahan (+)
Kerusakan vaskuler
Perdarahan, Hematoma
TD = 100/70 mmHg
meningkat, hipoksemia
Resiko syok
Kriteria hasil
Perdarahan terkontrol
Intervensi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
disfungsi hati)
Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
Monitor parameter hemodinamik invasif
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, diaforesis secara teratur
Kolaborasi pemberian koagulan apabila pasien diindikasikan mempunyai
penyakit terkait pembekuan darah.
BAB IV
PEMBAHASAN
1
compartement
syndrome.
Sehingga
perawat
harus
mengobservasi bengkak pada pasien.
Perawat harus memberikan lingkungan yang aman dan
nyaman. Lingkungan yang nyaman dapat dicapai melalui suhu
ruangan yang sejuk, tidak panas dan mendapat sirkulasi oksigen
yang baik pasien mendapat asupan oksigen yang cukup
sehingga dapat mengurangi nyeri. Jauh dari kebisingan yang
dapat mengganggu pasien dan membatasi pengunjung yang
menjenguk sehingga pasien dapat beristirahat dan dapat
mengurangi nyeri pasien.
Perawat juga harus mengajarkan teknik relaksasi. Relaksasi
bisa berupa menarik nafas panjang, hypnotheraphy, guide
imaginary dan teknik distraksi lain. Biasanya pasien dengan nyeri
skala 7 tidak dapat berkurang nyerinya hanya dengan teknik
relaksasi nafas dalam, sehingga perlu hypnotherapy dan guide
imaginary. Teknik relaksasi nafas dalam memungkinkan oksigen
masuk ke dalam tubuh secara adekuat dan dapat mengalir ke
dalam tubuh pasien sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
sedangkan hypnotheraphy menekankan pada sugesti untuk
menghilangkan rasa sakit. Begitupun dengan guide imaginary,
pasien diminta untuk membayangkan di suatu tempat dan
menyenangkan sehingga membuat pasien nyaman, senang dan
rasa sakit pasien dapat teralihkan.
Pasien harus mendapat fiksasi imobilisasi sementara
sebelum mendapatkan terapi skeletal traksi. Fiksasi imobilisasi
bisa
berbentuk
pembidaian
yang
berguna
untuk
mengistirahatkan kaki yang mengalami trauma, mengurangi
pergerakan yang dapat menimbulkan cedera yang lebih lanjut
dan mengurangi rasa nyeri.
Perawat juga harus berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik golongan NSAID (ketrolax) yang dapat
mengatasi inflamasi. Perawat perlu memperhatikan efek samping
dari pemberian NSAID yaitu bisa menyebabkan meningkatnya
asam lambung sehingga perlu pemberian ranitidin untuk
menghentikan produksi asam lambung yang berlebih.
Setelah mengimplementasikan tindakan keperawatan,
perawat perlu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan.
Perawat harus mengkaji kembali skala nyeri pasien. Apakah
tujuan sudah tercapai, apakah tindakan perlu diulang,
dipertahankan, diperbaiki atau dihentikan.
Rasional : Pada pasien dengan fraktur, pasien akan kesulitan dalam memenuhi
Activity Daily Living (ADL) secara mandiri akibat immobilitas, seperti
kesulitan mengambil benda yang jauh, sulit untuk berjalan sehingga tidak
dapat melakukan eliminasi di kamar mandi, dan lain lain. Maka dari itu
pemenuhan Activity Daily Living (ADL) dibantu oleh perawat, seperti
meletakkan benda pada jangkauan pasien, ajarkan penggunaan pisvot untuk
eliminasi, dan lain lain.
5. Berikan resusitasi cairan sesuai kebutuhan pasien ;
Rasional : Pada pasien dengan tirah baring yang lama karena fraktur, sangat
beresiko pasien mengalami konstipasi, batu ginjal dan infeksi perkemihan.
Pemberian resusitasi cairan dapat menjaga tubuh tetap terhidrasi dan
mengurangi resiko terjadinya konstipasi, batu ginjal dan infeksi perkemihan.
6. Pantau bising usus pasien ;
Rasional : Tirah baring yang lama dapat menyebabkan penurunan gerak
peristaltik pada usus (ditandai dengan bising usus menurun) yang dapat
mengakibatkan terjadinya konstipasi.
7. Berikan nutrisi tinggi kalori, tinggi protein dan tinggi serat ;
Rasional : Saat terjadi trauma muskuloskeletal, nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan sangatlah tinggi, seperti kalori yang dibutuhkan untuk energi
pasien, protein untuk membantu proses penyembuhan trauma, dan serat untuk
melancarkan pencernaan dan terhindar dari resiko konstipasi.
8. Kolaborasi pemberian laxative apabila terjadi kontipasi ;
Rasional : Apabila pasien telah mengalami konstipasi, segera komunikasikan
dengan dokter untuk pemberian laksative. Laksative bekerja untuk
memudahkan keluarnya feses sehingga proses eliminasi pasien akan lancar.
Intervensi saat kondisi fraktur pasien sudah mulai sembuh dan mulai
diperbolehkan untuk bergerak :
1. Cek tanda tanda vital pasien sebelum dan sesudah latihan;
Rasional : Pada pasien dengan tirah baring yang lama seringkali mengalami
hipertensi atau hipotensi orthostatik, sehingga perlu dilakukan pemantauan
tanda tanda vital pasien sebelum latihan untuk mengetahui apakah pasien
dapat menjalani latihan dan sesudah latihan untuk memantau kondisi pasien
setelah latihan dilakukan yang dikhawatirkan mengalami intoleransi aktivitas.
2. Kaji tingkat mobilitas pada pasien ;
patofisiologis
syok
merupakan
gangguan
hemodinamik
yang
perfusi
jaringan.
Peningkatan
tahanan
arteri
juga
dapat
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering
ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma
hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun
luka langsung pada pembuluh arteri utama.
Peranan Fisiologis Sistem Kardiovaskuler dan Saraf pada Syok
Untuk memahami patofisiologi atau memahami proses terjadinya berbagai jenis
syok terutama syok hipovolemik, maka pemahaman fisiologi jantung, sirkulasi
dan sistem saraf sangat diperlukan.
1. Peranan Fungsi Kardiovaskuler
Jantung merupakan organ yang berfungsi untuk memompakan darah
keseluruh tubuh. Jantung bergerak secara otonom yang diatur melalui mekanisme
sistem saraf otonom dan hormonal dengan autoregulasi terhadap kebutuhan
metabolime tubuh. Mekanisme otonom aktifitas otot jantung ini berasal dari
cetusan listrik (depolarisasi) pada otot jantung itu sendiri. Depolarisai otonom otot
jantung berasal dari sekelompok sel-sel yang menghasilkan potensial listrik yang
disebut dengan nodus sinoatrial [sinoatratrial (SA) node]. SA node terletak di
atrium kanan berdekatan dengan muara vena cava superior.
pada
faktor-faktor
yang
mepengaruhi
curah
jantung
dapat
Sistem parasismpatis dari segmen kraniosakral, yaitu dari saraf kranial dan
medulla spinalis sekmen sakralis. Saraf kranial merupakan saraf tepi yang
langsung keluar dari batang otak dan terdapat 12 pasang, namun yang
memberikan efek parasimpatis yaitu nervus-III (okulomotorius), nervus-VII
(fasialis), nervus-IX (glosofaringeus) dan nervus-X (vagus). Rangsangan
parasimpatis pada masing-masing saraf tersebut memberikan efek spesifik pada
masing-masing organ target, namun yang memberikan efek terhadap fungsi
kardiovaskuler adalah nervus vagus. Sedangkan yang berasal dari medulla spinalis
yang menimbulkan efek parasimpatis adalah berasal dari daerah sakral-2 hingga 4.
Efek parasimpatis muncul melalui perantara neurotrasnmiter asetilkolin,
yang disekresikan oleh semua neuron pascaganglion sistem saraf otonom
parasimpatis. Efek parasimpatis ini disebut juga dengan efek kolinergik atau
muskarinik. Sebagaimana halnya sistem saraf simpatis, sistem saraf parsimpatis
juga menimbulkan efek bermacam-macam sesuai dengan reaksi neurotransmitter
asetilkolin dengan reseptornya pada organ target. Efek yang paling dominan pada
fungsi kardiovaskuler adalah penurunan frekuensi jantung dan kontraktilitasnya
(negatif kronotropik dan inotropik) serta dilatasi pembuluh darah.
Dalam kedaan fisiologis, kedua sistem saraf ini mengatur funsgi tubuh
termasuk kardiovaskuler secara homeostatik melalui mekanisme autoregulasi.
Misalnya pada saat aktifitas fisik meningkat, tubuh membutuhkan energi dan
metabolisme lebih banyak dan konsumsi oksigen meningkat, maka sistem
simpatis sebagai respon homestatik akan meningkatkan frekuensi denyut dan
kontraktilitas otot jantung, sehingga curah jantung dapat ditingkatkan untuk untuk
mensuplai oksigen lebih banyak. Begitu juga bila terjadi kehilangan darah, maka
respon simpatis adalah dengan terjadinya peningkatan laju dan kontraktilitas
jantung serta vasokontriksi pembuluh darah, sehingga kesimbangan volume dalam
sirkulasi dapat terjaga dan curah jantung dapat dipertahankan. Namun bila
gangguan yang terjadi sangat berlebihan, maka kompensasi autoregulasi tidak
dapat lagi dilakukan sehingga menimbulkan gejala-gejala klinis.
Patofisiologi dan Gambaran Klinis
fungsi
kardiosirkulasi,
sehingga
terjadi
takikardi,
memburuk.
Kehilangan
volume
sirkulasi
lebih
dari
40%
Keadaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistem filtrasi ginjal
yang disebut sebagai gagal ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatn Medikal bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
Haryani, Ani, dkk. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia. Bandung : Penerbit Cakra
Nurarif & Hardhi K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Medication
Syaifuddin. 2010. Atlas Berwarna Tiga Bahasa Anatomi Tubuh Manusia : untuk
Mahasiswa Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Keperawatan & Kebidanan, Ed.4. Jakarta : EGC
http://nursingfile.com/nursing-care-plan/nursing-interventions/nursinginterventions-for-hypovolemic-shock.html diakses pada tanggal 26 Februari
2016 pukul 17:44
http://jurnal.fk.unand.ac.id diakses tanggal 26 Februari 2016 pukul 18:08
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
Doengoes (2002), Smeltzer (2002),
Muttaqin (2008)