Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Medik
1. Definisi
Chada (1995) menyatakan Vulnus (luka) adalah satu keadaan
dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh.
Mansjoer (2000) menyatakan Vulnus Laseratum merupakan luka
terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adalah luka yang terjadi akibat
kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat
di dalam seperti patah tulang. (http://one.indoskripsi.com)
2. Etiologi
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di
antaranya :
a. Alat yang tumpul.
b. Jatuh ke benda tajam dan keras.
c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.
3. Anatomi fisiologi
a. Kulit.
Price (2005) menyatakan Secara mikroskopis kulit terdiri dari
3 lapisan epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh
dari trauma dan merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus
dan jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu,
nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan.
1) Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan
yaitu :
a) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel
tidak ber inti dan bertanduk.
b) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel
permukaan bertanduk setelah mengalami proses di ferensiasi.
2) Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabutserabut kolagen elastin, dan retikulum yang tertanam dalam
substansi dasar. Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh
darah dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis.
Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit
sel masuk dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan
1

infeksi dan instansi benda-benda asing. Serabut-serabut kolagen,


elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
3) Lemak Subkutan
Price (2005) menyatakan Lemak subkutan merupakan
lapisan kulit ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini
merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk mempertahankan
daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin.
b. Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus
yaitu berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana.
Otot terdiri dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan
sel dari jaringan lain.semua sel di ikat menjadi berkas-berkas serabut
kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.
c. Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
1) Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
2) Unsur putih serabut saraf.
3) Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam
saraf dan yang menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut
saraf. Setiap sel saraf dan prosesnya di sebut neuron. Sel saraf
terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus dengan nukleus
besar dan berdinding sel lainnya.berbagai juluran timbul
(prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan
rangsangan rangsangan saraf kepada dan dari sel saraf.
4. Patofisiologi
Vulnus laseratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan,
jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya
respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau
inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam
keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat.
Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk
menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di
mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi
peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi

yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup. (Price,
2006)
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi
kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia
sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano
sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat
mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau
tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak. (Guyton & Hall, 1997)
5. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2000) menyatakan Manifestasi klinis vulnus laseratum
adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah
rambut
f. Tampak lecet atau memer di setiap luka.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah
lengkap.tujuanya

untuk

mengetahui

tentang

infeksi

yang

terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.


b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan
kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit
deabetus melitus
7. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
a.
Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
b.

eksplorasi).
Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit.
Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan
cairan atau larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
2) Halogen dan senyawanya
3) Oksidansia

4)
5)
6)
7)

Logam berat dan garamnya


Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
Derivat fenol
Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning
dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2000).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu

diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian


luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu
rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka
harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Pembersihan
Luka.
Tujuan
meninangkatkan,

dilakukannya
memperbaiki

pembersihan
dan

luka

adalah

mempercepat

proses

penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang


jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang

harus

diperhatikan

dalam

pembersihan luka yaitu :


1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan

c.

pemberian anastesi lokal


5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000)
Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya

d.

dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.


Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

e.

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.


Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai

pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan


yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi
dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah
f.

yang menyebabkan hematom.


Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.

g.

Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti,
lokasi, jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap

penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000).


8. Tipe Penyembuhan luka
Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka,
dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang
hilang.
a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu
luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka
yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan
debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7
hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien :
a. Aktifitas atau istirahat
Tanda: Terjadi keterbatasan fungsi area yang sakit.
b. Sirkulasi
Tanda :Terjadi peningkatan pernafasan,denyut nadi dan penurunan
tekanan darah,dan juga terjadi pembentukan edema jaringan.
c. Integritas ego

Gejala : Masalah tentang keluarga,pekerjaan dan keuangan.


Tanda : Ansietas,marah.
d. Eliminasi
Tanda : Pengeluaran urine menurun selama fase darurat. Penurunan
bising usus disebabkan karena stress penurunan motilitas/ peristaltik
gastrik.
e. Makanan atau cairan
Tanda : terjadi edema cairan disekitar cedera.
f. Neurosensori
Gejala : Area disekitar cedera kesemutan dan nyeri.
g. Kenyamanan
Gejala :Klien merasa nyeri bila disentuh daerah yang terkena cedera/
trauma.
h. Pernapasan
Tanda :Akan terjadi peningkatan pernapasan
i. Keamanan
Tanda :Kulit, distruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
4 hari. Sehubungan dengan proses inflamasi jaringan.
j. Penyuluhan atau pembelajaran
Penyuluhan tentang perawatan luka dirumah agar tidak terjadi
komplikasi yang serius. (Doengoes, 2000)
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian diagnosa keperawatan pasien yang
utama yang berhubungan dengan post skin graft meliputi: sesuai teori,
a.

bukan asuhan keperawatan :


Kerusakan integritas kulit Berhubungan dengan Trauma tumpul /

b.

tajam, Insisi operasi, Penekanan yang lama , Imobilisasi


Nyeri berhubungan dengan Cedera Termal, Insisi operasi, Kerusakan

c.

jaringan, Immobilisasi
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Hilangnya sebagian

d.

jaringan, Luka terbuka, Malnutrisi.


Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Nyeri, Imobilisasi,
Kelemahan fisik

3. Rencana keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
dengan vulnus laceratum dipipi tembus sampai kemulut, maka rencana
keperawatan yang dapat dirumuskan antara lain :
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka robek/ terbuka
pada kaki.
Tujuan: Luka sembuh dan integritas kulit utuh
Kriteria hasil

Timbul jaringan granulasi mengisi ruang mati


Tidak ada kehilangan jaringan
Keadaan luka klien menunjukan adanya penggantian sel-sel

yang rusak
Intervensi:
1. Kaji / catat keadaan luka ( ukuran, warna, kedalaman luka)
perhatikan jaringan nekrotik
R/:

Memberikan

informasi

dasar

adanya

kemungkinan

kebutuhan tentang sirkulasi


2. Kaji kulit luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan
perubahan warna
R/ : Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
3. Anjurkan pasien untuk merubah posisi miki / mika setiap 4 jam
R/: Meningkatkan sirkulasi dan perfusi jaringan dengan
mencegah tekanan yang lama
4. Lakukan perawatan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari
R/ : Mencegah terjadinya kerusakan kulit lebih lanjut
5. Pertahankan tempat tidur dalam keadaan bersih dan kering
R/:

Menghindari

kulit

lecet

dan

terkontamionasi

mikroorganisme
6. Tempatkan bantalan air / bantalan lain di bawah siku/ tumit
sesuai dengan indikasi
R/ : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan beresiko
terjadinya kerusakan kulit
7. Gunakan baby oil / krim kulit 2-3 kali dan setelah mandi
R/ : Melicinkan kulit dan menghindari gatal
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi anti inflamasi
R/ : Menghindari infeksi Vulnus/Luka.
2) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya luka
terbuka/robek pada kaki.

Tujuan : gangguan rasa nyaman nyeri berkurang sampai hilang.


Kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang
Ekspresi wajah klien tampak rileks
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Skala nyeri 0-3
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri ( lokasi, intensitas, lamanya serangan )
R/ : sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut
R/ : Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan
pasien untuk menurunkan spasme otot, penekanan pada bagian
tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi
3. Anjurkan pasien untuk melakukan gerakan tubuh yang tepat dan
batasi aktifitas selama nyeri
R/ Menghilangkan / mengurangi stress pada otot dan mencegah
trauma lebih lanjut
4. Anjurkan dan ajarkan klien untuk melakukan teknik visualisasi ,
relaksasi
R/ : mengalihkan perhatian dan membantu menghilangkan nyeri
dan meningkatkan proses penyembuhan
5. Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena
R/ : meningkatkan aliran balik vena, meningkatkan edema dan
menurunkan nyeri
6. Lakukan kompres dingin / es 24-48 jam pertama
R/ : Menurunkan edema / pembentukan hematom, menurunkan
sensasi nyeri
7. Letakan semua kebutuhan pasien dalam batas yang mudah di
jangkau oleh pasien Vulnus/Luka
R/ : menurunkan resiko peregangan saat meraih
8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik

R/ : Analgetik dapat mengurangi nyeri.


3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti bengkak, merah, hangat
dan demam
Intervensi :
1. Kaji kulit terhadap adanya iritasi, lika terbuka atau robekan kulit
R/ : Mengidentifikasi adanya faktor pencetus masuknya kuman
penyebab infeksi
2. Kaji tanda-tanda vital ( suhu, nadi )
R/ : Sebagai indikator untuk intervensi selanjutnya dari
perubahan tanda-tanda vital
3. Tekankan pentignya cuci tangan yang baik untuk semua individu
yang datang kontak dengan pasien
R/ : Mencegah kontaminasi silang, menekan resiko infeksi
4. Kalau perlu anjurkan pasien untuk diisolasi sesuai dengan
indikasi
R/ : Isolasi dapat dilihat dari luka sederhana/ terbuka sampai
komplit untuk menurunkan resiko kontaminasi silang
5. Lakukan perawtan luka secara aseptik dan steril 2 kali sehari
R/ : Menurunkan resiko infeksi dan mendukung proses
penyembuhan
6. Tampung cairan sisa yang terkontaminasi pada tempat tertentu
dalam ruangan kemudian dibuang pada pembuangan yang sudah
ditentukan oleh rumah sakit
R/ : Mencegah penyebaran infeksi di lingkungan rumah sakit
7. Kolaborasi

dengan

dokter

untuk

pemberian

antibiotik

Vulnus/Luka
R/ : Antibiotik dapat membunuh kuman penyakit penyebab
infeksi dan mengurangi penyebaran infeksi

10

4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Nyeri, Imobilisasi,


Kelemahan fisik
Tujuan: klien menunjukan peningkatan aktivitas secara mandiri
Kriteria Hasil:
Klien dapat melakukan aktifitas mandiri selama masa
perawatan
Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Kaji respon terhadap aktifitas pasien
R/ : Sebagai parameter untuk menentukan tingkat kemampuan
pasien dalam beraktifitas
2. Kaji Tanda-tanda vital
R/ : Sebagai indikator terhadap perubahan TTV akibat aktifitas
3. Observasi keluhan pasien selama beraktifitas
R/: Indikator untuk melakukan intervensi selanjutnya
4. Jelaskan pada pasien tentang teknik penghematan energy
R/ : mengurangi dan menghemat penggunaan energi, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
5. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan napas
dalam
R/ : Mengurangi tekanan pada salah satu area dengan
meningkatkan sirkulasi perifer
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
R/ Mengurangi kelelahan otot dapat membantu mengurangi
nyeri, spame dan kejang. Vulnus/Luka

11

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan).
EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC:
Jakarta.
Mansjoer,A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika
Auskulapius FKUI: Jakarta.
Willson.J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi