Vous êtes sur la page 1sur 7

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.2, No.

1, April 2006

Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Hamparan Perak


Kabupaten Deli Serdang
(Analysis of Incomes Cattleman in Subdistrict of Hamparan Perak District of Deli Serdang)
Eniza Saleh *), Yunilas *), dan Yanda Habib Sofyan **)
*) Dosen Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian USU
**) Alumni Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian USU

Abstract: The research done in Hamparan Perak, District of Deli serdang, Regent of North
Sumatera. The research aims to know analysis of incomes cattleman in subdistrict of Hamparan
Perak, District of Deli Serdang. This research used survey method by analyzing the families, who
keep the cattles. The writer used propotional stratified random sampling as the method to take
the samples. That was by choosing 3 villages based on cattles population that were Buluh Cina
(high population), Tandam Hilir I (medium population), and Hamparan Perak (low population). The
writer took 49 families of cattles keeping as the samples got from 30% families in each village.
Buluh Cina (31 cattlemen), Tandam Hilir I (16 cattlemen), and Hamparan Perak (2 cattlemen). The
parameter inclusive of: scale of owning mixfarming (sum of cow), age that cattlemen, education
that cattlemen, experience that cattlemen, familys obligation that cattlemen, motivation that
cattlemen, and the workers to influence of incomes cattlemen in subdistrict of Hamparan Perak,
District of Deli Serdang. The result of the data analyzing found that scale of owning mixfarming
(sum of cows) and motivation that cattlemen very significant effected (P<0,01) on the incomes
cattlemen. Where as age that cattlemen, education that cattlemen, experience that cattlemen,
familys obligation that cattlemen and the workers no significant effect (P>0,05) on the incomes
cattlemen.
Key words: analysis, income, cattlemen
Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pendapatan peternak sapi
potong di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei dengan unit analisis keluarga yang memelihara ternak sapi potong. Metode
penarikan sampel yang digunakan adalah proportional stratified random sampling yaitu degan cara
memilih 3 buah desa berdasarkan populasi ternak sapinya, yaitu desa Buluh Cina (populasi
tertinggi), desa Tandam Hilir I (populasi sedang), dan desa Hamparan Perak (populasi rendah).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 49 keluarga peternak sapi potong yang didapat dari 30%
peternak, masing-masing dari desa Buluh Cina (31 peternak), desa Tandam Hilir I (16 peternak), dan
desa Hamparan Perak (2 peternak). Parameter yang diamati meliputi: pendapatan, skala usaha
(jumlah ternak), umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman peternak, jumlah tanggungan
keluarga, motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja yang mempengaruhi pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan penelitian
diperoleh bahwa skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap pendapatan peternak sapi potong.
Kata Kunci: analisis, pendapatan, peternak sapi potong

Pendahuluan
Ternak sapi, khususnya sapi potong
merupakan salah satu sumber daya penghasil
bahan makanan berupa daging yang memiliki
nilai ekonomis tinggi dan penting artinya di
dalam kehidupan masyarakat. Seekor ternak

36

atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan


berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai
bahan makanan berupa daging, di samping hasil
ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit,
tulang , dan lain sebagainya. Daging sangat besar
manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein
hewani.

Eniza Saleh, Yunilas, dan Yanda Habib Sofyan: Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan

Ada
beberapa
faktor
yang
menyebabkan jumlah produksi daging masih
rendah, antara lain populasi produksi sapi
yang rendah. Hal yang tampak di Sumatera
utara ada beberapa daerah yang sangat
padat, ada yang sedang tetapi ada yang
sangat jarang atau penyebaran ternak sapi
tidak merata. Tentu saja hal ini sangat
mempengaruhi besarnya penghasilan atau
pendapatan
masyarakat
pada
daerah
tersebut, sehingga timbul perbedaan dari segi
ekonomis.
Kecamatan
Hamparan
Perak
merupakan salah satu daerah penyebaran
populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang
yang
berpotensi
untuk
dikembangkan.
Populasi sapi/lembu pada tahun 2002 di
Kecamatan Hamparan Perak mencapai 7.539
ekor dan kerbau sebanyak 473 ekor (Biro
Pusat statistik, 2002).
Luas
lahan
yang
mencukupi,
ketersediaan hijauan yang berlimpah, serta
pemanfaatan limbah perkebunan yang sangat
mendukung merupakan suatu peluang untuk
pengembangan
usaha
ternak
sapi
di
Kecamatan Hamparan Perak ini. Namun,
peningkatan populasi ternak sapi bukan hanya
dipengaruhi faktor tersebut di atas, tetapi
faktor sosial ekonomi juga turut andil dalam
peningkatan jumlah ternak. Permasalahan
yang umum terjadi yaitu peternak sebagai
pengelola suatu peternakan memiliki peran
ekonomi yang relatif terbatas.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti
tertarik untuk mengkaji seberapa besar
pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap
pendapatan peternak sapi potong di
Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli
Serdang.

Bahan dan Metode Penelitian


Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di desa Buluh
Cina, Tandam Hilir I, dan desa Hamparan
Perak, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten
Deli Serdang, mulai Juli sampai Agustus 2004.
Materi Penelitian
Peternak sapi potong di Kecamatan
Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang
sebanyak 49 orang yaitu: desa Buluh Cina (31
peternak), desa Tandam Hilir I (16 peternak),
dan desa Hamparan Perak (2 peternak).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei dengan unit analisis
keluarga yang memelihara ternak sapi potong.
Metode penarikan sampel yang digunakan

adalah proportional stratified random sampling,


yaitu dengan cara memilih 3 desa berdasarkan
populasi ternak sapinya, yaitu desa Buluh Cina
(populasi tertinggi), desa Tandam Hilir I
(populasi sedang), dan desa Hamparan Perak
(populasi rendah).
Analisis Data
1. Pendapatan peternak:
= TR TC
di mana:
adalah total pendapatan atau keuntungan
yang diperoleh peternak sapi potong,
TR adalah total penerimaan yang diperoleh
peternak sapi potong,
TC adalah total pengeluaran peternak sapi
potong.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong (analisis
regresi berganda):
Y = a + b1X1 + b2X2 +.b7X7 + e
di mana:
Y adalah pendapatan peternak sapi potong,
a adalah konstanta,
b adalah koefisien regresi,
e adalah variabel kesalahan,
X1 adalah skala usaha (jumlah ternak sapi),
X2 adalah umur peternak (tahun),
X3 adalah tingkat pendidikan (tahun),
X4 adalah pengalaman beternak (tahun),
X5 adalah jumlah tanggungan keluarga (jiwa),
X6 adalah motivasi beternak (dorongan orang
tua, inisiatif sendiri),
X7 adalah jumlah tenaga kerja (jiwa).
Parameter Yang Diamati
1. Pendapatan peternak, meliputi: penerimaan
dan pengeluaran dari peternak sapi potong.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
peternak, meliputi: skala usaha (jumlah
ternak), umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman peternak, jumlah tanggungan
keluarga, motivasi beternak, dan jumlah
tenaga kerja.

Hasil dan Pembahasan


1. Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih penerimaan
dengan pengeluaran selama pemeliharaan ternak
sapi potong (dalam kurun waktu tertentu
misalnya 1 tahun).
Pengeluaran
Pengeluran meliputi: biaya pakan, obatobatan dan vaksin, inseminasi buatan, tenaga

37

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.2, No.1, April 2006

kerja, listrik, bibit, kandang, peralatan, dan


lahan. Rata-rata total pengeluaran peternak
sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp 6.065.452,58.
-Pakan
Mayoritas
peternak
(responden)
memberi pakan hijauan berupa rumput
lapangan dan penambahan garam pada ternak
sapinya. Hanya satu responden (2,04%) yang
memberi konsentrat pada ternaknya yaitu
pada peternak dengan skala kepemilikan
ternak 7 8,25 ST. Sebanyak 26 responden
(53,06%) memilih untuk menggembalakan
ternaknya. Sedangkan 23 responden (46,94%)
memilih untuk memakai system cut and carry.
Biaya untuk mengembalakan ternak sapi
apabila diupahkan sebesar Rp 40.000,00 per
bulan untuk beberapa ekor sedangkan biaya
pembelian satu ikat rumput adalah sebesar Rp
5.000,00 satu ekor per hari. Rata-rata total
pengeluaran
untuk
pakan
sebesar
Rp 358.163,26/peternak/tahun.
-Obat-obatan dan Vaksinasi
Penyakit yang sering menyerang
ternak sapi di daerah ini adalah penyakit
mencret, di samping penyakit cacingan, kaki
lemah, masuk angina, serta keracunan akibat
termakan ulat. Biasanya pertama kali
dilakukan pengobatan secara tradisional
dengan ramuan alami. Apabila ternak tidak
sembuh, maka peternak memanggil petugas
kesehatan ternak untuk mengobati ternaknya.
Rata-rata total pengeluaran untuk obatobatan sebesar Rp 140.816,32/peternak/
tahun.
-Inseminasi Buatan
Sebanyak 43 responden (87,75%)
menggunakan perkawinan buatan pada sapi
betinanya. Selebihnya 6 responden (12,25%)
mengawinkan ternaknya secara alami. Ratarata total pengeluaran untuk inseminasi
buatan sebesar Rp 137.551,02/peternak/
tahun.
- Tenaga kerja
Tenaga
kerja
yang
digunakan
peternak
dikelompokkan
menjadi
dua
kelompok besar, yaitu tenaga kerja keluarga
dan tenaga kerja luar keluarga (upahan).
Tenaga kerja keluarga secara khusus dibagi
atas empat kelompok yaitu: kelompok I terdiri
dari bapak, ibu, dan anak dengan jumlah 22
responden (44,89%), kelompok II terdiri dari
bapak dan ibu dengan jumlah 10 orang
responden (20,41%), kelompok III terdiri dari
bapak dan anak dengan jumlah 12 orang
responden (24,50%), kelompok IV terdiri dari

38

bapak saja dengan jumlah 3 orang responden


(6,12%), sedangkan kelompok V tenaga kerja luar
keluarga (upahan) dengan jumlah 2 orang
responden (4,08%).
Upah yang diberikan kepada tenaga
kerja didasarkan pada lamanya waktu yang
dicurahkan untuk beternak. Untuk upah
penggembalaan yang berlaku di daerah tersebut
Rp 40.000,00 per bulan untuk anak-anak. Ternak
digembalakan lebih kurang 4 jam. Upah tenaga
kerja dibedakan atas umur pekerja. Untuk lelaki
dewasa diberi upah sebesar Rp 666,66, perempuan
dewasa sebesar Rp 5333,33, sedangkan untuk
anak-anak sebesar Rp 333,33. Rata-rata total
pengeluaran untuk tenaga kerja sebesar Rp
1.249.662,39/peternak/tahun.
- Listrik

Pemakaian listrik untuk penerangan dan


menghidupkan pompa air. Biaya 1 kilowatt hour
listrik sebesar Rp 169,00. Rata-rata total
pengeluaran untuk pakan pemakaian listrik
sebesar Rp 22.646,78/peternak/tahun.
- Lahan
Rata-rata total pengeluaran untuk luas
lahan per kandang yang dipakai sebesar
Rp 1.058.367,35/peternak/tahun.
- Kandang
Sebagai bahan atap umumnya peternak
menggunakan rumbia (45 peternak atau 91,84%)
sisanya 4 peternak (8,16%) menggunakan seng.
Biaya yang dikeluarkan untuk satu lembar rumbia
Rp 400,00. Biasanya penggantian atap rumbia
dilakukan setiap 2 sampai 3 tahun sekali atau
rata-rata 2,5 tahun. Sedangkan atap seng masa
pakainya 5 sampai 7 tahun.
Lantai kandang sapi ada yang disemen
dan ada hanya tanah dipadatkan. Sebanyak 26
peternak (53,06%) menggunakan lantai semen
dan 23 peternak (46,94%) berlantaikan tanah.
Dinding
kandang
ternak
setengah
terbuka dengan menggunakan bahan kayu atau
bambu,
sedangkan
kandang
tertutup
menggunakan beton ada sebanyak 2 responden
(4,08%). Rata-rata total pengeluaran untuk
kandang Rp 264.238,67/peternak/tahun.
- Bibit
Bibit yang digunakan untuk usaha ternak
sapi potong adalah ternak sapi yang akan
dipelihara, bukan langsung dijual ketika
mencapai bobot potong, namun pembelian bibit
diperuntukkan sebagai calon induk. Kemudian
keturunan induk ini akan dijual ataupun dijadikan
indukan kembali sesuai kemauan peternak.
Sebanyak 43 respoden (87,75%) yang
memanfaatkan perkawinan buatan pada sapi
betinanya. Selebihnya mengawinkan ternaknya

Eniza Saleh, Yunilas, dan Yanda Habib Sofyan: Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan

secara alami (6 responden atau 12,25%). Ratarata total pengeluaran untuk bibit sebesar
Rp 264.238,67/peternak/tahun.
- Peralatan
Peralatan
yang
dipakai
berupa
cangkul, arit, kereta sorong, sepeda, ember,
timba, sapu, lampu, pompa air, dan selang.
Masa pakai peralatan berbeda-beda sesuai
jenisnya. Rata-rata total pengeluaran untuk
peralatan sebesar Rp 88.183,65.
Penerimaan
Penerimaan
meliputi:
penjualan
ternak dan penjualan kotoran ternak. Ratarata total penerimaan peternak sapi potong di
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang sebesar Rp 9.713.857,14/peternak/
tahun.
- Penjualan Ternak
Ternak yang dijual biasanya berumur
1,5 tahun. Pada umur tersebut bobot karkas
sudah mencapai 100 kg. Penjual sapi
berdasarkan bobot karkas ternak yang dinilai
setiap kilo karkas sapi adalah sebesar Rp
40.000,00. Namun terkadang penjualan
dilakukan pada usia muda. Hal ini biasa
terjadi karena peternak sangat memerlukan
uang, misalnya untuk keperluan perkawinan
anaknya atau kebutuhan sekolah dan lainlain.
Sapi pejantan biasanya dijual pada
kisaran umur 8 bulan sampai umur 1 tahun
dengan harga berkisar 3,6 4 juta rupiah.
Penjualan ternak jantan biasanya bukan untuk
dipotong, namun akan dijadikan bibit
pejantan atau tipe pekerja. Rata-rata total

penerimaan dari hasil penjualan ternak sebesar


Rp 9.392.551.02,00.
- Penjualan Kotoran Ternak
Faeses yang dihasilkan ternak diletakkan
sementara ke dalam lubang tanah yang biasanya
berada di belakang kandang. Untuk satu kereta
sorong faeses dihargai Rp 2.000,00. Rata-rata
total penerimaan peternak dari hasil penjualan
kotoran ternak Rp 321.306,12,00.
Untuk lebih jelasnya, perhitungan rataan
pendapatan yang diterima responden peternak
sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 1.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan
Peternak Sapi Potong
Pendapatan yang diperoleh peternak
dalam
memelihara
ternak
sapi
potong
dipengaruhi beberapa faktor, baik itu faktor
sosial maupun faktor ekonomi. Faktor-faktor
tersebut meliputi antara lain: jumlah ternak sapi
(X1), umur peternak (X2), tingkat pendidikan (X3),
pengalaman beternak (X+), jumlah tanggungan
keluarga (X5), motivasi beternak (X6), serta
jumlah tenaga kerja (X7).
Untuk
membuktikan
sejauh
mana
pengaruh faktor-faktor di atas, dilakukan analisis
regresi berganda, persamaan regresi yang
diperoleh diuji dengan t-statistik. Dari hasil
analisis regresi berganda diperoleh persamaan
sebagai berikut:
= 1.860.644,50 + 1.294.176,20X1 88.533,765X2
181.446X3 + 23.028,892X4 + 200.017,86X5+
2.453.421,10X6 135.519,60X7 + e

Tabel 1. Neraca pendapatan responden peternak sapi potong


di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang
Uraian
A

PENERIMAAN
Penjualan Ternak
Penjualan Kotoran Ternak
SUBTOTAL A
B
PENGELUARAN VARIABEL
Pakan
Obat-obatan & vaksinasi
Inseminasi Buatan
Tenaga Kerja
Listrik
SUBTOTAL B
C
PENGELUARAN TETAP
Lahan
Kandang
Peralatan
Bibit
SUBTOTAL C
D
PENDAPATAN: A (B + C)

Jumlah
(Rp/Peternak/Tahun)
9.392.551,02
321.306,12
9.713.857,14
358.163,26
140.816,32
137.551,02
1.249.662,39
22.646,78
1.908.839,77
1.058.367,35
264.238,67
88.183,65
2.745.823,14
4.156.612,81
3.648.405,77

39

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.2, No.1, April 2006

Tabel 2. Koefisien faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan peternak sapi potong


No.
1
2
3
4
5
6
7

Variabel

Skala usaha
Umur
Pendidikan
Pengalaman
Tanggungan keluarga
Motivasi
Tenaga kerja
Konstanta
R2 Adjusted = 0,498
F table = 2,41

Koefisien Regresi

Standard Error

t hitung

t tabel

1294176.20
-88533.765
-181446.0
23028.892
200017.86
2453421.10
-135519.60
1860644.50

218666.45
50843.104
162370.69
52668.816
361789.33
1207030.40
2099294.70

5.918*
-1.741
-1.117
0.055
0.553
2.033*
-0.065

0.00048
0.089
0.270
0.664
0.583
0.049
0.949

Skala Usaha
Dari persamaan regresi tampak bahwa
apabila nilai koefisien regresi variabel lainnya
dianggap tetap (tidak berubah), maka setiap
penambahan 1 ST ternak sapi akan meningkatkan
pendapatan peternak sebesar Rp 1.294.176,20.
Dari hasil t statistik terlihat bahwa t hitung > t
tabel yang berarti bahwa skala usaha berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan peternak. Hal
ini berarti setiap penambahan 1 ST ternak sapi
dapat meningkatkan pendapatan peternak dan
hasil ini berpengaruh sangat nyata terhadap
pendapatan peternak dalam memelihara sapi
potong.
Menurut Abidin (2002), meskipun masih
berskala kecil, usaha sapi potong memerlukan
pencatatan. Selain itu perlu disusun rencana
cash flow selama masa usaha. Perlu juga
dipertimbangkan pembelian barang, misalnya
konsentratl dengan cara kredit (tidak kontan).
Hal seperti ini tidak terlalu berpengaruh jika
skala usaha masih kecil, tetapi akan
berpengaruh besar sekali jika skala usaha
semakin besar. Sedangkan menurut Siregar
(2005), jumlah sapi yang akan digemukkan per
periode penggemukan tidak ada batasannya,
tetapi tergantung pada modal usaha yang
dimiliki dan fasilitas-fasilitas penunjang yang
dikuasai seperti lahan, kandang, pakan, dan
kemampuan peternak dalam mengelola dan
mengatur pemasarannya. Apabila tertanggulangi
maka lebih baik mengelola dengan jumlah yang
banyak agar mendapatkan keuntungan yang
lebih besar.
Umur
Apabila nilai koefisien regresi variabel
lainnya dianggap tetap (tidak berubah), maka
setiap penambahan 1 tahun umur peternak
akan menurunkan pendapatan peternak sebesar
Rp 88.553,765,00. Sedangkan berdasarkan hasil
t statistik diperoleh t hitung < t tabel yang
berarti umur peternak tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan yang diperoleh.

40

Hal ini menunjukkan walaupun setiap


penambahan umur peternak menyebabkan
penurunan pendapatan peternak, namun
penurunan tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap pendapatan peternak tersebut.
Hal ini dapat disebabkan karena
kriteria umur peternak tidaklah mendorong
kinerja peternak dalam usaha ternak sapi
potong di Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang. Di lokasi ini,
mayoritas penduduknya mempunyai pekerjaan
utama sebagai karyawan perkebunan dan
penduduk yang berusia produktif tidak terlalu
tekun dalam mengeluti usaha ternak ini karena
masih dalam bentuk usaha sampingan atau
sekedar hobi saja. Sedangkan yang berusia
nonproduktif karyawan perkebunan sudah tidak
memiliki kinerja yang penuh lagi. Menurut
Fathoni (2004), pada saat mencapai usia
tertentu misalnya 55 tahun, 60 atau 65tahun
seorang pekerja pasti memasuki masa pensiun
atau tidak produktif lagi.
Tingkat Pendidikan
Bila nilai koefisien regresi variabel
lainnya tetap (tidak berubah), maka setiap
kenaikan
1
tahun
tingkat
pendidikan
menyebabkan penurunan pendapatan peternak
sebesar Rp 181.446,00. Hasil t statistik
diperoleh t hitung < t tabel yang berarti tingkat
pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan peternak. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan
menyebabkan penurunan pendapatan dalam
memelihara sapi. Namun, penurunan itu tidak
berpengaruh nyata terhadap pendapatan
tersebut.
Peternak yang tingkat pendidikannya
lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan
lebih besar pendapatan peternak, namun
kenyataan di lapangan berbeda seperti
ditunjukkan hasil penelitian di atas. Peternak
di sini enggan memanfaatkan inovasi atau
teknologi baru dan masih menggunakan sistem

Eniza Saleh, Yunilas, dan Yanda Habib Sofyan: Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan

beternak
secara
tradisional
sehingga
peningkatan
tingkat
pendidikan
tidak
mempengaruhi besarnya pendapatan peternak
sapi potong. Adapun menurut Yunus (2004),
harus
diakui
bahwa
keberlangsungan
pendidikan sering kali tidak berakar dari
persoalan riil masyarakat pada suatu daerah.
Misalnya, fakta bahwa mayoritas masyarakat
Indonesia ada di pedesaan, yang notabene
adalah masyarakat agraris, tetapi dalam praktik
pendidikannya hampir tidak berorientasi pada
problem masyarakat khususnya masyarakat
desa. Praktik pendidikan yang demikian
disinyalir membuat orang sekolahan menjadi
asing dan tidak mengenal persoalan yang
sedang terjadi di sekitarnya. Hal ini
menjelaskan bahwa pendidikan yang cukup
belum tentu dapat mendorong seseorang untuk
mengatasi persoalan yang dihadapi, khususnya
para peternak dalam hal peningkatan
pendapatan dari usahanya.
Pengalaman
Bila koefisien regresi variabel lainnya
tetap, maka setiap penambahan 1 tahun
pengalaman beternak menyebabkan kenaikan
pendapatan peternak sebesar Rp 23.028,892,00.
Dari uji t statistik diperoleh t hitung < t tabel
yang berarti pengalaman beternak tidak
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
peternak. Hal ini berarti
bahwa setiap
penambahan pengalaman beternak menyebabkan
peningkatan pendapatan, namun peningkatan
tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap
pendapatan.
Dari segi manajemen pemeliharaan
ternak, peternak dengan pengalaman beternak
tinggi lebih menguasai tata laksana beternak
dengan baik seperti pemberian pakan,
perawatan kebersihan kandang dan ternak,
perawatan
kesehatan,
dan
penanganan
penyakit. Namun di lapangan diperoleh tidak
terjadi pengaruh seperti yang diharapkan. Hal
ini dapat disebabkan karena peternak sapi
potong di daerah ini sebagian besar tidak
melakukan perubahan-perubahan positif dalam
usaha meningkatkan pendapatan menurut
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
pengalamanan masing-masing peternak. Banyak
yang memiliki pengalaman yang memadai
namun masih menggelola usaha tersebut
dengan kebiasaan-kebiasaan lama yang sama
dengan waktu mereka mengawali usahanya
sampai sekarang. Menurut Abidin dan
Simanjuntak
(1977),
faktor
penghambat
berkembangnya peternakan pada suatu daerah
dapat berasal dari faktor-faktor topografi,
iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan
makanan rerumputan atau penguat. Di samping
itu, faktor pengetahuan yang dimiliki masyarakat

sangat
menentukan
pula
peternakan di daerah itu.

perkembangan

Tanggungan Keluarga
Apabila nilai koefisien regresi variabel
lain dianggap tetap, maka setiap penambahan
1 orang tanggungan keluarga menyebabkan
peningkatan pendapatan peternak sebesar
Rp 200.017,86,00. Berdasarkan uji t statistik
diperoleh t hitung < t tabel yang berarti jumlah
tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata
tehadap pendapatan peternak. Walaupun
setiap penambahan tanggungan keluarga
menyebabkan peningkatan pendapatan, namun
peningkatan itu tidak berpengaruh nyata
terhadap pendapatan peternak tersebut. Hal
ini dapat disebabkan karena tanggungan anak
dalam keluarga peternak tidak dapat memberi
dorongan
positif
terhadap
peningkatan
pendapatan peternak. Menurut Bossard dan
Boll, yang disitir Ahmadi (2003), masyarakat itu
mula-mula terdiri dari small family (keluarga
kecil), yaitu suatu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anaknya paling banyak 2 atau 3
anak. Pada keluarga kecil ini anak-anak lebih
banyak menikmati segi sosial ekonomi dan lebih
banyak diperhatikan orang tuanya.
Motivasi
Bila nilai koefisien regresi variabel
lainnya dianggap tetap, maka setiap perubahan
motivasi beternak menyebabkan peningkatan
pendapatan sebesar Rp 2.453.424,10,00. Ini
berarti setiap perubahan motivasi beternak
dari orang tua ke inisiatif sendiri menyebabkan
peningkatan pendapatan tersebut. Dari hasi uji
t statistk diperoleh t hitung > t tabel yang
berarti motivasi beternak berpengaruh sangat
nyata terhadap pendapatan peternak. Menurut
Fathoni (2004), kekuatan motivasi dari sumber
daya manusia sangat dipengaruhi oleh faktor
ekstrinsik (motivasi yang ditimbulkan oleh
dorongan yang timbul dari dalam dirinya) dan
lingkungannya.
Demikian
juga
menurut
Sudrajad (2005) bahwa tanpa ada motivasi dari
diri sendiri jelas merupakan tipe orang yang
sulit untuk diajak bekerja atau berusaha. Jadi,
orang-orang yang demikian perlu diberikan
motivasi atau dorongan sehingga timbul niat
untuk mau bekerja.
Tenaga Kerja
Jika nilai koefisien regresi variabel
lainnya
dianggap
tetap,
maka
setiap
penambahan 1 orang tenaga kerja menyebabkan
penurunan pendapatan sebesar Rp 135.519,60,00.
Berdasarkan uji t diperoleh t hitung < t tabel
yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja
tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan
peternak. Hal ini menunjukkan, walaupun

41

Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.2, No.1, April 2006

penambahan jumlah tenaga kerja menyebabkan


penurunan
tingkat
pendapatan,
namun
penurunan tersebut tidak berpengaruh nyata
terhadap pendapatan peternak.
Hal
ini
diduga
karena
skala
pemeliharaan ternak berada dalam skala kecil,
di mana menurut Dinas Peternakan (1983)
dengan pemeliharaan ternak sapi secara
intensif 29 ekor sapi dapat dikelola oleh 1
orang tenaga kerja. Dapat juga disebabkan
karena tenaga kerja dalam keluarga yang
digunakan tidak ada bedanya dengan tenaga
kerja upahan melainkan menambah jumlah
tenaga kerja. Volume kerja masing-masing
peternak hampir sama, begitu pun untuk
tenaga kerja upahan. Di sini upahan bukanlah
sebagai pekerja tetap, melainkan pekerja yang
mengantikan tenaga kerja keluarga yang
berhalangan dan pekerja upahan sebagian
besar adalah anak-anak. Demikian juga
menurut Sembel (1999), bagi banyak orang
penurunan
aktivitas
bisnis
ini
berarti
tersedianya banyak waktu luang. Selain itu,
saat aktivitas bisnis menurun, opportunity cost
penggunaan waktu untuk aktifitas nonbisnis
semakin kecil. Yang dimaksud opportunity cost
di sini adalah penghasilan yang bisa diperoleh
kalau waktu tersebut digunakan untuk kegiatan
yang langsung menghasilkan pendapatan.
Nilai R square yang diperoleh sebesar
0,498 berarti 49,8% pendapatan peternak sapi
secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor
skala usaha (jumlah ternak sapi), umur
peternak, tingkat pendidikan, pengalaman
beternak,
jumlah
tanggungan
keluarga,
motivasi beternak, dan jumlah tenaga kerja
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak diteliti.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Skala usaha (jumlah ternak sapi),
motivasi beternak berpengaruh meningkatkan
pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan
Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.
Umur peternak, tingkat pendidikan
peternak, pengalaman beternak, jumlah
tanggungan keluarga, dan jumlah tenaga kerja
dalam beternak tidak mempengaruhi pendapatan
peternak sapi potong di Kecamatan Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang.
Sebesar 49,8% pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Hamparan Perak,
Kabupaten Deli Serdang secara bersama-sama
dipengaruhi oleh skala usaha (jumlah ternak
sapi), umur peternak, tingkat pendidikan,
pengalaman beternak, jumlah tanggungan
keluarga, motivasi beternak, serta jumlah

42

tenaga kerja, sedangkan sisanya dipengaruhi


oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Saran
Sebaiknya para peternak sapi potong di
Kecamatan Hamparan Perak meningkatkan
skala
usaha
dan
memperbaiki
sistem
pemeliharaan ternak sapi potong. Diharapkan
di kawasan Kecamatan Hamparan Perak
diberikan
penyuluhan
peternakan
dan
mengaktifkan kembali kelompok tani ternak di
daerah tersebut. Di samping itu, disarankan
untuk meningkatkan kualitas pemberian pakan
ternak dengan tambahan pakan kosentrat,
peningkatan intensitas kerja sehingga tidak
merasa enggan untuk pemeliharaan di atas 5
ST, serta perbaikan sistem penjualan ternak
yang terjadwal dan bekerlanjutan. Bukan
secara kebetulan seperti kebanyakan yang
dilakukan selama ini.

Daftar Pustaka
Abidin, A. dan Simanjuntak, D. 1977. Ternak
Sapi
Potong.
Direktorat
Jenderal
Peternakan, Jakarta.
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Ahmadi, A.H. 2003. Sosiologi Pendidikan. PT
Rineka Cipta, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2002. Kecamatan Hamparan
Perak dalam Angka 2002. BPS Sumatera
Utara, Medan.
Fhatoni, A.H. 2004. Manajemen Sumber Daya
Manusia. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Sembel, R. 1999. Berpikir Ekonomis Di Masa
Kritis. Gramedia, Jakarta.
Siregar, S.B. 2005. Penggemukan Sapi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Soekartawi, A., Soehardjo, Dillon, J.L.,
Hardaker, J.B. 1986. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian untuk Penggembangan Petani
Kecil. UI-Press, Jakarta.
Sudrajad. 2005. Kiat Mengetas Pengangguran
Melalui Wirausaha. PT Bumi Aksara,
Jakarta.
Sugiyono, 1994. Metode Penelitian Administrasi.
Edisi ketiga. Alfabeta, Bandung.
Yunus, M.F. 2004. Pendidikan berbasis SosialPaolo Freire dan YB. Mangunwijaya.
Longung, Yogyakarta.

Vous aimerez peut-être aussi