Vous êtes sur la page 1sur 5

PERANAN GIZI PADA PENYAKIT DEGENERATIF HIPERTENSI

Pendahuluan
Indonesia saat ini sedang menghadapi permasalahan gizi yang global yaitu
double burden atau biasa disebut dengan masalah gizi ganda, yakini suatu kondisi
dimana pada tubuh seseorang mengalami kegemukan atau bahkan obesitas
(mencerminkan kelebihan zat gizi makro) namun juga terdapat populasi yang
mengalami kurang gizi mikro seperti anemia atau kurang zat besi, asam folat, dan
vitamin B-12.
Kegemukan atau gizi yang lebih mempunyai keterkaitan dengan berbagai
risiko penyakit degeneratif yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
seiring dengan perkembangan di bidang ekonomi, dimana terjadi pergeseran
perilaku dan gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat dilihat dari perubahan pola
makan masyarakat yang lebih memilih mengonsumsi makanan siap saji (fast food)
yang mudah didapat, harga terjangkau, serta banyak mengandung gula dan lemak.
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang mengiringi proses
penuaan. Penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit degeneratif
adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ atau alat tubuh. Tubuh mengalami
defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid,
kerusakan sel (DNA), pembuluh darah, jaringan protein & kulit (ketuaan).
Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa penyakit degeneratif merupakan
suatu penyakit yang sulit untuk diperbaiki yang ditandai dengan degenerasi organ
tubuh yang dipengaruhi gaya hidup.
Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi
dan ini menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu
faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan
pembuluh darah. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya
interaksi berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang.
Telah banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan yang erat
antara kejadian penyakit degeneratif hipertensi dengan status gizi masyarakat.
Terutama status gizi lebih yang diakibatkan oleh konsumsi lemak dan natrium
yang berlebih.
Gambaran umum penyakit hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg(Depkes, 2010).

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 jenis,


yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Jenis hipertensi primer biasanya
terjadi pada usia dewasa, tidak diketahui penyebabnya, dan berkembang selama
bertahun-tahun. Sedangkan hipertensi sekunder biasanya diakibatkan oleh
penyakit lain.
Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi dua, yaitu faktor yang tidak
dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol
antara lain riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Sedangkan faktor yang
dapat dikontrol adalah obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola
konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.
Hipertensi tidak menimbulkan gejala yang dapat dirasakan. Seseorang
yang menderita penyakit jantung, stroke, atau ginjal bisa saja tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipertensi sebelum dilakukan pemeriksaan. Hal ini lah
yang

menyebabkan

hipertensi

dikatakan

sebagai

the

silent

killer

(Estiningsih,2012).
Hipertensi biasanya diawali dengan kejadian aterosklerosis. Aterosklerosis
adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan dan
hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktoral yang
menyebabkan adanya inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit berupa substansi lemak, kolestrol, produk sampah seluler, kalsium dan
berbagai substansi lainnya dalam pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh
darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, dan pengurangan suplai oksigen
pada organ atau bagian tubuh tertentu.
Hubungan gizi dengan penyakit degeneratif hipertensi
Usia lanjut membawa konsekuensi meningkatnya berbagai penyakit
kardiovaskular, infeksi dan gagal jantung. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat
sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi TDD (tekanan darah diastolik)
meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun yang kemudian
menurun oleh karena kekakuan arteri akibat aterosklerosis (Suhardjono, 2006)
Berdasarakan penelitian yang dilakukan Asrinawati dan Norfai (2014),
diketahui adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi pada
lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stefy (2009) yang

menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan hipertensi pada lanjut
usia.
Depkes (2006) juga menyatakan bahwa risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
berat badannya normal, selain itu Indeks Massa Tubuh (IMT) berkolerasi
langsung dengan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik.
Gizi lebih meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri, yang akan menimbulkan terjadinya kenaikan
tekanan darah. Selain itu, kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung (Sheps, 2005).
Pembahasan
Asupan gizi yang salah atau berlebih dapat menyebabkan timbulnya
penyakit, salah satunya adalah penyakit degeneratif. Salah satu contoh penyakit
degeneratif yaitu penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah arterial, dengan sistol 140 mmHg dan diastole 90
mmHg. Tekanan darah bergantung kepada curah jantung, tahanan perifer pada
pembuluh darah, volume atau isi darah yang bersirkulasi.
Penyakit hipertensi terjadi karena adanya aterosklerosis. Aterosklerosis
adalah penebalan pembuluh darah besar (arteri) sebagai akibat menumpuknya
lemak pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi
kaku dan kehilangan elastisitasnya. Aterosklerosis dapat terjadi karena tingginya
konsumsi protein hewani yang mengandung banyak lemak, konsumsi kolestrol,
konsumsi telur yang berlebihan, konsumsi gula tebu yang berlebihan, total kalori
(karbohidrat) yang berlebih, serta konsumsi garam yang berlebih. Zat gizi yang
mempercepat terjadinya hipertensi dan aterosklerosis, antara lain:
1. Lemak
Penelitian yang dilakukan oleh Kamso (2000) dalam Estiningsih
(2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persen
lemak tubuh dengan tekanan darah diastolik pada kelompok lansia. Selain itu
ditemukan juga hubungan yang signifikan antara kolestrol dengan tekanan
darah diastolik.

Kolestrol yang tinggi dalam darah akan menempel pada dinding


pembuluh darah yang akan menyebabkan aterosklerosis dan menyebabkan
penyempitan pembuluh darah dan beresiko menimbulkan hipertensi (Price
dan Wilson, 2006) dalam Estiningsih (2012).
Kadar kolestrol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
endapan kolestrol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari endapan
kolestrol akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah.
Dengan demikian akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung
memperparah hipertensi (Almatsier,2013).
2. Karbohidrat
Tingkat konsumsi karbohidrat yang berlebih dan tidak diimbangi
dengan kebutuhan atau pemakaiannya akan meningkatkan penyimpanan
glikogen dalam tubuh. Glukosa yang ada di dalam tubuh dapat meningkatkan
produksi insulin dan trigliserida dalam pembuluh darah. Ketika kadar insulin
meningkat makan akan meningkatkan reabsorbsi natrium di dalam tubuh
untuk mengimbangi cairan yang ada dalam pembuluh darah. Jika hal tersebut
dibiarkan akan menimbulkan hipertensi.
3. Natrium
Asupan natrium yang berlebih akan berdampak pada tekanan darah.
Garam (NaCl) diyakini berkontribusi dalam meningkatkan tekanan darah
pada dinding arteri.
Saat terjadi kelebihan kandungan garam yang ada di dalam tubuh,
maka akan diserap kembali secara tidak proporsional sekitar 20% melalui
proses yang dikenal sebagai osmosis, sehingga air garam tetap stabil.
Kandungan garam yang berlebihan secara terus menerus mengakibatkan
volume di dalam peredaran darah menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya,
akibatnya kelebihan cairan tersebut meningkatkan tekanan pada dinding
pembuluh darah. Dinding ini bereaksi dengan cara penebalan dan
penyempitan, menyediakan ruang yang lebih sempit di kapiler darah, dan
meningkatkan resistensi yang pada akhirnya membutuhkan tekanan yang
lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ (Fadem, 2009).
Hipertensi dapat dicegah dengan mengatur pola makan dan tidak
mengonsumsi karbohirat, lemak, dan natrium secara berlebihan. Mengonsumsi

serat diyakini dapat mencegah terjadinya hipertensi, hal itu dikarenakan serat
menghambat absorbsi lemak dalam pencernaan.
Widyanigrum (2012) menyebutkan beberapa bahan makanan yang dapat
mencegah hipertensi antara lain tomat, sawi, brokoli, dan bayam. . Sawi banyak
mengandung serat, vitamin A, vitamin B, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C,
kalium, fosfor, tembaga, magnesium, zat besi, dan protein. Brokoli mengandung
air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, zat besi, vitamin (A, C, E, tiamin,
riboflavin, nikotinamide), kalsium, beta karoten, dan glutation. Bayam diketahui
kaya akan magnesium. Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap
kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam
regulasi tekanan darah.
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi lebih (obesitas) dengan
kejadian hipertensi. Hipertensi biasanya diawali dengan aterosklerosis, yaitu
penebalan pembuluh darah besar (arteri) sebagai akibat menumpuknya lemak
pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi kaku
dan kehilangan elastisitasnya. Pola konsumsi karbohidrat, lemak, dan natrium
yang berlebihan dapat memicu terjadinya

aterosklerosis dan hipertensi.

Mencegah hipertensi dapat dilakukan dengan mengonsumsi serat, sayuran, dan


buah-buahan. Serat diyakini dapat menurunkan resiko terjadinya hipertensi
dikarenakan serat mampu menghambat absorbsi lemak dalam pencernaan.

Vous aimerez peut-être aussi