Vous êtes sur la page 1sur 45

ASPEK TASAWUF ISLAM

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengantar Studi Islam II

Disusun Oleh :
Kelompok 3 Farmasi 2B
Ketua : M. Athfal Ramadhana (11151020000099)
Anggota : Aziza Nurul Amanah (11151020000095)
: Mayang Ayi Sutari (11151020000087)
: Nadiyah Hilmi (11151020000074)

Dosen Pembimbing : Siti Nadroh , M.Ag

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Kata Pengantar

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
hidayahNya, Penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah dengan judul Aspek Tasawuf Islam disusun dengan maksud untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar studi islam
Penulis menyadari dalam penulisan dalam penulisan makalah ini masih banyak
kesalahan. Maka dari itu itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan penulisan Makalah ini. Dan semoga Allah swt
senantiasa menuntun kita ke jalan yang diridhoi-Nya, Aamiin.

Ciputat,

Maret

2016

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................ii

Page | 2

Daftar Isi.......................................................................iii
Bab I Pendahuluan..........................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................1
1.3 Manfaat Penulisan..............................................2
Bab II Pembahasan.........................................................3
2.1 Tasawuf Islam.....................................................3
A. Sejarah Asal Mula Tasawuf...................................3
1. Faktor Ekstern.................................................3
2. Faktor Intern....................................................3
B. Pengertian Tasawuf dan Tasawuf Islam.................4
1. Secara lughowi.................................................4
2. Secara Istilahi..................................................4
C. Tasawuf dalam Pandangan Al-Quran dan As-Sunnah
5
1. Dalil-dalil Al-Quran..........................................5
2. Dalil-dalil As-Sunnah........................................6
D. Ciri Umum Tasawuf..............................................7
E. Alur Ajaran Tasawuf.............................................7
F. Tujuan Tasawuf....................................................9
1. Takhali.............................................................9
2. Tahalli..............................................................9
3. Tajalli..............................................................9

G. Perkembangan Tasawuf.....................................10
1. Sejarah Perkembangan Tasawuf Akhlaqi.........11

Page | 3

2. Sejarah Perkembangan Tasawuf Salaf............13


H. Maqamat dalam Tasawuf...................................14
1. Taubat...........................................................15
2. Wara.............................................................15
3. Zuhud............................................................16
4. Fakir..............................................................16
5. Sabar.............................................................16
6. Tawakkal........................................................16
7. Ridho.............................................................17
2.2 Tarekat.............................................................17
A. Pengertian Tarekat............................................17
B. Hubungan Tareka dengan Tasawuf......................18
C. Tujuan dan Pokok Tarekat..................................18
1. Tazkiyatun Nafs..............................................19
2. Taqarrub........................................................19
3. Tujuan lain-lainnya.........................................20
D. Aliran-aliran Tarekat Islam.................................23
1. Tarekat Qadhiriyah.........................................23
2. Tarekat Syadziliah..........................................23
3. Tarekat Naqsabandiyah...................................23
4. Tarekat Tijaniyah............................................24
5. Tarekat Sammaniyah......................................24
2.3 Tokoh-tokoh Suf...............................................24
a. Ibn Arabi.......................................................24
b. Al-Jili.............................................................26
c. Imam Ghazali..................................................27

Page | 4

d. Rabiatul Al-Adawiyah....................................29
e. Hasan AlBashri............................................30
Bab III Penutup.............................................................33
Kesimpulan............................................................33
Saran.....................................................................33
Daftar Pustaka...............................................................vi

Page | 5

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan

dimensi atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat


mengambil bentuk yang beraneka di dalamnya. Tasawuf

lebih

menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya, dalam


kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat
ketimbang kehidupan dunia yang fana. Sedangkan dalam kaitannya
dengan pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek esoterik
ketimbang eksoterik, lebih menekankan penafsiran batini ketimbang
penafsiran lahiriah1.
Dalam aspek ilmu tasawuf manusia memiliki dua rumah, satu
rumah jasadnya, yaitu dunia rendah ini, yang lain rumah rohnya, yaitu
alam yang tinggi. Tetapi karena hakikat manusia terletak pada
rohnya, maka manusia merasa terasing didunia ini, karena alam
rohanilah tempat roh atau jiwa manusia yang sesungguhnya, karena
Tuhan sebagai tujuan akhir perjalanan manusiabersifat rohani,
manusia harus berjuang menembus rintangan-rintangan materi agar
rohnya menjadi suci.
Itulah sebabnya kata tasawuf dikatakan berasal dari shafa,
yang artinya kesucian, yakni kesucian jiwa sang sufi setelah
mengadakan penyucian jiwa dari kotoran-kotoran atau pengaruh1 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga 2006, hal:
02

Page | 6

pengaruh

jasmani.

Penyucian

ini

penting

dalam

rangkah

mendekatkan diri kepada Yang Mahasuci, yaitu Allah SWT, karena


Yang Mahasuci, hanya bisa didekati oleh yang suci juga2.
1.2

Rumusan Masalah

Apa pengertian Tasawuf dan Tasawuf Islam?


Apa persamaan dan perbedaannya dengan Thariqot?
Bagaimana latar belakang lahirnya tasawuf islam?
Siapakah para Tokoh-tokoh Sufi Islam?
Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat Sufi Islam, serta
1.3

manfaatnya?

Manfaat Penulisan

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian


dari Tasawuf dan Tasawuf Islam.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami persamaan
serta perbedaan dengan thoriqot.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami latar belakang
lahirnya Tasawuf Islam.
Mahasiswa dapat mengetahui tokoh-tokoh Sufi Islam.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami

cara

menyikapi perbedaan pendapat para Sufi Islam, serta


manfaatnya dalam kehidupan.

2 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga 2006, hal:
04

Page | 7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tasawuf Islam
A. Sejarah Asal Mula Tasawuf
Tasawuf dalam Islam, menurut ahli sejarah, sebagai ilmu yang
berdiri sendiri, lahir sekitar abad ke 2 atau awal abad ke 3 Hijriyah.
Pembicaraan para ahli tentang lahirnya tasawuf lebih banyak
menyoroti faktor-faktor yang mendorong kelahiran tasawuf. FaktorFaktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu3:
1. Faktor Ekstern
Tasawuf lahir karena pengaruh dari paham Kristen yang

menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri.


Tasawuf lahir atas pengaruh nirwana. Menurut ajaran Buddha
bahwa

seseorang

kontemplasi.
Tasawuf lahir
medorong

meninggalkan

karena

manusia

pengaruh
meninggalkan

dunia

dan

ajaran

Hinduisme

dunia

melakukann

dan

yang

berupaya

mendekatkan diri kepada Tuhan4.


2. Faktor Intern
3 Mohd. Said dan Asep Muhyidin, Tasawuf: Pengertian, Sejarah Lahir dan Perkembangannya.
Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1996, hal 9-11

4 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabay: Bina Ilmu, 1997), hlm. 10

Page | 8

Sebagian ahli menekankan faktor intern. Menurut mereka,


lahirnya tasawuf Islam dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang ada
dalam Islam itu sendiri, bukan pengaruh dari luar. Faktor-faktor intern
ditemukan dalam Al-Quran, Al-Hadist, dan perilaku Nabi Muhammad
Saw. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah 2:186


Artinya: dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang
Aku,

Maka

(jawablah),

bahwasanya

aku

adalah

dekat.

aku

mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon


kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran5.
B. Pengertian Tasawuf & Tasawuf Islam
1. Secara Lughowi
Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu
suffah, yang berarti sekelompok orang pada masa Rasulullah yang
hidupnya diisi dengan banyak berdiam diri di Masjid dengan tujuan
mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah6.
2. Secara Istilah
5 Al-Quranul Karim, Mushaf Aisyah hlm 28
6 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 11

Page | 9

Pengertian tasawuf secara istilah telah banyak diformulasikan


para ahli satu dan lainnya berbeda, sesuai dengan pemahaman
mereka masing-masing.

Menurut Al-Juhairi, ketika ditanya tasawuf, ia menjawab:


Masuk ke dalam segala budi (Akhlak) yang mulia dan keluar

dari budi pekerti yang rendah.


Menurut Al-Juhairi, Ia memberikan rumusan tentang tasawuf.
Tasawuf ialah kesadaran bahwa yang Hak Allah adalah yang

mematikanmu dan menghidupkanmu.


Menurut Abu Hamzah. Tanda seorang sufi yang benar adalah
memilih hidup fakir setelah (Sebelumnya hidup) kaya, memilih
menghinakan
penghormatan,

diri

setelah

memilih

(sebelumnya

menyembunyikan

hidup)

penuh

diri

setelah

(sebelumnya hidup) terkenal.


Menurut Amir bin Usman Al-Makki. Ia pernah berkata:
Tasawuf adalah melakukan sesuatu yang terbaik di setiap

saat.
Menurut Muhammad Ali Al-Qassab. Tasawuf adalah akhlak
mulia yang timbul pada waktu mulia dari seorang yang mulia

di tengah-tengah kaumnya yang mulia pula.


Menurut Syamnun. Ia mengatakan, Tasawuf adalah hendaklah

engkau memiliki sesuatu dan tidak dimiliki sesuatu.


Menurut Maruf Al-Kurkhi. Ia mengungkapkan, Tasawuf adalah
mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada

di tangan makhluk.
Menurut Al-Junaidi.

Ia

mendefinisikan,

Tasawuf

adalah

membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan


makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal
(Instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai
manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifatsifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, sifat

Page | 10

suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai


barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat
kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah
dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal
syariat.7
C. Tasawuf dalam Pandangan Al-Quran dan As-Sunnah
Dalam ajaran Tasawuf, banyak disebutkan dengan istilah attaubah, khauf, raja, az-zuhud, at-tawakkal, asy-syukur, ash-shabar,
ar-ridho, az-zikir, shalatul lail dan sebagainya. Semua ini bertujuan
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. (taqarrub illallah).
1. Dalil-dalil Al-Quran
Berkenaan dengan anjuran shalat malam (Shalatul lail) terdapat
dalam QS Al-Isra 17:79.


Artinya: dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah
kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan
Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji8.
2. Dalil-dalil As-Sunnah
Sama
halnya
dengan
mengungkapkan

berkenaan

Al-Quran,
dengan

As-sunnah

perilaku

dan

banyak

pengalaman

tasawuf. Diantaranya adalah sebagai berikut:


Aisyah berkata:

7 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 15

8 Al-Quran Karim, Mushaf Aisyah hlm. 290

Page | 11

Artinya: Adalah Nabi Saw bangun sholat malam (Qiyamul-lail),


sehingga bengkak kakiknya. Aku berkata kepadanya,Gerangan
apakah sebabnya, wahai utusan Allah, engkau sekuat tenaga
melakukan ini, padahal Allah telah berjanji akan mengampuni
kesalahanmu, baik yang terdahulu maupun yang akan datang?
Beliau menjawab, Apakah aku tidak akan suka menjadi seorang

hamba Allah yang bersyukur? (HR. Al-Bukhari dan Muslim)9.


Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: Demi Allah, aku memohon ampun kepada Allah dalam
sehari semalam tak kurang dari tujuh puluh kali.(HR. Al-

Bukhari)10.
Rasulullah Saw bersabda:
Zuhudlah11 terhadap dunia maka Allah akan mencintaimu.
Zuhudlah pada apa yang ada di tangan orang lain maka mereka
akan mencintaimu.(HR. Ibnu Majah)

Dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw juga terdapat petunjuk yang


menggambarkan bahwa dirinya adalah sebagai seorang sufi. Nabi
Muhammad telah melakukan pengasingan diri ke Gua Hira menjelang
datanganya

wahyu.

Selama

di

Gua

Hira,

Rasulullah hanyalah

bertafakur, beribadah, dan hidup sebagai seorang zahid12.

9 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 28

10 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 29

11 Zuhud dalam Islam artinya adalah meninggikan jiwanya diatas hawa nafsunya. Didalam
Buku Abu WafaAl Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam Telaah Historis dan perkembangannya.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008. hlm 68

12 Zahid yakni orang yang memalingkan diri dari kehidupan duniawi.

Page | 12

Kalangan sahabat pun ada yang mengikuti praktik bertasawuf


sebagaimana yang dipraktikkan Nabi Muhammad Saw. Abu Bakar
Ash-Shiddiq, pernah berkata,Aku mendapatkan kemuliaan dalam
ketakwaan, ke fanaan dalam keagungan dan kerendahan hati.
Khalifah Umar Ibn Khattab pernah berkhotbah di hadapan jamaah
kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yang sederhana. Khalifah
Utsman Ibn Affan banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah
dan membaca Al-Quran. Baginya, Al-Quran ibarat surat dari kekasih
yang selalu dibawa dan dibaca kemana pun ia pergi13.
Uraian dasar-dasar tasawuf diatas, baik Al-Quran, Al-Hadist, maupun
suri tauladan dari para sahabat, ternyata merupakan benih-benih
tasawuf

dalam

kedudukannya

sebagai

ilmu

tentang

tingkatan

(maqamat) dan keadaan (ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang


moral dan tingkah laku manusia terhadap rujukannya dalam AlQuran.
D. Ciri Umum Tasawuf
Menurut Abu Al-WafaAl-Ghanimi At-Taftazani (Peneliti Tasawuf),
secara umum tasawuf mempunyai lima ciri umum, yaitu14:
Peningkatan Moral.
Pemenuhan Fana (Sinar) dalam realitas mutlak.
Pengetahuan intinuitif langsung.
Timbul rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri

seorang sufi.
Penggunaan simbol-simbol

pengungkapan

yang

biasanya

mengandung harfiah dan tersirat.

13 Mohammad Ghalab, At-Tashawwuf Al-Muqarin, Maktabah An-Nahdhah, kairo,t.t hlm 29,


Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 hlm. 183-184

14 Drs. H. Ahmad Bangun Nasution, M.A, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO


PERSADA, 2013, hlm 13

Page | 13

E. Alur Ajaran Tasawuf


Ajaran tasawuf dibentuk oleh tiga alur pemikiran15.
1. Yang pertama memberikan gagasan berikut kepada tasawuf:
Asketisisme gurun Arab
Pengabdian total
Kecintaan yang kuat kepada Tuhan
Ungkapan puitis
Tokoh utama gerakan pertama ini adalah:
Abu Dzar AL-Ghifari, Madinah [32 H/625 M]
Umar bin Abdul Aziz, Damaskus [101 H/720 M]
Al-Hasan Al-Bashri, Basrah [110 H/728 M]
Rabiah Al-Adawiyah, Basrah [185 H/801 M]
2. Alur kedua pemikiran yang memberikan sumbangan kepada
tasawuf dicirikan oleh16:
Genosis sebagai pengetahuan pasti
Tamsil cahaya/kegelapan
Memuji roh dan mengutuk materi
Mendukung kehidupan pertapaan daripada kehidupan aktif
yang terikat
Tokoh Utama pemikiran ini adalah:
Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi, Bagdad [234 H/837 M]
Dzun Nun Al-Mishri, Iskandaria [245 H/ 859 M]
Abu Hasyim Al-Kufi, Basrah [160 H/776 M]
3. Alur atau gerakan ketiga menjelaskan gagasan berikut17:
Menafikan (Fana) jasad
15 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 33

16 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 35

17 Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. Ilyas Hasan,
Bandung: Mizan, 2000 hlm. 327

Page | 14

Meninggikan ruh
Anti-dunia
Anti-masyarakat
Pendukung utama gerakan ini adalah:
Ibrahim bin Al-Adham [Amir dari Balkhi, Khurasan][161H/

777M]
Abdullah bin Mubarak,Marw [181 H/797 M]
Syaqiq Al-Bakhi, Balkh [194 H/810 M]
Haytam Al-Ashamm, Balkh [237 H/852 M]
Abu Yazid Al-Bisthami, Bistham [261 H/875 M]18
F. Tujuan Tasawuf
Menurut A. Rivay Siregar secara umum tujuan terpenting dari sufi
adalah berada sedekat mungkin dengan Allah. Selain itu tasawuf juga
bertujuan untuk mencapai marifat dengan cara Fana. Arti Fana ialah
leburnya pribadi pada kebaqaan Allah di mana perasaan keinsanan
lenyap diliputi rasa ketuhanan dalam keadaan aman. Ketika itu antara
diri dan Allah menjadi satu dalam baqanya tanpa hulul/ berpadu dan
tanpa ittihad/bersatu dalam pengertian seolah-olah manusia dan
Tuhan sama19.
Terjadinya

marifatullah

sebenarnya

didahului

oleh

proses

terbukanya hijab yang membatasi hati mutasawwif dengan Allah. Jika


penutup itu hilang atau terbuka maka terjadilah ruyatullah (melihat
Allah) dan alam gaib lainnya dengan mata bathin.

18 Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya Al-Faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. Ilyas Hasan,
Bandung: Mizan, 2000 hlm. 327

19 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabay: Bina Ilmu, 1997), hlm. 164.

Page | 15

Untuk mencapai marifatullah ada beberapa upaya

dalam

bertasawuf. Upaya tasawuf dipahami sebagai proses Takhalli, Tahalli


dan berujung pada Tajalli20.
1. Takhalli
Adalah upaya keras untuk mengosongkan hatinya dari sifat-sifat
yang rendah dan tercela. Menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar
dan kecil.
2. Tahalli
Adalah upaya keras menghiasi bathin dengan sifat-sifat terpuji
dan mulia, melaksanakan sungguh-sungguh perbuatan yang wajib
dan sunnah dalam agama, banyak banyak bertekun dalam ibadan
dan zikir baik dengan emosi harap pada ridho Allah dan takut pada
hukum dan marah-Nya. Maupun dengan emosi ridho dan mahabbah
kepada-Nya.
3. Tajalli
Sebagai buah dan upaya dari tahalli maka muncullah karunia
Tuhan berupa Tajalli. Yaitu menjadi tampak atau muncul penampakan
Tuhan dalam pandangan batin mereka yang melakukan takhalli dan
tahalli21.
G. Perkembangan Tasawuf Islam
20 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Group) 2013,
hlm 37

21 Drs. H.Ahmad Bangun Nasution, M.A dan Dra. Hj. Rayani Hanum Siregar, M.H, Akhlak
Tasawuf, Jakarta, PT Rajagrafindo persada, 2013, hlm 72-74

Page | 16

Sebenarnya

kehidupan sufi sudah terdapat pada

diri Nabi

Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari


terkesan amat sederhana dan menderita, di sampiing menghabiskan
waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Bahkan seperti diketahui, bahwa sebelum beliau diangkat
sebagai rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan
melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai
beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah.
Pada

Waktu

malam

beliau

sedikit

sekali

tidur,

waktunya

dihabislkan untuk bertawajjuh kepada Allah dengan memperbanyak


zikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terbuat dari balai kayu biasa
dengan alas tikar dari daun kurma. Beliau lebih cinta hidup dalam
suasana sederhana daripada hidup bermewah-mewahan. Kehidupan
Nabi semacam itu langsung ditiru oleh sahabatnya, Tabiin dan turuntemurun sampai sekarang22.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf
mejadi dua arah perkembangan. Ada tasawuf yang mengarah pada
teori-teori yang begitu rumit dan memerlukan pemahaman yang lebih
mendalam. Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke
arah pertama sering disebut sebagai tasawuf salafi, tasawuf Akhlaqi,
atau tasawuf Sunni. Tasawuf jenis ini banyak dikembangkan oleh
kaum salaf. Adapun
disebut

sebagai

tasawuf yang berorientasikan ke arah kedua

tasawuf

Falsafi.

Tasawuf

jenis

kedua

banyak

dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof, di


samping sebagai sufi23.

22 Drs. H.Ahmad Bangun Nasution, M.A dan Dra. Hj. Rayani Hanum Siregar, M.H, Akhlak
Tasawuf, Jakarta, PT Rajagrafindo persada, 2013, hlm 18

Page | 17

Pembagian

dua

jenis

tasawuf

di

atas

didasarkan

atas

kecenderungan ajaran yang dikembangkan, yakni kecenderungan


pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada
pemikiran.
1. Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi (Akhlaqi)

Abad Kesatu dan Kedua Hijriyah


Disebut pula dengan fase asketisme (zuhud). Sikap asketisme

(zuhud)

ini

banyak

dipandang

sebagai

pengantar

kemunculan

tasawuf. Fase asketisme ini tumbuhh pada abad pertama dan kedua
Hijriyah. Pada Fase ini, terdapat individu-individu dari kalangan
muslim

yang lebih

menjalankan

memusatkan dirinya

konsepsi

asketis

dalam

pada

ibadah. Mereka

kehidupan,

yaitu

tidak

mementingkan makanan, pakaian maupun tempat tinggal. Mereka


lebih banyak beramal untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
akhirat, yang menyebabkan mereka lebih memusatkan diri pada jalur
kehidupan dan tingkah laku asketis24.

Abad Ketiga Hijriyah


Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku.


Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan
upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi moral yang
23 Abu Al-Wafa Al-Ghanimi At-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad
RofiUtsmani dari Madkhal Ila At-Tasawwuf Al-Islam, Bandung, Pustaka, 1985, hlm 140

24 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm 63.

Page | 18

berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun


berkembang menjadi

ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak

keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan


tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah
dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari
kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Pada abad
ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan
adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran
tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi 3
macam, yaitu:
Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi
suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang
mengonsentrasikan-kejiwaan manusia kepada Khaliqnya,
sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan
dapat teratasi dengan baik. Inti tasawuf ini dijadikan dasar
teori oleh psikiater zaman sekarang dalamm mengobati
pasiennya.
Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak, yaitu di dalamnya
terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik
serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi
dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para
sahabat Nabi.
Tasawuf yang berintikan metafisika, yaitu di dalamnya,
terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang
merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang

Page | 19

mutlak, serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi


alamat bagi orang-orang yang akan tajalli kepada-Nya25.

Abad Keempat Hijriyah


Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih

pesat dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha


maksimal

para

ulama

tasawuf

untuk

mengembangkan

ajaran

tasawufnya masing-masing. Akibatnya, kota Bagdad yang hanya satusatunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang
paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar
lainnya26.
Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberi
nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya (gurunya),
atau sering pula dinisbatkan kepada lahirnya kegiatan tarekat itu.
Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan
semakin kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf,
karena banyaknya buku filsabat yang tersebar dikalangan umat Islam
dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak permulaan Dinasti
Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu
zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi
empat macam, yaitu:
a. Ilmu Syariah
25 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 62-63

26 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 64-65

Page | 20

b. Ilmu Tariqoh
c. Ilmu Haqiqah
d. Ilmu Marifah

Abad Kelima Hijaiyah


Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan

pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya ke landasan AlQuran dan As-Sunnah. Dengan demikian, abad kelima Hijaiyah
merupakan tonggak yang menentukan bagi kejayaan tasawuf salafi
(akhlaqi), Pada abad tersebut, tasawuf salafi tersebar luas di kalangan
dunia Islam27.

Abad Keenam Hijriyah


Sejak

abad

keenam

Hijriyah,

sebagai

akibat

pengaruh

kepriibadian Al-Ghazali yang begitu besar, pengaruh tasawuf Sunni


semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi
peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan
tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya28.
2. Sejarah Perkembangan Tasawuf Salafi
Tasawuf Salafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang
mengenal tuhan (makrifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga
27 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 64

28 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm.66-67

Page | 21

menuju ketempat yang lebih tinggi bukan hanya mengenal Tuhan saja
(marifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul
wujud

(kesatuan

wujud).

Di

dalam

tasawuf

filsafi

metode

pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf


salafi. Tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis,
sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis sehingga
daalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepakan asas rasio
dengan pendekatan-pendekatan filosof yang sulit diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam.
Menurut Ibnu khaldun ada empat objek utama yang menjadi
perhatian para sufi filosof, antara lain sebagai berikut:

Pertama,

latihan

rohanian

dengan

rasa,

intuisi,

serta

intropeksi diri yang timbul darinya.

Kedua, iluminasi atau hakikat yang tersikap dari alam ghaib,


seperti sifat-sifat rabbani, arsy, malaikat, wahyu, kenabian,
roh.

Ketiga, peristiwa dalam alam yang berpengaruh terhadap


berbagai bentuk keramatan atau keluarbiasaan.

Keempat,

menciptakan

ungkapan-ungkapan

yang

pengertiannya sepintas samar-samar yang dalam hal ini telah


melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya dan
menyetujuinya29.
H. Maqamat dalam Tasawuf
29 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabay: Bina Ilmu, 1997), hlm. 120

Page | 22

Maqam sering dipahami oleh para sufi sebagai tingkatan, yaitu


tingkatan seorang hamba di hadapan Tuhan nya dalam hal ibadah
dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya.
Menurut Abdurrazaq Al-Qasami, maqam adalah pemenuhan
terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. Jika seseorang
belum memenuhi kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam suatu
maqam, ia tidak boleh naik ke jenjang yang lebih tinggi.
Di kalangan kaum sufi urutan maqam berbeda-beda. Al-Ghazali
memberikan urutan maqam seperti berikut: taubat, sabar, syukur,
khusuf, raja, tawakkal, mahabbah dan syauq.
Menurut Ibnu Arabi dalam Al-Futuhat Al-Makiyyah, menyebutkan
enam puluh maqam dan berusaha menjelaskan secara rinci tetapi
tidak memperdulikan sistematika maqam tersebut.
Tahapan maqam yang dijalani kaum sufi umumnya terdiri atas
taubat, wara, zuhud, fakir, sabar, tawakkal dan ridha30
1. Taubat
Dalam ajaran tasawuf konsep taubat di kembangkan dan mendapat berbagai
macam pengertian. Namun yang membedakan antara taubat dalam syariat biasa dengan
maqam taubat dalam tasawuf diperdalam dan dibedakan antara taubatnya orang awam
dengan orang khawas. Dalam hal ini dzu al-Nun an-Mishri mengatakan : Taubatnya
orang-orang awam taubat dari dosa-dosa, taubatnya orang khawas taubat dari ghoflah
(lalai mengingat tuhan). Bagi golongan khowas atau orang yang telah sufi, yang di
pandang dosa adalah ghoflah (lalai mengingat tuhan). Ghoflah itulah dosa yang
30 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 77

Page | 23

mematikan. Ghoflah adalah sumber munculnya segala dosa. Dengan demikian taubat
adalah merupakan pangkal tolak peralihan dari hidup lama (ghoflah) ke kehidupan baru
secara sufi. Yakni hidup selalu ingat tuhan sepanjang masa.
2. Wara
Dalam risalah al-qusyairiyah banyak membahas tentang makam
wara beserta pandangan atau rumusan para sufi tentang hal ini.
Wara adalah meninggalkan hal yang syubhat: tarku syubhat yakni
menjauhi atau meninggalkan segala hal yang belum jelas haram dan
halalnya.
Wara itu ada dua tingkat, wara segi lahir yaitu hendaklah kamu tidak bergerak
terkecuali untuk ibadah kepada Allah. Dan wara batin, yakni agar tidak masuk dalam
hatimu terkecuali Allah SWT31.

3. Zuhud
Sesudah maqam wara di kuasai mereka baru berusaha mengapai maqam (station)
di atasnya, yakni maqam zuhud. Berbeda dengan wara yang pada dasarnya merupakan
laku menjahui yang syubhat dan setiap yang haram, maka zuhud pada dasarnya adalah
tidak tamak atau tidak ingin dan tidak mengutamakan kesenangan duniawi.
Adapun zuhud menurut bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Dikatakan,
zuhud pada sesuatu apabila tidak tamak padanya. Adapun sasaranya adalah dunia.
Dikatakan pada seseorang apabila bila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan
menghindarkan diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada dunia.
Dalam tasawuf zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati
31 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabay: Bina Ilmu, 1997), hlm. 89

Page | 24

untuk melepas ikatan hati dengan dunia. Maka di dalam tasawuf diberi pengertian dan
diamalkan secara bertingkat. Pada dasarnya dibedakan zuhud pada tingkat awal (biasa)
dan zuhud bagi ajaran sufi32.
4. Fakir
Al-Faqr adalah tiidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan
merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang
lain33.
5. Sabar
Dalam tasawuf sabar dijadikan satu maqam sesudah maqam fakir. Karena
persyaratan untuk bisa konsentrasi dalam zikir orang harus mencapai maqam fakir.
Tentu hidupnya akan dilanda berbagai macam penderitaan dan kepincangan. Oleh
karena itu harus melangkah ke maqam sabar34.
6. Tawakal
Tasawuf menjadikann maqam tawakkal sebagai wasilah atau sebagai tangga untuk
memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan
memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah35.

32 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm.78

33 Al-Kalabazi, Taarruf fi Madzhab At-Tashawwuf, Isa Al-Babi Al-Halabi, Mesir, 1960, hlm.
105.

34 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr. Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 80

35 Dikutip dari Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT Raaja Grafindo Persada,
1996, hlm 122

Page | 25

7. Ridho
Setelah mencapai maqam tawakkal, nasib hidup mereka bulat-bulat diserahkan
pada pemeliharaan dan rahmat Alloh, meniggalkan membelakangi segala keinginan
terhadap apa saja selain Tuhan, maka harus segera diikuti menata hatinya untuk
mencapai maqam. Maqam ridho adalah ajaran menanggapi dan mengubah segala
bentuk penderitaan, kesengsaraan, dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan
kenikmatan. Yakni sebagaimana di katakana imam ghozali, rela menerima apa saja36.
2.2

Tarekat
A.Pengertian Tarekat
Asal kata Tarekat dalam bahasa Arab ialah thariqah yang

berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu 37. Tarekat
adalah Jalan yang ditempuh para sufi dan dapat digambarkan
sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut
syar, sedangkan anak jalan disebut thoriq. Kata turunan

ini

menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikn mistik


merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum Ilahi,
tempat berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan
tanpa ada jalan utama tempat berpangkal. Pengalaman mistik tak
mungkin didapat bila perintah syariat yang mengikat iu tidak ditaati
terlebih dahulu dengan seksama38.
Menurut L. Massignon, sebagaimana dikutip oleh Aboe Bakar
Atjeh, thariqah dikalangan sufi mempunyai dua pengertia. Pertama,
36 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Grop) 2013,
hlm 82

37 Luis Makhluf, Al-Munjid fi Al-Lughat wa Al-Alam, Dar Al-Masyriq, Beirut, 1986, hlm. 465
38 Annemarie Schimel, Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Supardi Djoko Damono dkk, dari
Mystical Dimension of Islam (1975), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986, hlm. 101

Page | 26

cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat


menempuh hidup sufi. Kedua, thariqah bberarti suatu gerakan yang
lengkap untuk memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dalam
segolongan orang Islam menurut ajarann dan keyakinan tertentu39.
Sementara menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata
thariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi
dalam tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah. Tariqah
kemudian

mengandung

arti

organisasi

[Tarekat].

Tiap

tariqat

mempunyai Syekh, upacara ritual, dan bentuk berdzikir sendiri40.


B. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada
aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh
tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut
salah seorang syekh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang
ada di dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan
sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan
diri kepada Allah41.
Di dalam tarekat yang sudah melembaga, tarekat mencakup
semua aspek ajaran Islam seperti shalat, puasa, zakat, jihad, haji dan
lain-lain, ditambah pengamalan serta seorang syekh. Akan tetapi,
semua itu terikat dengan tuntunan dan bimbingan seorang syekh
melalui baiat42.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum
adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat
39 Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1984, hlm. 63
40 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, Jakarta, 1986
41 Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Sumatera Utara, Pengantar Ilmu Tasawuf,
1981/1982, hlm 273, yang dikutip Prof. Dr. M. Solihin M.Ag dan Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag,
Ilmu Tasawuf, Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2014, hlm 206

Page | 27

mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah.


Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan
jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri
kepada Allah.
C. Tujuan dan Pokok Thariqah
Tariqah sebagai organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya memiliki tujuan
yang satu, yaitu Taqarrub(mendekatkan diri) kepada Allah SWT. Akan tetapi sebagai
organisasi, para salik yang kebanyakan diikuti masyarakat awam merupakan para
Mubtadiin,maka dalam tariqah terdapat tujuan-tujuan yang lain yang diharapkan dapat
mendukung tercapainya tujuan pertama dan utama tersebut. Sehingga secara garis besar,
dalam Tariqah terdapat tiga tujuan yang masing-masing melahirkan tatacara dan jenisjenis amalan kesufian. Ketiga tujuan pokok tersebut adalah:
1. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
Ia merupakan satu proses penyucian jiwa yang akan menghasilkan
ketenteraman, ketenangan dan rasa dekat dengan Allah Swt, dengan menyucikan hati
dari segala kekotoran dan penyakit hati atau penyakit jiwa 43. Tujuan ini merupakan
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik atau ahli tariqah. Bahkan dalam tradisi
tariqah, Tazkiyatun Nafs ini dianggap sebagai tujuan pokok. Dengan bersihnya jiwa dari
berbagai macam penyakit, akan secara langsung menjadikan seseorang dekat kepada
Allah Swt.
Zikrullah (Mengingati Dan Menyebut Allah) Adapun jalan atau cara menjalani
proses Tazkiyatun Nafs ini adalah dengan Zikrullah (mengingat Allah). Zikrullah
merupakan amalan khas yang mesti ada dalam setiap Tariqah.Yang dimaksudkan
dengan Zikir dalam sesuatu tariqah adalah mengingati Allah swt dan menyebut nama
42Baiat artinya P elantikan, peresmian, penobatan (tahbis) seorang yang memiliki
keseriusan dalam menempuh jalan pengetahuan (makrifat) Allah melalui seorang Mursyid
yang diyakini memiliki hubungan khusus secara jasmani dan ruhani kepada Rasulullah Saw.

43 Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: Rajawali Pres, 1998) hlm. 90

Page | 28

Allah Swt baik secara Jahar (lisan) atau secara Sirr (rahsia). Di dalam Tariqah, zikrullah
diyakini sebagai cara yang paling efektif untuk membersihkan jiwa dari segala macam
kekotoran dan penyakit-penyakitnya sehingga hampir semua tariqah menggunakan cara
ini44. Selain zikrullah, Tazkiyatun Nafs ini juga diperolehi dengan:
Mengamalkan Syariat
Melaksanakan amalan-amalan sunnah
Berperilaku zuhud dan wara
2. Taqarrub (Mendekatkan Diri Kepada Allah swt)
Taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah swt merupakan antara tujuan
utama para sufi dan ahli tariqah. Ini diupayakan dengan beberapa cara yang tersendiri.
Cara-cara tersebut dilaksanakan di samping perlaksanaan dan upaya mengingat Allah
(zikir) secara terus-menerus, sehingga sampai tidak sedetik pun seorang salik itu lupa
kepada Allah swt. Antara cara yang biasanya dilakukan oleh para pengikut tariqah untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih berkesan ialah:

Tawassul & Wasilah


Tawassul dan Wasilah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah yang biasa

dilakukan di dalam tariqah adalah suatu cara (wasilah) agar pendekatan diri kepada
Allah swt dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Di antara bentuk-bentuk Tawassul
yang biasa dilakukan adalah menghadiahkan bacaan Al-Fatihah kepada Syeikh yang
memiliki silsilah tariqah yang diikutinya sejak Nabi Muhammad saw sampai kepada
mursyid yang mengajar zikir kepadanya45.

Muraqabah (Pengawasan)
Muraqabah ialah duduk bertafakkur atau mengheningkan perbuatan dengan

penuh kesungguhan hati, dengan seolah-olah berhadapan dengan Allah swt.


44 Drs. H.Ahmad Bangun Nasution, M.A dan Dra. Hj. Rayani Hanum Siregar, M.H, Akhlak
Tasawuf, Jakarta, PT Rajagrafindo persada, 2013. hlm 77

45 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Grop) 2013,
hlm 153

Page | 29

Meyakinkan diri bahwa Allah swt senantiasa mengawasi dan memerhatikannya.


Sehingga dengan latihan Muraqabah ini, seorang salik memiliki nilai Ihsan yang baik,
dan akan dapat merasakan kehadiran Allah swt di mana sahaja dan pada setiap masa.
Khalwat & Uzlah (Mengasingkan Diri) Khalwat atau uzlah adalah mengasingkan diri
dari hiruk pikuk urusan duniawi. Sebahagian tariqah tidak mengajarkan Khalwat ini
dalam keadaan fizikal, karena mengikut golongan ini khalwat cukup dilakukan
menerusi kehadiran hati (Khalwat Qalb). Sedangkan sebagian tariqah yang lain,
mengajarkan Khalwat atau Uzlah secara fizikal, sebagai pengajaran untuk membawa
penuntutnya dapat melakukan Khalwat Qalb. Ajaran tentang khalwat ini dilaksanakan
dengan mengambil iktibar dari amalan Rasulullah saw pada menjelang masa
pengangkatan kenabiannya. Dalam perlaksanaan Khalwat ini diisi dengan berbagai
Mujahadah demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam tradisi sebagian tariqah di
rantau Nusantara ini, Khalwat ini lebih dikenali dengan Suluk46.
3. Tujuan lain-lainnya
Tariqah sebagai kumpulan yang menghimpunkan para calon sufi
atau Salik, yang kebanyakannya terdiri dari masyarakat awam dan
kedudukan mereka itu berperingkat Mubtadiin (permulaan), maka
dalam tariqah terdapat amalan-amalan yang menyesuaikan kepada
keadaan masyarakat awam. Amalan-amalan tersebut bertujuan
mengharapkan

sesuatu

imbalan

ataupun

pertolongan

dalam

melaksanakan tujuan pengamalan tersebut. Kadang kalanya amalanamalan inilah yang biasanya memenuhi masa ruang para Salik. Di
antara amalan-amalan tersebut ialah :

Wirid
Wirid adalah suatu amalan yang harus dilaksanakan secara

istiqamah (berterusan), pada waktu-waktu yang khusus seperti setiap


selesai mengerjakan sembahyang atau pada waktu-waktu tertentu
46 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Grop) 2013,
hlm 156

Page | 30

yang lain. Wirid ini biasanya berupa potongan-potongan ayat, selawat


atau pun nama-nama Allah. Perbezaannya dengan zikir adalah kalau
zikir itu diijazahkan oleh seorang Mursyid dalam proses Baiah atau
Talqin

atau

Hirqah.

Sedangkan

wirid

tidak

semestinya

harus

diijazahkan oleh seorang Mursyid dan tidak diberikan dalam suatu


proses perjanjian (baiat). Sedangkan dari sudut tujuan juga memiliki
perbezaan antara keduanya. Zikir hanya dilakukan satu-satunya
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, sedangkan wirid biasa
dikerjakan

untuk

kepentingan-kepentingan

tertentu

yang

lain,

umpama memohon keberkahan rezeki, pertolongan dan sebagainya47.

Ratib
Ratib

adalah

amalan

yang

harus

diwiridkan

oleh

para

pengamalnya. Tetapi Ratib ini merupakan kumpulan dari beberapa


potongan ayat atau surah-surah pendek yang
digabungkan dengan bacaan-bacaan lain seperti Istighfar, Tasbih,
Selawat, Asmaul Husna, Kalimah Thayyibah dalam

suatu

jumlah

yang telah ditentukan dalam pengamalan yang khusus. Ratib ini


biasanya disusun oleh seorang mursyid besardan diberikan secara
ijazah kepada para muridnya. Ratib ini juga biasa diamalkan oleh
seorang dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan rohani dan
merupakan wasilah (perantaraan) dalam doa untuk kepentingan
hajat-hajat yang khusus48.

Hizib
Hizib

adalah

suatu

doa

yang

panjang,

dengan

susunan

perkataan dan bahasa yang indah disusun oleh seorang sufi besar.
47 Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Pengerbit Erlangga , 2006 hlm
241

48 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Grop) 2013,
hlm 104

Page | 31

Hizib ini biasanya merupakan doa pelindung bagi seorang sufi yang
juga diberikan kepada muridnya secara ijazah. Hizib diyakini oleh
kebanyakan masyarakat Islam sebagai amalan yang dimiliki daya
yang sangat besar terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu
ghaib dan kesaktian.

Manaqib
Manaqib sebenarnya adalah biografi seorang sufi besar atau

wali Allah seperti As-Syeikh Abdul Qadir Jailani dan Syeikh Bahauddin
An-Naqsyabandi. Diyakini

oleh

para

pengamal tariqah sebagai

mempunyai suatu kekuatan rohani dan barakah. Bacaan Manaqib ini


seringkali dijadikan sebagai amalan, terutama untuk mengingati
sejarah dan perjuangan para waliyullah dan untuk tujuan terkabulnya
segala hajat- hajat yang baik dan khusus49.
Secara rumusan, pokok dari semua Tariqah itu ada lima :
Pertama

Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan


perlaksanaan segala perintah-perintah syara.
Kedua

Mendampingi guru-guru dan teman setariqah untuk melihat


bagaimana cara melakukan sesuatu ibadah.
Ketiga

Meninggalkan segala Rukhsah dan Tawil untuk menjaga dan


memelihara kesempurnaan amal.
Keempat

Menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisikannya


dengan segala wirid dan doa guna kekhusyukan dan kehadiran
jiwa.

49 Abu Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008 hlm
119

Page | 32

Kelima

Mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu


dan supaya diri itu terjaga daripada kesal50.

D. Aliran-Aliran Tarekat dalam Islam


1. Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah

adalah

nama

tarekat

yang

diambil

dari

nama

pendirinya, Abd Al-Qadir Jailani, yang terkenal dengan sebutan


SyekhAbd Qadir Al-Jailani atau quthb al-awlia. Tarekat ini menempati
posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena
tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga
cikal bakal munculnya berbagai macam tarekat di dunia Islam51.
2. Tarekat Syadziliyah
Pendirinya yakni Abu Al-Hasan Asy-Syadzili. Selanjutnya, nama
tarekat ini dinisbatka kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai
ciri khusus yang berbeda dengan tarekat lainnya . Ia merupakan tariqah
yang silsilahnya sambung menyambung sampai kepada Hassan Bin Ali Bin Abi Thalib
r.a dan terus sampai kepada Rasulullah saw. Menurut kitab-kitabnya, Tariqah
Syaziliyyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat kepada Syeikh tariqah, kecuali
mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara segala ibadahibadah sunnah semampunya, zikir kepada tuhan sebanyak mungkin, sekurangkurangnya seribu kali sehari semalam, istighfar sebanyak seratus kali sehari semalam,
serta beberapa zikir yang lain. Kitab Syaziliyyah meringkaskan sebanyak dua puluh
adab, lima sebelum memulakan zikir. Dua belas dalam mengucapkan zikir dan tiga
sudah dzikir52.
3. Tarekat Naqsabandiyah
50 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Grop) 2013,
hlm 102

51 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 211

Page | 33

Didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awasi AlBukhari di Turkistan. Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dampak dan
pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai
wilayah yang berbeda-beda. Ciri menonjol tarekat

Naqsabandiyah

adalah: Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam


beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari,
dan lebih menyukai berdzikir di dalam hati. Kedua, uapaya yang
serius dalam mempengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan
penguasa serta mendekati negara pada agama.
4. Tarekat Tijaniyah
Didirikan oleh syekh

Ahmad bin Muhammad At-Tijani yang

mahir diAin Madi, Aljazair Selatan.Al-Tijani diyakini oleh pengikutnya


sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi dan memiliki
banyak keramatt karena didukung oleh faktor geneologis, tradisi
keluarga, dan proses penempaan dirinya. Bentuk amalan tarekat
Tijaniyah. Pertama, Wirid wijabah, yakni wirid-wirid yang wajib
diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah, kedua, wirid ihktiyariyah, yakni
wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk diamalkan
dan

tidak

menjadi

ukuran

sah

atau

tidaknya

menjadi

murid

Tijaniyah53.
5. Tarekat Sammaniyah
Didirikan oleh Muhammad binAbd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafii
As-Samman. Sammaniya adalah tarekat yang pertama mendapat
pengikut massal di Nusantara. Hal menarik dari tarekat ini yang
52 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 212

53 Abu Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Tasawuf Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008 hlm
297

Page | 34

menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan
syatahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan syariat.
Syekh Samman adalah seorang sufi yang telah menggabungkan
antara syariat dan tarekat54.
2.3 Tokoh-Tokoh Ahli Suf
a. Ibn Arabi
Nama lengkap Ibn Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad
bin Abdullah ath-Thai al Haitami. Beliau lahir pada tahun 560 H.
(1163 M) di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol. Dari keluarga yang
berpangkat, hartawan, dan ilmuwan. Tahun 620 H, ia tinggal di Hijaz
dan meninggal disana pada tahun 638 H.
Pada usia delapan tahun yaitu tahun 568 H / 1172 M Ibnu Arabi meninggalkan
kota kelahirannya dan berangkat menuju kota Lisabon. Di kota ini ia

menerima

pendidikan agama Islam pertamanya, yang berupa membaca al-Quran dan mempelajari
hukum-hukum Islam dari gurunya, Syekh Abu Bakr Ibnu Khallaf. Kemudian ia pindah
kekota Sevilla yang waktu itu merupakan pusat para sufi Spanyol, ia tinggal dan
menetap disana selama 30 tahun.
Diantara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makkiyah yang ditulis
pada tahun 1201 tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah
Tarjuman Al-Asywaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaan dan
kepintarann seorang gadis cantik dari keluarga seorang sufi di persia. Karya lainnya,
sebagaimana dilaporkan oleh Muolvi, adalah Masyahid Al-Ashar, MathaliAl-Anwar AlIlahiyyah, Hilyat Al-Abdal, Kimiya As-Saadat, Muhadharat Al-Abrar, Kitab AlAkhlaq, Majmu Ar-Rasail Al-Ilahiyyah55, dan beberapa karya lainnya.
Ajaran Tasawuf Ibn Arabi adalah tentang wahdat al-wujud (kesatuan wujud).
Meskipun demikian, istilah wahdat al-wujud yang dipakai untuk menyebut ajarannya
54 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 216

55 Maolavi S.A.Q.Husaini, Ibn Al-Arabi. Muhammad Ashraf, Lahore,t.t hlm 34-36

Page | 35

itu, tidaklah berasal dari dia, tetapi berasal dari Ibn Taimiyah, tokoh yang paling keras
dan mengecam dan mengkritik ajaran sentral tersebut setidak-tidaknya, Ibn Taimiyah
yang telah berjasa dalam memopulerkannya ke tengah masyarakat Islam, meskipun
tujuannya negatif. Menurut Ibn Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan Tuhan
dengan alam. Menurut penjelasannya, orang-orang yang mempunyai paham wahdat alwujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang
dimiliki oleh Khaliq juga mumkin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk56.
Menurut Ibn Arabi, wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk
pada hakikatnya adalah wujud Khaliq pula. Tidak ada perbedaan antara keduanya dari
segi hakikat. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat
alam. Ibn Arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dengan alam. Menurutnya, alam
adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki dan alam tidak mempunyai
wujud sebenarnnya. Oleh karena itu, alam merupakan tempat tajali dan mazhar
(penampakan) Tuhan. Ketika Allah menciptakan alam ini, ia juga memberikan sifat-sifat
ketuhan pada segala sesuatu. Alam ini seperti cermin yang buram dan seperti badan
yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, Allah menciptakan manusia untuk memperjelas
cermin itu.
Dari konsep wahdat al-wujud Ibn Arabi, muncul lagi dua konsep yang sekaligus
merupakan lanjutan atau cabang dari konsep wahdat al-wujud, yaitu konsep al-hakikat
al-muhammadiyah dan konsep wahdat al-adyan (kesamaan agama)57.
b. Al-Jili
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada tahun
1365 M. di Jilan (Gilan), sebuah provinsi di sebelah selatan Kaspia dan wafat pada
tahun 1417 M. Ia adalah seorang sufi yang terkenal di Bagdad. Riwayat hidupnya tidak
banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia
56 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Group) 2013,
hlm 132

57 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 182

Page | 36

pernah melakukan perjalanan ke India tahun 1387 M, kemudia belajar tasawuf dibawah
bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat Qadiriyah
yang sangat terkenal.
Ajaran Tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham Insan Kamil (manusia
sempurna). Menurut Al-Jili, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuha, seperti
disebutkan dalam hadist: Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang Maharahman.
sebagaimana diketahui, Tuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai, mampu
berkehendak, mendengar dan sebagainya. Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat
seperti itu.
Sebagai seorang sufi, Al-Jili dengan membawa filsafat Insan Kamil merumuskan
beberapan maqam yang ahrus dilalui seorang sufi, yang menurut istilahnya ia disebut almartabah (jenjang atau tingkat). Tingkat-tingkatan itu adalah:
Islam
Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam pemahaman kaum sufi
tidak hanya dilakukan secara ritual saja, tetapi harus dipahami dan dirasakan
lebih dalam.
Iman
Yakni membenarkan dengan sepennuh keyakinan akan rukun iman, dan
melaksanakan dasar-dasar Islam. Iman merupakan tangga pertama untuk
mengungkap tabir alam gaib, dan alat yang membantu seseorang mencapai
tingkat yang lebih tinggi.
Shalah
Yakni dengan maqam ini, seorang sufi mencapai tingkat ibadah yang terus
menerus kepada Allah dengan penuh perasaan khauf dan raja. Tujuan ibadah ini
adalah mencapai nuqthah ilahiah pada lubuk hati sang hamba.
Ihsan
Yakni maqam ini menunjukkan bahw seorang sufi telah mencapai tingkat
menyaksikan efek nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa
seakan-akan bberadda di hadapan-Nya.
Syuhada

Page | 37

Seorang sufi dalam tingkatan ini telah mencapai iradah yang mencirikan,
mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, menngingat-Nya secara terus menerus,
dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
Shiddiqiyah
Istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat yang makrifat yang
diperoleh secara bertahap dari ilmu al-yaqin, ain al-yaqin, sampai haqq alyaqin.
Qurbah
Tingkatan ini yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam
sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan58.
c. Imam Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu
Muhammad bin Muhammad bin Taus Ath-Thusi Asy-Syafii Al-Ghazali, secara singkat
dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan,
Iran, pada tahun 450 H/1058 M, tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih
kekuasaan di Bagdad.
Ayah Al-Ghazali adalah seorang miskin pemintal kain wol yang taat, sangat
menyenangi ulama, dan sering aktif menghadiri majelis-majelis pengajian. Ketika
menjelang wafatnya, ayahnya menitipkan Al-Ghazali dan adiknya bernama Ahmad
kepada seorang sufi. Ia menitipkan sedikit harta kepada sufi itu seraya berkata dalam
wasiatnya: Aku menyesal sekali karena aku tidak belajar menulis, aku berharap
mendapatkan apa yang tidak kudapatkan itu melalui dua putraku ini). Sang sufi
menjalankan isi wasiat itu dengan cara medidik dan mengajar keduanya.
Selanjutnya sufi menitipkan keduanya di madrasah untuk belajar sekaligus
menyambung hidup mereka. Di madrasah tersebut, Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqh
kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian ia memasuki sekolah tinggi
Nizhamiyah di Naisabur, dan disinilah ia berguru kepada Imam Haramain hingga
menguasai ilmu mantiq, ilmu kalam, fiqh-ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan retorika
58 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 190

Page | 38

perdebatan. Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau
karya imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah59 :
Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan
berisi masalah-masalah filsafah. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi)
buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan.
Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras. Miyar al
ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
Ihya ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini
merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindahpindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf
dan filsafat. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan
sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya
terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
Al-maarif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional). Miskyat al anwar (lampu
yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf. Minhaj al
abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan). Al iqtishad fi al itiqod (moderisasi
dalam aqidah).
Ajaran tasawuf Al-Ghazali, tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah
Nabi ditambah dengan doktrin Ahlussunnah wal Jamaah. Dari paham tasawufnya itu, ia
menjauhkan semua kecendrungan yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte
Ismailiyyah, aliran Syiah, Ikhwan Ash-Shafa dan lain-lainnya. Al-Ghazali menjadikan
59 Dr.H.M. Jamil, MA, Akhlak Tasawuf, Ciputat: Referensi (Gaung Persada Press Group) 2013,
hlm 111

Page | 39

tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa, sehingga sampai kepada
makrifat yang membantu menciptakan (Saadah)60.
d. Rabiyatul Adawiyah
Rabiah adalah anak keempat dari empat saudara. Semuanya
perempuan. Ayahnya menamakan Rabiah, yang artinya empat, tak
lain karena ia merupakan anak keempat dari keempat saudaranya itu.
Pernah suatu ketika ayahnya berdoa agar ia dikaruniai seorang anak
laki-laki. Keinginan untuk memperoleh anak laki-laki ini disebabkan
karena keluarga Rabiah bukanlah termasuk keluarga yang kaya raya,
tapi sebaliknya hidup serba kekurangan dan penuh penderitaan.
Setiap hari ayahnya kerap memeras keringat untuk menghidupi
keluarganya, sementara anak-anaknya saat itu masih terbilang kecilkecil. Apalagi dengan kehadiran Rabiah, beban penderitaan ayahnya
pun dirasakan semakin bertambah berat, sehingga bila kelak
dikaruniai anak laki-laki, diharapkan beban penderitaan itu akan
berkurang karena anak laki-laki bisa melindungi seluruh keluarganya.
Atau

paling

tidak

bisa

membantu

ayahnya

untuk

mencari

penghidupan.
Rabiah memang tidak mewarisi karya-karya sufistik, termasuk
syair-syair Cinta Ilahinya yang kerap ia senandungkan. Namun
begitu, Syair-syair sufistiknya justru banyak dikutip oleh para penulis
biografi Rabiah, antara lain J. Shibt Ibnul Jauzi (w. 1257 M) dengan
karyanya Mirat az-Zaman (Cermin Abad Ini), Ibnu Khallikan (w. 1282
M) dengan karyanya Wafayatul Ayan (Obituari Para Orang Besar),
YafiI asy-Syafii (w. 1367 M) dengan karyanya Raudl ar-Riyahin fi
Hikayat ash-Shalihin (Kebun Semerbak dalam Kehidupan Para Orang
60 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 146

Page | 40

Saleh), dan Fariduddin Aththar (w. 1230 M) dengan karyanya Tadzkirat


al-Auliya (Memoar Para Wali).
Ajaran tasawuf Rabiah berdasarkan Mahabbah (Cinta kepada
Allah). Sikap dan pandangan Rabiah al-Adawiyah tentang cinta
dipahami dari kata-katanya, baik yang langsung maupun yang
disandarkan kepadanya. Cinta Rabiah kepada Allah begitu mendalam
dan memenuhi seluruh lebung hatinya, sehingga membuatnya hadir
bersama Tuhan61.
e. Hasan Al-Bashri
Nama lengkapnya Hasan Bin Abil Hasan Al Basri, ia dilahirkan di Madinah
pada tahun terakhir dari kekhalifaan Umar bin Khattab pada tahun 21 H. Keluarganya
berasal dari misan, suatu desa yang terletak antara basrah dan wasith. Kemudian
mereka pindah ke Madinah. Hasan Al-Bashri terkenal dengan keilmuannya yang sangat
dalam. Tak heran kalau ia menjadi imam di Bashrah secara khusus dan daerah-daerah
lainnya secara umum. Ia dikenal sebagai seorang yang wara dan berani dalam
memperjuangkan kebenaran. Diantara karyanya berisi kecaman terhadap aliran kalam
Qadariyyah dan tafsir-tafsir Al-Quran.
Ajaran Tasawuf Hasan Basri Abu Nain Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan
tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut, takut (khauf) dan pengharapan (raja) tidak
akan dirundung kemuraman dan keluhan ; tidak pernah tidur senang karena selalu
mengingat Allah. pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang
untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan perintah
Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Syarani pernah berkata, demikian takutnya,
sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuk ia (Hasan AlBashri). Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan AlBashri seperti ini.
61 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 150

Page | 41

Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa
tentran yang menimbulkan perasaan takut.

Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan


perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah
darinya. Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan
hatinya bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan
dengan penderitaan yang tidak akan ditanggungnya.

tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk


mengerjakannya. Menyesal ataas perbuatan jahat menyebabkan kita
bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana betapapun
banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya.
Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.

dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali
ditinggalkan mati suaminya.

orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari
karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah
lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan
mengancam.

hendaklah

setiap

orang

sadar

akan

kematian

yang

senantiasa

mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih


janjinya.Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal saleh62.

62 Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag , Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia. 2014 hlm. 122

Page | 42

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:

Page | 43

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwasannya Tasawuf adalah


kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada mal
Shalih dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari
keduniaan

dalam

rangka

pendekatan

diri

kepada

Allah

untuk

mendapatkan perasaan berhubungan erat denganNya. Sementara


Thariqat adalah jalan yang ditempuh para sufi untuk dapat dekat
dengan Allah. Hubungan antara tasawuf dengan thariqat yakni usaha
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat
mungkin,

melalui

jalan

atau

perintah

yang

telah

ditetapkan

(Beribadah). Telah banyak tokoh-tokoh sufi yang ada, misalnya AlGhazali, Hasan Al-Bashri, Rabiatul Al-Adawiyah dan tokoh lainnya,
dapat jadikan contoh untuk senantiasa berupaya mendekatkan diri
kepadaNya, dengan mengharapkan keridhoanNya. Dengan begitu kita
sebagai hambaNya senantiasa merasakan kehadiranNya bersama
dalam diri kita. Sehingga kita dapat menyadari sesungguhnya dunia
dan alam semesta ini hanya tempat persinggahan sementara, nanti
setelah tiba waktu yang dikehendakiNya dunia beserta alam semesta
akan kembali kepadaNya.
Saran: Sebagai penulis kami sadar bahwa apa yang kami tulis masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu, kami mohon kepada para pembaca agar dapat
memberikan saran-saranya demi terlahirnya karya-karya yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

1. Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf. Jakarta :


Penerbit Erlangga, 2006.
2. Al-Taftazani, Abu WafaAl Ghanimi. Tasawuf Islam telaah
historis dann perkembangannya. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2008.
3. Muhyidin, Mohd. Said dan Asep. Tasawuf: Pengertian, Sejarah
Lahir dan Perkembangannya. Jakarta : IAIN Syarif Hidayatullah, 1996.

Page | 44

4. Prof. Dr.M.Solihi M.Ag dan Prof.Dr.Rosihon Anwar, M.Ag.


Ilmu Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia, 2014.
5. RI, Kementrian Agama. Al-Qur'an Karim. Bandung : Insan, 2012.
6. Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo, 1996.
7. Nasution, Drs. H. Ahmad Bangun. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT
Rajagrafindo Persad, 2013.
8. Al-Faruqi, Ismail R. Al-Faruqi dan Lois Lamya. Atlas Budaya
Islam. Bandung : Mizan, 2000.
9. Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya : Bina
Ilmu, 1997.
10. Luis Makhluf, Al-Munjid f Al-Lughat wa Al-Alam, Dar AlMasyriq, Beirut, 1986. Al-Munjit fi Al-Lughat wa Al-A'lam. Beirut :
Dar Al-Masyriq, 1986.
11. Atjeh, Aboe Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Solo :
Ramadhani, 1984.
12. Schimel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Supardi
Djoko Damono dkk. Jakarta : Pustaka Firdaus, 1986.
13. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid II.
Jakarta : UIN Press, 1986.
14. Nasution, Yasir. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta : Rajawali
Press, 1998.

Page | 45

Vous aimerez peut-être aussi