Vous êtes sur la page 1sur 21

1.

DEFINISI
Luka adalah

keadaan

hilang/terputusnya

kontinuitas

jaringan

Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang


mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan
dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan
tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan
(Mansjoer, 2001)
2. ETIOLOGI
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang
memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka
bacok, dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat

exhaustion primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke,


sun stroke, dan heat cramps.
Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin

diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,


Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
Radiasi

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan
infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana
luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada
kontak

dengan

traktus

genitourinarius.

tersebut

tetap

orofaring,
dalam

traktus

Dengan

respiratorius
demikian

keadaan

terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.

bersih.

maupun

kondisi

luka

Kemungkinan

Luka bersih terkontaminasi


Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana
saluran

pernafasan,

saluran

pencernaan

dan

saluran

perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan


luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3%

11%.
Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi
spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran
kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat
ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan
(luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.

Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.


Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka

kecelakaan

yang

mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi


seperti

cairan

pembedahan

purulen.

yang

Luka

sangat

ini

bisa

sebagai

terkontaminasi.

Bentuk

seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.


b. Berdasarkan penyebab
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan

akibat
luka

dalam

jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler dan vena

yang disebabkan oleh kekerasan tumpul


Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis

akibat

bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau


runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik
seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan
benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya
minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk
kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat
dalam tubuh. Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet
dibedakan dalam jenis:
Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser
lapisan permukaan kulit

Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)


Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit
dengan permukaan badan yang kasar dengan arah
kekerasan sejajar/ miring terhadap kulit
Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda

tumpul secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.


Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang
camping biasanya karena tarikan atau goresan benda
tumpul.

Luka

ini

dapat

kita

jumpai

pada

kejadian

kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan


dan

kotor,

kedalaman

luka

bisa

menembus

lapisan

mukosa hingga lapisan otot.


2) Luka akibat kekerasan setengah tajam
Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan
memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi
hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga
menyesuaikan gigitan hewan tersebut
3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka
berupa
biasanya

garis

lurus

dijumpai

dan
pada

beraturan.
aktifitas

Vulnus

sehari-hari

scissum
seperti

terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ),

dimana bentuk luka teratur


Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya

kedalaman

luka lebih

dari pada lebarnya.

Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot,


tusukan

paku

dan

benda-benda

tajam

lainnya.

Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam


dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas
maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki

bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka


yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya
juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan
mukosa
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda
tajam ( 50 % ) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk,
trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu lintas, trauma
arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
a. Derajat

adalah

robekan

adviticia

dan

media,

tanpa

menembus dinding.
b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga
terluka dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
c. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran
klinis menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan
mengalami vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke
jaringan karen elastisitasnya.
(Mansjoer,2001).
4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen
tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan
dan

contur

terjadi

seperti:

rotasi

pemendekan

tulang,

penekanan tulang.
Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan
ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan

fraktur
Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
Tenderness/keempukan
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang

berdekatan.
Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
Pergerakan abnormal
Krepitasi
(Black, 2003).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien


dengan luka bakar mengalami kehilangan volume

Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan


dapat

dijumpai

hipoprototrombinemia,

trombositopenia,

hipofibrinogemia, dan anemia

Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar


mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K
pump

Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis


metabolisme dan kehilanga protein

Faal hati dan ginjal

CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang

ke dalam

cairan, penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal,


leukositosis, RBC yang rusak

Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan


alkali phosphate

Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia

Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru,


inhalas asap dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada
pasien vulnus morsum biasanya terdapat emboli paru/edema
paru

ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

(Mansjoer,2001).
6. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
7. KOMPLIKASI
Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya

nadi,

CRT

menurun,

cyanosis

bagian

distal,

hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang

disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan

posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.


Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah


Infeksi
Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi
Kontraktur
Hipertropi jaringan parut
(Mansjoer,2001).
8. PENYEMBUHAN LUKA
a. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat

macam

tipe

penyembuhan

luka,

dimana

pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang


hilang.

1)

Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu


penyembuhan

yang

terjadi

segera

setelah

diusahakan

bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.

2)

Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder)


yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe
ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan
hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan
terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya
tetap terbuka.

3)

Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu


luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah
tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka
dipertautkan

(4-7

hari).

Luka

ini

merupakan

tipe

penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2001).


b. Fase Penyembuhan Luka
Proses

penyembuhan

luka memiliki

3 fase

yaitu

fase

inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase

yang lain merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat


dipisahkan.
-

Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut
sampai

hari.

Inflamasi

berfungsi

untuk

mengontrol

perdarahan, mencegah invasi bakteri, menghilangkan debris


dari

jaringan

yang

luka

dan

mempersiapkan

proses

penyembuhan lanjutan.
-

Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu.
Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar
dalam fase proliferasi.

Fase Maturasi

Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat


berlangsung sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda
radang sudah hilang. Dalam fase ini terdapat remodeling luka
yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen,
pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka
(Mansjoer,2001).
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan
kompleks

dan

luka

merupakan

dinamis karena

suatu

merupakan

proses
suatu

yang

kegiatan

bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan.


Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi

yang

bersifat

lokal

saja

pada

luka,

namun

dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik


-

Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat


berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi : usia,
status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan,
status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).

Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar


penderita

yang

dapat

berpengaruh

dalam

proses

penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi, stres


psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan

d. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi

dan

penyembuhan

luka

timbul

dalam

manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul


dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatan
pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan
juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi
hipertropik scar dan juga infeksi luka
e. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap
yang

dilakukan

yaitu

evaluasi

luka,

tindakan

antiseptik,

pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,


pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik
(lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit.


Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya
digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam
2 menit).

Halogen dan senyawanya


a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat,
berspektrum

luas

dan

dalam

konsentrasi

2%

membunuh spora dalam 2-3 jam

b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine),


merupakan

kompleks

yodium

dengan

polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah


dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak
menguap.

c) Yodoform,

sudah

jarang

digunakan.

biasanya untuk antiseptik borok.

Penggunaan

d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan


senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid,
tidak

berwarna,

mudah

larut

dalam

air,

tidak

merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak


menusuk hidung.
Oksidansia
Kalium

permanganat,

bersifat

bakterisid

dan

funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.


Perhidrol

(Peroksida air,

H2O2),

berkhasiat untuk

mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh


kuman anaerob
Logam berat dan garamnya
Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat

pertumbuhan bakteri dan jamur.


Merkurokrom

(obat

merah)dalam

larutan

5-10%.

Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya


luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi
3%).
Derivat fenol
Trinitrofenol

(asam

pikrat),

kegunaannya

sebagai

antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi


dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci
tangan.

Basa

ammonium

kuartener,

disebut

juga

etakridin

(rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk


berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya
sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi
luka terinfeksi (Mansjoer, 2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang
perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan
teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang
tidak

tepat

akan

menghambat

pertumbuhan

jaringan

sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan


biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka
harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan
pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu
Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%.
Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non
toksik

dan

tidak

mempunyai

mahal.

komposisi

NaCl

natrium

dalam
klorida

setiap

liternya

9,0

dengan

osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na + 154


mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (ISO Indonesia,2000).
c. Pembersihan Luka
Tujuan

dilakukannya

pembersihan

meningkatkan,

memperbaiki

penyembuhan

luka;

dan

luka

adalah

mempercepat

proses

terjadinya

infeksi;

diperhatikan

dalam

menghindari

membuang jaringan nekrosis dan debris.


Beberapa

langkah

yang

harus

pembersihan luka yaitu :


i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua
jaringan mati.
iii. Berikan antiseptik
iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan
pemberian anastesi lokal
v. Bila perlu lakukan penutupan luka
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka
yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas
sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f.

Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka


sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan
berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang
mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu
diberikan antibiotik.
9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
FOKUS PENGKAJIAN
Doenges (2000, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien
dengan vulnus laseratum di perlukan data-data sebagai berikut:
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan
keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing,
nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.
6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.


Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
7. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan
b. Kerusakan integritas jaringan
c. Resiko syok
d. Resiko infeksi
TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri terkontrol
KH: Melaporkan nyeri terkontrol/ berkurang, ekspresi wajah rileks,
mampu menggunakan tehnik relaksasi
Intervensi
Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu,

Rasional
Nyeri cenderung membuat TD,

Nadi,RR)
Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi,

suhu,nadi, dan RR meningkat


Pengkajian berkelanjutan

karateristik, durasi, frekuensi, dan

membatu meyakinkan bahwa

identifikasi

faktor

memperberat
nyeri
Berikan

dan

tindakan

yang penanganan dalam memenuhi

menurunkan kebutuhan pasien dalam


kenyamanan

mengurangi nyeri
Menurunkan ketegangan otot

dasar (mis pijatan pada erea yang


tidak sakit)
Ajarkan tehnik relaksasi (mis nafas

Memfokuskan kembali perhatian,

dalam)

meningkatkan relaksasi, dan


meningkatkan rasa control yang
dapat menurunkan

Berikan

obat

indikasi.

Pantau

yang

tidk

analgesik
adanya

diinginkan

sesuai

ketergantungan farmakologis
Membantu menurunkan intensitas

reaksi

nyeri. Untuk menentukan

terhadap

keefektifan obat

obat
Diagnos 2 : kerusakan integritas jaringan

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam


kerusakan integritas jaringan pasien teratasi
KH:

Perfusi jaringan normal

Tidak ada tanda-tanda infeksi

Ketebalan dan tekstur jaringan normal

Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit


dan mencegah terjadinya cidera berulang

Mobilisasi

Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi
pasien (ubah

Rasional
posisi

pasien) setiap dua jam sekali


Monitor
kulit
akan
adanya
kemerahan
Monitor aktivitas

dan

Memeriksa adanya kemungkinan

infeksi berlanjut
mobilitas Mobilitas yang terlalu berlebihan

klien

akan menghambat penyembuhan

Observasi luka : lokasi, dimensi,

luka
Menunjukkan perkembangan luka

kedalaman

luka, dan keefektifan terapi serta

karakteristik,warna
granulasi,

cairan, kemungkinan infeksi berlanjut

jaringan

nekrotik,

tanda-tanda infeksi lokal, formasi


traktus
Periksa luka secara teratur, catat

Pengenalan akan adanya proses

karateristiknya

kegagalan

Berikan penguatan pada balutan

perkembangannya
Melindungi luka dari

penyembhan

luka/

perlukaan

awal/ penggantian sesuai indikasi


mekanis dan kontaminasi
Pastikan daerah luka kering dan Merangsang proses penyembuhan
bersih dan berikan rangsangan
peningkatan

sirkulsi

ke

luka secara alami

daerah

sekitar luka
Tingkatkan hidrasi adekuat

Untuk

Monitor status nutrisi pasien

cariran via transepidermal


Nutrisi juga menentukan tingkat

mencegah

kehilangan

masa penyembuhan luka

kolaborasi

diet

TKTP

pemberian vitamin
Ajarkan pada keluarga

dan Mempercepat

tingkat

penyembuhan luka
tentang Memandirikan keluarga

luka dan perawatan luka

dalam

intervensi

pasien

keperawatan

pasien jika nanti sudah pulang


Berikan posisi yang mengurangi Menghindari
komplikasi
lebih
tekanan pada luka

lanjut

Diagnos 3 : resiko syok


Tujuan: dalam 2x60 menit resiko syok tidak terjadi
KH: suhu normal 36,5-37,5c, tidak terjadi hipotensi akut (TD normal),
perdarahan berhasil di atasi, pasien mulai tenang
Intervensi
Monitor keadaan umum pasien.

Rasional
Untuk memantau kondisi pasien
selama masa perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Dengan memonitor keadaan
umum pasien, perawat dapat
segera me-ngetahui jika terjadi
tanda-tanda pre syok/syok
sehingga dapat se-gera di tangani.

Observasi tanda-tanda vital

Tanda vital dalam batas normal

tiap

menandakan keadaan umum

2-3 jam.

pasien baik, perawat perlu terus


mengob-servasi tanda-tanda vital
selama pasien mengalami
perdarahan un-tuk memastikan
Monitor tanda-tanda perdarahan

tidak terjadi pre syok/syok.


Perdarahan yang cepat diketahui
dapat segera diatasi, sehingga
pasi-en tidak sampai ke tahap
syok hi-povolemik akibat

Jelaskan

pada

perdarahan he-bat.
pasien/keluarga Dengan memberi penjelasan &

tentang tanda-tanda perdarahan

me-libatkan keluarga diharapkan

yang mungkin dialami pasien

tan-da-tanda perdarahan dapat


diketa-hui lebih cepat & pasien/

keluarga menjadi kooperatif seAnjurkan pasien/keluarga untuk

lama pasien di rawat.


Keterlibatan keluarga untuk

se-gera melapor jika ada tanda-

segera melaporkan jika terjadi

tanda perdarahan.

perdarahan terhadap pasien


sangat membantu tim perawatan
untuk segera mela-kukan tindakan

Pasang infus, beri terapi cairan in-

yang tepat.
Pemberian cairan intravena sangat

travena jika terjadi perdarahan

diperlukan untuk mengatasi kehi-

(kolaborasi dengan dokter).

langan cairan tubuh yang hebat


yai-tu untuk mengatasi syok
hipovo-lemik. Pemberian infus
dilakukan dengan kolaborasi

Cek Hb, Ht, trombosit (sito).

dokter.
Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang di
alami pasien & untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut

Perhatikan keluhan pasien seperti

terhadap perdarahan tersebut.


Untuk mengetahui seberapa jauh

mata berkunang-kunang, pusing,

pengaruh perdarahan tersebut

lemah, ekstremitas dingin, sesak

pada pasien sehingga tim

nafas.
Berikan tranfusi sesuai dengan

kesehatan le-bih waspada.


Untuk menggantikan volume

program dokter.

darah serta komponen darah yang

Monitor masukan & keluaran,

hilang.
Pengukuran & pencatatan sangat

catat & ukur perdarahan yang

penting untuk mengetahui jumlah

terjadi, produksi urin.

perdarahan yang dialami pasien.


Untuk mengetahui keseimbangan
cairan tubuh. Produksi urin yang
lebih pekat & lebih sedikit dari
normal (sangat sedikit)
menunjukkan pasien kekurangan
cairan & mengalami syok. Hatihati terha-dap perdarahan di

Berikan obat-obatan untuk me-

dalam.
memandirikan

ngatasi perdarahan sesuai dengan

dalam

program dokter.
Berikan terapi oksigen sesuai

pasien jika nanti sudah pulang


Pemberian O2 akan membantu ok-

dengan kebutuhan.

sigenasi jaringan, karena dengan

keluarga

intervensi

pasien

keperawatan

terjadinya perdarahan hebat maka


suplai oksigen ke jaringan
Segera lapor dokter jika tam-pak

terganggu.
Untuk mendapatkan penanganan

tanda-tanda syok hipovolemik &

lebih lanjut sesegera mungkin.

observasi ketat pasien serta


perce-pat tetesan infus sambil
menunggu program dokter
selanjutnya
4. resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Suhu dalam rentang 36,5-37,5 C
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Keadaan luka bersih
Intervensi
1. Monitor

Rasional

tanda

dan

gejala 1.

infeksi sistemik dan lokal

Untuk
menentukan intervensi yang

2. Kaji suhu badan pada pasien

akan dilakukan

neutropenia setiap 4 jam dan 2.


laporkan jika di atas 38,50C

Menget
ahui kenaikan suhu dan

3. Pertahankan teknik aseptif

mencegah keadaan penyakit

4. Batasi pengunjung bila perlu

yang lebih serius

5. Cuci tangan setiap sebelum 3.


dan

sesudah

keperawatan,
anjurkan

tindakan

ajarkan
pasien

dan
untuk 4.

Memper
kecil resiko komplikasi lebih
lanjut
Pengunj

melakukan hal yang sama.

ung yang keluar masuk

6. Gunakan baju, sarung tangan

mempertinggi transmisi bakteri

sebagai alat pelindung


7. Ganti

letak

dressing

IV

Mencegah pemasukan bakteri

perifer

sesuai

dan

dan infeksi/sepsis lebih lanjut

dengan 5.

petunjuk umum
8. Gunakan

tahankan prinsip steril

kateter

intermiten

teknik

steril

dan

pemasangannya

Menghilangkan kontak dengan


kuman penyakit, dan

selama

memandirikan klien dalam

perawatan di RS

perawatan diri

9. Kolaborasi terapi antibiotik

6.

10.Pantau dan laporkan tanda dan


gejala
Kemih),

ISK

Memper

(Infeksi

lakukan

Untuk
upaya meproteksi diri tenaga

Saluran

kesehatan

tindakan 7.

untuk mencegah ISK.

Untuk
mengurangi resiko infeksi lebih

11.Inspeksi kulit dan membran

lanjut

mukosa terhadap kemerahan, 8.


panas, drainase

untuk
menurunkan infeksi kandung

12.Monitor adanya luka

kencing, Mencegah pemasukan

13.Dorong istirahat

bakteri dan infeksi/sepsis lebih

14.Ajarkan pasien dan keluarga

lanjut

tanda dan gejala infeksi

9.

untuk
mengurangi infeksi yang terjadi

10.

ISK

adalah salah satu komplikasi


BPH yang perlu ditangani lebih
lanjut
11.

Kemera

han, panas, kondisi drainase


adalah indicator perkembangan
kondisi infeksi
12.

Bagi

pasien BPH, luka baik dari


pemasangan kateter, tirah
baring, pemasanagan IV perlu

diperhatikan untuk
mengantisipasi komplikasi
infeksi lebih lanjut
13.

Istirahat

yang cukup akan mempercepat


penyembuhan
14.

Meman

dirikan klien dan keluarga


dalam perawatan diri klien

10. PROSES INFLAMASI


Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh
mekanisme yang berbeda :
a. fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
b. reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
c. fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis
(Wilmana, 2007).
Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses
inflamasi yang sudah dikenal ialah:
1. Kemerahan (rubor)

Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah


ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke
tempat cedera (Corwin, 2008).
2. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana
rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang
daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi
di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita
lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).
3. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:
(1) adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi
peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya
pengeluaran zat zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin,
bradikinin yang dapat merangsang saraf saraf perifer di sekitar radang
sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).
4. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang
disebabkan

oleh

terjadinya

peningkatan

permeabilitas

kapiler,

adanya

peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera


sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium
(Corwin, 2008).

5. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena
inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi.
(Wilmana, 2007).
Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang
dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor
kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel
fagosit ke daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah.
Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator
kimiawi tersebut kecuali PG (Wilmana, 2007).

Gambar 1. Pembentukan metabolit asam arakidonat dan peranan dalam


inflamasi. (Sumber : Robbins, 2004)

Daftar Pustaka
Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr.
2010. Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and
Documenting Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media
Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and
Classification. West Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell

Vous aimerez peut-être aussi