Vous êtes sur la page 1sur 7

ABSORBSI ZAT BESI

Zat besi adalah salah satu mikronutrien yang diperlukan dalam tubuh untuk berbagai keperluan :
sebagai komponen pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan
oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolism oksidatif, sintesa DNA,
neurotransmitter, dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi 2,3. Zat besi dalam
tubuh terdapat dalam bentuk besi fungsional (esensial) meliputi 67% dari total zat besi dalam tubuh dan
besi non-fungsional (simpanan) sebesar 33%. Besi fungsional dalam bentuk hemoglobin (65%), besi
pada transferin (0,1%), mioglobin (3,5%), dan enzim (0,2%). Sedang besi non-fungsional terdapat dalam
bentuk ferritin(60-65%) dan hemosiderin (30-35%) 5. Anemia defisiensi zat besi adalah kelainan
hematologik tersering dan meliputi 30% dari populasi global, terutama di Negara berkembang 1,2.
Beberapa faktor penyebab terjadinya anemia defisiensi zat besi adalah suplai zat besi (cadangan
zat besi saat lahir, asupan zat besi, dan absorbs zat besi), kebutuhan zat besi yang meningkat atau
kehilangan zat besi akibat perdarahan 2,6. Untuk mempertahankan keseimbangan positif zat besi pada anak
maka setiap hari harus diabsorbi 1mg zat besi dari usus 1, kisaran kebutuhan adalah 900-1700 g setiap
harinya. Enterosit adalah epitel duodenum yang berperan dalam absorbsi dan transport zat besi3. Dalam
makalah ini akan dibahas mekanisme absorbs zat besi.
REGULASI INTESTINAL ZAT BESI.
Pada individu yang tidak mendapatkan transfuse, maka zat besi bersumber terutama adalah
melalui diet sehari-hari. Bentuknya berupa besi heme dan non-heme. Sembilan puluh persen diet zat besi
kita adalah berbentuk non-heme (Fe 3+ = ferri) dan 10% berbentuk besi heme (Fe 2+)1,4. Sumber zat besi
heme berasal dari hewani seperti daging, ikan, dan hati. Sedangkan zat besi non-heme berasal dari nabati
seperti sereal, sayuran dan buah-buahan 1. Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh faktor intraluminal (dietary
factor) dan faktor ekstraluminal (systemic factor). Faktor intraluminal meliputi jumlah dan jenis (heme/nonheme) zat besi yang dikonsumsi maupun hadirnya zat-zat yang dapat meningkatkan absorbsi zat besi dari
lumen usus (asam amino,vitamin C, monosakarida) atau menghambat absorbsi tersebut (fosfat, fitat, telur,
teh)5. Faktor ekstraluminal meliputi besarnya simpanan besi, aktivitas eritropoesis, kondisi hipoksia,
penyakit kronis, status gizi, dll. Bentuk zat besi yang diabsorbsi paling baik adalah bentuk heme oleh
karena selain telah berbentuk ferro, juga merupakan besi organic yang telah menjadi satu kesatuan
dengan protein.

Zat besi kemudian diabsorbsi di duodenum dan proximal jejunum. Untuk dapat diabsorbsi, bentuk
ferri harus direduksi dahulu ke bentuk ferro. Perubahan dari bentuk ferri ke ferro ini dapat difasilitasi secara
kimiawi (pH yang asam) atau oleh kerja enzim ferrireduktase, yaitu sitokrom B duodenal (CYBRD1 atau
dikenal juga sebagai DCYTB) yang terdapat pada bagian brush border enterocyte. Kerja CYBRD1 ini
diduga menggunakan vitamin C sebagai kofaktornya. Protein lain yang juga diduga sebagai ferrireduktase
yang terdapat pada brush border enterocyte adalah STEAP 4.
Fe2+ (ferro) kemudian memasuki enterocyte melalui DMT1 (Divalent Metalo Transporter 1) dengan
bantuan metal cotransport yang disediakan oleh asam lambung. DMT1 ini terletak di apex enterocyte
(brush border) terutama di proximal duodenum. Absorbsi ini dihambat oleh antasida atau AH2 blocker 4.
Di dalam enterocyte, ferro tersebut memiliki 2 kemungkinan nasib 3,4. Sebagian tetap tinggal dalam
enterocyte dan menjadi cadangan (jadi tidak diabsorbi masuk ke tubuh, bahkan dapat ikut terhanyut ketika
enterocyte meluruh ke dalam lumen usus). Sebagian yang lain melewati membrane basolateral enterocyte
melalui ferroportin. Setelah melalui basal membrane enterocyte, bentuk ferro kemudian dioksidasi kembali
menjadi bentuk ferri oleh enzim ferroksidase (protein ceruloplasmin dan hephaestin, dll) yang terletak pada
basal membrane reduktase, sehingga dapat terangkut oleh transferin ( globulin) menuju ke tempat
pembuatan eritrosit3,4.
REGULASI SELLULER ZAT BESI
Transferin disekresi secara aktif oleh hepatosit. Ia mengangkut zat besi dan membawanya ke sel yang
memiliki receptor transferin spesifik. Receptor transferin klasik (TFR1) terdapat dalam jumlah yang banyak
pada sel-sel yang membelah dengan cepat, limfosit yang teraktivasi dan pada precursor eritroid. TFR1ini
secara selektif mengikat transferin diferrik dan membawanya ke dalam sel melalui mekanisme endositosis.
Di dalam endosome, ferri kemudian direduksi lagi oleh STEAP3 menjadi bentuk ferro sehingga dapat
melewati DMT1 pada permukaan endosome untuk berpindah ke dalam sitoplasma eritroblast. Dari
sitoplasma eritroblast zat besi tersebut harus masuk ke dalam mitokondria untuk sintesa heme. Protein
transmembran yang membantu perpindahan zat besi ini dari sitoplasma ke dalam mitokondria adalah
mitoferrin4.

REGULASI BESI OLEH HEPCIDIN


Hepcidin adalah hormone yang diproduksi oleh hepar yang mengatur homeostasis besi. Hepcidin
disekresi masuk ke sirkulasi dan mengatur penyediaan zat besi melalui melalui mekanisme pengikatan
terhadap ferroportin, baik yang ada pada permukaan enterocyte maupun yang terletak pada permukaan
makrofag. Hal ini dapat menyebabkan terhentinya penyediaan zat besi sehingga terjadi penurunan kadar
besi serum. Produksinya dipengaruhi oleh kondisi hipoksia, eritropoesis inefektif, kadar zat besi, dan
inflamasi4.

BERIKUT ADALAH SKEMA ABSORBSI ZAT BESI

View larger
version
(48K):
[in this
window]
[in a new
window]

Figure 1. Overview of iron homeostasis. The central portion of the figure


depicts the flow of iron into the body (through the small intestine), to
transferrin (Tf), to the major site of utilization (the erythroid bone marrow), to
circulating erythrocytes, to tissue macrophages that phagocytose senescent
erythrocytes and recycle iron (spleen), to storage in hepatocytes, and back to
TF through mobilization of iron stores. Cellular iron transport is described in
detail in the text and shown in schematic form on the outside edges of this
figure. (A) Nonheme iron transport across an intestinal enterocyte. (B)
Erythrophagocytosis and iron recycling in a tissue macrophage. The aqua oval
in the cytoplasm represents a storage depot for ferroportin protein within the
cell. (C) Hepatocyte iron transport, with arrows indicating that neither import
nor export is well understood. (D) Iron uptake through the transferrin cycle in
the erythoblast. Illustration by Kenneth Probst.

View larger
version
(70K):
[in this
window]
[in a new
window]

Figure 2. Hepcidin and hemochromatosis. (A) The activity of hepcidin is


depicted, showing ferroportin as a target both on enterocytes and
macrophages. Hepcidin binds to ferroportin triggering its internalization and
lysosomal degradation. (B) Three classes of hemochromatosis disorders all
affect the hepcidin/ferroportin regulatory axis: Class I, defects in the hepcidin
gene (HAMP) preventing production of functional hepcidin; Class II, defects
in HFE, TFR2, or HFE2 genes preventing normal hepatic regulation of
hepcidin expression; Class III, defects in ferroportin preventing normal
regulation by hepcidin. Illustration by Kenneth Probst.

TUGAS DISKUSI

TAHAP MADYA
MEI 2009

ABSORBSI ZAT BESI

SADIYAH MT

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO
2009
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman., Behrman., Jenson., Stanton., Nelson Textbook of Pediatrics., Saunders Elsevier : 18 th


Ed. 2007.
2. Bambang Permono., Sutaryo., IDG Ugrasena.,dkk., Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak., Ikatan
Dokter Anak Indonesia : Cetakan Kedua, 2006.
3. Roy, Cindy N., Enns,Caroline., Iron Homeostasis : New Tales From The Crypt., Journal of The
American Society of Hematology : vol 96 no 13 pp 4020-4027., Dec 15 th 2000.
4. Andrews, Nancy., Forging a Field : The Golden Age of Iron Biology., Journal of The American
Society of Hematology : vol 112 no 2 pp 219-230., July 15 th 2008.
5. Daud, Dasril., Diktat Kuliah Hematologi-Onkologi Anak.
6. Lokeshwar., Nitin Shah., Approach to A Child With Iron Deficient Anemia., Pediatric Oncall., Child
Health Care., July 2006.

Vous aimerez peut-être aussi