Vous êtes sur la page 1sur 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Menurut
Departement Kesehatan RI 1988).Seperti yang telah di jelaskan tentang
pengertian keluarga di atas, di dalam sebuah keluarga bukan saja terdapat
orang dewasa tetapi ada juga anak-anak. Berbicara tentang keluarga
terdapat berbagai masalah atau penyakit salah satunya adalah penyakit DM.
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolute maupun relative (Waspadji dan Sukardji, 2004:2)
DM saat ini bukan hanya menyerang orang dewasa saja, tetapi sudah
menyerang anak-anak dan remaja. Ironisnya lagi DM pada anak sulit di
deteksi sejak dini bahkan sejak bayi sekalipun.DM pada anak dapat pula
menyebabkan kematian dan dapat juga mengganggu proses tumbuh
kembangnya. Anak yang terkena DM hendaknya menjalani terapi insulin dari
pada mengkonsumsi obat-obatan. Anak yang terkena diabetes ini juga perlu
di jaga pola makannya dan olahraga secara teratur.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
gangguan DM?
2. Bagaimana menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan
gangguan DM?
3. Bagaimana menentukan intervensi yang tepat sesuai diagnose pada
pasien dengan gangguan DM?
4. Bagaimana mengimplementasikan intervensi keperawatan yang telah ada
sesuai diagnose pada pasien dengan gangguan DM?
5. Bagaimana melakukan evaluasi akhir askep pada pasien dengan
gangguan DM?

C. Tujuan
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
gangguan DM
2. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien dengan
gangguan DM
3. Mampu menentukan intervensi yang tepat sesuai diagnose pada pasien
dengan gangguan DM
4. Mampu mengimplementasikan intervensi keperawatan yang telah ada
sesuai diagnose pada pasien dengan gangguan DM

5. Mampu melakukan evaluasi akhir askep pada pasien dengan gangguan


DM

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KELUARGA
a. Pengertian
Keluarga adalah bagian dari manusia yang setiap hari selalu
berhubungan dengan kita.
Menurut Friedman (1998) keluarga adalah: kumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga. Pakar Konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994)
keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup
bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah
sendirian atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal
dalam sebuah rumah tangga. Menurut UU No 10 Tahun 1992, tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera, keluarga adalah: unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari suami isteri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya.
b. Tipe Keluarga
1. Keluarga inti (Nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduannya.
2. Keluarga Besar (Extended family) adalah keluarga inti di tambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah.

c. Struktur Keluarga
1. Struktur peran keluarga menggambarkan peran masing-masing
anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan
masyarakat atau peran formal dan informal.
2. Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang di
pelajari dan di yakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.
3. Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan

anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan


keluarga inti.
4. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota
keluarga untuk memengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk
mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

B. Diabetes Melitus
a. Pengertian
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
suddarth. 2001).
DM adalah ganggua metabolisme yang di tandai dengan hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak
dan protein yang di sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
aktivitas insulin atau keduannya dengan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, dan neuropati.
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah
akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Waspadji dan
sukardji, 2004 : 2).
b.

Klasifikasi Diabetes Melitus


Ada 3 jenis diabetes yang umum terjadi dan diderita banyak orang,

yaitu :
1.

Diabetes tipe 1
Diabets

tipe

ini

sering

disebut Insulin

Dependent

Diabetes

Melitus(IDDM) atau diabetes mellitus yang bergantung pada insulin.


Penderita penyakit diabetes tipe 1 sebagian besar terjadi pada orang
dibawah usia 30 tahun. Oleh karena itu, penyakit ini sering dijuluki
diabetes anak-anak karena penderitanya lebih banyak terjadi pada
anak-anak dan remaja (Fauzi, 2014 : 73).
2. Diabetes Tipe 2
Penyakit diabetes tipe 2 sering juga disebut Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus tanpa bergantung
pada insulin. Penyakit diabetes tipe 2 ini sering disebut sebagai
penyakit kencing manis atau penyakit gula.

Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang sebagian besaar


diderita. Sekitar 90 % hingga 95 % penderita diabetes menderita
diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini paling sering diderita oleh orang
dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin parah
secara bertahap (Fauzi, 2014 : 75).
3.

Diabetes jenis lain


Diabetes terkait Malnutrisi (DMTM) dan diabetes pada kehamilan
(gestasional diabetes), yang timbul hanya pada saat hamil (Waspadji
dan sukardji, 2004 : 4)
c.

Etiologi

1. Pada Diabetes Tipe 1 (IDDM)


Berkaitan dengan ketidaksanggupan, kerusakan, atau gangguan
fungsi pankreas untuk memproduksi insulin sehingga tidak dapat
menghasilkan cukup insulin. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat
menghasilkan cukup insulin pada penderita diabetes tipe 1 ini adalah
sebagai berikut (Fauzi, 2014 : 73-74) :
a.

Keturunan atau genetik


Jika salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak menderita
diabetes, maka anak tersebut akan beresiko terkena diabetes.

b. Autoimunitas
Autoimunitas adalah tubuh mengalami alergi terhadap salah satu
jaringan atau jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada
dalam pankreas. Oleh sebab itu, tubuh kehilangan kemampuan
untuk

membentuk

insulin

karena

sistem

kekebalan

tubuh

menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.


c. Virus atau zat kimia
Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel
atau kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin
banyak peulau sel yang rusak, semakin besar kemungkinan
seseorang menderita diabetes.
2. Pada Diabetes Tipe 2 (NIDDM)

Diabetes tipe 2 disebabkan karena pankreas tidak bisa memproduksi


insulin yang cukup. Kebanyakan dari insulin yang diproduksi pankreas
dihisap oleh sel-sel lemak akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak
baik. Karena pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk
mengatasi kekurangan insulin sehingga kadar gula dalam darah akan
naik. Beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 sebagai berikut (Fauzi,
2014 : 75-76).
a. Faktor keturunan
Apabila orangtua atau saudara sekandung yang mengalami
penyakit ini, maka resiko diabetes tipe 2 lebih tinggi.
b. Pola makan dan gaya hidup
Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu
utama

pankreas

tidak

dapat

memproduksi

insulinsecara

maksimal. Mengkonsumsi makanan cepat saji atau fast food yang


menyajikan

makanan

berlemak

dan

tidak

sehat

merupkan

penyebab utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak


mencukupi juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.
c. Kadar kolesterol tinggi
Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin
yang diproduksi oleh pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat
menyerap insulin ini untuk merubahnya menjadi energi.
d. Obesitas
Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan
lemak yang tidak positif bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemakjuga
akan menyerap produksi insulin pankreas secara habis-habisan
sehingga tubuh tidak kebagian insulin untuk diproduksi sebagai
energi.
3. Pada diabetes jenis lain
Misalnya disebabkan oleh karena kerusakan pankreas akibat kurang gizi,
obat, hormon atau hanya timbul pada saat hamil (Waspadji dan sukardji,
2004 : 4).
d.

Patofisiologi

Pada diabetes tipe 1 terdapat kemampuan untuk menghasilkan


insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa ysng
tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapt disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prospandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring. Akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urine (glukosauria). Ketika glukosa yang
berlebihan dieskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran

cairan

dan

elektrolit

yang

berlebihan.

Keadaan

ini

dinamakan dieresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang


berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria)

dan

rasa

haus

(polidipsia),

keadaan

itu

menyebabkan

kehilangan elektrolit dalam sel dan pasien mengalami dehidrasi


sehingga dapat menyebabkan syok.
Defisiensi
menganggu

insulin

juga

metabolism

dapat
protein

menyebabkan
dan

lemak

kehilangan
yang

kalori,

menyebabkan

penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera


makan (poifagia) akibatnya terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari

kebutuhan

tubuh,

gejala

lainnya

mencakup

kelelahan

dan

kelemahan. Selain itu dengan kurangnya sel untuk mettabolisme dapat


menyebabkan katabolisme lemak yang membuat meningkatnya asam
lemak, serta pemecahan protein yang membuat keton dan ureum
meningkat. Keadaan dimana asam lemak dan keton meningkat dapat
mengakibatkan ketoasidosis. (Nurarif, 2013)

e.

Tanda dan gejala


a. Menurut Fauzi ( 2014) pada permulaan gejala Diabetes Melitus yang

ditunjukan meliputi:
Polidipsia (banyak minum)

Rasa haus dan ingin minum terus. Kadang hal ini sering ditafsirkan karena
udara yang panas dan banyak kerja berat, padahal tanda-tanda ini muncul
sebagai awal gejala penyakit DM
Polifagia (banyak makan)
Penderita sering makan (banyak makan) ini terjadi akibat kadar gula yang tinggi
namun

tidak

dapat

masuk

kedalam

seluntuk

digunakan

dalam

proses

metabolisme. Ketika kadar gula darah tidak dapat masuk kedalam sel, tubuh
berpikir belum mendapatkan asupan makanan sehingga mengirim sinyal lapar
untuk mendapatkan glukosa lebih banyak agar sel-sel dapat berfungsi
Poliuria (banyak kencing)
Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing dengan volume
urine yang banyak kencing yang sering pada malam hari terkadang sangat
mengganggu penderita. Pada kondisi ini ginjal bekerja sangat aktif untuk
menyingkirkan kelebihan glukosa didalam darah.
Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat, merupakan gejala awal
yang sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan cepat capek kerap di rasakan.
b.

Gejala kronik yang sering timbul adalah :

Kesemutan
Kulit terasa panas seperti tertusuk jarum, gatal dan kering
Rasa tebal di kulit
Kram
Mudah lelah dan marah
Mudah ngantuk
Mata kabur
Gatal di sekitar kemaluan (keputihan)

Seksual menurun
Pada ibu hamil mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi BB lahir lebih dari 4 kg.

f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes kadar gula darah
Ukuran kadar gula didalam darah harus disesuaikan. Berikut ini kadar gula
dalam darah setelah puasa.
i.

Kadar gula darah normal adalah kurang dari 100 mg/dl.

ii.

Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 100 sampai 126 mg/dl.

iii.

Kadar gula darah orang yang menderita diabetes adalah lebih dari 126
mg/dl.

Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (postpranndial) juga dapat


mengindikasikan orang terkena diabetes atau tidak. Berikut ini ukuran kadar
gula dalam darah setelah makan 2 jam.
i.

Kadar gula darah normal adalah kurang dari 140 mg/dl.

ii.

Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 140 sampai 200 mg/dl

iii.

Kadar gula darah bagi penderita diabetes adalah lebih dari 200
mg/dl(Fauzi, 2014 : 77-78).

2. Tes toleransi glukosa (TTG)


Menunjang (lebih besar dari 200mg/21), biasanya tes ini dianjurkan utuk
pasien yang menunjang kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi
stress.
3. Tes Glukosa Urine
Adanya glukosa dalam urine dapat diperiksa dengan cara benedict
(reduksi), yang tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes,

Persiapan Pasien: Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah
puasa. Glukosa Negatif: bukan DM bila hasil tes urin berwarna biru

4. Tes HbA1C atau tes A1C


Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C) merupakan salah satu
pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula
darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah
selama priode waktu 6-12 minggu dan hasil ini dipergunakan bersama
dengan

hasil

pemeriksaan

gula

darah

mandiri

sebagai

dasar

untuk

melakuakan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.


Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi
untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak
terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan
berkaitan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar
gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar
gula darah tinggi dalam satu beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan
tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan
hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan
mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan
sebelum pemeriksaan. sebaliknya (Ernawati 2013 : 85-86).
Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4%
sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukan bahwa diabetes yang tidak
terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada
penyandang diabetes kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Semakin

tinggi kadar HBa1C maka akan semakin tinggi pula resiko timbulnya
komplikasi, demikian pula sebaliknya (Ernawati 2013 : 85-86).

g.

Komplikasi

a) Komplikasi Akut
Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek
meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (Koma
Hiperglikemik

Hiperosmolar

Nonketokik)

atau

Hiperosmolar

Nonketokik

(HONK). (Ernawati, 2013 : 87-106).


i.

Hipoglikemia
Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat
terjadi pada perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana
kadar gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/d.
lGlukosa merupakan bahan bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak.
Sehingga kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan diatas kadar kritis,
yang merpakan salah satu fungsi penting system pengatur glukosa darah. Bila
glukosa darah turun terlalu rendah dalam batas 20-50 mg/100ml lebih dari
beberapa menit, timbul gejala syok hipopolemik, ditandai oleh iritabilitas
progresif yang menyebabkan pingsan, kejang dan koma.

ii.

Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosi

Diabetik

(KAD)

adalah

keadaan

dekompensasi

kekacauan

metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisensi insulin absolute atau relative. Keadaan komplikasi akut
ini memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan ancaman kematian
bagi diabetes.
iii.

Synrome Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik (HHNK)

Perjalanan keadaan HHNK berlangsung dalam waktu beberapa hari hingga


beberapa minggu pada pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami absolute
defisiensi insulin namun relative defisiensi insulin. HHNK sering terjadi pada
pasien lansia yang tidak menyadari mengalami DM atau mengalami DM dan
disertai dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya intake
makanan salah satunya seperti infeksi (pneumonia, sepsis, infeksi gigi).
b) Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
a) Penyakit Arteri Koroner
Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner merupakan
salah satu komplikas makrovaskuler yang sering terjadi pada penderita DM tipe
1 maupun DM tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita
DM disebabkan oleh control glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama
yang

disertai

hiperamilinemia,

dengan

hipertensi,

disliedemia,

resistensi

gangguan

insulin,
system

hiperinsulinemia,
koagulasi

dan

hiperhomosisteinimia.
b) Penyakit serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskuler pasin DM memiliki kesamaan dengan pasien non DM,
namun pasien DM memilki kemungkinan dua kali lipat mengalami penyakit
kardiovaskuler.

Pasien

yang

mengalami

perubahan

aterosklerotik

dalam

pembuluh serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam system


pembuluh darah sering terbawa aliran darah dan terkadang terjepit dalam
pembuluh darah serebral. Keadaan diatas dapat mengakibatkaan iskemi sesaat.
Gejalanya pusing, vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.
c) Penyakit vaskuler perifer

Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer dua hingga tiga kali
lipat dibandingkan pasien non-DM. Hal ini disebabkan pasien DM cenderung
mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstermitas bawah. Pasien dengan gangguan pada vaskuler perifer akan
mengalami berkurangnya denyut nadi perifer dan kaludikasio intermiten (nyeri
pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit oklusif arteri yang parah pada
ekstermitas bawah merupakan penyebab utama terjadinya ganggren yang
berakibat amputasi pada pasien DM.
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan factor resiko utama terjadinya
retinopati diabetik.
b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai
dengan albuminuria menetap (<33 mg/24 jam) pada minimal 2 kali pemeriksaan
dalam

waktu

tiga

hingga

enam

bulan.

Penyandang

DM

tipe

1 sering

memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15 hingga 20 tahun


kemudian, sedangkan penderita DM tipe 2 dapat menderita penyakit renal
setelah menderita 10 tahun kemudian.

c) Neuropati Diabetik
Menunjukan adanya gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada
penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. (Ernawati, 2013 :106120)

h.

Penatalaksanaan

Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan


gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi. Dalam
pengelolaan diabetes dikenal 4 pilar utama, yaitu : Penyuluhan (edukasi),
perencanaan makanan, latihan jasmani dan obat hipoglikemik. Tujuan pengelolaan
diabetes dapat dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
(Waspadji dan sukardji, 2004 : 5)
1. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbaga keluhan/ gejala diabetes sehingga
pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman.
2. Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh
darah (mikroangiopatidan makroangiopati) maupun pada susunan saraf (neurofati)
sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortilitas.
Tujuan

pengelolaan

diabetes

tersebut

dapat

dicapai

dengan

senantiasa

mempertahankan control metabolic yang bai seperti dicerminkan oleh normalnya


kadar glukosa dan lemak darah. Secara praktis, criteria pengendalian diabetes
adalah sebagai berikut :
a) Kadar glukosa darah puasa : 80-110 mg/dl
Kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan : 110-160 mg/dl
dan HbA1c : 4 -6,5.
b) Kadar kolesterol total dibawah 200 mg/dl
Kolesterol HDL diatas 45 mg/dl
dan trigliserida dibawah 200 mg/dl.

a.

Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan keperawatan diabetes. Edukasi diabetes
adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam

pengelolaan diabetes yang diberikan pada setiap pasien diabetes. Diasamping


kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok

masyrakat

beresiko

tinggi

dan

pihak-pihak

perencana

kebijakan

kesehatan.
Diantara materi edukasi, yang perludiberikan pada pasien diabetes paling tidak
adalah sebagai berikut :
1)

Apakah diabetes itu?

2)

Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya diabetes dan upaya-upaya


menekannya.

3)

Pengelolaan diabetes secara umum.

4)

Perencanaan makan dan latihan jasmani

5)

Obat-obat hipoglikemik

6)

Komplikasi diabetes

7)

Pencegahan dan pengenalan komplikasi akut/kronik

8)

Pemeliharaan kaki.

b.

Perencanaan makan DM
Tujuan perencanaan makan dalam pengelolaan diabetes adalah sebagai berikut
(Waspadji dan sukardji, 2004 : 6) :

1)

Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal.

2)

Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil
dan janinnya.

3)

Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.


Untuk penentuan status gizi, secara praktis dipakai rumus Brocca yaitu :

1)

Berat badan idaman : (tinggi badan - 100) - 10%

2)

Berat badan kurang : < 90 %BB idaman

3)

Berat badan normal : 90 110 % BB idaman

4)

Berat badan lebih

5)

Gemuk

: 110- 120 % BB idaman

: >120 %

Cara menghitung pengukuran keseimbangan energi dengan cara mengukur IMT


(Indeks Masa Tubuh)
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m)
a)

IMT yang dihubungkan dengan resiko paling rendah terhadap kesehatan adalah
22-25

b)

Berat badan lebih bila IMT antara 25-30

c)

Obesitas bila IMT lebih dari 30

2)

Komponen gizi pada diabetes


Menurut Waspadji dan sukardji, 2004, diantaranya
Karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks (khususnya
yang berserat tinggi) seperti roti, gandum utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan
pasta / mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul.
Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan
dan lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain daripada
dikonsumsi secara terpisah
Lemak
Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan hingga < 300

mg / hr untuk

membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar kolesterol serum yang
berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang menyebabkan
kematian pada penderita diabetes
Protein

Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-bijian yang utuh)
dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh.
Serat
Terdapat pda tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan dan secara fisis dapat
dijumpai dalam dua bentuk yaitu yang larut dan ada yang tidak larut.

3)

Pemanis pada diabetes


Selama ini zat yang ada dipasaran adalh sukrosa, fruktosa, sorbitol, manitol,
xylitol,s akarin, siklamat dan aspartam. Yang mengandung kalori hanyalah sukrosa
dan fruktosa. Oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi atau malah dihindari.
Yang lain tidak ada atau sangat sedikit kalorinya. Karena ada petunjuk karsinogenik
pada binatang, penggunaan sakarin dan siklamat sekarang sangat terbatas.
Sebenarnya gula masih dapat digunakan dalam jumlah terbatas, tidak melebihi 5%
dari kalori, misalnya gula dapat digunakan dalam bumbu masakan (Waspadji dan
sukardji, 2004 : 13-14).

c.

Latihan jasmani
Menurut Waspadji dan sukardji (2004) , dalam pengelolaan diabetes, latihan
jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat
latihan jasmani yang teratur pada diabetes antara lain adalah

1)

Memperbaiki metabolisme

2)

Meningkatkan kerja insulin

3)

Membantu menurunkan BB

4)

Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri

5)

Mengurangi penyakit kardioaskule.

Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes meliputi :


1)

Continuous

Misalnya jogging selama 30 menit, maka penderita DM melakukan jogging tanpa


istirahat selama 30 menit.
2)

Rytmical
Misalnya jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf,
tenis atau badminton tidak memenuhi syarat karena boleh berhenti.

3)

Interval
Misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan.

4)

Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan hingga
sedang.

5)

Endurence
Seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda (Ernawati, 2013 :52)

d.

Obat Hipoglikemik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur; namun
pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin. Obat hipoglikemk oral (OHO) tidak dianjurkan
pada DM dengan gangguan hati dan ginjal, dapat dijumpai dalam bentuk golongan :

1.

Golongan sulfonilurea
Diberikan pada DM tipe 2 yang tidak gemuk, mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu sulfonilurea merupakan pilihan
utama pada pasien dengan BB normal atau kurang. Untuk mengurangi resiko
hipoglikemik yang berkepanjangan, pada pasien diabetes usia lanjut, obat golonga
sulfonilurea yang waktu kerjanya panjang (klorpropamid, glibenklamid) sebaiknya
dihindari.

2.

Golongan biguanid (Metformin)

Diberikan pada DM gemuk, mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik


sesudah makan. Oleh karena itu prinsip kerja obat ini disamping memperbaiki
ambilan glukosa perifer, juga menghambat secara kompetitif absorpsi glukosa di
usus maka dianjurkan pemberiannya pada setiap mulai makan.
3.

Inhibitor glukosidase alfa (acarbose)


Pada diabetes dengan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan yang tinggi.
Efektif untuk menurunkan absorpsi glukosa.

4.

Insulin
Dberikan pada DM tipe 21, ketoasidosis/ koma hiperosmolar, stress berat berat
badan menurun cepat, DM hami, gagal/ kontraindikasi dengan OHO. Cara kerja
utama insulin yaitu menurunkan produk glukosa hati dan menaikan pemakaian
glukosa agar BB naik dan terjadi penurunan kadar glukosa didalam darah (Waspadji
dan sukardji, Jakarta 2004 : 7-8)

B.

Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Diabetes Melitus


Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
praktek keperawatan yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada
tatanan komunitas dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan
(Mc Closkey & Grace, dalam Gusti 2013 : 51).
Asuhan Keperawatan Keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan melalui
praktik keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan, yaitu sebagai berikut (Suprajitno, 2004):

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN KELUARGA
I. Data Umum
1. Nama KK

: Tn. S

2.
3.

Umur
Alamat

: 60 Tahun
: Gemarang barat, Watualang, Ngawi

4.
5.

Pekerjaan
Pendidikan

: Tani
: SD

6.

Komposisi keluarga

No

Nama

Umur

L/P

Hub.

Pendidika

keluarga

Pekerjaan

Riw.
kesehatan

1.

Tn. S

62

KK

SD

Tani

Hipertensi

2.

Ny. S

57

Istri

SD

DM

Genogram

Tn. SD
Tn. SY
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: penderita Diabetes Melitus
: menikah
: tinggal serumah
7.

Tipe keluarga

8.
9.

Suku Bangsa
Agama

: Keluarga inti
: Jawa
: Islam

10. Status sosial ekonomi keluarga


Penghasilan keluarga Tn. S Rp 500.000 per bulan. Dana keluarga digunakan untuk kebutuhan
dasar (makan, minum, pakaian).
11. Aktifitas rekreasi keluarga
Anggota keluarga Tn. S yaitu istri, tidak mempunyai aktivitas rekreasi kecuali hanya nonton Televisi.
Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga

II.
1.

Tahap perkembangan keluarga saat ini


Tahap perkembangan keluarga Tn. S adalah keluarga dengan usia lanjut usia.

2.

Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


Tugas perkembangan dalam keluarga Tn. S yang belum terpenuhi adalah perawatan pada usia

lanjut dalam keluarga dengan penyakit kronis pada istrinya (Ny.S) yaitu Diabetes Militus.
3. Riwayat keluarga
Riwayat kesehatan keluarga :
a. Keluarga Tn. S dan Ny. S, tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
b.
c.

Tn. S menderita penyakit hipertensi.


Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus
Dalam keluarga Tn. S biasanya menggunakan sumber pelayanan kesehatan keluarga yaitu
puskesmas.

4.
III.

Riwayat keluarga sebelumnya


Keluarga Ny. S tidak ada yang menderita penyakit keturunan, bawaan maupun menular.
Lingkungan

1.

Karakteristik rumah dan denah rumah


Tipe rumah semi permanen dengan lantai dari tanah.

Septik Tank
Denah rumah
a.
b.

Janis bangunan : semi permanen


Status rumah
: rumah pribadi

c.
d.

Atap rumah
Ventilasi

: genteng
: cukup.

e.
f.

Cahaya
Penerangan

: cukup
: cukup

g.
h.

Lantai
: Bata / tanah
Saluran limbah : dibuang kebelakang rumah.

i.
2.

Jamban
: jenis kloset angsatrin
Karakteristik tetangga dan keluarga
Interaksi tetangga dengan keluarga Tn. S cukup harmonis, dibuktikan Tn. S rajin mengikuti
pertemuan rutin warga. Tn S dan Ny. S rajin mengikuti Posyandu Lansia.

3.

Mobilitas geografis keluarga


Keluarga Tn. S dalam aktivitas sehari-hari menggunakan fasilitas sepeda

4.

Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


Keluarga Tn. S tidak mempunyai waktu tertentu untuk mengadakan pertemuan khusus dalam
keluarga, mereka cukup melakukan komunikasi setiap hari dengan anggota keluarga. Sedangkan
interaksi dengan tetangga cukup baik dengan mengikuti pertemuan RT.

5.

IV.
1.

Sistem pendukung keluarga


Anggota keluarga Tn. S termasuk dalam kategori kurang sehat karena Tn. S menderita hipertensi
sedangkan Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus.Fasilitas kesehatan yang dapat digunakan
keluarga adalah Puskesmas.
Struktur Keluarga
Struktur peran (formal dan informal)
Formal
Tn. S, sebagai suami, kepala keluarga dan pencari nafkah.
Ny. S, sebagai istri.
Tn. S, mengikuti kegiatan di kampung (arisan RT)

2.

Nilai dan norma keluarga


Keluarga beragama Islam, menghormati dan menjalankan norma agama dalam menjalani

kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat


3. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi yang biasa digunakan sehari-hari adalah bahasa jawa. Hubungan komunikasi antar
anggota keluarga cukup baik.
4.

Struktur kekuatan keluarga

V.
1.

Anggota keluarga satu dengan yang lain saling membantu dan mendukung
Ny. S jarang melakukan kontrol terhadap kadar gula darah karena kurang mempunyai biaya.
Fungsi Keluarga
Fungsi afektif

Setiap anggota keluarga saling menyayangi dan menghormati


2. Fungsi sosial
Setiap keluarga saling menjaga hubungan sosial yang baik dengan warga sekitar dengan mengikuti
kegiatan dalam masyarakat (pertemuan rutin, , arisan)
3.
a.

Fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan


Keluarga Tn.S mengetahui bahwa Ny. S menderita penyakit Diabetes Melitus.

b.

Keluarga Tn. S kurang cepat dalam mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan karena sangat
tergantung pada kondisi keuangan.

c.

Keluarga Tn. S belum tahu cara merawat penyakit Diabetes Melitus terutama untuk masalah diet,
kurang teratur dalam berobat dan tidak teratur kontrol gula darah.

d.

Keluarga Tn. S belum mampu memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat terutama
untuk ventilasi kurang dan lantai masih dari tanah, karena terbentur masalah biaya.

e.
4.

Keluarga Tn. S jarang menggunakan fasiltas kesehatan karena terkendala biaya.


Fungsi reproduksi
Tn. S mempunyai 2 (dua) orang anak yang masing masing sudah berkeluarga dan mempunyai
rumah sendiri

Ny. S Sudah menopouse.


5. Fungsi ekonomi

VI.
1.

Kebutuhan ekonomi dicukupi lewat penghasilan Tn. S kadang kadang dibantu oleh anaknya Tn. S,
terutama untuk membeli obat Diabetes Melitus.
Stress dan koping keluarga
Stressor jangka pendek

Tn.S tidak mempunyai pekerjaan tetap.


2. Stressor jangka panjang
Tn. S selalu mengatakan bahwa anaknya yang kedua nakal dan selalu menjadi beban orang tua.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor
Keluarga Tn. S cukup tenang dalam menghadapi permasalahan keluarga.
4. Strategi koping yang digunakan
Apabila menghadapi masalah yang berat Tn. S menghibur diri dengan menonton televisi atau keluar
rumah pergi ke warung kopi.
VII. Pemeriksaan Fisik
Tn. S
1.

Vital sign :

TD

: 180/90 mmHg

Nadi
Suhu

: 88 x/menit
: 36 o C

RR
2.

: 18 x/menit
Kepala

Rambut
Mata

: rambut bersih.
: Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.

Telinga
Hidung

: Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.


: Hidung bersih, penciuman masih normal.

Mulut
: Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.
3.
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.
4.
Dada
Paru
Inspeksi

:
: simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka

Palpasi
Perkusi

: tidak ada nyeri tekan


: suara sonor

Auskultasi
Jantung

: suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara wheezing


:

Inspeksi
Palpasi

: denyut jantung normal, tidak ada dorongan.


: tidak ada pulsasi

Perkusi
Auskultasi

: ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal


: terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.

5.

Abdomen

Inspeksi

: Bentuk dan gerakan normal., simetris.

Palpasi
Perkusi

: Ukuran normal, tidak ada benjolan.


: suara sonor

Auskultasi
: peristaltik normal
6.
Ekstremitas
:
a.
1)

Atas
Kanan

: Tidak ada keluhan

2) Kiri
: Tidak ada keluhan
b. Bawah
1)
2)

Kanan
Kiri
5 5
5

7.

: Tidak ada keluhan


: Tidak ada keluhan.
c.

Kekuatan otot =

Genetalia

Ny. S
8.

Vital sign :

: Tidak terkaji

TD
Nadi

: 140/80 mmHg
: 88 x/menit

Suhu
RR

: 36 o C
: 18 x/menit

9.

Kepala

Rambut

: rambut bersih.

Mata
Telinga

: Visus 5/5, tidak ada kelainan, sclera putih.


: Telinga bersih, pendengaran cukup baik, tidak ada penyakit.

Hidung
Mulut

: Hidung bersih, penciuman masih normal.


: Mulut bersih, gigi ada beberapa yang tanggal.

10.

Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar gondok, bentuk leher normal.


11.

Dada

Paru

Inspeksi
Palpasi

: simetris, tidak ada retraksi, tidak ada luka


: tidak ada nyeri tekan

Perkusi
Auskultasi

: suara sonor
: suara paru vesikuler dan bronchovesikuler. tidak terdengar suara wheezing

Jantung
Inspeksi

Palpasi
Perkusi

: tidak ada pulsasi


: ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal

: denyut jantung normal, tidak ada dorongan.

Auskultasi
: terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal.
12.
Abdomen
:
Inspeksi
Palpasi

: Bentuk dan gerakan normal., simetris.


: Ukuran normal, tidak ada benjolan.

Perkusi
Auskultasi

: suara sonor
: peristaltik normal

13.

Ekstremitas

d.

Atas

1)
2)

Kanan
Kiri

e.
1)

Bawah
Kanan

2)

Kiri
5 5
5

14.

: Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan kanan
: Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak tangan kiri
: Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kanan
: Kadang kadang terasa kesemutan dan nyeri pada telapak kaki kiri.
f.

Kekuatan otot =

Genetalia

: Tidak terkaji

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Gula Darah Acak = 280 mg/dl
Klien mengatakan sudah lama menderita penyakit Diabetes Melitus dan sudah berobat tapi tidak
sembuh sembuh.

IX.

Klien jarang kontrol kadar gula darah.


Kadang kadang klien berhenti minum obat karena belum bisa beli obat.
Terapi
Ny. S mendapat obat oral :
Ibuprofen 200 mg
Glibenclamid
Vit B1

X.

: 2 x 1 tab / hari
: 2 x1 tab / hari
: 2 x1 tab / hari

Harapan keluarga
Keluarga Tn. S mengharapkan bisa mencukupi kebutuhan sehari hari termasuk untuk kebutuhan
berobat Ny.S dan untuk memperbaiki rumah.
ANALISA DATA
NO
1

DATA
DS :
Klien mengatakan sering
kesemutan
Klien mengatakan telapak
kaki sakit
Klien mengatakan sudah
lama tidak periksa kadar
gula.
DO :
Keluarga Tn.S tidak tahu
resiko dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya pedoman
diet.
Riwayat Diabetes Melitus

MASALAH
Resiko
hyperglikemi

PENYEBAB
syock

Kekurangan insulin

transport
menurun

glukosa

hiperglikemia

syock

Ketidak mampuan
keluarga mengenal
masalah kesehatan
pada penyakit
diabetes miletus.

PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS


No
1

Diagnosa keperawatan keluarga


Resiko syock hyperglikemi b d
Ketidak mampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang
sakit
DS :
Klien mengatakan sering
kesemutan
Klien mengatakan telapak kaki
sakit
Klien mengatakan sudah lama
tidak periksa kadar gula.
DO :
Keluarga Tn.S tidak tahu resiko
dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya pedoman diet.
Riwayat Diabetes Melitus

Tujuan

Ktriteria evaluasi

Umum

Khusus

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan, klien
tidak
mengalami syock
hyperglikemi

Setelah dilakukan
kunjungan 2x
diharapkan
keluarga dapat :
menjelaskan resiko
pada Diabetes
Melitus

Kriteria
Verbal

Standar

Rencana

Keluarga mengetahui 1.Observasi adanya penyebab


dan memahami
resiko syock hiperglikemi
tentang resiko yang
2.Gali pengetahuan keluarga
bisa terjadi
mengenai resiko syock
pada penyakit
hyperglikemi pada Diabetes
Diabetes Melitus
Melitus
apbila gula darahnya 3.Jelaskan mengenai resiko
tinggi.
gula darah yang tinggi
4.Berikan petunjuk diet.
5.Beri kesempatan kepada
keluarga untuk bertanya

PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MELITUS


No
1

Diagnosa keperawatan

Tujuan khusus

Resiko syock hyperglikemi b d


Ketidak mampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang
sakit
DS :
Klien mengatakan sering
kesemutan
Klien mengatakan telapak kaki
sakit
Klien mengatakan sudah lama
tidak periksa kadar gula.
DO :
Keluarga Tn.S tidak tahu resiko
dari penyakit DM
TD : 140/80 mmHg
GDA : 280 mg/dl
Klien tidak punya pedoman diet.
Riwayat Diabetes Melitus

Setelah dilakukan
kunjungan 2x
diharapkan keluarga
dapat :
menjelaskan resiko
syock hiperglikemi
pada Diabetes Melitus

Tanggal

Implementasi

21Januar1. Mengobservasi adanya


i 2012
penyebab resiko syock
hiperglikemi
2. Menggali pengetahuan
keluarga mengenai
Diabetes Melitus
3. Menjelaskan mengenai
resiko syock hiperglikemi
pada Diabetes Melitus
4. Memberikan pedoman
diet untuk Diabetes
Melitus
5. Memberikan kesempatan
kepada keluarga untuk
bertanya

Evaluasi
21 Januari 2012
S:
Ny. S mengatakan mengerti dan
tahu kalau menderita penyakit
Diabetes Melitus
O:
TD : 140/80 mmHg
Ny. S dapat menjelaskan kembali
tentang resiko syock hiperglikemi
pada Diabetes Melitus
Ny.S bersedia cek kadar gula
secara rutin.
Ny.S bersedia minum obat secara
teratur
Ny.S bersedia melakukan diet
sesuai petunjuk
A:
Masalah teratasi
P:
Modifikasi Intervensi
1. Anjurkan pada Klien untuk rutin
berolah raga
2. Anjurkan pada Klien agar aktif
datang ke Posyandu Lansia

DAFTAR PUSTAKA
Tjokronegoro, Arjatmo, 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC..

Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi

  • HSHSHSH
    HSHSHSH
    Document19 pages
    HSHSHSH
    Tesalonika Djaga
    Pas encore d'évaluation
  • JJ
    JJ
    Document1 page
    JJ
    Tesalonika Djaga
    Pas encore d'évaluation
  • Hshs
    Hshs
    Document1 page
    Hshs
    Tesalonika Djaga
    Pas encore d'évaluation
  • FG
    FG
    Document6 pages
    FG
    Tesalonika Djaga
    Pas encore d'évaluation