Vous êtes sur la page 1sur 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STENOSIS DUODENUM
DI RUANG BEDAH ANAK RSU dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun oleh :
RETNO SUSANTI N
2015.04.015

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA

A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.( Jan Tambayong 2010)
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat

eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton &

Fugate, 2011)
Pneumonia adalah Suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Huddak Gallo 2008 ).
Pneumonia adalah Suatu radang paru-paru yang ditandai oleh adanya
konsolidasi exudat yang mengisi alveoli dan bronchiolus ( Barbara C.Long 2009 )
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacammacam, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing. (Guyton 2010)
B. Etiologi
1. Virus Influenza
2. Virus Synsitical respiratorik
3. Adenovirus
4. Rhinovirus
5. Rubella
6. Varisella
7. Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
8. Pneumococcus
9. Streptococcus
10. Staphilococcus

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti
partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa
bentuk mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek
batuk, system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel
tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.
Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi
infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen
system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2. Kolonisasi bakteri di saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlah
mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman
ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan
mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi sebagai
penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran
nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme
pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme
pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan
mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3. Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini
meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga
dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan
menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek
batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada
awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

D. Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, dibagi atas;
1. Bakteri

Pneumococcus, merupakan penyebab utama pneumonia. Pada orang


dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokok serotipe 1 samapi dengan
8. Sedangkan pada anak-anak serotipe 14, 1, 6, dan 9. Inseiden meningkat
pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.

Staphilococcus sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain,


seperti morbili dan varisela atau komplikasi penyakit kuman lainnya
seperti pertusis, pneumonia oleh pnemokokus.

Basil

gram

negatif

seperti

Hemiphilus

influensa,

Pneumokokus

aureginosa, Tubberculosa.

Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif, resisten


terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti; abses
paru, empiema, tension pneumotoraks.

1. Virus

Virus

respiratory

syncytial,

virus

influensa,

virus

adeno,

virus

sistomegalik.
2. Aspirasi
2. Pneumonia hipostatik

Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama.

3. Jamur
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian
atas selama beberapa hari dengan gejala sesak nafas, takipnea, sakit kepala
kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 derajat C,
sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum purulen,
kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas
didapatkan ronchi basah halus, yang kemudian menjadi ronchi basah kasar pada
stadium resolusi.

1. Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di


masyarakat, terjadinya infeksi di luar rumah sakit.
2. Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita
dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan
meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih
dare 60 % menderita pneumonia.
3. Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat
terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan
penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dari
merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan
transplantasi organ.
F. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, yaitu : Inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di
nasofaring dan orfaring, perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran
secara hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran
paru-paru meradang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual
muntah selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi
sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dypsnea,
takipnea, sianosi, batuk selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang
akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi).

G. PATHWAY
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae

Penderita akit berat yang dirawat di RS


Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh

Kontaminasi peralatan RS

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di

Kuman terbawa di

bronkus

saluran pencernaan

Proses peradangan

Infeksi saluran
pencernaan

Akumulasi sekret

Peningkatan flora

di bronkus

MK:Bersihan
jalan nafas tidak

normal dalam usus

Mukus bronkus

Peningkatan peristaltik

meningkat

usus

Bau mulut tidak

Malabsorbrsi

efektif
sedap
Anoreksia

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Dilatasi pembuluh Peningkatan suhu


darah
Eksudat plasma

alveoli
Septikimia

masuk alveoli
Gangguan difusi
dalam plasma
MK:Gangguan
pertukaran gas

Diare

Edema kapiler

Iritasi PMN
eritrosit pecah

Peningkatan

Edema paru

metabolisme
Evaporasi

Pengerasan

meningkat

dinding paru
Penurunan
compliance paru

Intake kurang

MK:Nutrisi kurang

MK:Gangguan

Suplai O2

keseimbangan cairan

menurun

dan eletrolit
Hipoksia

dari kebutuhan
Hiperventilasi

Metabolisme anaeraob
Dispneu
Retraksi dada /

meningkat
Akumulasi asam laktat

nafas cuping
hidung

Fatigue

MK: Gangguan
pertukaran gas

Intoleransi
aktivitas

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit,
biasanya > 10.000/l kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau
mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis
leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah
dapat positif pada 20 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang
didapatkan peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas
normal. Analisis gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Pemeriksaan kultur sputum
untuk mengetahui organisme penyebab.
2. Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting.
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi
dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh
streptococcus pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang
disebabkan clebsibella sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan, kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran
lainya dapat berupa bercak daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas
yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar. Pneumonia yang disebabkan
kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau
gambaran bronchopneumonia. Virus dan mycoplasma sering menyebabkan
pneumonia interstisial terutama radang sptum alveola. Pada pemeriksaan
radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.

I.

Penatalaksanaan
1. Koreksi kelainan yang mendasari.
2. Tirah baring.
3. Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol, steroid (dexametason)
4. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose
5%,normal salin atau RL.
5. Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.
6. Pertahankan jalan nafas
7. oksigenasi

J.

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Umur

: nama klien
: Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding
dewasa, Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar

Tempat tinggal : Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar


b. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering
terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit
Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat klinis penderita
d. Pengkajian pimer
1. Air way : batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, ronchi,
2. Breathing :

sesak, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu


pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
laju pernafasan meningkat

3. Circulation : takikardi, kulit pucat, cyanosis, turgor menurun, banyak


keringat , suhu kulit meningkat
Disability : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

e. Pengkajian sekunder
1. Symptom (S ) : sesak, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat
2. Alergi (A) : adanya riwayat alergi yang dimiliki oleh klien (alergi obat,
makanan dll)
3. Medication (M) : obat-obatan yang dikonsumsi oleh klien misalnya
antibiotik, obat-obat bronkodilator, obat-obat steroid
4. Past illness (P) : adanya riwayat penyakit ISPA, penyakit influenza yg
berkepanjangan
5. Last meal (L) : makan dan minum terakhir yang dikonsumsi klien
Event (E) : sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam
tinggi.
6. Eksposure

Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung dan abdomen.

Adanya edema di ekstermitas bawah


7. Give comfort
sesak napas yang dirasakan cukup berat, untuk meringankan sesak napas
yang dirasakan, maka dianjurkan untuk melakukan posisi semifowler.
f.Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : rambut hitam merata, bersih, tidak berketombe, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan
2. Wajah : simetris, tidak luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
3. Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri
tekan
4. Hidung : simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada
benjolan, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
5. Mulut dan gigi : bersih, tidak ada stomatitis, warna gusi merah muda,
tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
6. Telinga : bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
tekan kemampuan mendengar baik
7. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, terdapat pembesaran
JVP, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan

8. Dada : Asimetris, retraksi intercoste, pergerakan ireguler, ada


wheezing, ada ronchi, sesak, nyeri saat inspirasi, tidak ada luka, tidak
ada nyeri tekan
9. Payudara : Bersih, tidak ada nyeri tekan
10. Abdomen : tidak ada asites, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada
luka, tidak ada benjolan, bising usus melemah 8x/menit
11. Genetalia : tidak ada pedarahan, tidak ada luka, tidak ada benjolan,
tidak ada nyeri tekan
12. Anus : tidak ada hemoroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
13. Tangan : warna sama dengan sekitar, tidak ada luka, tidak ada nyeri
tekan
14. Kaki : warna seperti warna sekitas, ada edema, tidak ada luka, tidak
ada benjolan
a. Pemeriksaan Laboratorium :
Studi Laboratorium
Hb

: menurun/normal

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,


kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit

: Natrium/kalsium menurun/normal

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

2.

Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen


darah, ganggguan pengiriman oksigen.
3.

Gangguan

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit

berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral.


4.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum,
distensi abdomen atau gas.

5.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi


oksigen untuk aktifitas sehari-hari.

C. INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
a. Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
b. Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
c. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
d. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
e. Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels
dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan
dengan adanya bunyi nafas adventisius
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut.
Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas

d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir


Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluaran.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman
oksigen.
Tujuan :
f. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
g. Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
h. Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
i. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum
ii. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
iii. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
iv. Awasi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
v. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam
dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan

kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.


vi. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan
batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
vii. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional : Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c. Catat laporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia,
distensi abdomen.
Tujuan :
i. Menunjukkan peningkatan nafsu makan
j. Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

Intervensi :
i.

Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.


Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

ii.

Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual

iii.

Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.


Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

iv.

Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.


Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi
abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

v.

Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau
makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali

vi.

Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.


Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas


hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat

c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan
metabolik

d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.


Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen

DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram (2008), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Barbara C. Long (2009), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
Hudak & Gallo (2008), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I,
Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayong (2010), Patofisiologi Untuk Keperawatan, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta.
Marylin E. Doenges (2005), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price (2000), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Guyton & Hall (2010), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

Vous aimerez peut-être aussi