Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB III

TEKNIK ANESTESI PADA HERNIA


1. PERSIAPAN PREOPERASI
A. Wawancara preoperasi
Anak bila dihadapkan pada kemungkinan untuk operasi mengalami
stres yang sangat bervariasi, hal ini tergantung pada umur, pengalaman
operasi di masa lalu dan maturitas psikis. Pada anak rasa takut terutama
karena kekhawatiran akan rasa nyeri dan berpisah dengan orangtuanya.
Program persiapan prabedah seperti pemberian brosur, video atau tour
dalam rumah sakit dapat membantu baik anak maupun orang tua dalam
mengurangi kecemasan. Pada pasien rawat jalan yang memerlukan
anestesi tetap di luangkan waktu untuk dapat dijelaskan apa yang akan
terjadi sesuai pemahaman anak, dalam hal ini pemberian obat obatan
sangat beralasan. Kehadiran orang tua saat persiapan operasi dan induksi
juga diharapkan dapat menenangkan pasien 10.
B. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada anak anak dianggap menghabiskan
biaya. Pada beberapa pusat pemeriksaan laboratorium pada anak sehat
dengan pembedahan minor tidak dilakukan. Pemeriksaan laboratorium
khusus untuk pembedahan tertentu ditentukan oleh anesthesiologis, ahli
bedah dan dokter ahli penyakit anak tergantung pada situasi dan kondisil.
C. Puasa pre operasi
Pasien pediatrik cenderung mudah mengalami dehidrasi sehingga
pembatasan cairan pre operatif harus lebih berhati hati. Penelitian
menunjukkan Ph cairan lambung yang rendah (< 2,5) dan adanya cairan
sisa di lambung pada pasien yang dijadwalkan untuk operasi. Hal ini
menunjukkan bahwa anak anak mempunyai risiko terjadi aspirasi lebih
tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.Kejadian aspirasi dilaporkan

1:1000. Pemanjangan waktu puasa tidak menurunkan kejadian aspirasi


ini.Pada anak anak tergantung umur pemberian makanan formula dan
padat dihentikan 4- 8 jam pre operasi. Bayi kurang dan 6 bulan dipuasakan
4 jam sebelum induksi, Umur 6 - 36 bulan dipuasakan 6 jam Cairan jernih
boleh diberikan sampai 2-3 jam pre operasi. Waktu tersebut adalah untuk
neonatus, bayi dan anak sehat tanpa risiko penurnan pengosongan
lambung clan aspirasi 10,11.
D. Premedikasi
Banyak variasi pemberian premedikasi pada anak anak. Sedasi
tidak diberikan pada neonatus dan bayi sakit. Midazolam 0.3-0,5 mg/kg
diberikan pada anak yang sulit dipisahkan dari orangtuanya. Pemberian
oral lebih disukai daripada intramuskuler karena kurang traumatik hanya
onset obat 20-45 menit. Dosis midazolam dapat dikurangi dengan
pemberian ketamin 46 mg/kg, kombinasi ini tidak cocok untuk pasien
rawat jalan. Untuk pasien yang tidak kooperatif dapat diberikan
midazolam 0,1- 0,15mg/kg dan/atau ketamin 2-3 mg/kg secara intra
muskular. Dapat juga diberikan methohexital secara rektal 25-30 mg/kg
dari larutan 10% pada saat anak masih dalam pelukan orang tuanya.
Beberapa obat (ketamin 3-6 mg/kg, midazolam 0,2mg/kg, sufentanil 1-2
p/kg) dapat diberikan secara nasal meskipun rasanya tidak enak dan ada
risiko overtoksik dan midazolam. Fentanil juga dapat diberikan sebagai
lolipop (oralet 5-15 p/kg, kadar fentanil dapat terus meningkat selama
operasi dan dapat berfungsi sebagai analgesik post operatif. Obat obatan
lama seperti pentotal dan khloral hidrat jarang digunakan. Beberapa
anesthesiologist secara rutin menggunakan premedikasi atropin 0,02mg/kg
untuk mencegah bradikardia. Atropin dapat menyebabkan hipotensi pada
neonatus dan bayi kurang dari 3 bulan, Atropin dapat mencegah
penumpukan sekret pada jalan nafas yang kecil dan pipa endotrakheal
yang dapat berbahaya dan mengancam jiwa. Sekresi menjadi masalah
terutama pada pasien dengan ISPA atau pasien yang mendapat ketamin.

Atropin dapat diberikan secara oral (0,05mg/kg), intra muskular atau


kadang kadang rektal. Beberapa anesthesiologist memberikan atropin
secara intra vena beberapa saat segera sesudah induksi 10,11.
2. MONITORING
Monitor yang diperlukan sama dengan dewasa dengan beberapa
modifikasi. Batas alarm harus disesuaikan. Sandapan yang kecil untuk
elektrokardiograf digunakan agar tidak mengganggu sterilitas daerah operasi.
Manset untuk mengukur tekanan darah harus yang sesuai dengan besar lengan.
Stetoskop prekordial dapat memberikan informasi tentang detak jantung, kualitas
bunyi jantung dan patensi jalan nafas 10,11,12
Pengukur saturasi oksigen ( SpO2) penting karena hipoksia pada anak
dapat menyebabkan mortalitasdan morbiditas perioperatif. Pada neonatus probe
saturasi sebaiknya dipasang pada telinga atau jari kanan untuk mendapatkan
saturasi oksigen preduktal. Analisa C02 pada akhir tidal dapat untuk menilai
adekuat atau tidaknya ventilasi, konfirmasi letak pipa endotrakhea, dan tanda awal
dari hipertermia maligna11.
Tetapi frekuensi nafas yang cepat dan tidal volume yang kecil pada bayi
yang kecil dapat menimbulkan kesulitan dengan beberapa jenis kapnograf.
Penganalisa aliran akurat pada berat badan > 10 kg C02 yang terispirasi tampak
tinggi dan puncak C02 dapat tampak rendah. Kesalahan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor dan dapat dikurangi dengan menempatkan probe semaksimal
mungkin di ujung pipa endotrakhea yang dekat pasien, menggunakan pipa
sampling yang lebih pendek dan aliran gas sampling rendah (100-150
mL/menit)11.
Suhu pada anak anak harus dipantau dengan ketat karena anak mudah
jatuh ke keadaan hipotermia yang pada akhimya dapat menyebabkan kegagalan
organ.Juga anak lebih berisiko mengalani hipertermia maligna. Hipotermia dapat
dicegah dengan beberapa cars antara lain menjaga suhu kamar operasi tetap
hangat (26 C atau lebih), menghangatkan dan melembabkan gas inspirasi,
pemakaian lampu atau selimut hangat, dan menghangatkan semua cairan yang

masuk. Juga harus dipikirkan bahaya terbakar karena usaha yang berlebihan
dalam menghangatkan pasien. Monitor invasif (kanulasi arteri, kateterisasi vena
sentral) memerlukan pertimbangan ahli. Kateter arteri pulmonal pada anak anak
jamg diperlukan karena pada umumnya hubungan tekanan pengisian kanan dan
kiri dapat diperkirakan. Pada neonatus sering dipilih kanulasi arteri radialis kanan
karena letaknya yang preduktal keadaan disini mencerminkan kandungan oksigen
pada arteri karotis dan retina. Jumlah urin yang keluar merupakan parameter yang
bagus untuk menilai status volume. Neonatus yang prematur atau lahir dengan
berat badan lahir rendah atau lahir dari ibu yang diabetik cenderung mengalami
hipoglikemia. Dianggap hipoglikemia bila kadar gula pada neonatus < 30 mg% ,
pada anak yang lebih tua < 40mgo% 10,11.
3. INDUKSI
Induksi anestesi umum dapat dilakukan dengan teknik intravena atau
inhalasi. Induksi secara IM dengan ketamin (5-10mg/kb) dapat dilakukan pada
keadaan tertentu seperti anak meronta ronta. Induksi intra vena lebih disukai pada
anak yang sudah terpasng jalur intra vena atau pada anak yang kooperatif 11,13.
A. Induksi intra vena
Induksi dapat dilakukan sama seperti pada orang dewasa, yaitu
barbiturat dengan masa kerja cepat (Tiopental 3mg/kg pada neonatus, 4-6
mg/kg pada bayi dan anak yang lebih tua) atau propofol diikuti dengan
obat pelumpuh otot. (rapakuronium, vecuronium, atrakurium, rokuronium
atau

suksinilkolin). Atropin

harus

diberikan

sebelum

pemberian

suksinilkolin. Dengan Propofol angka kejadian hipertensi saat intubasi


menjadi lebih kecil, lebih cepat bangun dan angka kejadian mual ,muntah
post operasi lebih rendah. Keuntungan dari induksi intravena adalah
ketersediaan jalur intravena untuk memasukkan obat pada keadaan darurat
dan induksi cepat pada anak anak dengn risiko aspirasi10.

B. Induksi inhalasi
Sering anak belum terpasang jalur intra vena saat sampai di ruang
operasi. Agen inhalasi dapat menyebabkan anak hilang kesadaran hanya
dalam beberapa menit. Hal ini akan lebih mudah dilakukan pada anak
yang sudah dalam keadaan sedasi sehingga tidak tahu apa yang terjadi.
Altematif lain untuk anak yang sangat ketakutan adalah dengan mengganti
masker warna hitam dengan masker wama jernih dan mengoleskan
/meneteskan bau yang enak misalnya bau jeruk, dan membolehkan anak
untuk duduk pada saat awal induksi. Banyak perbedaan anatomi jalan
nafas antara dewasa dan anak anak yang akan mempengaruhi proses
ventilasi dengan masker dan intubasi. Ukuran peralatan yang dipergunakan
harus sesuai . Tabel di bawah ini memperlihatkan ukuran peralatan jalan
nafas untuk pasien anak anak.
Tabel 1. Peralatan jalan nafas untuk pasien pediatril1.
Umur
BB (kg)
ETT (mmID)
Dalam ET
Isap lendir (F)
Laryngoskop

Prematur
0-1 bl
0.5-3
2,5-3
6-9
6
00

Naonatus
0-1 bl
3-5
3-3,5
9-10
6
0

Masker
Ukuran Masker
00
Oral Airway
000-00
LMA
Ket.: ETT : Endo Tracheal Tube,

Bayi
1-12 bl
4-10
3,5-4
10-12
8
1,5

0
00
1
BB: Berat

Prasekolah
1-3 th
8-16
4-4,5
12-14
8
1,5

Anak kecil
3-8 th
14-30
4,5-5,5
14-16
10
2

1
1
1
1
1,5
1,5
Badan, LMA; Laryngeal

2
2
2,5
Mask Air

way
4. INTUBASI TRAKHEA
Sesudah induksi, sebelum dilakukan intubasi endotrakhea N 20 dimatikan
sehingga paru paru pasien hanya di isi dengan oksigen konsentrasi tinggi, hal ini
agar saturasi oksigen arteri tetap adekuat selama periode apnea10,11.
Pemilihan pelumpuh otot dapat dengan pelumpuh otot depolarisasi atau
non depolarisasi11.

Anak
8-12 th
25-50
5,5-6
16-18
12
3
3
3
3

Tulang oksiput yang menonjol pada anak anak cenderung membuat kepala
pada posisi yang agak fleksi, sebelum intubasi hal ini dapat diatasi dengan sedikit
meninggikan bahu atau mengganjal kepala dengan bantal berbentuk donat. Pada
anak yang lebih besar jaringan tonsil dan adenoid yang besar dapat mengganggu
visualisasi laring. Daun laringoskop yang lurus dapat membantu intubasi pada
bayi dan anak anak yang laringnya anterior. Pada anak umur < 5 tahun bagian
paling sempit dalah cincin krikoid sehingga pipa endotrakhea yang dapat
melewati glotis masih mungkin tidak dapat melewati cincin ini. Bila pipa
endotrakhea di paksakan melewati cincin ini dapat terjadi post operatif edema,
stridor, croup dan obstruksi jalan nafas14.
Pipa endo trakhea yang tidak menggunakan cuff biasanya dipakai untuk
anak dibawah umur 8- 10 tahun untuk mencegah edema tersebut dan untuk
meminimalkan risiko barotrauma, Diameter dalam pipa endo trakhea dapat
diperkirakan dengan rumus : Diameter internal pipa = 4 + umur/4, sebagai contoh
anak umur 4 tahun diperkirakan memakai pipa dengan diameter internal 5 mm.
Perkiraan ini hanya merupakan perkiraan kasar. Pada neonatus prematur kira-kira
dipakai pipa dengan diameter interna 2,5 - 3 mm dan neonatus 3-3,5 mm. Harus
dipersiapkan pipa endotrakhea dengan ukuran di atas dan di bawah ukuran yang
diperkirakan. Ukuran pipa yang cocok ditandai dengan mudah masuk ke dalam
laring dan adanya sedikit kebocoran gas pada tekanan 15-20 cm H2010,11.
Tidak adanya kebocoran ini menunjukkan ukuran pipa terlalu besar dan
harus diganti dengan yang lebih kecil. Kebocoran yang terlalu besar menunjukkan
pipa terlalu kecil sehingga ventilasi tidak adekuat dan kebocoran gas anestesi
dapat mencemari ruangan operasi. Juga ada rumus untuk memperkirakan panjang
pipa endotrakhea yang masuk yaitu : Panjang pipa = 12 + umur/2, Rumus ini
hanya merupakan perkiraan kasar, harus tetap di konfirmasi dengan penilaian
klinis. Untuk menghindari intubasi endobronchial ujung pipa dimasukkan 1- 2 cm
sesudah melewati glotis. Tekhnik lain adalah dengan cara secara sengaja
memasukkan pipa sampai cabang kanan.bronkhus dan kemudian ditarik sampai
suara nafas paru kanan sama dengan paru kiri10,14.

5. PEMELIHARAAN
Pada bayi dan anak biasanya dilakukan ventilasi kontrol. Pada ventilasi
spontan neonatus yang sakit sulit mengatasi tahanan sirkuit meskipun sudah
dipilih alat dengan tahanan yang rendah. Tahanan ini berasal dari katub searah,
pipa pernafasan dan penyerap C02. Untuk anak dengan BB < 10 kg lebih disukai
penggunaan sirkuit dari Mapleson D atau Bain karena alatnya ringan dan
tahanannya rendah. Tahanan pada sirkuit pemakaian dapat diatasi dengan tekanan
positif sehingga tidak menjadi masalah apabila ventilasi pasien di kontrol15.
Dengan memantau tekanan jalan nafas dapat segera diketahui bila ada
sumbatan pada pipa endotrakhea karena pipa yang terlipat atau pipa bergeser
masuk ke endobronkus. Kebanyakan ventilator anesthesia dirancang untuk
pemakaian pada orang dewasa sehingga kurang dapat dipercaya untuk dapat
digunakan pada anak anak dimana tidal volume harus kecil dan frekuensinya lebih
sering. Tidal volume yang terlalu besar pada anak dapat menyebabkan
peningkatan jalan nafas yang sangat tinggi dan menyebabkan barotrauma14.
Volume tidal yang kecil dapat diberikan secara manual dengan
menggunakan kantong pernafasan dengan volume 1 L. Dengan kantung ini lebih
sensitif dibanding bila memakai kantung dengan ukuran 3 L. Untuk anak dengan
berat badan < 10 kg tidal volume yang cukup dapat diperoleh pada tekanan jalan
nafas kurang lebih 15-18 cmH2O. Untuk anak yang lebih besar volume tidal dapat
di set pada 8-18m1/kg. Kebanyakan spirometer tidak akurat pada volume tidal
yang kecil. Juga gas yang hilang karena sirkuit yang panjang dan komplians alat
yang tinggi menjadi bermakna pada anak anak yang tidal volume nya kecil.
Sehingga sirkuit pada anak dipilih yang pendek dan tidak elastis15.
Ruang rugi pada sirkuit anak dapat diminimalkan dengan menempatkan
sekat yang memisahkan inspirasi dan ekspirasi pada Y-piece . Anestesi
dipertahankan dengan agen yang sama seperti pada dewasa. Meskipun MAC pada
anak lebih besar dibanding dewasa neonatus tetap lebih rentan terhadap efek
miodepresi agen anestesi. Obat pelumpuh otot diperlukan untuk mendapatkan
kondisi operasi yang optimal, terutama pada neonatus dan anak anak yang tidak
dapat mentoleransi dosis tinggi agen volatill0,11.

6. KEBUTUHAN CAIRAN PERIOPERATIF


Pemberian cairan pada anak harus sangat hati hati karena sempitnya
toleransi kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau
mikrodrip buret Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak
untuk mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat
dilihat dari adanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah
meningkat, penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit
pada kelopak mats atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan
pemeliharaan, mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang10,11
A. Kebutuhan Cairan Pemeliharaan
Kebutuhan

cairan

pemeliharaan

pada

anak

anak

dapat

diformulasikan dengan rumus 4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam,


10-20kg berikutnya : 2ml/kg/jam, seterusnya: 1 ml/kg/jam.
Pemilihan jenis cairan masih kontroversial. Cairan seperti D5 1/2 NS
dengan 20 mEq/L potasium klorida memberikan dekstrosa dan elektrolit
yang cukup . Pada neonatus, dapat diberikan D5 NS karena masih
terbatasnya kemampuan ginjal dalam menghadapi kelebihan natrium.
B. Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya
karena puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam
pertama, 25% pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk
mencegah terjadinya hiperglikemia dihindari cairan yang banyak
mengandung dekstrose. Defisit cairan preoperasi biasanya diganti dengan
cairan seimbang seperti ringer laktat atau NS. Dibanding dengan ringer
laktat, cairan garam fisiologis Iebih sering mengakibatkan asidosis
hiperkloremik11.
7. ANESTHESIA REGIONAL

Teknik regional pada anak anak biasanya digunakan sebagai tambahan


pada anestesia umum dan penghilang nyeri post operatif. Blok saraf ini dapat
bervariasi mulai dari blok sederhana pada saraf perifer sampai blok regional
seperti blok spinal. Blok kaudal sering dipakai pada beberapa prosedur
pembedahan seperti sirkumsisi, hemioraphy inguinal, pembedahan anal, perbaikan
clubfoot dan prosedur lain di bawah umbilikus. Kontra indikasi pada sakral hiatus,
koagulopati dan kelainan anatomi. Biasanya pasien di sedasi atau anestesi ringan
dan posisinya miring. Teknik blok kaudal pada anak anak dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum no 22. Teknik loss of resistance harus menggunakan cars
hanging drop dengan normal saline karena penggunaan udara dapat menyebabkan
emboli udara yang berpengaruh terhadap hemodinamik. Sesudah rasa khas saat
jarum melewati membran sacrocogcygeal jarum dimasukkan beberapa milimeter
lagi untuk menghindari jarum masuk kantung dura atau dinding anterior dari
sacrum. Aspirasi dilakukan untuk melihat adanya darah atau cairan cerebrospinal,
kemudian anestetik lokal pelan pelan dimasukkan, 2 ml larutan anestetik lokal
dengan epinefrin 1:200.000 dapat digunakan sebagai test apakah anestetik lokal
masuk ke dalam pembuluh darah. Beberapa jenis anestetik lokal telah digunakan
pada pediatrik antara lain lidokain 1 % dan bupivakain 0,125-0,25%. Ropivakain
0,2% memberikan analgesi seperti bupivakain dengan blok motorik minimal.
Untuk menambah durasi obat dapat ditambahkan morphin sulfat 25 tg/kg atau
hidromorphon 6 gg/kg, meskipun risiko depresi nafas post operasi meningkat11.
Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan anestetik lokal yang sering dipakai pada
anak anak dan zat tambahan yang sering digunakan.
Tabel. 2 Sifat dan dosis anestetik lokal pada pediatrik8.
Anestetik lokal
Aminoester
Prokain
Chlorprokain
Aminoamides
Lidokain

Konsentras
i (%)

Dosis
(mg/kg)

Dosis maks
(mg/kg)

Do. Maks
(+adrenalin
)

1-2
2-3

7
7

10
10

10
10

10-15
7-15

0,3-1
0,5-1

0,5-2

7,5

10

5-15

0,75-2

Latensi
(menit)

Masa kerja
(jam)

Prilokain
Mepivakain
Bupivakain
Levobupivakai
n
Ropivakaine

0,5-1,5
0,5-1,5
0.25-0,5
0.25-0,5

5
5-7
2
3

7
8
2,5
4

10
10
3
4

15-25
5-15
15-30
15-30

0,75-2
1-1,25
2,5-6
2,5-6

0,2-10

3,5

N/A

7-20

2,5-5

Ket. : Data ini tidak berlaku untuk blok spinal, regional intravena dan lokal anestesi

Tabel 5. Zat tambahan anestetik lokal pada pediatri dan efek sampingnya
ZAT TAMBAHAN
Morphine
Intrathecal

DOSIS
10g/kg

Epidural
30g/kg
Short acting narcotics (Epidural)
Fentanyl
1-2 g/kg
Sufentamil
0,5 g/kg
Klonidin
1-1,5 g/kg
Ketamin

0,5 mg/kg

EFEK SAMPING
Pruritus,

mual-muntah,

retensi

urin,sedasi,

konstipasi
Depresi nafas lambat
Pruritus, mual-muntah, retensi urin, sedasi, apnea
Sedasi, hipotensi, depresi respirasi pada neonatus
& bayi preematur
Sedasi

Volume lokal anestetik yang diperlukan bervariasi tergantung tinggi blok


yang diinginkan mulai 0,5 ml/kg untuk blok sakral sampai 1,25ml/kg untuk blok
midthorak. Satu injeksi tunggal biasanya berlangsung 4-12 jam. Untuk anesthesia
yang lama dan analgesia post operasi dapat digunakan kateter caudal no : 20
dengan infus kontinyu anestetik lokal bupivakain 0,125% pada kecepatan 0,20,4mg/kg/jam atau fentanil 2/ml pada kecepatan 0,6 g/kg/jam. Komplikasi
jarang terjadi, mulai dari toksisitas zat lokal anestetik karena pemberian kontinyu
yang terlalu lama atau karena masuknya lokal anestetik ke pembuluh darah seperti
kejang, hipotensi, disritmia, blok spinal dan depresi respirasi. Retensi urin post
operasi jarang terjadi pada dosis tunggal blok kaudal11.
8 . BANGUN DARI ANESTESI DAN PULIH SADAR
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah
laringospasme post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik

mudah mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang
dewasa nyeri post opertif pada anak anak juga harus dikelola dengan baik11.
A. Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan
terjadi secara tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior. Dapat
dihindari dengan ekstubasi saat pasien sudah benar benar sadar atau saat
keadaan anestesi masih dalam. Ekstubasi diantara kedua keadaan ekstrim
ini berbahaya. ISPA juga meningkatkan kejadian larigospasme saat bangun
dari anestesi5.
Bila terjadi laringospasme diatasi dengan memberi ventilasi
tekanan positif dengan halus, lidokain intravena 0,5-1mg/kg, paralisis
dengan suksinilkolin 0,5-1 mg/kg atau rokuronium 0,4 mg/kg dan ventilasi
dikontrol. Bila terpaksa dapat diberikan suksinilkolin intra muskular.
Laringospasme dapat terjadi segera post operasi tetapi dapat juga terjadi di
ruang pulih sadar karena tersedak sekret pharing, oleh karena itu sebaiknya
pasien diposisikan miring sehingga sekret yang ada bisa dengan mudah
keluar. Pada saat pasien bangun sebaiknya orangtua sudah ada di samping
pasien10.
B. Croup Post Intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling
sering terjadi pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit.
Kejadian croup lebih sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber
cuff dan memungkinkan sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH 2O. Stridor ini
sering berkaitan dengan umur 1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang,
pipa endotrakhea yang besar, pembedahan yang lama, prosedur di kepala
dan leher, dan gerak pipa yang berlebihan (batuk gerak kepala)10.
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam

2,5 ml NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi


mulai 3 jam post operasi11.
C. Penatalaksanaan Nyeri Post Operasi
Analgesia post operasi pada anak anak dapat dipakai blok saraf
atau Patient control analgesia (PCA). Opioid yang sering digunakan
adalah fentanil 1-2 gg/kg dan meperidin 0,5mg/kg. Ketorolak 0.75mg/kg
dapat mengurangi dosis opioid. Juga dapat digunakan asetaminofen rektal
40mg/kg11.

DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Pediatric Anesthesia. In :
Clinical anesthesiology .3d' ed. New York : Mc Graw Hill; 2002.p.849-73
2. Betts KE, Downes JJ. Pediatric Anesthesia. In : Longnecker DE, Murphy FL,
editors. Introduction in anesthesia. 9h ed. Philadelphia, Pennsylvania : W. B.
Saunders Company ; 1997.p. 332-49
3. Motoyama EK, Cook CD. Respiratory physiology. In : Smith RM, editor.
Anesthesia for infants and children. 4`h ed. St Louis, Toronto : The C. V.
Mosby Company ; 1980.p.38-83
4. McGowan FX, Steven JM. Cardiac Physiology and Pharmacology. In : Cote
CJ, Ryan JF, Todres ID, Goudsouzian NG, editors. A Practice of Anesthesia
for infants and children. 3`d ed. Philadelphia, London : W. B. Saunders
Company ; 2001.p. 353-87
5. Tait AR. Point-Counterpoint : Point : Endotracheal intubation should be
avoided in children with upper respiratory tract infection. Spa Newsletter
[serial on line] summer2002;15(3): [3 screens].Available from :URL:
http://www.pedsanesthesia.org
6. Uezono S, Goto T, Terui K, Ichinose F, Ishguro Y, Nakata Y, et al. Emergence
Agitation After Sevoflurane Versus Propofol in Pediatric Patients. Anesth
Analg 2000;91:563-6
7. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in
pediatric general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84
8. Veyckemans F. Equipment, Monitoring, and Environmental Conditions. In
Bissonnette B, Dalens BJ, editors. Pediatric Anesthesia : Principles and
Practice. . New York : Mc Graw Hill; 2002.p.414-82
9. Dalens BJ. Regional Anesthesia in Children. In : Miller RD, editor. Miller's
Anesthesia. 6

th

ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Churcill

Livingstone ; 2005. p. 1719-62

10. Moss M, Lopez AM, Eble BK, Schellhase DE. Pediatric Intensive Care
Procedure. In : Fink MP, Abraham E, Vincent JL, Kochanek PM, editors.
Texbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier
Saunders ; 2005.p.1909-32
11. Bohn D. Fluids and Electrolytes in Pediatrics. In : Fink MP, Abraham E,
Vincent JL, Kochanek PM, editors. Texbook of Critical Care. 5th ed.
Philadelphia, Pennsylvania : Elsevier Saunders ; 2005.p.1131-39
12. Joint statement of the Fetus and Newborn Committee, Canadian Paediatric
Society, and Committee on Fetus and Newborn, Committee on Drugs, Section
on Anesthesiology and Section on Surgery, American Academy of Pediatrics.
Prevention and Management of Pain and Stress in The Neonate. Paediatrics. &
Child Health 2005;1: 31-8

Vous aimerez peut-être aussi