Vous êtes sur la page 1sur 48

SKRINING DIABETES MELITUS PADA WARGA USIA LANJUT RW 02

KELURAHAN GEDONGKIWO, KECAMATAN MANTRIJERON, KOTA YOGYAKARTA

LAPORAN PENELITIAN

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :
Sarah Muharomah 10/KU/13634
Ignatius Ryan Adriawan 10//KU/13651
Khaucellya Rajagopal 10/KU/14150
Muhammad Fikru Rizal 10/KU/13926
Luthfia Rahmadita 10/KU/14101
Ignatius Ivan Putrantyo 10/KU/13782
Dini Alyani 10/KU/14085
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

HALAMAN PENGESAHAN
SKRINING DIABETES MELITUS PADA WARGA USIA LANJUT RW 02
KELURAHAN GEDONGKIWO, KECAMATAN MANTRIJERON, KOTA YOGYAKARTA
LAPORAN PENELITIAN
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :
Sarah Muharomah 10/KU/13634
Ignatius Ryan Adriawan 10//KU/13651
Khaucellya Rajagopal 10/KU/14150
Muhammad Fikru Rizal 10/KU/13926
Luthfia Rahmadita 10/KU/14101
Ignatius Ivan Putrantyo 10/KU/13782
Dini Alyani 10/KU/14085

Telah disetujui dan disahkan oleh:


Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Agung Nugroho, AMP, MPH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat,
rahmat,
dan
hidayah-Nya
sehingga
kami
dapat
menyelesaikan penelitian dan laporan kegiatan Ilmu Kesehatan
Masyarakat yang berjudul Penapisan Penyakit Diabetes Mellitus
Type II Pada Warga Usia Lanjut RW 02 Kelurahan Gedongkiwo,
Kecamatan
Mantrijeron,
Kota
Yogyakarta.
Penelitian
dan
laporan ini kami lakukan selama masa koasistensi di Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam waktu 2 minggu di RW 02,
Kelurahan Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya tak lupa kami haturkan
kepada :
1. Prof. Dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc, Sc.D selaku
Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan kesempatan kami mengenyam pendidikan di Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM
2. Bapak Agung Nugroho AMP, MPH selaku dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing kami dalam melakukan penelitian ini
3. Bapak Ari Sudaryanto, S.Sos, M.Si selaku Kepala Kecamatan
Mantrijeron dan Ibu Supiyatun, S.Sos selaku Kepala
Kelurahan
Gedongkiwo
yang
telah
mengizinkan
kami
melakukan kegiatan penelitian di Kelurahan Gedongkiwo,
Kecamatan Mantrijeron
4. Kepala Puskesmas Mantrijeron dan para staf Puskesmas yang
telah banyak membantu kami dalam mencari data mengenai
status kesehatan masyarakat di Kecamatan Mantrijeron
5. Bapak Imanudin selaku Kepala RW 02 Kelurahan Gedongkiwo,
beserta para Kepala RT di wilayah RW 02 (Bapak ) yang
telah membantu kami selama program pelayanan kesehatan
dan penelitian di RW 02
6. Seluruh warga RW 02 Kelurahan Gedongkiwo yang telah
meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pelayanan kesehatan serta penelitian kami
7. Orang tua dan saudara-saudara kami yang telah memberikan
dukungan baik secara material, moral, dan spiritual demi
kesuksesan kegiatan pelayanan kesehatan serta penelitian
kami
8. Teman-teman seperjuangan Sarah, Ryan, Kc, Fikru, Fia,
Ivan, Dini, Amirah, Ihsan, Keket, Kiky, Panji, dan Rj
yang telah memberikan semangat dalam pelaksanaan kegiatan
dan penyelesaian laporan ini

9. Dan seluruh pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan


& kemajuan penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan
satu per satu
Kami berharap laporan ini dapat berguna bagi pembaca dan
masyarakat. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca,
agar
dapat
kami
pergunakan
untuk
memperbaiki
kekurangan kami di masa mendatang. Kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kesalahan, baik yang disengaja maupun
tidak disengaja. Atas perhatian dan kesempatan yang telah
diberikan, kami sampaikan terima kasih.

Yogyakarta, 23 Februari 2015

Tim Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..........................................ii
KATA PENGANTAR.............................................iii
DAFTAR ISI...................................................v
DAFTAR TABEL................................................vi
DAFTAR GAMBAR..............................................vii
BAB I

PENDAHULUAN...........................................1

1. Deskripsi Umum Wilayah Kerja.............................1


1.1 Keadaan Geografis Kelurahan Gedongkiwo................1
1.2 Gambaran Demografi RW 02 Kelurahan Gedongkiwo.........1
2.1 Identifikasi Masalah Kesehatan Masyarakat di Kelurahan
Gedongkiwo................................................4
2.2 Prioritas Masalah Kesehatan...........................5
2.3 Perumusan Masalah.....................................6
2.4 Tujuan Kegiatan.......................................6
2.5 Manfaat Kegiatan......................................7
3. Tinjauan Pustaka.........................................7
3.1. Definisi Diabetes Melitus............................7
3.2.

Klasifikasi Diabetes Melitus........................8

3.3. Epidemiologi Diabetes Melitus........................8


3.4

Etiologi............................................10

3.5. Patogenesis Diabetes Melitus........................10


3.6. Gejala Klinis.......................................14
3.7. Penegakan Diagnosis.................................14
3.8 Faktor Risiko Diabetes Melitus.......................16
3.9 Pemeriksaan Penyaring Diabetes Melitus...............16

3.10 Penatalaksanaan Diabetes Melitus....................17


3.11 Edukasi.............................................18
3.12 Terapi Obat.........................................18
3.13 Prognosis dan Komplikasi............................20
BAB II

METODE PENELITIAN...................................23

1. Rancangan Penelitian....................................23
2. Subyek Penelitian.......................................23
3. Variabel Penelitian.....................................23
4. Instrumen Pengumpulan Data..............................24
5. Definisi Operasional....................................24
6. Pengolahan Data.........................................26
7. Langkah Penelitian dan Jadwal Pelaksanaan...............26
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN................................27
1. Karakteristik Data Dasar................................27
2. Faktor Risiko Diabetes Melitus..........................28
2.1. Indeks Massa Tubuh..................................29
2.2. Lingkar perut.......................................29
2.3. Aktivitas Fisik.....................................31
2.4. Skor Indian Diabetes Risk Score.....................33
2.5. Riwayat Keluarga dengan DM..........................33
3. Gula Darah Sewaktu......................................34
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN................................36

1. Kesimpulan..............................................36
2. Saran...................................................36
DAFTAR PUSTAKA..............................................38

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan


kelompok umur................................................2
Tabel 2. Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan
mata pencaharian.............................................3
Tabel 3. Tingkat Prioritas Masalah...........................6
Tabel 4. Etiologi Diabetes Melitus..........................10
Tabel 5 . Kriteria pemeriksaan gula darah untuk skrining DM. 17
Tabel 6. Indian Diabetes Risk Score.........................24
Tabel 7. Karakteristik Data Dasar...........................27

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan


usia.........................................................2
Gambar 2 . Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo
berdasarkan mata pencaharian.................................3
Gambar 3. Bagan penegakan diagnosis DM. (Perkeni, 2011).....15
Gambar 4. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 (Perkeni,2011).. . .19
Gambar 5. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh...............29
Gambar 6. Hasil pengukuran lingkar perut....................30
Gambar 7. Aktivitas Fisik...................................32
Gambar 8.Hasil penilaian IDRS...............................33
Gambar 9. Riwayat orang tua dengan DM.......................34
Gambar 10. Hasil pengukuran GDS.............................34

BAB I
PENDAHULUAN
1. Deskripsi Umum Wilayah Kerja
1.1 Keadaan Geografis Kelurahan Gedongkiwo
Kelurahan
Mantrijeron,

Gedungkiwo
Kota

terletak

Yogyakarta,

di

wilayah

Provinsi

kecamatan

Daerah

Istimewa

Yogyakarta. Luas wilayah 0,90 km2 dengan batas wilayah:


1. Sebelah utara : Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan
mengikuti Jl. Letjend S. Parman
2. Sebelah selatan:
Bantul,

Desa

mengikuti

Panggungharjo,

batas

antara

Kota

Kecamatan

Sewon,

Yogyakarta

dengan

Kabupaten Bantul
3. Sebelah barat
Kecamatan

: Desa Tirtonirmolo dan Desa Ngestiharjo,

Kasihan,

Patangpuluhan,

Kabupaten

Kecamatan

Bantul

Wirobrajan

dan

kelurahan

mengikuti

Sungai

Winongo
4. Sebelah

timur

Kelurahan

Kadipaten

dan

Kelurahan

Patehan, Kecamatan Kraton dan Kelurahan Suryodiningratan,


mengikuti Beteng Kraton sebelah barat daya Jl. Bantul dan
terusan irigasi Pojok Benteng.
Kelurahan Gedongkiwo terletak kurang lebih 113 meter diatas
permukaan laut. Curah hujan rata- rata 1785mm/tahun dengan
keadaan topografi berupa dataran rendah. Suhu udara berkisar
32C.
man

Jarak

kecamatan

sekitar

dari
1

km,

pusat
sedangkan

pemerintahbn
jarak

dari

ibukota

kabupaten atau Kota kurang lebih 6 km.

1.2 Gambaran Demografi RW 02 Kelurahan Gedongkiwo


Berdasarkan data monografi Kelurahan Gedongkiwo, jumlah
pendduduk di kelurahan Gedongkiwo adalah sebanyak 13.875 jiwa,
yang

terdiri

atas

laki

laki

sebanyak

6.798

jiwa

dan

perempuan sebanyak 7.077 jiwa dengan Jumlah KK sebanyak 4.427


KK.

Distribusi

penduduk

Kelurahan

Gedongkiwo

berdasarkan

kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukan usia


terbanyak adalah usia 15 65 tahun yaitu sebanyak 9650 jiwa.
Tabel 1. Distribusi penduduk Kelurahan
kelompok umur
No.
Kelompok usia
1
0 15
2
15 65
3
65 keatas

Gedongkiwo berdasarkan
Jumlah
3311
9650
914

Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiw o


berdasarkan usia

7%

24%

70%

0-15

15-65

>65

Gambar 1. Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan


usia
Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan tingkat
pendidikan menunjukan yang terbanyak adalah lulusan SMA/SMU
sebanyak 3.793 orang, SMP sebanyak 1.967 orang, sarjana 1.687
2

orang, sekolah dasar sebanyak 1.600 orang, taman kanak kanak


sebanyak 1.340 orang, lulusan akademi/ D1 D3 sebanyak 612
orang, dan lulusan pasca sarjana sebanyak 142 orang.
Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan mata
pencaharian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo berdasarkan
mata pencaharian
No
Mata pencaharian
Jumlah
1
PNS
561
2
ABRI
39
3
Swasta
2933
4
Wiraswasta
158
5
Tani
16
6
Pertukangan
7
7
Jasa
1871

Distribusi Penduduk Kelurahan Gedongkiwo Berdasarkan Mata Pencaharian


0%
0%

5% 14%

4%

1%

75%

PNS

ABRI

Swasta

Tani

Pertukangan

Jasa

Wiraswasta

Gambar 2 . Distribusi penduduk Kelurahan Gedongkiwo


berdasarkan mata pencaharian

2. Perumusan Masalah

2.1 Identifikasi Masalah Kesehatan Masyarakat di Kelurahan


Gedongkiwo
Masalah-masalah

kesehatan

yang

dialami

oleh

masyarakat

Kelurahan Gedongkiwo diketahui dengan melakukan observasi dan


wawancara

dengan

Camat,

Lurah,

Ketua

RW

02,

dan

Kepala

Puskesmas Mantrijeron. Selain itu digunakan pula data sekunder


yang diambil dari kantor Kelurahan Gedongkiwo dan data dari
Puskesmas Mantrijeron.
Dari

hasil

wawancara

dapat

disimpulkan

adanya

beberapa

masalah yang dikeluhkan di Kelurahan Gedongkiwo khususnya RW


02 antara lain sebagai berikut:
1. Masalah sanitasi
Rumah warga di RW 02 Kelurahan Gedongkiwo, terutama RT 12
dan RT 14 yang terletak berdekatan dengan sungai. Selama
ini, warga mendapatkan air tersebut kurang baik karena
sering

didapati

kotoran

dan

bau.

Hanya

sebagian

kecil

warga yang menggunakan PDAM, mengingat rendahnya tingkat


sosial-ekonomi warga di daerah tersebut yang mayoritas
warga menggunakan air tersebut untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari

seperti

mandi,

mencuci, dan lain sebagainya.


2. Pemukiman padat
Kelurahan Gedongkiwo RW 02

memasak,

ini

makan,

merupakan

minum,

lingkungan

pemukiman yang padat. Antara satu rumah dengan rumah yang


lain jaraknya sangat berdekatan terutama RT 12 dan RT 14.
Selain itu, di pemukiman padat tersebut banyak warga yang
memelihara

hewan

seperti

anjing,

ayam,

itik,

dan

lain

sebagainya. Hewan-hewan tersebut banyak berkeliaran bebas


di sekitar pemukiman warga. Jarak antara rumah warga dan
kandang hewan cenderung berdekatan karena sempitnya lahan
4

di

sana.

Hal

ini

tentunya

mempengaruhi

kebersihan

lingkungan di pemukiman padat tersebut.


3. Gizi buruk
Angka kejadian gizi buruk di Kecamatan Mantrijeron cukup
banyak.

Hal

ini

erat

kaitannya

dengan

rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakatnya. Padahal


gizi

buruk

dapat

penyakit-penyakit
gizi

buruk

menular

berimbas

penderitanya.
menjadi

merupakan

maupun

penurunan

satu

penyakit

pada

RW

02

utama

degeneratif

pada

Salah

masalah

risiko

sistem

timbulnya
yang

mana

imun

pada

degeneratif

Kelurahan

yang

Gedongkiwo,

Kecamatan Mantrijeron adalah Diabetes Mellitus.


4. Diabetes Mellitus
Selama ini, penderita Diabetes Mellitus terutama di RW 02
Kelurahan

Gedongkiwo,

Kecamatana

Mantrijeron

belum

terungkap secara pasti. Hal ini kemungkinan dikarenakan


kurangnya
terhadap

pengetahuan
penyakit

lingkungan
penyakit

ini.

tersebut

Diabetes

dan

kesadaran

Mengingat

yang

dapat

Mellitus,

warga

banyaknya

risiko

menyebabkan

serta

rumitnya

sendiri
di

timbulnya
penanganan

penyakit Diabetes Mellitus yang membutuhkan waktu seumur


hidup

karena

pada

prinsipnya

penyakit

ini

tidak

dapat

disembuhkan, hanya bisa dikontrol.


2.2 Prioritas Masalah Kesehatan
Suatu cara yang sederhana dan bermanfaat dalam menentukan
prioritas

masalah

kesehatan

adalah

dengan

menggunakan

kriteria, yaitu :
a. Perhatian masyarakat
Meliputi pengetahuan, sikap, keterlibatan emosi masyarakat
terhadap masalah dan urgensinya menurut mereka
b. Prevalensi
Menunjukkan frekuensi masalah (jumlah kasus tersebut) dalam
suatu periode tertentu
c. Berat ringannya masalah
Hal ini diukur berdasarkan pengaruhnya terhadap individu
dan lingkungan
d. Kemungkinan pengelolaan masalah
5

Dipertimbangkan beberapa alternatif dan pengelolaan masalah


itu, biaya yang dibutuhkan, sumber-sumber dana, tenaga yang
tersedia,

dan

kesulitan

yang

dapat

timbul

dalam

proses

pelaksanaan cara-cara yang dipilih.


Dengan 4 kriteria di atas, maka penentuan prioritas masalah
adalah sebagai berikut :

Kriteria

Tabel 3. Tingkat Prioritas Masalah


Masalah
Pemukiman Gizi
Diabetes

Perhatian

sanitasi
3

padat
1

buruk
2

Mellitus
4

Masyarakat
Prevalensi
Berat

1
2

3
1

4
3

2
4

11

14

ringannya
masalah
Kemungkina
n
pengelolaa
n
Jumlah
skoring
Dari hasil skoring di atas, maka yang dijadikan sebagai
prioritas
nilai

masalah

skoring

adalah

yang

lebih

Diabetes
tinggi

Mellitus
bila

karena

memiliki

dibandingkan

dengan

permasalahan-permasalahan lainnya.
2.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

permasalahan

tersebut,

maka

rumusan masalah yang akan diteliti adalah bagaimana gambaran


pengetahuan,

sikap,

dan

perilaku

warga

RW

02

Kelurahan

Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron.

2.4 Tujuan Kegiatan


Untuk

mengetahui

gambaran

pengetahuan,

sikap,

dan

perilaku

warga RW 02 di Kelurahan Gdeongkiwo mengenai penyakit Diabetes


Mellitus.
6

2.5 Manfaat Kegiatan


Penelitian ini bermanfaat kepada beberapa pihak, yaitu :
a. Peneliti
Melatih diri bekerja di lingkungan masyarakat dalam hal
komunikasi, sosialisasi, dan pendekatan ke masyarakat
sebagai peneliti dan tenaga kesehatan yang juga memiliki
kewajiban untuk memberi kontribusi pada lingkungannya.
b. Masyarakat
Masyarakat dapat menambah ilmu dan kesadaran tentang
masalah kesehatan di lingkungan mereka sekaligus dapat
melakukan pencegahan terhadap masalah kesehatan pada
masa yang akan datang, terutama mengenai penyakit
Diabetes Mellitus.
c. Puskesmas
Mengetahui apa saja faktor risiko masyarakat terkait
penyakit Diabetes Mellitus.
d. Kecamatan
Mengetahui apa saja masalah kesehatan yang melanda warga
sehingga dapat menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat, dan membuat program-program kesehatan yang
dapat mengurangi kejadian Hipertensi di masyarakat.

3. Tinjauan Pustaka
3.1. Definisi Diabetes Melitus
Menurut

American

2010,Diabetes

Diabetes

melitus

Association

merupakan

suatu

(ADA)

kelompok

tahun
penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi


karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya.
Perkeni,

2011

menyatakan

bahwa

seseorang

menderita

DM

apabila kadar gula darah puasanya >126 mg/dl atau kadar gula
darah sewaktunya >200 mg/dl.

3.2.

Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes

mellitus

dapat

dikllasifikasikan

menjadi

empat

kelompok (Powers, 2008) yaitu:


1. Diabetes mellitus Tipe-1
Diabetes mellitus tipe-1

disebabkan

oleh

defisiensi

hormone insulin karena kerusakan sel pancreas yang


disebakna oleh adanya reaksi autoimun. Destruksi sel
pancreas
sangat

tersebut
rendah

Penderita

menyebabkan

atau

Diabetes

bahkan

kadar

tidak

Melitus

insulin

ada

Tipe-1

sama

menjadi
sekali.

bergantung

pada

insulin dari luar untuk bias bertahan. Oleh karena itu,


diabetes tipe ini biasa disebut juga dengan Insulin
Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Diabetes mellitus
Tipe-1 biasnaya terjadi pada usia muda yaitu sebelum
usia 30-40 tahun (Inzucci et al.,2005) namun dapat juga
menyerang
Kasus

berbagai

diabetes

usia

mellitus

(Goldstand
tipe-1

&

Mueller,2008).

merupakan

5-10%

dari

keseluruhan kasus diabetes (Inzucci et al.,2005).


2. Diabetes mellitus Tipe-2
Sebanyak 80-90% kasus diabetes elitus tergolong

ke

dalam diabetes mellitus Tipe-2


3. Diabetes mellitus tipe lainnya
4. Diabetes mellitus gestational
3.3. Epidemiologi Diabetes Melitus
Data

epidemiologi

peningkatan

angka

menunjukkan

insidensi

dan

adanya
prevalensi

kecenderungan
DM

tipe2

di

berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan


jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun
mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta

pada

Diabetes

tahun

2030.

Federation

Senada

(IDF)

pada

dengan
tahun

WHO,
2009,

International
memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009


menjadi

12,0

juta

pada

tahun

2030.

Meskipun

terdapat
8

perbedaan
adanya

angka

prevalensi,

peningkatan

jumlah

laporan

keduanya

penyandang

DM

menunjukkan

sebanyak

2-3kali

lipat padatahun 2030.


Laporan
Indonesia

dari

hasil

yang

penilitian

dilakukan

pada

di

berbagai

dekade

1980-an

daerah

di

menunjukkan

sebaran prevalensi DM tipe2 antara 0,8% di Tanah Toraja,


sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada
rentang tahun 19802000

menunjukkan

yang

Sebagai

sangat

tajam.

peningkatan

contoh,pada

prevalensi

penelitian

di

Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun


1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi
menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan

data

Pusat

diperkirakan

Statistik

Indonesia

tahun

2003,

Badan

penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak


133

juta

jiwa.

Dengan

prevalensi

DM

sebesar

14,7%

pada

daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan


pada

tahun

diabetes

di

Selanjutnya,
diperkirakan

2003

terdapat

daerah

urban

sejumlah
dan

berdasarkan
pada

tahun

5,5

pola
2030

8,2

juta

juta penyandang

di

daerah

pertambahan

nanti

akan

rural.

penduduk,

ada

194

juta

penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi


prevalensiDM

pada

urban

(14,7%) dan

rural

(7,2%)

maka

diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah


urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Laporan
tahun

2007

hasil

Riset

Kesehatan

oleh

Departemen

Dasar

Kesehatan,

(Riskesdas)

menunjukkan

bahwa

prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15


tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi
Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara
dan

Kalimanatan

Barat

prevalensi toleransi

yang

glukosa

mencapai
terganggu

11,1%.
(TGT),

Sedangkan
berkisar

antara

4,0%

di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi

Papua Barat.
3.4

Etiologi

Berdasarkan Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Tipe2 di Indonesia (2011), Diabetes Mellitus dapat
dibagi berdasarkan etiologinya:
Tabel 4. Etiologi Diabetes Melitus

3.5. Patogenesis Diabetes Melitus


3.5.1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 disebabkan karena beberapa faktor yang saling
berkaitan

diantaranya

sehingga

mengakibatkan

genetik,

lingkungan

rusaknya

sel

beta

dan

imunologi

pankreas

dan

defisiensi insulin. Faktor utama adalah karena destruksi sel


beta

pankreas

akibat

autoimmune,

dimana

terdapat

bukti

autoimunitas pada sel islet tersebut. Beberapa kasus lain


dengan

DM

type

tidak

memiliki

bukti

adanya

proses

autoimmune, sehingga penyebab terjadinya defisiensi insulin


tidak diketahui. Pada awalnya individu dengan DM type 1
10

memiliki

sel

beta

yang

berfungsi

baik,

sebelum

akhirnya

terjadi kerusakan akibat autoimun dalam waktu bulanan sampai


dengan tahunan akibat terpacunya autoimunitas oleh faktor
lain

seperti

faktor

infeksi

maupun

lingkungan.

Proses

rusaknya sel beta bervariasi pada masing-masing individu.


Gejala khas diabetes belum muncul sampai akhirnya kerusakan
mencapai

70

hingga

80

persen.

Sisa

sel

beta

yang

masih

berfungsi tidak mampu menjaga metabolisme glukosa normal.


Kondisi

intoleransi

mellitus

biasanya

kebutuhan
awalnya

farmakologi
akhirnya

oral

proses

terjadi

memburuk

berkaitan

insulin,
insulin

glukosa
seperti

dengan

rendah

mampu

menjaga

autoimmune

dependensi

kondi

infeksi

dosis

terhadap

dan

atau

diabetes

meningkatnya

pubertas.

Pada

bahkan

hanya

terapi

gula

darah,

hingga

kadar

merusak

menjadi

seluruh

insulin.

sel

Pada

beta

DM

type

dan
1,

meskipun sel islet lain seperti sel alpha yang memproduksi


glukagon, sel delta yang memproduksi somatostatin memiliki
kesamaan fungsi dan embriologi dengan sel beta, kerusakan
akibat

autoimmune

Secara

patologi

diinfiltrasi

tidak

terjadi

kerusakan

oleh

pada

terjadi

limfosit,

sel

saat

setelah

lain

tersebut.

islet
semua

pankreas
sel

beta

terdistruksi, proses inflamasi berakhir, terjadi atrofi pada


islet.
Resiko

terjadinya

DM

type

juga

melibatkan

faktor

genetik. Gene yang bertanggung jawab terhadap berkembangnya


DM

type

Polimorfisme

berlokasi
pada

di

kompleks

regio
HLA

HLA

pada

berkaitan

kromosom

dengan

40-

6.
50%

resiko genetik berembangnya DM type 1. Regio ini berisi gen


yang

meng-encode

molekul

MHC

II

yang

mempresentasikan

antigen kepada sel T helper dan berperan pada insisiasi


respon imun.
Selain hubungannya dengan MHC class II, studi genetik telah
mengidentifikasi setidaknya 20 lokus genetik berbeda yang
11

berkontribusi

terhadap

resiko

DM

type

seperti

polymorphisms pada regio promotor dari gen insulin, CTLA-4


gene, interleukin-2 receptor, CTLA4, PTPN22 dan lain-lain.
Selain itu gen yang bersifat proteksi tehadap berkembangnya
DM

type

seperti

haplotype

DQA1*0102,

DQB1*0602,

dimana

terbukti memberikan proteksi dari berkembangnya DM type 1.


Meskipun
hingga

10

resiko
kali

berkembangnya

lipat

pada

penyakit

individu

ini

dengan

meningkat

riwayat

pada

keluarga, resiko tersebut masih cenderung rendah ( 3-4% pada


individu dengan orangtua DM type.
3.5.2. Diabetes Melitus tipe 2
Resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin merupakan
faktor utama dalam berkembangnya DM type 2. Defek primer
pada

patogenesis

masih

kontroversial,

beberapa

studi

berpandangan bahwa resitensi insulin menyebabkan gangguan


sekresi

insulin

namun

diabetes

hanya

berkembang

ketika

sekresi insulin mencapai tahap tertentu sehingga tidak mampu


lagi menjaga metabolisme glukosa normal.
DM

type

sangat

berkainan

erat

dengan

faktor

genetik.

Kejadian DM type 2 pada kembar identik berkisar 70 90%.


Individu

dengan

riwayat

orangtua

penderita

DM

type

2,

beresiko lebih tinggi untuk berkembangnya penyakit serupa,


bahkan

jika

kedua

orangtua

mencapai

40%.

kemampuan

penggunaan

berperan

dalam

Resistensi

insulin

glukosa

proses

menderita
pada

meltabolise

DM

type

2,

merupakan
otot

skelet.

glukosa

ke

resiko

turunnya
Insulin
intrasel.

Disebutkan resistensi insulin telah terjadi pada individu


non-diabet

dengan

riwayat

keluarga

penderita

DM

type

2.

Berkembangnya penyakit ini kemudian bergantung pada faktor


lain seperti faktor lingkungan mencakup obesitas, nutrisi
dan aktifitas fisik.
12

DM

type

resistensi

terdiri

insulin,

berlebihan,

dan

atas

produksi

gangguan

DM

penyakit,

toleransi

normal,

type

akibat

glukosa

dari

glukosa

insulin,

hepar

lemak.

yang

Obesitas

terjadi pada DM type 2 (80%

obese).

adanya

sekresi

metabolisme

terutama visceral sangat sering


penderita

gangguan

Pada
masih

kompensasi

awal

berkembangnya

dapat

dipertahankan

naiknya

sekresi

insulin

oleh sel beta akibat adanya resistensi insulin. Jika kondisi


terus berlanjut, sel beta pankreas pada sebagian individu
tidak

mampu

bertahan

berkepanjangan.

pada

Kemudian

kondisi

hyperinsulinemia

terjadilah

yang

hiperglikemia

postprandial, kondisi gangguan sekresi insulin dapat terus


berlanjut dan adanya kenaikan produksi glukosa hepar yang
memperparah

hyperglikemia

terjadi,

sehingga

terjadinya

hiperglikemia puasa. Pada akhirnya individu dengan DM type 2


dapat mengalami kegagalan sel beta.
Mekanisme terjadinya resistensi insulin pada DM type 2
masih belum dapat disimpulkan. Kadar reseptor insulin dan
aktifitas tyrosine kinase di otot skelet memang mengalami
penurunan, namun hal itu kemungkinan disebabkan oleh kondisi
hiperinsulinemia
pada

dan

post-reseptor

bukan
dari

merupakan

defek

primer.

Defek

phosphorylation/dephosphorylation

yang diregulasi oleh insulin disebut sebagai faktor utama


dari resistensi insulin.
Obesitas berpengaruh pada proses patogenesis dari DM type
2. Meningkatnya massa adiposit mengakibatkan meningkatnya
asam lemak bebas di sirkulasi. Adiposit misalnya mensekresi
zat seperti asam lemak bebas, retinol-binding protein 4,
leptin, resistin dan adiponectin yang memiliki efek pada
regulasi berat badan, nafsu makan dan penggunaan energi,
selain

itu

kenaikan

asam

lemak

bebas

di

sirkulasi

juga

mengganggu penggunaan glukosa di otot skelet, dan memicu


sekresi glukosa dari hepar.
13

Resistensi insulin dan sekresi insulin sangat berkaitan.


Sekresi insulin awalnya akan naik akibat kebutuhan insulin
yang meningkat untuk memertahankan toleransi glukosa normal.
Kondisi

ini

farmakologi

juga

terjadi

pada

individu

glucose-secretagog.

Sekresi

dengan

insulin

terapi
akhirnya

menurun dan mekanisme terjadinya hal tersebut masih belum


dapat disimpulkan. Massa sel beta menurun sampai dengan 50%
pada

individu

dengan

riwayat

DM

type

yang

berkepanjangan. . Islet amyloid polypeptide atau amylin yang


disekresi bersama dengan insulin oleh sel beta dan amyloid
fibrillar deposit dapat ditemukan pada individu dengan DM
type 2, apakah deposit tersebut merupakan kejadian primer
maupun sekunder masih belum diketahui. Kondisi hiperglikemi
kronis

sendiri

secara

langsung

mengganggu

fungsi

islet

pankreas, hal ini sering disebut sebagai glucose toxicity.


Kadar

asam

lemak

bebas

yang

tinggi

di

sirkulasi

juga

memperburuk fungsi islet pankreas.


3.6. Gejala Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan

adanya

DM

perlu

dipikirkan

apabila

terdapat

keluhanklasik DMseperti di bawah ini:


-

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia,

dan penurunan berat badanyangtidak dapat dijelaskan sebabnya


Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita
3.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan melaluitiga cara:
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM
b. Pemeriksaan glukosa

plasma

puasa

126

mg/dL

dengan

adanya keluhan klasik.


c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).

14

Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan


spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit

untuk

dilakukan

berulang-ulang

dan

dalam

praktek

sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.


Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok

toleransi

glukosa

terganggu

(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).


1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan

glukosa

plasma

jam

140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).


2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila

setelah

beban antara

setelah

pemeriksaan

glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL(5,6


6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam

Gambar 3. Bagan penegakan diagnosis DM. (Perkeni, 2011)


3.8 Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas: Faktor risiko
yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga
15

dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi


dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah
menderita

DM

Gestasional

dan

riwayat

berat

badan

lahir

rendah < 2,5 kg. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti
berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang
aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL
<35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi
gula rendah serat. Faktor risiko lain yang terkait dengan
risiko

diabetes

kistik,

atau

ressitensi

seperti

keadaan

insulin,

penderita

klinis

sindrom

sindrom

lain

yang

metabolik,

ovarium
terkait

riwayat

polidengan

toleransi

glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu dan riwayat


penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah
koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata
M, 2009).
3.9 Pemeriksaan Penyaring Diabetes Melitus
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai
risiko

DM,

Pemeriksaan

namun

tidak

penyaring

menunjukkan

bertujuan

adanya

untuk

gejala

menemukan

DM.

pasien

dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih


dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut
sebagai

intoleransi

menuju

DM.

risiko

untuk

glukosa,

Keduakeadaan
terjadinya

merupakan

tersebut
DM

dan

juga

tahapan

sementara

merupakan

penyakit

faktor

kardiovaskular

dikemudian hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan
kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.
Pemeriksaan
penyaring
untuk
tujuan
penjaringan
masal
(mass

screening)

tidak

dianjurkan

mengingat

biaya

yang

mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak


lanjut

bagi

Pemeriksaan

merekayang
penyaring

diketemukan

dianjurkan

adanya

dikerjakan

kelainan.
pada

saat

pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar


16

glukosa

darah

sewaktu

dan

glukosa

darah

puasa

sebagai

patokan penyaring dapat dilihat pada berikut.


Tabel 5 . Kriteria pemeriksaan gula darah untuk skrining DM

3.10 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Tujuan
-

penatalaksanaan

Diabetes

berdasarkan target jangka waktu:


Jangka
pendek:
menghilangkan

Mellitus
keluhan

dapat

dan

dibagi

tanda

DM,

mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian


-

glukosa darah.
Jangka panjang:
penyulit
Tujuan

mencegah

mikroangiopati,
akhir

dan

menghambat

makroangiopati,

pengelolaan

adalah

progresivitas
dan

neuropati.

turunnya

morbiditas

dan mortalitas DM.


Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa
lipid,

darah,
melalui

tekanan

darah,

pengelolaan

berat

pasien

badan,

secara

dan

profil

holistik

dengan

mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.


Secara umum terdapat 4 pilar utama penanganan DM menurut
Konsensus

Pengendalian

dan

Pencegahan

Diabetes

Mellitus

Tipe2 di Indonesia (2011), diantaranya edukasi, terapi gizi


medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

3.11 Edukasi
Semua pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi
perlu di nasehati mengenai perubahan gaya hidup, seperti
menurunkan

kegemukan,

asupan

garam

(total

<5

gr/hari),
17

asupan lemak jenuh dan alcohol (pria <21 unit dan perempuan
<14 unit per minggu), banyak makan buah dan sayuran, tidak
merokok, dan berolahraga secara teratur; semua ini terbukti
dapat

merendahkan

penggunaan

tekanan

obat-obatan.

darah

Bagi

dan

penderita

dapat

menurunkan

hipertensi

ringan

atau nilai batas tanpa komplikasi, pengaruh perubahan ini


dapat dievaluasi dengan pengawasan selama 4-6 bulan pertama.

3.12 Terapi Obat


Terapi
makan

farmakologis
dan

latihan

diberikan
jasmani

bersama

(gaya

dengan

hidup

pengaturan

sehat).

Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.


1. Obat hipoglikemik oral.
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A.

Pemicu

sekresi

insulin(insulin

secretagogue):

sulfonilurea dan glinid.


1. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin
dan tia zolidindion.
2. Penghambat glukoneogenesis (metformin.
3. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase
alfa.
4. DPPIV inhibitor
B. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP1/incretin mimetic

18

Gambar 4. Algoritma pengelolaan DM tipe 2 (Perkeni,2011).

19

3.13 Prognosis dan Komplikasi


Beberapa

komplikasi

dari

Diabetes

Mellitus

diantaranya

komplikasi akut dengan mortalitas dan morbiditas yang cukup


tinggi, seperti diabetes ketoasidosis, status hiperglikemi
hiperosmolar, dan hipoglikemia. Selain itu ada komplikasi
kronis yang dapat terjadi pada DM dengan kadar gula darah
yang tidak terkontrol seperti makroangiopati, mikroangiopati
dan neuropati.
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan

komplikasi

akut

diabetes

yang

ditandai

dengan

peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300600 mg/dL),


disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma
keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300320 mOs/mL)
dan terjadi peningkatan anion gap
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat
tinggi (6001200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330380 mOs/mL), plasma
keton (+/), anion gap normal atau sedikit meningkat.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya hipoglikemia
dengan

menurunnya

terdapat
harus

kadar

penurunan
selalu

hipoglikemia.

kesadaran

Hipoglikemia
sulfonilurea

akibat sulfonilurea
harus

glukosa darah < 60 mg/dL. Bila


pada

dipikirkan

oleh penggunaan

ditandai

dapat

penyandang diabetes

kemungkinan
paling
dan

terjadinya

sering
insulin.

berlangsung

disebabkan
Hipoglikemia

lama,

sehingga

diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu

kerja

obat

cukup

lama

telah
untuk

habis.

Terkadang

pengawasannya

diperlukan

(2472

jam

waktu
atau

yang

lebih,

terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang


mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia
pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
20

mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM


usia

lanjut

sering

lebih

lambat

dan

memerlukan

dari

gejala

adrenergik

pengawasan yang lebih lama.


Gejala

hipoglikemia

terdiri

(berdebardebar, banyak keringat, gemetar, dan rasa lapar)


dan

gejala

neuroglikopenik

(pusing,

gelisah,

kesadaran

menurun sampaikoma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan


pengelolaan yang memadai. Bagi pasien dengan kesadaran yang
masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat
atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 1520

gram

ulang

melalui

glukosa

intra

darah

15

vena.

Perlu

menit

dilakukan

setelah

pemeriksaan

pemberian

glukosa.

Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.


Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat
diberikan

glukosa

tindakan

darurat,

40%

intravena

sebelum

terlebih

dapat

dahulu

dipastikan

sebagai
penyebab

menurunnyakesadaran.
4. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi
pada

penyandang

tipikal

diabetes.

claudicatio

Biasanya

intermittent,

terjadi
meskipun

dengan

gejala

sering

tanpa

gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang


pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
5. Mikroangiopati:
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko
-

dan

memberatnya

retinopati.

Terapi

aspirintidak

mencegahtimbulnya retinopati
Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8

g/kgBB) juga akan mengurangi risikoterjadinya nefropati


6. Neuropati
Komplikasi

yang

tersering

dan

paling

penting

adalah

neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko


21

tinggi untukterjadinya ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang


sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetarsendiri,
dan

lebihterasasakit

ditegakkan,
untuk

pada

mendeteksi

di

malam

setiap

hari.Setelah

pasien

adanya

perlu

diagnosis

dilakukan

polineuropati

DM

skrining

distal

dengan

pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram


sedikitnya setiap tahun.
Apabila

ditemukan

adanya

polineuropati

distal,

perawatan

kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk


mengurangi

rasa

sakit

dapat

antidepresantrisiklik,

atau

diabetes

neuropati

yang

disertai

diberikan

duloxetine,

gabapentin.Semua
perifer

harus

penyandang
diberikan

edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.


Untuk

penatalaksanaan

penyulit

ini

seringkali

diperlukan

kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.

22

BAB II
METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
ini
merupakan
peneitian

Penelitian
observasional.

Penelitian

dilakukan

deskriptif

melalui

pemeriksaan

kesehatan terhadap warga RW 2 Kelurahan Gendongkiwo, Kecamatan


Mantrijeron,

Kota

dilaksanakan
bertempat

pada
di

Yogyakarta,
hari

SD

Minggu,

Provinsi
tanggal

Suryowijayan,

DIY.
22

Penelitian

Februari

Gedongkiwo,

2015

Kecamatan

Mantrijeron, Kodya Yogyakarta.


2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah warga berusia >50 tahun di RW
2

Kelurahan

Gendongkiwo,

Kecamatan

Mantrijeron,

Kota

Yogyakarta, DIY yang mengikuti kegiatan pemeriksaan kesehatan.

3. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Pekerjaan
4) Berat badan
5) Tinggi badan
6) Gula darah sementara
7) Riwayat keluarga dengan DM
8) Lingkar perut
9) Aktivias fisik
10)Skor IDRS

4. Instrumen Pengumpulan Data

23

Data dikumpulkan dengan instrument berupa:


1. Kuisioner Indian Diabetes Risk Score (IDRS). Kuesioner
ini merupakan salah satu system skoring yang mudah dan
efisien utnuk skrining diabetes mellitus.

Tabel 6. Indian Diabetes Risk Score


Indikato
r
Umur
Lingkar
perut

10

20

30

<35 th
Laki-laki
<90cm,
Perempuan
<80cm

35-49 th
Laki-laki
>=100 cm,
Perempuan
>=90

>50 th

Laki-laki
90-99 cm,
Perempuan
80-89 cm

Aktivita
s Fisik

Olahraga
rutin dan
strenuous
work

Tidak
olahraga
+
sedentar
y work

Riwayat
DM
Keluarga
TOTAL

Tidak

Olahraga
rutin
atau
strenuous
work
Kedua
orang tua

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Salah
satu
orang tua

Skor

Alat cek gula darah EasyTouch.


Lancet
Kapas alcohol
Gloves
Timbangan berat badan
Meteran

Definisi

5. Definisi Operasional
operasional dari variabel penelitian

di

atas

adalah:
1. Usia : Usia subjek penelitian saat dilakukan pemeriksaan.
Ditulis dalam satuan tahun.
2. Jenis kelamin : Jenis kelamin subjek penelitian. Ditulis
laki-laki atau perempuan.
3. Pekerjaan
:
pekerjaan

subjek

penelitian

saat

dilakukan pemeriksaan. Diklasifikasikan menjadi pekerjaan


dengan aktivitas fisik
4. Berat badan
: Berat

badan

subjek

penelitian

saat

dilakukan pemeriksaan. Ditulis dalam kilogram (kg).


24

5. Tinggi badan

tinggi

badan

subjek

penelitian

saat

dilakukan pemeriksaan. Ditulis dalam meter (m).


6. Gula darah sementara : Gula darah kapiler yang diambil
menggunakan lancet yang diperiksa menggunakan glucometer
EasyTouchTM. Ditulis dalam mg/dL. Diklasifikasikan menjadi
Bukan DM (<100 mg/dl), Belum pasti DM (100-199 mg/dL), DM
(>200 mg/dL) (Perkeni, 2011).
7. Riwayat keluarga dengan DM
: Riwayat penyakit DM pada
keluarga inti (orang tua, saudara kandung)
8. Lingkar perut : Lingkar perut subjek penelitian

saat

dilakukan pemeriksaan. Ditulis dalam satuan cm. Dikatakan


kegemukan jika lingkar perut >90 cm untuk laki-laki dan
>80cm untuk perempuan.
9. Aktivias fisik : aktivitas

fisik

yang

dilakukan

oleh

subjek penelitian. Dikalsifikasikan menjadi:


a. Aktivitas
memiliki

fisik

baik

kebiasaan

dilakukan

Olahraga

olahraga

pekejaan

aktivitas fisik.
b. Aktivitas fisik sedang :

Olahraga

kebiasaan

dilakukan

atau

olahraga

memiliki

aktivitas fisik.
c. Aktivitas fisik rendah :

teratur

apapun

memiliki

memiliki

dan

yang
yang

pekejaan
tidak

teratur
menuntut

teratur

apapun

yang
yang

jika

jika

teratur
menuntut

memenuhi

kedua

klasifikasi sebelumnya.
8. Skor

IDRS

(Indian

Diabetes

Risk

Score)

Skor

pada

penilaian risiko DM berdasarkan kuesioner IDRS dengan


skala 0-100. Dikatakan risiko tinggi DM jika skor >=60.

Pengambilan

data

6. Pengolahan Data
dilakukan dengan anamnesis,

pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan gula darah sewaku. Kemudian data diolah


menggunakan

software

Microsoft

Excel

dan

disajikan

dalam

bentuk tabel dan grafik.

25

7. Langkah Penelitian dan Jadwal Pelaksanaan

1)

Bertemu

tokoh

masyarakat

(Kepala

Kecamatan

Mantrijeron,

Kepala Kelurahan Gedongkiwo, Kepala Puskesmas Mantrijeron,


Ketua RW 2, Ketua RT 10,11,12,13,14,dan 15, pada tanggal
2)

16,17, dan 18 Februari 2015.


Mendiskusikan serta merancang
kemudian

3)

disetujui

oleh

dosen

bentuk

penelitian

pembimbing

lapangan

yang
pada

tanggal 19 Februari 2015.


Mendapat persetujuan dari ketua RW 2 mengenai tata cara
dan

alur

pelaksanaan

penelitian

serta

mengambil

data

4)

mengenai remaja pada tanggal 19 Februari 2015.


Menyerahkan undangan kepada subyek penelitian pada tanggal

5)
6)

20 Februari 2015.
Melakukan penelitian pada tanggal 22 Februari 2015.
Mengolah data hasil penelitian pada tanggal 22 Februari
2015.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Karakteristik Data Dasar
Berdasarkan penelitian ini, didapaktkan sebanyak 85 warga RW
2 Desa Gedongkiwo, Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta yang
mengikuti
pada

kegiatan

tanggal

22

pemeriksaan

Februari

2015.

kesehatan
Dari

85

yang
total

dilaksanakan
warga

yang
26

mengikuti

pemeriksaan

kesehatan,

didapatkan

67

warga

yang

memenuhi kriteria umur >50 tahun.


Tabel 7. Karakteristik Data Dasar
Frekuensi
(n=67)

Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Umur (tahun)
50 - <60
60 70
>70
Riwayat Pendidikan
SD
SMP
SMA
S1
Pekerjaan
Buruh
IbuRumah Tangga
Pensiunan
PNS
Wiraswasta
Tidak bekerja

Persentase (100%)

27
40

40%
60%

30
27
10

45%
40%
15%

40
17
8
2

70%
14%
12%
4%

3
24
5
1
30
4

4%
36%
7%
2%
23%
6%

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan laki- laki sebesar


40 % (n= 27) sedangkan perempuan sebesar 60 % (n = 40) .
Sehingga

subjek

perempuan

lebih

besar

dibandingkan

dengan

subjek laki-laki. Sementara itu, distribusi umur kelompok

50

- <60 tahun sebanyak 45 % (n=30) , lalu kelompok umur 60 - 70


tahun

sebanyak

40%

(n=27),

sedangkan

kelompok

usia

>70

sebanyak 15% (n= 10 ).Dengan umur paling muda dalah 50 tahun


dan

umur

paling

tua

dalah

83

tahun.Dengan

ini

dapat

disimpulkan bahwa kelompok umur lansia paling banyak adalah


pada kelompok umur 50 - <60 tahun.
Menurut riwayat pendidikan diperoleh data kelompok dengan
riwayat pendidikan terakhir SD sebanyak 70% (n= 40) , lalu
riwayat pendidikan terakhir SMP sebanyak 14% (n= 8) , riwayat
pendidikan

terakhir

SMA

12%

(n=7)

dan

riwayat

pendidikan
27

terakhir sardjana sebanyak 4% (n=2) . Jadi dapat didimpulkan


bahwa

distribusi

paling

banyak

ada

subjek

dengan

riwayat

pendidikan terakhir SD.


Berdasarkan

pekerjaan

didapatkan

warga

dengan

pekerjaan

buruh 4% (n= 3) , Ibu Rumah Tangga sebanyak 36% (n=24) lalu


subjek dengan pensiunan sebesar 7% (n=5) lalu subjek dengan
PNS

sebesar

2%

(n=1)

,subjek

dengan

Pekerjaan

dibidang

wiraswasta sebanyak 45% (n= 30) dan yang terakhir subjek tidak
bekerja sebesar 6% (n=4) . Yang mana dari hasil data ini
diperoleh pekerjaan yang paling banyak digeluti pada subjek
penelitian adalah wiraswasta.

8. Faktor Risiko Diabetes Melitus


Pada penelitian ini, identifikasi faktor risiko dilakukan
dengan

menggunakan

data

Indeks

Massa

Tubuh,

Riwayat

Hipertensi, dan indicator pada Indian Diabetes Risk Score yang


meliputi usia, lingkar perut, aktivitas fisik, dan riwayat
orang tua kandung dengan DM (Mohan et al., 2005).

28

2.1. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh


Obes; 10%

Kurang; 16%

Overweight; 31%

Normal; 42%

Gambar 5. Hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh


Setelah

dilakukan

didapatkan

jumlah

perhitungan

subjek

yang

Indeks

Massa

termasuk

Tubuh

kategori

(IMT),

overweight

sebanyak 20 orang (31%) dan obes sebanyak 7 orang (11%). Hal


ini lebih banyak daripada penelitian Fakhouri et al. (2012) di
Amerika Serikat, bahwa prevalensi obesitas pada lansia (dalam
hal ini >65 tahun sebesar 34,6%. Sedangkan penelitian Wang et
al.

(2006)

di

Tiongkok

didapatkan

prevalensi

obesitas

dan

overweight sebanyak 33,3% untuk kedua jenis kelamin.


Di

Amerika

Serikat,

dari

orang

sekarang

termasuk

kategori berat badan leboh atau obesitas, sehingga berisiko


terhadap

kesehatan

jantung

dan

metabolism.

Bagi

kebanyakan

pasien, menurunkan berat badan merupakan hal yang sangat sulit


karena harus mengubah pola makan dan aktivitas (ADA, 2013).
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menurunkan berat badan
antara

lain

menurunkan

konsumsi

kalori,

meningkatkan

aktivitas fisik, dan bila diperlukan bisa ditambah pengobatan


farmakologis.

29

2.2. Lingkar perut


Lingkar perut dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu skor
0, 1 dan 2. Skor 0 diberikan jika lingkar perut <90 cm (lakilaki) atau <80 cm (perempuan). Skor 1 diberikan jika lingkar
perut 90-99 cm (laki-laki) atau 80-89 cm (perempuan). Skor 2
diberikan jika lingkar perut >100 cm (laki-laki) atau >90 cm
(perempuan). Peserta dengan skor lingkar perut 2 dikatakan
memiliki obesitas abdominal.

Lingkar Perut
Perempuan

Laki-laki

15

17

15
9

Gambar 6. Hasil pengukuran lingkar perut


Pada penelitian ini didapatkan 22 orang (33%) dengan skor
2 (Laki-laki >100cm, perempuan >90cm), 21 orang (32%) dengan
skor 1 (laki-laki 90-99 cm, perempuan 80-99 cm), dan 24 orang
(35%)

dengan

Terlihat

ada

skor

(laki-laki

kecenderungan

<90cm,

perempuan

perempuan

memiliki

skor

<80cm).
lingkar

perut yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.


Lingkar

perut

diukur

untuk

mengetahui

adanya

obesitas

sentral. Obesitas sentral penting karena merupakan salah satu


30

faktor risiko terjadinya berbagai gangguan metabolisme tubuh,


diantaranya diabetes melitus (Janssen et al., 2006). Obesitas
abdominal diketahui memiliki peran dalam resistensi insulin
(Qatanani & Lazar, 2007). Hal ini terkait dengan peningkatan
asam lemak bebas, yang akan mengaktifkan protein kinase C, jun
kinase dan inhibitor of nuclear factor kappa-B, sehingga jalur
sinyal insulin terganggu.
Lingkar

perut,

bersama

dengan

aktivitas

fisik,

adalah

bagian dari IDRS (Indian Diabetic Risk Score) yang tergolong


dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) (Joshi, 2005).
Diharapkan dengan menurunkan lingkar perut, risiko diabetes
mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular dapat ditekan,
sehingga lingkar perut dapat digunakan dalam pemeriksaan rutin
sebagai langkah promotif-preventif di masyarakat (Wang, 2003).
2.3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik kategori 3 yaitu tidak olah raga teratur dan
pekerjaan

yang

tidak

memerlukan

aktivitas

fisik

didapatkan

pada 16 laki-laki dan 35 perempuan (51 orang; 76%). Sedangkan


yang

olahraga

aktivitas

teratur

fisik

saja

sebanyak

atau

memiliki

orang

pekerjaan

laki-laki

dan

dengan
orang

perempuan (15 orang; 22%), dan hanya satu orang yang memiliki
olahraga

teratur

dan

pekerjaan

yang

menggunakan

aktivitas

fisik. Hal ini kemungkinan dikarenakan populasi yang diteliti


berumur >50 tahun sehingga sudah mengalami penurunan aktivitas
fisik baik dalam bekerja maupun olahraga.

31

Aktivitas Fisik
Perempuan

Laki-laki

16

35
9
6

1
0
0

Gambar 7. Aktivitas Fisik

Dari

sudut

mencerminkan

pandang

rendahnya

kesehatan
minat

masyarakat,

penduduk

dalam

hal

ini

melakukan

aktivitas fisik yang baik. Terkait aktivitas fisik, diperlukan


penelitian

lebih

lanjut,

baik

penelitian

kualitatif

maupun

kuantitatif, untuk mendapatkan regimen aktivitas fisik yang


dapat diterapkan sebagai program Puskesmas / layanan kesehatan
primer.
Dapat pula dilakukan koordinasi antarbidang, misalnya bidang
perhubungan, sehingga beberapa tujuan dapat sekaligus dicapai,
seperti penurunan penggunaan transportasi pribadi, penurunan
penggunaan
peningkatan

bahan

bakar,

aktivitas

penurunan

fisik

untuk

polusi
mencapai

lingkungan,
taraf

dan

kesehatan

yang lebih baik (Litman, 2010).

32

2.4. Skor Indian Diabetes Risk Score

Skor IDRS
Perempuan

Laki-laki

10

16

31

10
>=60

<60

Gambar 8.Hasil penilaian IDRS.


Berdasarkan
didapatkan

41

penilaian

orang

Indian

memiliki

nila

Diabetes
>=60

Risk

dengan

Score,

rincian

31

perempuan dan 10 laki-laki. Sedangkan untuk yang mendapatkan


nilai <60 sebanyak 26 orang dengan rincian 16 orang laki-laki
dan 10 orang perempuan.
2.5. Riwayat Keluarga dengan DM
Pada penelitian ini, didapatkan 1 orang memiliki riwayat
kedua orang tua mengalami DM, 9 orang salah satu dari kedua
orang tuanya, dan 57 orang mengatakan tidak ada riwayat DM
pada

kedua

orang

tua

nya.

Hal

ini

kemungkinan

karena

kecenderungan generasi sebelumnya yang memiliki prevalensi DM


lebih rendah atau karena belum tersedianya fasilitas diagnosis
DM yang mudah seperti sekarang.

33

Riwayat Keluarga dengan DM


Riwayat Keluarga dengan DM

57

9
0

1
2

Gambar 9. Riwayat orang tua dengan DM


9. Gula Darah Sewaktu

Hasil Pengukuran GDS


DM; 12%
Tidak DM; 22%

Belum Pasti DM; 66%

Gambar 10. Hasil pengukuran GDS

34

Berdasarkan pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 8


orang (12%) termasuk kategori Diabetes Melitus, 44 orang (66%)
belum pasti DM, dan 15 orang (23%) tidak DM. Klasifikasi ini
didasarkan

pada

padnuan

Perkeni

2011

untuk

penapisan

DM

menggunakan gula darah sewaktu. Pada penelitian sebelumnya,


didapatkan
daerah

prevalensi

urban

dan

DM

7,2%,

di
pada

Indonesia
daerah

sebesar

Ural

14,7%

(Perkeni,

pada

2011).

Sedangkan khusus pada populasi lansia, berdasarkan penelitian


di Amerika Serikat pada tahun 2005 2008 diketahui prevalensi
DM pada umur 45-64 tahun sebesar 13,7% dan pada usia >65 tahun
prevalensi nya sebesar 26,9% (NHES, 2008). Selain itu, menurut
American

Diabetes

Ascociation

(ADA),

kematian

terkait

DM

paling banyak dialami oleh penderita berumur lebih dari 55


tahun (ADA, 2008).

35

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap warga
RW

2,

Kelurahan

Gedongkiwo,

Yogyakarta,didapatkan
sebelumnya.

Menurut

Kecamatan

orang

penilaian

Matrijeron,

sudah

Indian

Kodya

terdiagnosis

Diabetes

Risk

DM

Score,

didapatakan 41 orang (61%) dengan risiko tinggi DM, sedangkan


menurut

pemeriksaan Gula Darah Sewaktu, didapatkan 8 orang

(12%) dikategorikan diabetes melitus dan


Faktor risiko yang paling banyak dimiliki adalah aktivitas
fisik

yang

kurang.

Didapatkan

51

orang

(76%)

tidak

pernah

berolahraga secara rutin dan memiliki pekerjaan yang tidak


memerlukan aktivitas fisik cukup.
10.
Berdasarkan
mayoritas

penelitian

lansia

di

RW

Saran

yang
02

dilakukan,

Kelurahan

diketahui

Gedongkiwo

bahwa

Kecamatan

Mantrijeron Yogyakarta memiliki risiko tinggi terkena diabetes


mellitus

tipe

2,

dengan

faktor

risiko

terbesar

kurangnya

aktivitas fisik. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian semua


pihak untuk menekan insidensi diabetes mellitus tipe 2. Saran
yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut:

36

1. Bagi pemerintah pusat, dapat diatur kebijakan yang lebih


ketat

mengenai

transportasi,

sehingga

penggunaan

transportasi umum dapat ditingkatkan. Diharapkan penggunaan


transportasi

umum

masyarakat

dapat

sehingga

meningkatkan

risiko

aktivitas

penyakit

fisik

metabolik

dan

serebrokardiovaskuler dapat ditekan.


2.

Bagi

pemerintah

daerah

Yogyakarta,

diharapkan

meningkatkan aksesibilitas bagi lansia, mengingat terjadinya


pergeseran profil demografis di mana populasi lansia di kota
Yogyakarta

meningkat.

aksesibilitas

bagi

Diharapkan

lansia,

dengan

peningkatan

dapat

meningkatkan

lansia

aktivitas fisiknya.
3. Bagi Puskesmas Mantrijeron bekerjasama dengan para lurah,
ketua RW dan RT, dapat diprogramkan senam lansia dengan
frekuensi
dengan

yang

durasi

disarankan,
30

menit.

yaitu

minimal

Diharapkan

senam

kali/minggu

lansia

dengan

regimen sesuai anjuran dapat memenuhi kebutuhan aktivitas


fisik lansia. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan lingkar
perut

secara

rutin

sebagai

pemantauan

risiko

penyakit

metabolik yang murah, mudah dan hemat waktu.


4.

Bagi

peneliti

di

bidang

kesehatan

masyarakat,

dapat

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hambatan


lansia

dalam

maupun

tidak,

beraktivitas
sehingga

fisik,

dapat

baik

yang

dilakukan

dapat

diubah

penyesuaian

dan

pembentukan kebijakan publik yang tepat sasaran.


37

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2008. Diabetes Care 31:596-615
Colberg SR, Sigal RJ, Fernhall B, Regensteiner JG, Blissmer
BJ, Rubin RR, Chasan-Taber L, Albright AL, Braun B. 2010.
Exercise and type 2 diabetes: the American College of
Sports Medicine and the American Diabetes Association:
joint position statement. Human Movement Sciences
Department, Old Dominion University: Virginia.
Daneman D. 2006. Type 1 Diabetes. Division of Endocrinology,
Depaetment of Paediatrics, Hospital for Sick Children:
University of Toronto
Gils, Carl C. van dan Stark, Lee Ann.2006 Diabetes Mellitus
and Elderly. Ostomy Wound Man. 52:9
Goldstand M, Muller S. 2008. Current status in diabetic
maculer edema treatments. Ophtalmology Service: Universidad
Roviral Reus Spain.
Gerich JE. 1998. The genetic basis of type 2 diabetes
mellitus: impaired insulin secretion versus impaired
insulin sensitivity. University of Rochester: New York..
Inzucchi SE, Bergestal RM, Buse JB. 2005. Management of
Hyperglycemia in Type 2 Diabetes: A Patient-Centered
Approach. Section of Endocrionologi, Yale University School
of Medicine: Connecticut
Janssen, Ian, et al. 2006. The Importance of Waist
Circumference in the Definition od Metabolic Syndrome.
Diabetes Care 29: 404-409
Joshi SR. 2005. Indian Diabetes Risk Score. J Assoc Physicians
India. 53:755-7.
Leahy JL. 2005. Pathogenesis of type 2 diabetes mellitus.
University of Vermont College of Medicine: Burlington. USA.
Litman

T.

2010.

Benefits.
diakses di

Evaluating

American

Public

Public

Transportation

Transportation

Health

Association;

www.apta.com/resources/reportsandpublications/

Documents/APTA_Health_Benefits_Litman.pdf.

38

Nyenwe EA, Jerkins TW, Umpierez GE, Kitabchi AE. 2011.


Management of type 2 diabetes: evolving strategies for the
treatment of patients with type 2 diabetes. Division of
Endocrinology, University of Tennesse Health Science
Center: Memphis. USA.
Tuomilehto J, Lindstorm J, Eriksson JG, Valle TT, Hamalainen
H. 2001. Prevention of type 2 diabetes mellitus by changes
in lifestyle among subjects with impaired glucose
tolerance. Department of Epidemiology and Health Promotion,
National Public Health Institute: Helsinski.
Power C, Hypponen E, Thomas C. 2008. Obesity and type 2
diabetes risk in midadult life : the role of childhood
adversity. Centre for Epidemiology and Biostatistic,
Institute of Child Health: University College of London.
Qatanani M, Lazar MA. 2007. Mechanisms of obesity-associated
insulin resistance: many choices on the menu. Genes & Dev.
21:1443-55.
Skyler JS, Ricordi C. 2011. Stopping Type 1 Diabetes: Attempts
to Prevent or Cure Type 1 Diabetes in Man. Diabetes
Research Institute, University of Miami Miller School of
Medicine: Miami.
Van Belle TL, Coppieters KT, von Herrath MG. 2011. Type 1
Diabetes: Etiology, immunology, and therapeutic strategies.
Center for Type 1 Diabetes Research, La Jolla Institute
for Allergy and Immunology: California.

Wang J. 2003. Waist circumference: a simple, inexpensive, and


reliable tool that should be included as part of physical
examinations in the doctor office. Am J Clin Nutr. 78:9023.
Wendy L Bennett et al. 2011. Oral Diabetes Medications for
Adults With Type 2 Diabetes: An Update. John Hopkins
University: USA.

39

LAMPIRAN
1. Dokumentasi

40

Vous aimerez peut-être aussi