Vous êtes sur la page 1sur 16

http://entrepreneurshiplearningcenter.blogspot.com/2013/06/lebih-dalam-tahutentang-usaha-kecil.

html

Lebih Dalam Tahu Tentang : Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu
ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan usaha yang
berdiri sendiri.

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) :
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil


adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang

secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Kriteria usaha kecil.

a. Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta
Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar
Rupiah)
Milik Warga Negara Indonesia
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum,
atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

b. Sedangkan Glendoh (2001), menyebutkan usaha kecil dalam arti luas memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Industri kecil adalah industri berskala kecil, baik dalam ukuran modal, jumlah
produksi maupun tenaga kerjanya.
Perolehan modal umumnya berasal dari sumber tidak resmi seperti tabungan
keluarga, pinjaman dari kerabat dan mungkin dari lintah darat.
Karena skala kecil, maka sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula
pengambilan, keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian fungsi dalam
bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi dan lain sebagainya.
Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat
dekat, dengan sifat hubungan kerja yang informal dengan kualifikasi teknis
yang apa adanya atau dikembangkan sambil bekerja.
Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan usaha
industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para pekerjanya
umumnya lemah.

Peralatan yang digunakan adalah sederhana dengan kapasitas output yang


rendah pula.

Jenis-jenis Usaha Kecil Menengah.

Ada 3 jenis usaha yang bisa dilakukan oleh UKM untuk menghasilkan laba. Ketiga
jenis usaha tersebut adalah :

a. Usaha Manufakur (Manufacturing Business)

Yaitu usaha yang mengubah input dasar menjadi produk yang bisa dijual kepada
konsumen. Kalau anda bingung, contohnya adalah konveksi yang menghasilkan
pakaian jadi atau pengrajin bambu yang menghasilkan mebel, hiasan rumah,
souvenir dan sebagainya.

b. Usaha Dagang (Merchandising Business)

Adalah usaha yang menjual produk kepada konsumen. Contohnya adalah pusat
jajanan tradisional yang menjual segala macam jajanan tradisional atau toko
kelontong yang menjual semua kebutuhan sehari-hari.

c. Usaha Jasa (Service Business)

Yakni usaha yang menghasilkan jasa, bukan menghasilkan produk atau barang
untuk konsumen. Sebagai contoh adalah jasa pengiriman barang atau warung
internet (warnet) yang menyediakan alat dan layanan kepada konsumen agar
mereka bisa browsing, searching, blogging atau yang lainnya.

Kelebihan Dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah

a. Kelebihan Usaha Kecil Menengah


Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam pengembangan
produk.
Hubungan kemanusian yang akrab di dalam perusahaan kecil.
Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang
berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan yang berskala besar
yang pada umumnya birokratis.
Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.

b. Kelemahan Usaha Kecil Menengah

1) Kesulitan pemasaran
Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan Akarasanee (1988)
di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan salah satu aspek yang terkait dengan
masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanantekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa
buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar ekspor.

2) Keterbatasan Finansial
UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial antara
lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja) dan finansial jangka panjang
untuk investasi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan output jangka
panjang.

3) Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)


Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu kendala serius
bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek kewirausahaan,
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, control kualitas, akuntansi,
mesin-mesin, organisasi, pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian
pasar. Semua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau

memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam


produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru.

4) Masalah Bahan Baku

Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi salah satu
masalah serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi UKM
di Indonesia. Terutama selama masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan
Menengah seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan
mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam rupiah menjadi
sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap dolar AS.

5) Keterbatasan teknologi
Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM di Indonesia umumnya masih
menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat
produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya
membuat rendahnya jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi,
tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi UKM
di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global. Keterbatasan teknologi
disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan modal investasi untuk
membeli mesin-mesin baru, keterbatasan informasi mengenai perkembangan
teknologi, dan keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan
mesin-mesin baru.

Ciri-Ciri dan Contoh Usaha Kecil Menengah.

a. Ciri-Ciri Usaha Kecil dan mikro


Jenis baran /komoditu yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang
berubah.
Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah.
Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan
keluarga, sudah membuat neraca usaha.

Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha.
Sebagian sudah akses ke Perbankan dalam hal keperluan modal.
Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.

Contoh Usaha Kecil


Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja.
Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
Pengrajin industry makanan dan minuman, industry meubelair, kayu dan rotan,
industry alat-alat rumah tangga, industry pakaian jadi dan kerajinan tangan.
Peternakan ayam, itik dan perikanan
Koperasi berskala kecil

b. Ciri-Ciri Usaha Menengah


Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih
teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain:
(1) bagian keuangan, (2) bagian pemasaran, (3) dan bagian produksi.
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi
dengan teratur, sehingga memudahkan unutk auditing dan penilaian atau
pemeriksaan termasuk oleh perbankan.
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada
jamsosek, pemeliharaan kesehatan, dll.
Sudah memiliki segala persyaratanlegalitas antara lain: (1) izin tetangga, (2) izin
usaha, (3) izin tempat, (4) NPWP, (5) upaya pengelolaan lingkungan, dll.
Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbangkan
Pada umumnya telah memiliki sumberdaya manusia yang terlatih dan terdidik.

Contoh Usaha Menengah

Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah.


Usaha perdagangan (grosir) termsuk ekspor dan impor
Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garment dan jasa transportasi
taxi dan bus antar provinsi.
Usaha industry makanan dan minuman, elektronok dan logam.
Usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.

Hubungan UKM dan ekonomi Indonesia

Di Indonesia, UKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Jumlah UKM


hingga 2011 mencapai sekitar 52 juta. UKM di Indonesia sangat penting bagi
ekonomi karena menyumbang 60% dari PDB dan menampung 97% tenaga kerja.
Tetapi akses ke lembaga keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku
UKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan.

Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di


masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Usaha kecil dapat berperan sangat potensial dan secara nyata menunjang
pembangunan di sektor ekonomi yaitu:
Usaha kecil merupakan penyerap tenaga kerja.
Usaha kecil merupakan penghasil barang dan jasa pada tingkat harga yang
terjangkau bagi kebutuhan rakyat banyak yang berpenghasilan rendah.
Usaha kecil merupakan penghasil devisa negara yang potensial, karena
keberhasilannya dalam memproduksi komoditi non migas.

Pajak bagi UKM.

Mulai 1 Juli 2013, pemerintah akan menarik pajak penghasilan (PPh) 1% kepada
pengusaha UKM dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun. Bagi pelaku UKM
yang ingin tahu soal penyetoran pajaknya bisa mengikuti kelas di kantor
pelayanan pajak (KPP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kismantoro Petrus mengatakan,


kelas pelatihan soal pajak ini dibuka di KPP seluruh Indonesia.

"KPP buka kelas pajak sebulan 2 kali. Kalau ada yang belum mengerti, bisa minta
dibukakan kelas pajak tentang pajak ini, mereka akan melayani," kata
Kismantoro di kantor pusat Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat
(28/6/2013).

Soal aturan pajak UKM ini, Kismantoro mengatakan, perhitungan pajaknya akan
dimulai 1 Juli 2013. Sosialisasi akan dilakukan di berbagai media massa agar
para pelaku UKM beromzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun bisa mengetahuinya.

"Ini dihitungnya dari 1 Juli 2013, jadi kalau baru tahunya Desember maka
dihitungnya tetap dari 1 Juli 2013 karena ini terhutang. Sosialisasi sudah mulai,
di radio sudah, di televisi belum, nanti pertengahan bulan nanti. Lalu akan
sosialisasi ke seluruh Indonesia, ke kantong-kantong di mana pengusaha ini
ada," tutur Kismantoro.

Bisnis Yang Tidak Kena Pajak UKM.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyebutkan, terdapat beberapa sektor usaha


yang tidak terkena aturan pajak Usaha Kecil Menengah (UKM). Apa saja?

Aturan pajak UKM ini tertuang dalam, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau
diperoleh wajib pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu atau yang dikenal

dengan Pajak untuk bisnis Usaha Kecil Menengah. UKM dengan tempat usaha
tetap dan beromzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun akan dikenakan pajak 1% ini.

Kepala Subdirektorat Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh


Orang Pribadi Direktorat Jenderal Pajak Goro Ekanto mengatakan, pedagangpedagang kecil seperti asongan atau pedagang kaki lima tidak akan dipungut
pajak ini.

"Di dalam PP itu, yang kecil-kecil tidak masuk sini, asongan, PKL dan lain-lain,
tapi kalau besar, maka kena PPh sesuai ketentuan umum PPh, terkenanya tarif
umum," ujar Goro di Gedung Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat
(28/6/2013).

Selain itu, lanjut Goro, usaha waralaba dan bisnis online juga tidak terkena
aturan pajak ini. Namun, bukan tidak terkena bayar, melainkan harus mengikuti
aturan PPh Pasal 17, di mana bisnis tersebut terkena tarif pajak normal.

"Kalau franchise (warlaba) kena ketentuan umum, online juga kena pasal 17.
Yaitu yang berpenghasilan Rp 50 juta kena pajak 5%, Rp 50-250 juta sebesar
15%, Rp 250-500 juta sebesar 25%, dan di atas Rp 500 juta kena 30%," jelas
Goro.

Tapi untuk usaha franchise dan penjual online dengan omzet di bawah Rp 4,8
miliar, Goro menyatakan dikenakan pajak 1%.

"Ya kalau franchise yang gerobak itu kena 1%, tapi kalau gerobaknya banyak
kena tarif PPh Normal, begitu juga yang online, kalau di bawah Rp 4,8 miliar,
kena tarif PPh 1 persen ini," tandasnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 disebutkan, pengecualian


aturan ini untuk WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan atau
jasa yang dalam menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan
umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan misalnya
pedagangan makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan
sejenisnya.

Kemudian, untuk WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang
dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4,8 miliar.

Penyusun : Yohanes Gitoyo.


Sumber :
http://www.depkop.go.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
http://finance.detik.com/read/2013/06/28/174127/2287499/4/ukm-tak-tahu-soalpajak-kantor-pajak-buka-kelas-pelatihan
http://finance.detik.com/read/2013/06/28/171706/2287461/4/ini-dia-bisnis-yangtidak-kena-pajak-ukm
http://addyarchy07.blogspot.com/2012/05/jenis-jenis-usaha-kecil-menengah.html
Diposkan oleh Yohanes Gitoyo, S Pd. di 23.08

http://www.pajak.go.id/content/pph-atas-wajib-pajak-peredaran-bruto-tertentuadalah-untuk-keadilan 24 November 2013

Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang


mengatur tentang PPh atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu, banyak sekali pro dan kontra terkait aturan ini. Banyak
kalangan menilai bahwa kebijakan ini kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang cukup bergantung pada sektor informal di tengah
kelesuan ekonomi dunia. Benarkah demikian?

Pokok pengaturan dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah pengenaan PPh


dengan tarif sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan atas penghasilan dari
usaha Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Miliar
dalam satu tahun. Banyak pakar yang menyatakan bahwa kebijakan untuk
memajaki Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu tersebut akan berimbas
langsung pada penurunan pertumbuhan ekonomi, apalagi saatnya dinilai tidak
pas karena bersamaan dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Beberapa pengusaha bahkan berencana melakukan uji materi atas ketentuan
terbaru ini ke Mahkamah Agung. Suatu hal yang patut disayangkan apabila kita
semua tidak berkepala dingin dalam menyikapi hal ini, sekaligus menyadari
bahwa arah dari kebijakan ini adalah untuk keadilan.

Dalam berbagai kesempatan, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak A. Fuad Rahmany


menyatakan, Buruh-buruh pabrik yang berpendapatan jauh lebih rendah saja
sudah membayar pajak. Lalu, apakah adil bila UKM tidak mau bayar pajak,

padahal omset mereka miliaran dalam setahun?. Satu hal yang sering
dilupakan, berdasarkan ketentuan perpajakan, PPh tidak mengenal pengecualian
dalam pemungutannya, kecuali jika jumlah penghasilan Wajib Pajak dibawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Lebih lanjut, Dirjen Pajak menjelaskan, UKM harusnya dikenakan pajak 25% dari
laba, tapi kami hanya patok 1% (dari omset). Karena sasaran kami bukan di
pinggir-pinggir jalan tapi yang ada di Tanah Abang ataupun Mangga Dua.
Pernyataan ini semakin memperjelas arah kebijakan yang memang ditujukan
untuk memberikan kemudahan dan insentif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.

Dalam ketentuan perpajakan, seluruh Wajib Pajak, Badan maupun Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan untuk
menyelenggarakan pembukuan, kecuali bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam
satu tahun kurang dari Rp4,8 Miliar wajib menyelenggarakan pencatatan. Hal ini
sesuai dengan prinsip self assessment yang saat ini digunakan dalam ketentuan
perpajakan di Indonesia. Tanpa pembukuan atau pencatatan, mustahil Wajib
Pajak dapat mengetahui laba usahanya, apalagi melaporkan pajaknya dengan
benar. Oleh karena itu pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2013 seharusnya
dipandang sebagai fasilitas bagi Wajib Pajak karena memudahkan dalam
penghitungan pajaknya.

Dengan hanya melaporkan omset, kemudian membayarkan 1% dari omset


tersebut sebagai PPh, Wajib Pajak akan dipermudah dalam melaporkan pajaknya
melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Khusus untuk pembayaran dan pelaporan
pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah mengembangkan berbagai
kemudahan melalui pembayaran berbasis elektronik yakni dan e-Filling. Melalui
situs Pajak (www.pajak.go.id) atau menghubungi Kring Pajak 500200, informasi
mengenai kemudahan pembayaran dan pelaporan ini dapat diketahui dengan
cepat dan jelas.

Penting untuk dipahami bahwa aturan ini merupakan suatu insentif. Pengenaan
tarif 1% terhadap omset jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan tarif 25%
terhadap laba. Jika diasumsikan bahwa suatu usaha memiliki marjin laba sekitar
7% dalam setahun, maka pajak yang harus dibayar dengan ketentuan ini adalah
1% dari 7% atau hanya 14,3% dari laba. Bandingkan dengan tarif normal sebesar
25% dari laba.

Selain itu, penting untuk dicermati berbagai pengecualian dalam aturan ini
antara lain pengenaan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak ditujukan bagi
Wajib Pajak yang menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang serta menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan
umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. Hal ini
diperjelas dengan pernyataan Dirjen Pajak bahwa aturan ini tidak menyasar
pelaku usaha seperti para pedagang kaki lima. Oleh karena itu, hilangkan semua
keraguan Anda terhadap aturan perpajakan terbaru ini, dan mulailah
menghitung pajak Anda, tentunya demi pembangunan Indonesia. Bangga Bayar
Pajak!

Pengenaan PPh atas Usaha dengan Omzet Tertentu


pphusahaomzettertentu_a"
Dalam Siaran Pers Pajak Bruto Tertentu terkait Wajib Pajak yang memiliki Usaha
dengan Omzet Tertentu, dikeluarkan pada tanggal 26 Juni 2013, yang telah
disusun melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2013 dengan dasar
Undang-Undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008. PP No. 46 thn 2013 ini
kemudian meng-kategorikan Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu
dikenakan Pajak Penghasilan Final senilai 1% dari Peredaran Bruto. Adapun
kriterianya adalah :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi / Wajib Pajak Badan tidak termasuk Bentuk Usaha
Tetap.
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.

Yang tidak termasuk dalam kategori ini adalah :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan
atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana / prasarana yang dapat
dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan
atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sebagian / seluruh tempat untuk
kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
c. Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara komersial.

d. Wajib Pajak Badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi
secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000,(empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Keterangan tambahan lainnya yang perlu diperhatikan adalah :

-) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dari PP No. 46 /


2013, tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di
bidang perpajakan. Contoh kasus, perusahaan jasa konstruksi, pedagang emas
dan lainnya yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah / Per MenKeu.
-) Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) dari PP No. 46 / 2013, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Yang perlu dipahami adalah besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final
1% dari peredaran bruto selama setahun. Dalam hal peredaran bruto kumulatif
Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp. 4.8M dalam suatu Tahun
Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan
sesuai UU PPh no 36 tahun 2008.

Contoh Kasus A pada penentuan peredaran bruto, Bapak Roni adalah pedagang
pecah belah dengan beberapa lokasi kegiatan usaha. Dalam tahun 2013,
peredaran usaha lokasi A adalah Rp. 75 juta ; peredaran usaha lokasi B adalah
Rp. 55 juta dan peredaran usaha lokasi C adalah Rp. 65 juta maka Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp. 195 juta.
PPh Final 1% adalah Rp. 1.950.000,-

Contoh Kasus B pada perhitungan peredaran bruto dibawah 12 bulan, CV ABC


terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Juli 2013. Peredaran bruto bulan Juli Desember 2013 adalah Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah).
Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah, Rp. 120.000.000,- X 12 / 6 =
Rp. 240.000.000,- dan karena peredaran bruto di setahunkan tidak melebihi Rp.
4,8M, maka CV ABC dapat dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan
dalam PP 46 / 2013 ini.

Contoh Kasus C pada penentuan peredaran bruto bila ada kompensasi kerugian,
CV Android mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka kerugian tersebut

dapat dikompensasikan dengan penghasilan Tahun Pajak 2011 - Tahun Pajak


2015. Jika CV Android di Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final
berdasarkan ketentuan PP 46 / 2013 ini, jangka waktu kompensasi kerugian tetap
dihitung sampai Tahun Pajak 2015, namun jika CV Android di Tahun Pajak 2014
mengalami kerugian dan sudah dikenakan PPh Final, maka atas kerugian
tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan Tahun Pajak berikutnya.

Salam sukses selalu rekan sekalian!

Dokumen Terkait :
-) Siaran Pers Pajak Bruto Tertentu
-) Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2013
-) Undang-Undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008

- See more at: http://solusibijak.com/pph-usaha-dengan-omzettertentu#sthash.B0uj7hdU.dpuf

Kementerian Koperasi dan UKM meningkatkan pemahaman pengelola koperasi


tentang perpajakan, karena selama ini belum banyak yang memahaminya
sehingga enggan melakukan pembayaran pajak sebagai kewajiban.

Meliadi Sembiring, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM,


mengatakan sangat penting pemahaman perpajakan bagi pelaku koperasi
maupun pelaku usaha kecil dan menengah atau KUKM nasional.

"Sebab, perpajakan dan koperasi merupakan dua hal penting yang perlu
dipahami. Perpajakan yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi
merupakan badan hukum yang menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 sebagai subyek pajak,katanya kepada Bisnis, Senin (17/6/2013).

Untuk itu Kementerian Koperasi dan UKM melakukan temu konsultasi


implementasi kebijakan perpajakan bagi KUKM di Bogor, Jawa Barat, Selasa
(18/6). Sebab, ketentuan tentang perkoperasian telah diubah menjadi UU Nomor
17/2012.

Menurutnya, temu yang akan dilakukan ke seluruh Indonesia, dalam upaya


meningkatkan kontribusi pajak dari KUKM. Pada tahun ini misalnya, target
penerimaan pajak sebesar Rp1,193 triliun. Sedangkan jumlah koperasi Indonesia
hingga Desember 2012 sebanyak 194.295.

Berdasarkan besaran jumlah koperasi, diharapkan bisa meningkatkan


kontribusinya terhadap penerimaan pajak. Ketidaktahuan KUKM tentang pajak,
merupakan salah satu factor keenggenan mereka menjadi wajib pajak.

Melalui agenda temu konsultasi, Meliadi mengharapkan akan terjadi pemahaman


KUKM terkait pajak dan merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan, selanjutnya
diberikan pemahaman tentang kewajiban-kewajiban dalam perpajakan.

Ketentuan dalam membayar pajak bagi koperasi bisa dilakukan secara seksama,
berupa pengawasan dan pendampingan kepada koperasi secara aktif. Hal ini
tentu saja dilakukan pemerintah melalui sosialisasi perpajakan.

Terkait rencana penerbitan peraturan pemerintah Indonesia tentang pajak


penghasilan atas penghasilan usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu, salah satu sasarannya adalah pelaku
UMKM.

Maka tujuan utama dari setiap kegiatan temu konsultasi adalah sosialisasi serta
konsultasi mengenai implementasi dari peraturan pemerintah tersebut. Selain itu
memberikan kemudahan kepada wajib pajak orang pribadi dan badan yang
memiliki peredaran bruto tertentu.

Sumber: Bisnis Indonesia

Vous aimerez peut-être aussi