Vous êtes sur la page 1sur 38

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya saya
dapat menyelesaikan referat ini.
Makalah ini saya buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik di
SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia - Rumah Sakit
Umum Universitas Kristen Indonesia.
Makalah saya berjudul ASMA BRONKIAL.Dalam kesempatan ini tak lupa saya
mengucapkan terima kasih kepada dr.Hildebrand Hanoch Watupongoh.Sp.Pd yang telah
memberikan bimbingan kepada saya, sehingga terselesaikan referat ini .
Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu saya mengharap kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna melengkapi dan memperbaiki makalah
sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, 11- 09 - 14
Penulis

1
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...3
B. Permasalahan.....4
C. Tujuan....5
D. Manfaat......5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Asma...6
B.Anatomi Sistem pernafasan7
C. Epidemiologi.. .....11
D. Faktor Risiko....11
E. Klasifikasi Penyakit Asma...13
F.Manifestasi Klinik ....17
G. Patogenesis...19
H. Patofisiologi Penyakit Asma....22
I. Diagnosis......24
J. Diagnosis Banding28
K. Penatalaksanaan Penyakit Asma..28
L.Komplikasi....34
M. Prognosis....35
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan.36
B.Saran.........36
DAFTAR PUSTAKA....37

2
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan.
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronissaluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk,
dan sesak di dadaakibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma
terusmeningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negaraAsia Pasifik
seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk
kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkandengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir
separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke
bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma
yangmasih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).
Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2005
menunjukkan, di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2 persen
menjadi 5,4 persen. Selama 20 tahun terakhir, penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus
kematian yang diprediksi akan meningkat sebesar 20 persen hingga 10 tahun mendatang. WHO
memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita meninggal dunia karena asma. Insiden
penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin, bakat
alergi, keturunan, lingkungan dan faktor psikologi. Berbagai masalah yang ditimbulkan pada
penyakit asma tergantung pada usia, pekerjaan dan fungsi klien dalam keluarga tersebut( Hodder,
2010).
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah kasus terjadi pada
anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Hampir 17% dari semua rakyat
Amerika mengalami asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka.(Smeltzer,
2002).Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak pada
psikologis dan biologis pasien.Tingkat emosi yang labil dan adanya kecenderungan untuk
menolak saran-saran dalam upaya mengeliminasi perilaku yang mendukung kesehatannya,
merupakan salah satu respon psikologis pasien asma.Pada serangan asma pasien mengalami
3
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

keterbatasan fungsi dalam memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Penyakit asma tidak dapat
disembuhkan namun dalam penggunaan obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi untuk
menghilangkan gejala saja. Kontrol yang baik diperlukan oleh penderita untuk terbebas dari
gejala serangan asma dan bias menjalani aktivitas hidup sehari-hari. Untuk mengontrol gejala
asma secara baik maka penderita harus bias merawat penyakitnya dengan cara mengenali lebih
jauh tentang penyakit tersebut (Sundaru, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang saya angkat dalam referat ini adalah :
1. Apa pengertian dari Asma?
2. Apa etiologi dari Asma?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Asma?
4. Bagaimana patogenesis dari Asma ?
5. Bagaimana Patofisiologi dari Asma?
6. Bagaimana cara menentukan diagnosa pada Asma ?
7. Apa saja diagnosis banding dari Asma ?
8. Apa saja pemeriksaan dari Asma ?
9. Bagaimana cara penatalaksanaan Asma ?
10. Bagaimana pencegahan Asma ?
11. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi pada Asma ?

4
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Tujuan Umum.
Agar mahasiswa mempu mendeteksi dini penyulit. Penyulit kehamilan terutama pada kehamilan
dan persalinan yang disertai oleh Asma.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Asma.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Asma.
c. Untnuk mengetahui patofiologi dari Asma.
d. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma.
f. Untuk mengetahui cara menentukan diagnosa pada Asma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma pada kehamilan.
h. Untuk mengetahui pencegahan terhadap Asma.
D. Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat penyusunan makalah ini yaitu :
5
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

a. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat khususnya penyusun tentang


penyakit asma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa yunani yang berarti
sukar bernapas.Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk yang
disebabkan oleh penyempitan saluran napas.Asma juga disebut penyakit paru-paru kronis yang
menyebabkan penderita sulit bernapas.Hal ini disebabkan karena pengencangan dari otot sekitar
saluran napas, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan dan iritasi pada saluran napas di paru-paru.
Hal lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang di tandai dengan penyempitan
bronkus atau bronkiolus dan sekresi berlebih dari kelenjar di mukosa bronkus.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
gejala inflamasi, hiperaktivitas bronkus,dan brokospasme dan keterbatasan aliran udara yang
reversibel.Asma ditandai dengan mengi (wheezing ), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul
secara episodic atau kronis akibat bronkokonstriksi ( Ganong, MD dan WilliamF, 2008).2
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan cirri bronkospasme periodik
( kontraksi spasme pada saluran nafas ). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
6
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi ( Somantri
Irman,2008 ).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit gangguan
jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversible, ditandai dengan adanya penyempitan
jalan nafas.Gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan
hiperresponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.1

B. 1. Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 1. Anatomi pernafasan


a.Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara,debu yang masuk ke dalam hidung ( Syaifuddin,2009).
b.Sinus paranasalis
Sinus paranasalis rongga dalam tengkorak yang terletak di dekat hidung dan
mata.terdapat empat sinus yaitu: sinus frontalis,etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris ( Brunner
and Suddarth,2001)
7
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

c.Faring
Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara hidung dan rongga
mulut ke laring. Faring dibagi menjadi dalam tiga area,yaitu nasofaring,orofaring dan hipofaring
( Brunner and Suddarth,2001)
d.Laring
Merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas atas. Laring juga disebut kotak suara
karena pita suara terdapat di sini. Terdapat juga kartilago tiroid yang merupakan kartilago
terbesar pada faring (Syaifuddin,2009)
e.Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia (Syaifuddin, 2009 ).Ujung cabang
trachea disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm
dengan cicin kartilago berbentuk huruf C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak
(pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang mengandung banyak sel goblet yang
mensekresikan lendir (mucus) (Irman Soemantri, 2008: 7).
f.Bronkhus dan bronkhiolus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea terletak pada ketinggian vertebra torakalis IV
dan V. bronkus mempunyai struktur yang sama dengan trakea dan terletak mengarah ke paruparu (Syaifuddin, 2009 ).

Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan asmathic pada bronkial


8
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

( sumber : Syaifuddin, 2009 )


Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan
kesamping kearah tampak paruparu. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 68 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 912 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang
cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat
cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli
(Syaifuddin, 2006: 195).
Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago. sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di
alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu
menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi
dengan porus/ lubang kecil yang teletak antar alveoli yang berfungsi mencegah kolaps alveoli
(Irman Soemantri, 2008: 7-8).
2.Fisiologi Sistem Pernapasan
Bernafas adalah proses keluar masuknya udara ke dalam dan keluar paru. Proseses
bernafas diawali dengan memasukan udara ke dalam rongga paru untuk kemudian diedarkan ke
dalam sirkulasi serta pengeluaran zat sisa (CO2) dari sirkulasi menuju keluar tubuh melalui paru.
a.Ventilasi
Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk dan keluar paru.ventilasi terdiri dari dua tahap
yaitu,inspirasi dan ekspirasi.
b.Difusi gas
Difusi adalah proses ketika terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada tempat
pertemuan darah- darah.
c.Tranportasi gas
Bagian ketiga dari proses pernapasan adalah transportasi gas (oksigen dan karbon dioksida ) dari
paru menuju ke sirkulasi tubuh ( Syaifuddin, 2009 ).

9
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

i) Alveoli
Parenkim paruparu merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paruparu. perenkim
itu mengandung berjutajuta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran
sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan
pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus
respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan pertumbuhan
usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan orang dewasa
pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai 911 prepulmonari dan
pulmonari kapiler (Irman Soemantri, 2008: 8).
ii)

Sirkulasi Pulmonal
Suplai darah ke dalam paruparu merupakan sesuatu yang unik. Paruparu mempunyai

dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkhial
menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan paruparu. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan
sepanjang dinding posterior bronkhus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis.
Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan darah vena ke paru
paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru
yang halus mengintari dan menutupi alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk
pertukaran gas antara alveolus dan darah (Irman Soemantri, 2008: 10).
iii)

Paruparu
Paruparu merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung

(gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari selsel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara,
O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini
kurang lebih 700.000.000 buah (paruparu kiri dan kanan). Paruparu di bagi dua :

10
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

(1)

Paruparu kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus

media, dan lobus inferior.


(2)

Paruparu kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.

Diantara lobus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah
getah bening dan saraf, dalam tiaptiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam lobulus,
bronkiolus ini bercabangcabang banyak sekali, cabangcabang ini di sebut duktus alveolus.
Letak paruparu di rongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paruparu atau hilus. Pada mediastinum
depan terletak jantung. Paruparu di bungkus oleh selaput yang dinamakan pleura (Syaifuddin,
2006: 196

C. Epidemiologi
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita
asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus
meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.1
Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia
remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih
memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan
perempuan. 4
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC ( International Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di
beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,
Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar
antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan
gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapat perhatian serius.5
11
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

D. Faktor Risiko
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan: 6
1. Faktor predisposisi
a.Faktor Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.3
b.Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.Jenis
kelamin perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.
c.Ras
d.Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma.
Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan
berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas
dan status kesehatan.
2.Faktor Presipitasi
b.Faktor Lingkungan
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
i) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi)
ii) Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
iii) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)

12
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
E. Klasifikasi Penyakit Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada alegren spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
13
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

2. Intrinsik (non alergik)


Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap faktor yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
a.Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala
Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan
persisten berat Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan.
Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma
berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat
serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan
ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan
antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya
serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan

14
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan
keterbatasan yang ada.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) : 8
a.Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri
dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1) 7

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

15
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global
Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala
dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan
terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan
asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami
serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang
mengalami serangan asma berat,

bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat

menyebabkan kematian.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

16
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma
karaterisktik

Gejala Siang

Terkontrol

Terkontrol

( semua dari tanda)

Pengukuran ada setiap

Tidak ada

minguu
2x seminggu

17
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

sebagian Tidak terkontrol

Tiga

atau

lebih

( 2x seminggu )

gambarab

asma

terkontrol

sebagian

ada

pula

setiap

minggu
Keterbatasan Aktifitas
Gejala/Terbangun
malam hari
Pemakaian

Tidak ada
Tidak ada

Obat Tidak ada

Ada
Ada
2x seminggu

Agonis b2
Fungsi Paru

( 2x seminggu )
Normal

< 80% prediksi atau

( APE/VEP1)
Eksaserbasi

Tidak ada

nilai terbaik individu


1 atau lebih / tahun

Ada dalam 1 minggu

F. Manifestasi Klinis
Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih
pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang
disertai serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan
makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada
penderita dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada
sebagian besar penderita keluhan utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah
retrosternal.

A. Asma Kronik
Asma kronik ditandai dengan episode dispnea yang disertai dengan bengek, tapi
gambaran klinik asma beragam.Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, betuk atau bunyi saat
bernapas.Hal ini sering terjadi saat latihan fisik yang dapat terjadi secara spontan atau
berhubungan dengan allergen tertentu.Tanda-tandanya termasuk bunyi disaat ekspirasi dengan
pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang atau tanda atopi.
Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala yang berselang.Terdapat
keparahan dan remisi berulang dan interval antar gejala mingguan, bulanan atau
18
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

tahunan.Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala sebelum terapi disamping jumlah
obat dalam mengontrol gejala.Pasien dapat menunjukkan gejala berselang ringan yang tidak
memerlukan pengobatan atau hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi.
B. Asma Parah Akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana inflamasi, edema
jalan udara, akumulasi mukus yang berlebihan dan bronkospasmus parah yang menyebabkan
penyempitan jalan udara yang serius tidak responsif terhadap terapi bronkodilator biasa.Pasien
mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah, nafas pendek, sempit dada atau rasa
terbakar.Penderita mungkin hanya dapat mengucapkan kata dalam satu napas.Gejala tidak
responsif terhadap penanganan biasa.
Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan ekspirasi,
batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan dan dada yang mengembang
disertai dengan retraksi interkostal dan supra klavilar.Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi
sangat parah.

G .Patogenesis
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi
kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat mengaktivasi sel
target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan
edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf . Pada asma terjadi mekanisme
hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan
mekanisme saraf. 9

19
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat

berbagai

rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respons bronkus biasanya


mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia.
Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan
histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, dan
produksi sekret yang sangat kental. Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya
respon inflamasi pada asma mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit T
disertai pelepasan epitel bronkus.9
Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus dan dinding
alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai bermacam aktivitas
proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel
mast mengeluarkan berbagai mediator seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan
Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim
tripase yang dapat memecah peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP) dan
heparin. VIP bersifat sebagai bronkodilator . Heparin berperan dalam mekanisme anti inflamasi,
heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak aktif. 9
Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi oleh IgE
dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses inflamasi pada penderita asma.
Makrofag melepaskan mediator seperti tromboksan A2, prostaglandin , platelet activating factor
, leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi komplemen
dan radikal bebas oksigen. Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediator oleh makrofag dapat
dihambat dengan pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan agonis beta-2. Infiltrasi eosinofil
di saluran napas, merupakan gambaran khas untuk penderita asma. Inhalasi allergen
menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar pada saat itu dan
beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat). Terdapat hubungan langsung antara jumlah eosinofil
pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar dengan hiperresponsif bronkus. Eosinofil
melepaskan mediator seperti LTC4 , platelet activating factor (PAF), radikal bebas oksigen,
mayor basic protein (MBP) , dan eosinofil derived neurotoxin (EDN) yang bersifat sangat toksik
untuk saluran napas. 9
Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang diakibatkan oleh kerja. Neutrofil diduga
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen, protease dan bahan
20
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

kationik. Neutrofil merupakan sumber mediator seperti prostaglandin, tromboxan, leukotrien-B4


(LTB4), dan PAF. Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon inflamasi asma,
karena masuknya antigen ke dalam tubuh melalui antigen reseptor complemen-D3 (CD3). Secara
fungsional CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit T CD4 setelah diaktivasi oleh
antigen, akan melepaskan mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin dapat
mengumpulkan dan mengaktifkan sel granulosit. 9
Limfosit T CD4 merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 dapat merangsang
maturasi dan produksi sel granulosit dari sel prekursor, memperpanjang kehidupan sel granulosit
dari beberapa hari sampai beberapa minggu, bersifat kemotaksis untuk sel eosinofil, merangsang
eosinofil untuk meningkatkan aktivitas respon efektor, mengaktivasi limfosit B untuk membuat
antibodi yang dapat menimbulkan respon imun.
Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein yang
dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel
inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa . Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator.
Kerusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini mungkin
dapat menerangkan berbagai mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena paparan ozon,
infeksi virus, dan alergen. Pada manusia, epitel bronkus dan trakea dapat membentuk PGE2 dan
PGF2 alfa serta 12 dan 15 hydroxyicosotetraenoic (12- HETE dan 15-HETE). 15-HETE bersifat
kemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakan epitel mempunyai peranan terhadap terjadinya
hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan hilangnya pertahanan,
sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung mengenai submukosa yang seharusnya
terlindungi.
Pelepasan epitel bronkus meningkatkan kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan
spasmogen. Kerusakan epitel bronkus menyebabkan ujung saraf perifer langsung terkena
paparan atau teraktivasi oleh mediator inflamasi sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi
melalui mekanisme akson refleks. Sel epitel mungkin dapat memproduksi enzim.yang merusak
mediator, yaitu neutral actoenzym endopeptidase yang dapat merusak bradikinin dan substan-P. 9
Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler.
Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi sel
21
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

endotel sehingga terjadi ekstravasasi makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan


edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos
bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran mikrovaskuler pada saluran
napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari mengakibatkan terjadinya
pelepasan mediator dan dalam terjadinya asma pada malam hari.9
Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis asma
masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat cepat.
Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik terhadap saluran napas telah
diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan neurotransmiter dan
mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor saraf otonom . Saraf otonom mengatur fungsi saluran
nafas melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa, aliran darah,
permeabilitas mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik paling
dominan sebagai penyebab peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang disebabkan oleh sulfur
dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf aferen dan menyebabkan
bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan karena rangsangan reseptor sensorik
pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh mediator inflamasi. 9
Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam darah,
reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik
memperlihatkan perbaikan gejala pada penderita asma, hal ini menunjukkan adanya defek
mekanisme adrenergik pada penderita asma. Saraf adrenergik tidak mengendalikan otot polos
saluran napas secara langsung, tetapi melalui katekolamin yang beredar dalam darah.9

22
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

H. Patofisiologi Penyakit Asma


Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig
E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang
telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat Pada
23
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat
dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsional dan volume residu
paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

24
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

I. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang.
a.Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas,
mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang
mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.7
b.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat,
ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi (wheezing).7
Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak),
bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain
sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi toraks.
c.Pemeriksaan Laboratorium Darah
Laboratorium (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman , kristal
Charcot Leyden).7
d.Pemeriksaan Penunjang
Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC)
sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
FEV1 (Forced Expiratory Volume in One Second) di Indonesia disebut VEP1 (Volume
Ekspirasi Paksa Detik Pertama) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan secara paksa dalam
1 detik setelah mengambil nafas dalam-dalam.FEV1 ini ukuran penting dari fungsi paru.FEV1
dapat

diukur/diperiksa

dengan

Spirometri

atau

peak

expiratory

flow

meter.

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (FVC) dan volume
ekspirasi paksa detik pertama (FEV1).Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai FEV1 < 80%
nilai prediksi atau rasio FEV1/FVC < 75%.
25
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Gambar 3. Spirometry (drugs.com)


Peak Expiratory Flow Meter (PEF Meter)

Gambar 4. Berbagai Macam PEF Meter


Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun.Untuk anak yang sudah besar (>6
tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan
peak flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau
dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu
diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana
asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternatif.

26
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

2. Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi
bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada
orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan
beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
3.Foto Toraks Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test ) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji
alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi
dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat
dilakukan (pada dermographism).
5.Petanda inflamasi Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan
merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit
udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan
antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat
berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi,
tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

27
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Tabel 4. Diagnosis Asma

J. Diagnosis Banding
28
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

a.Penyakit Paru Obestruksi Kronik


pada PPOK bersifat irreversible,terjadi pada usia 40 tahun keatas dan biasanya dengan
riwayat paparan zat allergen dalam waktu yang cukup lama.
b. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.
Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan
jasmani.
c.Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
d.Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut
paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
e.Emboli paru .
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).
K. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti seharihari. Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.10
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa : 10
a.Pengobatan non-medikamentosa
- Memberikan penyuluhan

29
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,diperlukan kerjasama anatara


pasien,keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini dapat tercpai bila pasien dan keluarganya
memahami penyakitnya,tujuan pengobatan,obat obat yang dipakai serta efek samping.
- Menghindari faktor pencetus\
Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma makin
berkurang atau derajat asma makin ringan.
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu
- pengendalian emosi
b.Pengobatan Farmakologi
Obat asma di gunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan
obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu
reliever dan controller. reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu
obstruksi saluran napas. Sedangkan controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan
asma yang persisten.
- Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik teofilin,dan
kortikosteroid sistemik
1.Agonis beta -2
Agonis beta ( agen B-adrenergik ) adalah medikasi awal yang digunakan dalam
mengobati asma karena agen ini medilatasi otot-otot polos bronkial. Agen adrenergik juga
meningkatkan gerakan siliaris,bronkodilatasi dan kortikosteroid. Agens adrenergik yang paling
umum digunakan adalah epinefrin, albuterol, metaproterol, isoproterol dan terbutalin. Obat-obat
tersebut biasanya diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi.
Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler , dan
mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan
stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat
maupun menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol terbutalin,
fenoterol, prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan simptomatik. Efek samping obat
golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah,
30
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya
diberikan kepada asma kronik berat yang tidak lepas dari bronkodilator
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.Kerja lama termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2
mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Tabel 5. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
Onset

Durasi (Lama Kerja )


Singkat
Fenoterol
Prokaterol
Salbutamol
Terbutalin
Pirbuterol

Cepat

Lambat

Lama
Fenoterol

Salmeterol

2.Metilsantin
Metilsantin seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena mempunyai efek
bronkodilatasi. Agen ini merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus
pada jalan nafas, dan meningkatkan konstraksi diafragma. Aminofilin diberikan secara intravena,
teofilin diberikan secara peroral. Metilsantin tidak digunakan dalam serangan akut karena
awitannya lebih lambat dibanding agonis beta. Jika obat ini diberikan terlalu cepat akan terjadi
takikardi.
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang
lemah tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman, dan harganya murah.
Dosis teofilin per oral 4 mg/kgBB/kali pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200 mg/kali.
Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin per oral. Terutama mengenai sistem
gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek samping
lain adalah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya
hipotensi, takikardia, dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat.
31
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

3.Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya untuk pengobatan rutin
asma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur,
palpitasi, sering kencing. Agens ini diberikan secara inhalasi.Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi
dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan
enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi
adalah rasa kering dimulut dan tenggorokan. Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan dengan
kerja agonis beta-2 yang diberikan inhalasi. Ipratropium bromid digunakan sebagai obat tambahan
jika pemberian agonis beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Penambahan obat ini
terutama bermanfaat untuk penderita asma dengan hiperaktivitas bronkus yang ekstrim atau
penderita yang disertai bronkitis kronis
- Obat yang termasuk golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid,
natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan antihistamin aksi lambat.
1.Kortikosteroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang paling kuat. Medikasi ini mungkin diberikan
secara intravena ( hidrokortison ), secara oral ( prednison,predhnisolon ), atau melalui inhalasi
( beklometason dexamethason ).Kortikosteroid yang di hirup mungkin efektif dalam mengobati
pasien asma tergantung steroid. Keuntungan utama dalam pemberian ini adalah mengurangi efek
kortikosteroid pada sistem tubuh lainnya. Iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, suara parau
dan infeksi jamur pada mulut.

Kortikosteroid menekan respon inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran


32
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

mikrovaskuler, menghambat produksi dan sekresi sitokinin mencegah kemotaksis dan aktivitas
sel inflamasi, mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin. Kortikosteroid dapat
meningkatkan sensitifitas otot pernapasan yang dipengaruhi oleh stimulasi beta-2 melalui
peningkatan reseptor beta adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan dengan seminimal mungkin.
Pemberian kortikosteroid peroral dapat diberikan secara intermiten beberapa hari dalam sebulan,
atau dosis tunggal pagi selang sehari (alternate day) atau dosis tunggal pagi hari.
Pemberian kortikosteroid peroral sering menimbulkan efek samping pada saluran cerna
seperti gastritis, penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah dan
tekanan darah, gangguan psikiatri hipokalemi, moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas,
cushing syndrom, bullneck, dan yang paling adalah terjadinya supresi kelenjar adrenal. Efek
samping timbul terutama pada pemberian sistemik dalam jangka lama, maka lebih baik diberikan
obat steroid kerja pendek misalnya prednison, hidrokortison atau metil prednisolon. Prednison
diberikan 40-60 mg/hari/oral.
Kemudian diturunkan secara bertahap 50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison diberikan 4
mg/kgBB secara bolus diikuti 3 mg/kgBB/6 jam secara intravena. Dosis budesonide inhalasi
untuk orang dewasa bervariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah 400-1600 mikrogram/hari
dibagi dalam 2-4 dosis, sedangkan untuk anak dianjurkan 200-400 mikrogram/hari dibagi dalam
2-4 dosis. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih baik dibandingkan pemberian secara
sistemik karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat pemberian langsung dibawa melalui
pernapasan dan bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek samping
sistemik yang kecil.
a.Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 6. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi


33
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Dewasa
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid
Anak
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid

Dosis rendah

Dosis medium

Dosis tinggi

200 500 ug

500 1000 ug

>1000 ug

200 400 ug
500-1000 ug
100-250 ug
400-1000 ug

400 800 ug
1000-2000 ug
250 500 ug
1000-2000 ug

>800 ug
>2000 ug
>500 ug
>2000 ug

100-400 ug

400-500 ug

>800 ug

100-200 ug
500-750 ug
100-200 ug
400-800 ug

200-400 ug
1000-1250 ug
200-500 ug
800-1200 ug

>400 ug
>1250 ug
>500 ug
>1200 ug

Penelitian dari agertoft dan pederser menunjukkan bahwa pemakaian budesonide tidak
mengganggu pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama
untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronik yang berat. Efek samping yang
ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru dan
kerusakan mukosa pernah dilaporkan efek samping dispnoe dan bronkospasme pada penggunaan
kortikosteroid inhalasi. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa penggunaan kortikosteroid
secara inhalasi tidak menyebabkan terjadinya osteoporosis, gangguan pertumbuhan dan
gangguan toleransi glukosa.
Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka
sekarang dikembangkan pemberian secara inhalasi. Keuntungan pemberian inhalasi yaitu mula
kerjanya yang cepat karena obat bekerja langsung pada organ target diperlukan dosis yang kecil
secara lokal dan efek samping yang minimal. Dengan demikian untuk mengatasi asma
kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan yang baik.
2. Natrium kromoglikat
Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan
mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak
karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid. Perkembangan terbaru natrium kromoglikat
menghasilkan natrium nodeksomil yang lebih paten. Obat ini digunakan sebagai tambahan pada
penderita asma yang sudah mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum mendapatkan hasil yang
34
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

optimal. Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma biasanya hanya
diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian
antihismtamin selama tiga bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi dapat
mengurangi gejala asma.
3. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).

L Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 11
a.Status asmatikus
b.Atelektasis
c.Hipoksemia
d.Pneumothoraks
e.Emfisema

M.Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta.
Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali
lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan

35
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.11
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan
angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif yangditandai inflamasi
saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus.Kondisi ini menyebabkan produksi mukus yang
berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.
Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia, sekitar setengah kasus terjadi pada anak-anak
dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
36
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien, jenis kelamin,
bakat alergi, keturunan, lingkungan dan faktor psikologi
B. SARAN
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan namun dalam penggunaan obat-obat yang ada
saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja.Kontrol yang baik diperlukan oleh
penderita untuk terbebas dari gejala serangan asma dan bisa menjalani aktivitas hidup seharihari. Untuk mengontrol gejala asma secara baik maka penderita harus bisa merawat penyakitnya
dengan cara mengenali lebih jauh tentang penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta
2. Brunner & Suddart (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta : AGC
3. Sukamto,Sundaru,H.2006.Asma Bronkiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
:Jakarta
4. GINA (global Intiative for Asthma) ; Pocket Guide for Astma Management and
Prevension in Children. www.Ginaasthma.org.2010.
37
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

5. Riyanto BS,Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut.Dalam : Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam.Jilid II .Edisi ke -4 .Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.2006.h. 978-87.
6. Anonim.2009.Patofisiologi asma.
http://ayosz.wordpress.com/2009/01/07/patofisiologi -asma/
7. Dapus Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku patofisiologi.Jakarta : EGC Tanjung, Dudut.
2003. Asuhan keperawatan Asma bronkial. UniversitasSumatra Utara
8. Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia,Jakarta
9. Mulia, yuiyanti J, 20002, Perkembangan patogenesis dan pengobatan asma bronchial.
Penerbit EGC, trisakti, Jakarta
10. Fairawan, Sulfan.2008.Hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit asma
dengan sikap penderita dalam perawatan asma pada pasien rawat jalan di balai kesehatan
paru masyarakat (BBKPM).Skripsi.Surakarta
11. Rick Hodder. Management Of Acute Asthma In Adultin The Emergency Department :
Non Ventylatory Management . 2010
12. Adnyana, I Ketut dkk, 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI.Jakarta
13. Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar &
Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika, Jakarta
14. Capernito, Lyinda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. EGC:
Jakarta.

38
Referat Asma Bronkiale Venny Tram 09-067

Vous aimerez peut-être aussi