Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NEUROPATI
DIABETES MELITUS
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
Pembimbing :
dr. Hardi Suryaatmadja, Sp.PD
Disusun oleh :
ANDYA YUDHI WIRAWAN
1410221008
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
NEUROPATI
DIABETES MELITUS
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Neuropati diabetika adalah suatu gangguan pada syaraf perifer, otonom dan
syaraf cranial yang ada hubunganya dengan diabetes melitus. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan mikrovaskuler yang disebabkan oleh diabetes yang
meliputi pembuluh darah yang kecil-kecil yang memperdarahi syaraf (vasa
nervorum). Gangguan neuropati ini termasuk manifestasi somatik dan atau
otonom dari sistem saraf perifer.
Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang
yang paling sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi
pada penderita diabetes. Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati
diabetik dapat terjadi pada kondisi gangguan toleransi glukosa dan sindrom
metabolik tanpa adanya hiperglikemia.
Neuropati
diabetik
merupakan
sekumpulan
gejala
klinis
yang
LAPORAN KASUS
Indentitas Pasien
Nama
: Ny. T K
Usia
: 51 tahun
Pekerjaan
Status
: Menikah
Agama
: Islam
: Ayah
DM
: Ibu
: disangkal
Minum alkohol
: disangkal
Olahraga
: tidak rutin
Gizi
: kurang terkontrol
Objektif
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2015 di Ruang Bougenvile
9.00 WIB
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
: 120/90 mmHg
: 88 x/menit
: 36,3 0C
Respirasi
: 16 x/menit
Kepala :
Mata :
Menggunakan kacamata spheris negatif
Eksoftalmus (-), enoftalmus (-), edema (-), TIO tidak meningkat
Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/ Pupil isokor, RCL +/+, Reflek kornea +/+
Leher :
Tidak ada pembesaran KGB leher
Tidak terdapat pembesaran Kelenjar Tiroid
JVP : 5 + 2 cm H2O
Thorax :
Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tidak tampak ictus cordis
Palpasi
Perkusi
Pulmo
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
Perkusi
: Datar
Auskultasi : BU (+)
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas :
Ekstremitas atas
Gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak tangan
pucat (-), turgor kembali lambat(-), sianosis (-), parestesia (+).
Ekstremitas Bawah
Gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), jari
tabuh (-), turgor kembali lambat (-), edema pretibia dan pergelangan kaki (-),
parestesia (+).
Daftar Masalah
Dari anamnesis
1. Nyeri perut hilang timbul
2. Nyeri menjalar ke punggung kanan
3. Riwayat DM
4. Penggunaan insulin
5. Kaki baal
6. Kaki kesemutan
7. Riwayat keluarga DM
Dari Pemeriksaan Fisik
8. Parestesia kedua kaki
9. Diastole 90 mmHg
Assesment sementara
Kolik abdomen, DM tipe 2, Neuropati, Hipertensi gr I
Planning Diagnostik
1. Darah lengkap
2. Glukosa, Ureum, kreatinin
3. SGOT, SGPT
Hasil lab darah lengkap 13 Agustus 2015
Jenis Pemeriksaan
Hasil
WBC
9,8 103/mm3
RBC
4,51 106/mm3
HB
13,5 g/dl
HCT
39,7 %
PLT
282 103/mm3
PCT
0.24 %
MCV
88 um3
MCH
29,9 pg
MCHC
34,4 g/dl
RDW
10,4 %
MPV
8,6 um3
PDW
16,7 %
Diff Count
Jenis
Hasil
Referensi
Jenis
Hasil
Referensi
% Lym
18 %
20-40
# Lym
1,8 103/mm3
1,2-3,2
% Mid
9,3 %
1-15
# Mid
0,9 103/mm3
0,1-0,8
% Gra
72,7 %
50-70
# Gra
7,1 103/mm3
2,0-7,8
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Referensi
272 mg/dl
70-115
Ureum
48 mg/dl
0-50
Creatinin
1,2 mg/dl
0-1,3
SGOT
30 U/l
3-35
SGPT
19 U/l
8-41
Diagnosis
Kolik abdomen, Diabetes Mellitus Tipe 2 + Neuropati diabetika
Hipertensi gr I
Planning
Planning Diagnostik
1. USG Abdomen
2. CT-Scan Adomen
Planning terapi
1.
2.
3.
4.
5.
Infus RL 20 tpm
Ranitidin
Ondansentron
Humalog
Lansoprazole
Planning Edukasi
1. Kontrol gula darah
2. Olahraga
Tgl 14/08/2015
USG Abdomen
Kesan: - hepatomegali dengan multiple abses hepar dd hepatoma
-
Tgl 18/0/2015
Scan upper abdomen potongan tegak lurus sumbu tubuh, IS 10 mm, tanpa dan
dengan kontras
Klinis: hepatomegaly, DD: Hepatoma absces hepar
Kesan: - tak tampak gambaran hepatomegaly, hepatoma, maupun abses hepar
-
Tak tampak kelainan pada morfologi hepar, VF, ren sinistra, lien dan
pankreas
FOLLOW UP
Hari/Tanggal/
Jam
Hasil Pemeriksaan
Senin
24 Agustus 2015
7.30 WIB
: CA -/- SI -/-
Instruksi Dokter
statis
&
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NEUROPATI DIABETIKUM
Definisi
International Consensus Meeting for the Outpatient Management of
Neuropathy menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek
klinis sebagai adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada pasien
diabetes setelah eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa
pemeriksaan klinis yang seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan
berarti mengindikasikan hilangnya tanda.
Epidemiologi
Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum
banyak diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih
sering dijumpai pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus
tipe 1. Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih
dari 25 tahun.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan
yaitu sebesar 30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi
hampir mendekati 20%. Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar
50%, bervariasi dari 14% hingga 63% tergantung pada tipe populasi yang
dipelajari dan kriteria yang digunakan untuk definisi neuropati diabetik.
Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga
perempat di antaranya asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan
prevalensi neuropati otonom diabetik sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1
dan 22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes multisenter di Perancis
menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati otonom diabetik.
Klasifikasi
Neuropati simetris
a. Neuropati diabetik perifer
Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum
ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related
dengan bermula dari jari kaki dan meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam
distribusi kaus kaki.
Gambar 1.
Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota
gerak atas. Neuropati otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan.
Tetapi jarang ditemukan neuropati otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik
secara klinis tidak tampak jelas pada tahap awal
Mengelitik (parestesia)
Nyeri yang membakar
Nyeri tungkai bawah paroksismal
Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau
(hiperalgesia)
Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai berjalan tanpa alas kaki di atas
Beberapa pasien mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari
kaki, yang lain mungkin mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau
nyeri neuropati berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat.
Neuropati
diabetik
perifer
yang
menyakitkan
sering
ditemukan,
mempengaruhi sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam
hari dan menyebabkan gangguan tidur. Nyeri neuropati yang berat dan
menyakitkan biasanya ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik
sehari-hari
sehingga tidak mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum
terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan
kemampuan berjalan dan sering terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan
karena retinopati.
Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala
diatas, tetapi datang dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya
pemeriksaan
kaki
semua
penderita
diabetes
secara
seksama
untuk
Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis: sensasi
nyeri, garis silang: sensasi sentuh)
Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat
ditemukan pada ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan
muskular generalisata khususnya pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan
halus jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam memegang benda kecil.
Deformitas seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas yang
lebih ekstrim seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.
b. Nyeri neuropati akut
Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang
ditandai dengan nyeri akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam
bentuk simetris dan relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita
dan kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom yang berbeda,
pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat
perbaikan cepat kontrol metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin).
Biasanya gejala sembuh dalam waktu 12 bulan.
c. Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah
dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan
gangguan pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan. Juga
mempengaruhi sistem yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga
Sistem pencernaan
Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi.
Selain itu dapat juga menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan
lambung
yang
terlalu
lambat
sehingga
menimbulkan
gastroparesis.
Sistem kardiovaskuler
Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler
untuk mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan saraf otonom pada sistem
kardiovaskuler menganggu kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah
dan denyut jantung sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk atau
berdiri dan pasien akan merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan
terjadi sinkop. Kerusakan saraf otonom yang mengatur denyut jantung dapat
menyebabkan denyut jantung takikardi sebagai respon terhadap fungsi tubuh
saat normal dan latihan.
Kelenjar keringat
Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat
sehingga tubuh tidak dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul
keringat berlebihan saat makan dan malam hari. Jika hal ini didapatkan maka
gejala biasanya akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi simpatis
merupakan faktor kontribusi terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan
mudah tergores.
Mata
Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga
menjadi kurang responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang
kurang jelas bila cahaya dinyalakan mendadak pada kamar yang gelap atau
mengalami kesukaran mengemudikan kendaraan pada malam hari.
Neuropati asimetris
Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah
dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula
sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak
ada perbaikan atas gejala pada beberapa tahun setelah onset.
a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif
pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini
juga dikenal sebagai neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik
lumbosakral radikulopleksus atau neuropati femoral. Penderita merasakan
nyeri yang berat pada paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar
dan meluas sampai ke lutut. Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50
tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai
kelemahan fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor
panggul dapat juga terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring
juga terkait. Gerakan lutut biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat
berakibat pada kesulitan untuk bangkit dari kursi yang randah atau menaiki
tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan
dengan neuropati diabetik perifer.
Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung
terjadi bersamaan neuropati diabetik perifer.
klinis
dikonfirmasi
dengan
mudah
menggunakan
Patogenesis
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance
glycosilation end products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi
protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurang
nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf berkurang dan bersama rendahnya
mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian
meningkatkan
aktivitas
jalur
poliol,
hiperglikemia
DIAGNOSIS
Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan
dengan neuropati diabetik seperti :
Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli,
seperti memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak,
terutama anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau
tanpa gejala di atas.
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula
darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,
trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit,
hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin
kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan
Pengukuran klinis
2.
Analisis morfologi
3.
Pengukuran elektrodiagnostik
4.
5.
setiap modalitas
dihitung
jumlah dari
keempat defisit
menggambarkan skor sensoris. Skor refleks berasal dari refleks lutut dan ankle
(normal=0, ada=1 dan tidak ada=2). Skor 1-5=neuropati ringan, 6-16= neuropati
sedang dan 17-28=neuropati berat.
Tabel 1. Modified Neuropathy Disability Score
Kanan
Normal = 0
Abnormal = 1
getaran/tidak
Kiri
Ada = 0
Pin-prick
lainnya.
European
Federation
of
Neurological
Societies
Gambar 7. Biopsi nervus suralis normal dibandingkan neuropati diabetik sedang dan
berat.
2.
3.
4.
tergantung pada kerjasama dan konsentrasi mereka seperti yang diharapkan. QST
mengukur vibrasi menggunakan Biothesiometer atau Neurothesiometer.
Gambar 9. Neurothesiometer
4. Elektrodiagnostik
Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari gangguan
neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan
pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk
beberapa pasien dan mungkin memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan
kecepatan hantar saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG),
membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya patofisiologi
saraf perifer.
Pemeriksaan hantaran mencatat respon listrik otot terhadap rangsangan ke
saraf motoriknya pada dua titik atau lebih di sepanjang jalurnya menuju otot.
Pemeriksaan hantaran saraf sensorik menentukan kecepatan hantaran dan
amplitudo potensial aksi dalam serabut sensorik dengan merangsang serabut pada
satu titik dan merekam responnya pada titik lain di sepanjang akson saraf.
Pemeriksaan hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara gangguan
demielinisasi dari denervasi dengan hilangnya akson dan dalam mendiagnosis
gangguan hantaran neuromuskular. Pemeriksaan ini juga dapat membantu
membedakan antara mononeuropati dan polineuropati.
Gambar 9. Elektrodiagnostik
a. Kardiovaskuler
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure
- Denyut jantung istirahat
- Manuver Valsava
- Variabilitas denyut jantung
b. Mata
- Ukuran pupil adaptasi gelap setelah uji parasimpatis total
c. Sudomotor (kelenjar keringat)
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)
Penderita diberi bedak indikator yang menjadi ungu bila basah
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak
tangan dan telapak kaki.
- Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya
- Quantitative Sudomotor Axon Reflex Test (QSART)
Mengukur respon keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus
iontoforesis asetilkolin.
d. Gastrointestinal
- Scintigrafi
Merupakan baku emas pengukuran gastrointestinal. Menggunakan putih
telur rendah lemak yang dilabel dengan technetium-99.
- Uji nafas menggunakan 13-C-acetat atau asam octanoit nonradioaktif.
- Ultrasonografi
- Elektrogastrografi permukaan digunakan untuk mendeteksi abdominal
aktivitas slow-wave lambung.
Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, guideline membutuhkan gejala dan
tanda klinis yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari
pemeriksaan penunjang abnormal (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes
otonom). Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang
abnormal.
TERAPI
Kontrol glikemik
Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah menurunkan
gula darah ke kadar normal untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf lebih
lanjut; karena itu diperlukan monitoring gula darah, pengaturan diet, latihan atau
olahraga dan anti diabetika oral atau insulin untuk mengontrol gula darah.
Perubahan gula darah yang fluktuatif dianggap dapat memperburuk dan
menyebabkan nyeri neuropati sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih
penting untuk menghilangkan nyeri neuropati diabetik. Kontrol glikemik yang
ketat dapat menurunkan resiko neuropati sebesar 60% dalam waktu 5 tahun pada
penelitian Diabetes Control and Complication Trial.
Terapi simptomatik
a. Polineuropati diabetik
Nyeri merupakan manifestasi dini neuropati diabetik dan sering mendahului
diagnosis diabetes. Beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa hampir
sepertiga pasien dengan gangguan toleransi glukosa (pre-diabetes) mencari
pertolongan medis karena sindrom nyeri yang identik dengan polineuropati
diabetik. Polineuropati diabetik merupakan gejala persisten pada penelitian
epidemiologi pasien dengan DM tipe 2 tetapi jarang pada diabetes tipe 1.
Kurangnya pengertian patogenesis kelainan ini menyebabkan terbatasnya
perkembangan terapi mekanisme spesifik. Termasuk didalamnya penggunaan
antikonvulsan, antidepresan, agen topikal dan opioid.
Antidepresan
- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai pengobatan
first line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol nyeri dan gejala akibat
nyeri seperti insomnia dan depresi. Kerja terapeutik agen ini adalah melalui
inhibisi reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada penelitian yang
dilaporkan oleh Max dan kawan-kawan, amitriptilin (150 mg/hari) lebih
superior dibandingkan plasebo dalam mengurangi polineuropati diabetik
setelah pengobatan selama 6 minggu. Tetapi amitriptilin berhubungan
dengan efek samping signifikan termasuk mulut kering, sedasi dan
penglihatan kabur.
Desipramine lebih baik ditoleransi dan sama efektifnya dalam
mengobati polineuropati diabetik. Uji klinis acak untuk imipramin
menyatakan bahwa dosis 50 mg dan 75 mg per hari secara signifikan
memperbaiki polineuropati diabetik Clomipramide juga menghilangkan
gejala polineuropati diabetik. Penggunaan antidepresan terbatas karena efek
sampingnya.
Secara keseluruhan amino sekunder (nortriptilin, desipramin) lebih
baik ditoleransi dibandingkan amino tersier (amitriptilin, imipramin).
Antidepresan trisiklik tidak ditoleransi dengan baik pada pasien tua. Dosis
Antikonvulsan
Antikonvulsan
mengontrol
eksibilitas
neuronal
dengan
ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan titrasi bermingguminggu untuk mencapai dosis maksimal yang efektif hingga 3 g/hari.
Pregabalin juga bekerja dengan mengikat subunit 2- calcium
channel. Pada empat penelitian uji klinis plasebo kontrol acak, pregabalin
(300-600 mg/hari) secara signifikan lebih efektif dalam meringankan
polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Tidak seperti gabapentin,
pregabalin memiliki absorpsi gastrointestinal yang lebih baik dan dapat
diberikan dua kali perhari. Efek farmakokinetik linearnya menyebabkan
onset maksimal hilangnya nyeri yang cepat. Tetapi efek sampingnya sama
dengan gabapentin. Diantara efek samping tersebut, pertambahan berat
badan perlu diperhatikan pada pasien DM tipe 2.
Metixiline
Metixline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk
mengobati berbagai macam nyeri neuropati termasuk polineuropati diabetik.
Beberapa uji klinis plasebo kontrol acak telah dilakukan tetapi tidak satupun
penelitian menunjukkan pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi
pasien dengan keluhan nyeri yang menusuk dan membakar dan sensasi
panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline.
Opioid
Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati diabetik
pada periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif terhadap polineuropati
diabetik, penggunaan jangka panjang akan mempunyai efek samping
termasuk konstipasi, retensio urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan
fungsi imun dan masalah yang berhubungan dengan toleransi dan adiksi.
Baru-baru ini penelitian menggunakan kombinasi terapi opioid dan
gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan nyeri. Kombinasi
obat lebih efektif dalam mengurangi nyeri dibandingkan obat tunggal.
merupakan
kelompok
pengobatan
yang
menghambat
overdosis juga tinggi pada pasien nyeri kronik. Pada penelitian kecil
didapatkan ibuprofen 2400 mg/hari dan sulindac 400 mg/hari secara
signifikan mengurangi skor parestesia polineuropati diabetik pada 24
minggu.
Agen topikal
Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat pada
reseptor TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf perifer untuk
mendapatkan efek analgesiknya. Pada penelitian oleh Capsaicin Study
Group, 0.075 krim capsaicin dioleskan tiga kali sehari selama 6 minggu
lebih efektif dalam mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan
plasebo. Rasa terbakar merupakan efek samping paling sering yang
cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik capsaicin dimulai
mingguan setelah pemakaian krim. Baru-baru ini patch yang mengandung
capsaicin dosis tinggi menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan
nyeri diabetik.
Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan aliran
darah terlibat dalam polineuropati diabetik, penelitian kecil menggunakan
isosorbid dinitrat dilakukan. Pada 12 minggu penelitian crossover, doubleblind, placebo controlled dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid
dinitrat secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik. Pasien dalam
percobaan ini melaporkan nyeri kepala ringan dan dibutuhkan penelitian
lebih besar untuk mengevaluasi efek potensial pengobatan ini dalam
polineuropati diabetik.
Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian
mengurangi nyeri polineuropati diabetik. Pada penelitian open label hingga
empat patch lidokain 5% diberikan hingga 18 jam/hari dapat ditoleransi
dengan baik pada pasien dengan nyeri diabetik polineuropati. Patch lidokain
secara signifikan memperbaiki nyeri dan angka kualitas hidup.
b. Neuropati diabetik otonom
Seperti didiskusikan sebelumnya, langkah pertama dalam pengobatan semua
bentuk neuropati diabetik adalah kontrol glikemik. Gejala neuropati diabetik
otonom mungkin bermanifestasi pada berbagai organ sehingga pengobatan
simptomatik ditujukan untuk organ dan sistem tubuh yang terkena.
Hipotensi ortostatik sangat sulit untuk untuk ditatalaksana karena tekanan
darah berdiri akan meningkat tanpa menyebabkan hipertensi ketika pasien
berbaring. Pilihan pengobatan hipotensi ortostatik dicantumkan pada tabel 2 di
bawah.
Pengobatan
non-farmakologis
merupakan
pendekatan
awal.
Untuk
meningkatkan venous return kaos kaki suportif harus digunakan selama seharian
dan dilepaskan saat tidur. Pasien juga dinasehati untuk menghindari mandi air
panas, bangkit dari tidur atau berdiri dengan lambat dan tidur dengan kepala
ditinggikan.
Mineralikortikoid seperti fludrokortison bersama dengan suplemen garam
meningkatkan volume plasma tetapi tidak efektif karena meningkatkan resiko
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Agonis adrenergik campuran seperti
efedrin, agonis adrenergik -1 seperti midodrine dan agonis adrenergik -2 yaitu
clonidine ditemukan efektif pada beberapa pasien tetapi penting untuk memulai
dengan dosis rendah dan titrasi untuk meminimalkan berbagai macam gejala
berhubungan dengan penggunaannya. Analog somastostatin yaitu octreotide
membantu pasien yang mengalami hipotensi ortostatik refrakter setelah makan.
Gejala gastrointestinal juga menyertai neuropati otonom diabetik,
diantaranya adalah gastroparesis. Gastroparesis harus dipertimbangkan pada
pasien dengan kontrol glukosa yang tidak pasti. Tabel 2 menunjukkan pengobatan
gastroparesis.
Kontrol glukosa darah yang baik penting dalam memperbaiki fungsi
motorik lambung. Makan dengan porsi kecil dan sering direkomendasikan,
penderita harus membatasi makanan berlemak dan menghindari diet serat
berlebihan. Jejunostomi dapat dilakukan pada kasus gastroparesis yang berat, agar
perut beristirahat hingga fungsinya membaik.
Diare diabetik juga sering ditemukan yang bersifat intermiten. Langkah
pertama dalam mengobati diare diabetik adalah menyingkirkan penyebab penyerta
yang dapat diobati. Diare diakibatkan oleh obat (terapi metformin atau acarbose)
dan intoleransi laktose harus dipertimbangkan..
Golongan
Dosis
Efek Samping
0.5-2 mg/hari
Gagal
HIPOTENSI ORTOSTATIK
9
Mineralocorti
Fluorohydrocortisone coid
Clonidine
kongestif,hipertensi
2-Adrenergic
agonist
Octreotide
jantung
0.1-0.5
(malam)
Analog
Somatostatin
mg
Hipotensi, sedasi,
mulut kering
0.1-0.5
Nyeri
g/kg/hari
tempat
suntikan, diare
GASTROPARESIS
Metoclopromid
e
D2-Receptor
antagonist
10 mg 30-60
Galactorrhea,
Domperidon
D2-Receptor
antagonist
10-20 mg 30-60
menit
sblm
Galactorrhea
makan
dan tidur
Erythromycin
Motilin
receptor agonist
Levosulfide
D2-Receptor
250
mg
30
Galactorrhea
antagonist
DIARE DIABETIK
Metranidazole
Antibiotik
spektrum luas
250
mg
minimal 3 minggu
tid,
Hipotensi
ortostatik
Obat
Golongan
Dosis
Efek Samping
Clonidine
2-Adrenergic
Megakolon toksik
4 1-6 kali/hari
Malabsorpsi
agonist
Cholestyramine
tid
Bile
acid
sequestrant
Loperamide
Opiate-
2 mg qid
receptor agonists
Octreotide
Analog
50 g tid
somatostatin
CYSTOPATHY
Bethanechol
Acetylcholine
receptor agonist
Doxazosin
1-Adrenergic
antagonist
10
mg,
mg,
2-3
kali/hari
1-2
kali/hari
Hipotensi,
sakit
kepala, palpitasi
DISFUNGSI EREKSI
Sildenafil
GMP
type-5
50 mg sebelum
phosphodiesterase
aktivitas
inhibitor
sekali sehari
Hipotensi
dan
hidung,
nyeri
pandangan kabur.
Pengobatan harus dimulai dengan kontrol glikemik yang baik. Antibiotika
spektrum luas seperti metronidazol dapat digunakan untuk mengobati diare yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Klonidine memperbaiki
diare dengan menekan aktivitas berlebihan adrenergik. Kolestiramin digunakan
untuk mengikat garam empedu jika uji nafas hidrogen normal dan pasien gagal
diobati dengan antiobiotika. Loperamide dapat digunakan untuk mengurangi
jumlah feses tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena resiko megakolon
toksik. Diare yang resisten terhadap pendekatan di atas mungkin respon terhadap
octreotide.
otot,
ereksi
merupakan
gejala
awal
diabetes
dan
petanda
plihan
pengobatan
non-farmakologis
harus
dipertimbangkan.
Pembahasan sistematik terbaru menilai bukti uji klinis yang nyata dan metaanalisis terapi komplementer dan alternatif dalam pengobatan nyeri neuropati dan
neuralgia. Pengobatan komplementer dan alternatif diidentifikasi sebagai
akupuntur, elektrostimulasi, obat herbal, magnet, suplemen makanan dan
penyembuhan spritual.
a. Dukungan psikologik
Komponen psikologik terhadap nyeri tidak boleh diremehkan. Oleh sebab
itu penjelasan bahwa nyeri yang berat juga dapat berkurang harus diberikan
terutama pada pasien dengan nyeri neuropati akut yang tidak terkontrol. Jadi
tanduk dorsal. Efek ini diperantarai oleh mekanisme GABAergik. Pada nyeri
neuropati diabetik yang tidak respon terhadap obat, ESCS dengan elektrode yang
diimplan antara T9 dan T11 menyebabkan pengurangan rasa nyeri sebesar > 50%
8 dari 10 pasien. Selain itu toleransi latihan akan mengalami perbaikan secara
signifikan juga. Komplikasi ESCS termasuk infeksi kuman superfisial pada dua
pasien, migrasi lead memerlukan reinsersi pada dua pasien dan late failure setelah
4 bulan pada pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi penghilang rasa
nyeri. Pilihan terapi invasif ini dilakukan jika pasien tidak respon terhadap obat
yang diberikan.