Vous êtes sur la page 1sur 27

ASKEP PASIEN DENGAN STROKE

I. Landasan teori
Istilah stroke atau penyakit serebrosvaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah
cerebrovascular accident (CVA). Namun istilah ini sulit dipertahankan secara ilmiah
karena patologi yang mendasari bisanya sudah ada sejak lama dan/atau mudah
diindentifikasi. Karena itu, proses bagaimana berbagai gangguan patologik (misalnya,
hipertensi) menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga, reproducible, dan
bahkan dapat dimodifikasi. Dengan demikian, timbulnya stroke sama sekali bukanlah
suatu kecelakaan. Istilah lain yang digunakan dalam usaha penerangan masyarakat
adalah serangan otak.

Jenis Stroke Stroke dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:


1. Stroke Iskemia. Sekitar 80%-85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi bias disebkan oleh bekuan(trumbus)yang terdapat di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh organ distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin
terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung dan dibawa melalui system arteri
ke otak sebagai suatu embolus.
2. Stroke Hemoragik. Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15%-20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami rutur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam
jaringan otak.

Etiologi
1. Infark otak (80%)
Emboli
a. Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain
Trombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar) a. Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna

Arteri vertebralis

b. Penyakit intrakranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)

2. Perdarahan intraserebral (15%)


Hipertensif
Malformasi arteri-vena
Anglopati amiloid
3. Perdarahan subaraknoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Migren
Kondisi hiperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia)
Miksoma atrium

Manifestasi Klinis
Pada stroke non hemoragik (iskemik) gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus

cukup

besar.

Biasanya

terjadi

pada

usia

>

50

tahun.

Menurut WHO, dalam Internal Statistical Classification of Disease and Realied helath
probel 10thRevision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala
karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat
nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan.
Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam 23 % antara s.d
2
jam,
dan
12
%
terjadi
setelah
2
jam
sampai
19
jam)

Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willish arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama
15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbatgai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa :
1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
2. berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah;
3. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrkranium;
4. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Diagnosis
1. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis.
2. System skor untuk membedakan jenis stroke.
3. CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan
perdarahan.
4. Sken resonansi magnetic(MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi
infark serebri dini dan infark batang otak.

Skor Stroke SIRIRAJ: (2,5xderajat kesadaran)+(2xvomitus)+(2xNyeri kepala)


+(0,1xtekanan diastolic)-(3xpetanda ateroma)-12
Skor>1 : Perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor <-1 : infark serebri
Keterangan:
Derajat kesadaran: 0=kompos mentis 1=somnolen 2=spoor/koma
Vomitus: 0=tidak ada 1=ada
Nyeri kepala : 0=tidak ada 1=ada
Ateroma: 0=tidak ada 1=salah satu atau lebih (diabetes, angina, penyakit
pembuluh darah)

II. Pengkajian
Hal yang perlu dikaji adalah:
1. Indentitas
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
4. Pola Fungsi Kesehatan
5. Pengkajian Fisik
Lembar alir neurologic dipertahankan untuk menunjukkan parameter pangkajian
keperawatan seperti dibawah ini:
Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh
gerakan menolak pada perubahan posisi, dan respon terhadap stimulasi,
berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang.
Ada atau tidak adanya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot,
postur tubuh dan posisi kepala.
Kekakuan atau vlaksiditas leher
Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi ocular
Warna wajah dan ekstermitas, suhu dan kelembaban kulit
Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh dan tekanan arteri
Kemampuan untuk bicara
Volume cairan yang diminum atau yang diberikan dan volume urin yang
dikeluarkan setiap 24 jam.
Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampak akibat edema
serebral yang mengikuti stroke. Untuk mengurangi adanya ansietas, upaya-uoaya
dilakukan pada interval sering untuk mengorientasikan pasien pada waktu dan tempat
serta
memberikan
keyakinan.

Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut : status mental (memori, lapang
perhatian, pesepsi, orientasi, afek, bicara/bahasa), sensasi/persepsi (biasanya pasien
mengalami penurunan kesadaran terhadap nyeri dan suhu), control motorik (gerakan
ekstremitas
atas
dan
bawah)
dan
fungsi
kandung
kemih.
Pengkajian keperawatan berlanjut untuk memfokuskan pada kerusakan fungsi pada
aktivitas sehari-hari pasien karena kualitas hidup setelah stroke sangat berkaitan dengan
status fungsi pasien.

III. Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan data pengkajian, diagnose keperawatan utama untuk pasien stroke meluputi
hal berikut:
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai
dengan ekstremitas kanan atas dan bawah tidak dapat digerakkan
2. Kerusakan komunitas verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
ditandai degan sulit bicara, sulit dalam mengekspresikan pikiran secara verbal dan
sulit mengekspresikan melalui wajah atau tubuh.
3. Ketidakberdayaan, berhubungan dengan interaksi interpersonal ditandai degan
tergantung pada orang lain dalam melakukan aktivitas.
4. Resiko cedera, berhubungan dengan kerusakan mobilitas.
5. Resiko jatuh, berhubungan dengan keruskan mobilitas fisik.
6. Resiko kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan imobilisasi fisik

IV. Tujuan (NOC)


DX 1.
NOC Label : Mobility level (0208)
- Balance performance (020801)
- Body positioning performance (020802)
- Muscle movement (020803)
- Joint movement (020804)
NOC label: Sensory function : Proprioceptim (2402)
- Head position discrimination (240201)
- Head movement discrimination (240202
- Limb movement discrimination (240203)
- Limb position discrimination (240204)
DX 2.
NOC label: Communication Ability (0902)
- Use of sign language (090204)
- Use of non-verbal language (090205)

NOC label: Communication Expressive Ability (0903)


- Use of sign language (090306)
- Use of non-verbal language (090307)
NOC label: Communication receptive abilty (0904)
- Intepretation of sign language (090404)
- Interpretation of non verbal language (090405)
DX 3.
NOC label: Family participation in professional care (2605)
- Collaborates in determining treatment (260506)
- Makes decisions in when patient is unable to do so (260508)
- Participates in decisions with patient (260509)
DX 4.
NOC label: Neurological status (0909)
- Neurological function: cranial sensory / motor function (090903)
- Communication (090907)
- Breathing pattern (090911)
- Vital signs WNL (090912)
- Headaches not present (090915)
DX 6
NOC label: Tissue integrity: Skin and mucous membranes (1101)
- Sensation IER (110102)
- Elasticity IER (110103)
- Pigmentation IER (110106)
- Texture IER (110108)
- Color IER (110107)
- Thickness IER (110109)
- Tissue lesion-free (110109)

V. Intervensi (NIC)
DX 1
NIC label: positioning (0840)
- Tempatkan di tempat tidur untuk terapi
- Tempatkan di posisi yang menunjukkan terapi
- Menghentikan atau bantu dari peralatan tubuh jika perlu
- Mengindentifikasi kondisi kulit
- Mempertahankan posisi dan integritas kulit
DX 2
NIC label: Communication Enhancement : speech deficit (4976)

- Beri satu gambaran sederhana di suatu waktu jika diperlukan


- Gunakan kata yang sederhana dan kalimat pendek, jika diperlukan
- Gunakan isyarat tangan, jika diperlukan
- Berdiri di depan pasien jika bicara
- Meminta keluarga yang mengerti perkataan pasien, jika diperlukan
- Memperbolehkan pasien untuk sering kali mendengarkan bahasa percakapan, jika
diperlukan.
DX 3.
NIC label: Self-Responsibility Facilitation (4480)
- Pegang tanggung jawab pasien untuk kebiasaannya
- Dukungan keluarga untuk tingkat tanggung jawab yang pasien pegang
DX 4
NIC label: Fall Prevention (6490)
- Identifikasi kekurangan fisik dari pasien yang memungkinkan untuk jatuh dalam
kegiatan
- Ajarkan pasien bagaimana jatuh atau untuk meminimalkan luka
- Jawab cahaya (lampu panggilan)
- Tempatkan tempat tidur pengobatan pada posisi yang rendah.
DX 6.
NIC label: Skin Surveillance (3590)
- Lihat kulit dan membran mukosa dari kemerahan, panas tinggi atau luka
- Melihat kulit dari area kemerahan dan luka
- Monitor warna kulit
- Monitor suhu kulit

VI. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Mencapai peningkatan mobilisasi
Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan fotdrop
Berpartisipasi dalam program latihan
Mencapai keseimbangan saat duduk
Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya pada fungsi
yang hemiplegia
2. Dapat merawat diri, dalam bentuk perawatan kebersihan dan dan menggunakan
adaptasi terhadap alat-alat.
3. Berpartisipasi dalam peningkatan kognitif
4. Adanya peningkatan komunikasi. Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya
kerusakan, memperlihatkan tugor kulit yang tetap normal dan berpartisipasi dalam

aktivitas membalikkan
tubuh dan posisi.
5. Tidak terjadi komplikasi
Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien.
Gas darah arteri dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul Hidayat, A. aziz. 2004.Pengantatr Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Madika.
2. Joanne C. Mc closkey : 1996. IOWA Intervention Projet (NIC). Mosby Year
Book.
3. Manjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aescalapius Fakultas Kedokteran UI.
4. Marion Johson dkk. 2000. IOWA Intervention Projet (NOC). Mosby Year Book.
5. Potter dan Pery. 2005. Fundamental keperawatan Volume 1. januari : EGC
6. Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
jakarta:EGC
7. Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
8. Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan Nanda : Prima Medika.
9. Smaltzer, Suzanne C..2001. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta :EGC

By: Luh Putu Yuniartini.. (~_~)


04.07.1621
A.Defenisi
Cerebro vascular accident (CVA) atau stroke adalah gangguan suplai oksigen ke sel-sel
syaraf yang dapat disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya satu atau lebih pembuluh
darah yang memperdarahi otak, dan terjadi dengan tiba-tiba. Dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu: trombosis, emboli, dan perdarahan serebral (Keperawatan P.K. Sint Carolus,
1994). Sedangkan menurut Lynda Juall Carpenito (1995) cedera serebrovaskular atau
stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufiensi suplai darah ke suatu
bagian dari otak. Insufiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap aterosklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau
terhadap ruptur arteri (aneurisma).
Menurut WHO (1989) stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Menurut patologi anatomi stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadianya saat
melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
2.Stroke Non Haemorhagi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Sedangkan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya stroke terdiri dari:
1.TIA (trans iskemik attack) gangguan neurologis stempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.RIND stroke yang proses terjadinya 24-72 jam.
3.Stroke involusi, yaitu stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk dengan gejala yang belum
menetap, proses dapat berjalan lebih dari 72 jam atau beberapa hari.
4.Stroke komplit dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen, sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
B.Etiologi
Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan stroke antara lain:
1.Trombosis Cerebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Trombisis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini akibat penurunan aktifitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk
pada 48 jam setelah trombosis. Keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak antara
lain:
a.Arteriosklerosis
Arteriosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis arteriosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian melepaskan kepingan trombus
(embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b.Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas , hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c.Arteritis (Radang pada arteri)

2.Emboli
Abnormalitas pada jantung kiri, seperti endokarditis inefektif, penyakit jantung reumatik,
dan infark miokard, serta infeksi pulmunal adalah tempat-tempat di asal emboli.
Mungkin saja bahwa pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroke,
karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini. Resiko stroke
setelah pemasangan katup jantung dapat dikurangi dengan terapi antikoagulan
pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium, dan kardioversi untuk fibrilasi
atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari emboli serebral dan stroke. Embolus
biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral.
3.Haemoragi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkab oleh pecahnya arteriosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Pecahnya menyebabkan jumlah perdarahan yang banyak,
sementara pecahnya vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit.
Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi gangguan fungsi yang
pemulihanya lambat, atau otak dapat mengalami hernia yang dapat mengakibatkan
kematian dalam tiga hari pardarahan pertama. Lokasi perdarahan bisa terjadi di serebral,
ekstradural, subdural, subarachnoid, dan intraserebral.
4.Hipoksia Sistemik
a.Hipertensi yang parah
b.Cardiac pulmonary arrest
c.Cardiac output turun akibat aritmmia.
5.Hipoksia Setempat
a.Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C.Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai fungsi ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering atau
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, trombus dapat berasal dari flak
arterosklerosis, atau darah beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan:
1.Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2.Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyababkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema, pasien mulai menunjukkan parbaikan, CVA. Karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral

oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyababkan perdarahan
serebral, jika aneurisama pecah dan ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh
ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intrserebral yang
sangat luas akan menyababkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebro
vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
A.Manifestasi Klinis
Stroke dapat menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran jumlah darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
kontrol motor pada salah asatu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor yang paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalan ini muncul
kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spatisitas
(peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat .
Kehilangan komunikasi.Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi.Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2.Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
3.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Gangguan persepsi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan difungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensori
karena stroke dapat berubah kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan
kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual, kortikal yang lebih tinggi

mungkin rusak. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, demdam, dan kerang kerjasama.
Disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urianarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan
dan ketidakmampuan menggunakan urinal atau bedpan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik,
dengan kerusakan sensasi dalanm respon terhadap pengisian kandung kemih.
B.Faktor Resiko Stroke
Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi karakteristik
epidemiologiknya yang dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini
menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke. Faktor-faktor
resiko yang selama ini telah diidentifikasi dapat berupa hipertensi, diabetes militus,
riwayat stroke sebelumnya, obesitas dan kebiasaan merokok. Selain itu, disebutkan juga
beberapa faktor yang dicurigai berkaitan dengan stroke seperti alkohol, kontrasepsi
hormonal, trauma dan herpes zoster.
Diantara faktor resiko diatas, dapat disebutkan 4 major risk factors dari stroke:
1.Hipertensi
2.Transient Ischemic Attack(TIA)
3.Hipercholesterolemia
4.Diabetes Militus
C.Pemeriksaan Diagnostik
1.Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. Seperti
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2.CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
3.Pungsi lumbal:menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4.MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(MVA).
5.Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis,arteriosklerotik).
6.EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7.Sinar X Tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas.
D.Penatalaksanaan Umum Stroke
1.Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
a.Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk berusaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.

2.Rehidrasi yang cukup.


3.Assessment gangguan menelan dan tata cara pemberian nutrisi bila ada gangguan
menelan.
4.Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
6.Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
7.Perbaikan adanya komplikasi sistemik.
8. Penanganan daerah Penumbra (jaringan iskemik yang tanpa dilakukan upaya
pengobatan akan menjadi infark). Karena daerah ini akan terjadi rantai reaksi metabolic
antara lain masuknya ion kalsium dan laktat kedalam cel sehingga terjadi edema cel dan
akhirnya necrosis.
Tindakan
Upaya perbaikan status umum (TD, gula darah, hydrasi, keseimbangan cairan asam basa,
kardio respirasi)
Anti trombosis (heparin, wafarin) untuk mencegah perluasan infark bila waktu masih
dalam theurapeutik win-down (<6 jam).
Perbaikan metabolic sekitar lesi sampai saat ini masih eksperimental.
Tindakan Konsevatif
1. vasodilasator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2.Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3.Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Tindakan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4.Utasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
E.Asuhan keperawatan
1.Pengkajian
Lembar alir neurologik dipertahankan untuk menunjukkan parameter pengkajian
keperawatan dibawah ini:
a.Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh gerakan,
menolak terhadap perubahan posisi, dan respon terhadap stimulasi: berorientasi terhadap
tempat, waktu, dan orang.
b.Adanya atau tidak adanya gerakan volunter atau involunter ekstremitas: tonus otot;
postur tubuh; dan posisi kepala
c.Kekakuan atau flaksiditas leher.

d.Membuka mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya, dan posisi
okular.
e.Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit.
f.Kualitas dan frekuensi nadi dan pernafasan; gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh, dan tekanan arteri.
g.Kemampuan untuk bicara.
h.Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urin yang dikeluarkan setiap
24 jam.
Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampak sebagai akibat
edema serebral yang mengikuti stroke. Bila terjadi lesi pada hemisfer dominan pasien
juga mengalami afasia. Lesi hemisfer non dominan dapat mengakibatkan apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang dipejari sebelumnya).
Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut: satus mental (memori, lapang
perhatian, persepsi, orientasi, afek, bicara atau bahasa), sensasi atau persepsi(biasanya
pasien mengalami penurunan kesadaran terhadap nyeri dan suhu); kontrol motorik
(gerakan ekstremitas atas dan bawah); dan fungsi kandung kemih.
2.Diagnosa Keperawatan
a.Penururnan perfusi jaringan otak berhubungan dengan menurunnya supplay darah
serebral adanya oklusi otak, perdarahan, vasospasme dan edema otak.
b.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak sadar atau menurunnya
refleks batuk.
c.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan parestesia, flaciad, paralisis sekunder
rusaknya sistem motorik
d.Kerusakan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan gangguan sirkulasi
serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot facial atau oral,
kehilangan memori, dan kelemahan secara umum.
e.Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan mobilitas fisik .
f.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas yang lama.
Diposkan oleh Asuhan Keperawatan di 02.36

Askep Osteomielitis

>> 03 January 2010


Askep Osteomielitis: "
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOMIELITIS

A. TINJAUAN TEORI

Pengertian

Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan
lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.

Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di
tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana
terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma
subklinis (tak jelas).

Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).

Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang
menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang,
atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi
lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau
dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

Etiologi

Staphylococcus aureus 70% 80 %

Proteus

Pseudomonas

Escerehia Coli

Dilakukan kultur

Awitan Osteomielitis :

Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut Fulminan-Stadium 1)

Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2)

Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium


3)

Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.

Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma
atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24
bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat
penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan
lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang
ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronis.

Klasifikasi

Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:

Osteomielitis Primer

Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat


lain dan beredar melalui sirkulasi darah.

Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)

Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan
sebagainya.

Tanda dan Gejala

Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat
berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya
infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri
yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan.

Manifstasi Klinis

Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan
manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan
malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak,
dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat,
nyeri, dan nyeri tekan.

Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya
asupan darah.

Evaluasi Diagnostik

Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan


lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang,
pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI
dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan
peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses
diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau
pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya
normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan
organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.

5. Pemeriksaan ultra sound


Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus.

Prinsip penatalaksanaan

Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan


mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.

Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah,
swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.

Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi
bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah
tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus
sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terusmenerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk
meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu
diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika
dilanjutkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.


Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat
dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dangan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya
namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan
asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan
tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

Pencegahan

Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat


menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.

Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik

perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

v Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.

v Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi
dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.

v Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sumber potensial terjadinya infeksi.

1. Pemeriksaan fisik

Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi.
Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan
adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun
eritema.

1. Riwayat psikososial

Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.

1. Pemeriksaan diagnostik

Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat.
50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.

2) Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :

1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.

2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan


keterbatasan menahan beban berat badan.

3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.

4) Kurang pengetahuan tentang program pengobatan.

3) Perencanaan dan Implemantasi

Sasaran pasien meliputi peradaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas
terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.

4) Intervensi Keperawatan

Peradaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk
mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus
dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan
lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan
perlahan.

Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang


ditimbulkannya Status neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik
untuk mengurangi persepsi nyeri dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.

Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi


lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan
penghindaran stress pada tulang. Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas.
Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan
untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.

Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap terapi


antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau
infiltrasi.

Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk menyakinkan adanya


peredaran darah yang memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan,
peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran balik vena, menghindari tekanan pada

daerah yang di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk
memenuhi pembatasan beban berat badan.

Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C
dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan
merangasang penyembuhan.

Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan


osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan
di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi serta
keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi
kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.

Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu,
penggantian balutan secara stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan
pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang
memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
osteomielitis di rumah.

Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau
peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan
melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.

5) Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Mengalami Peredaan Nyeri

Melaporkan berkurangnya nyeri

Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi\

Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak

1. Peningkatan mobilitas fisik

Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri

Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat

Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman

1. Tidak adanya infeksi

Memakai antibiotika sesuai resep

Suhu badan normal

Tidak ada pembengkakan

Tidak ada pus

Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal

Biarkan darah negatif

1. Mamatuhi rencana terapeutik

Memakai antibiotika sesuai resep

Melindungi tulang yang lemah

Memperlihatkan perawatan luka yang benar

Melaporkan bila ada masalah segera

Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D

Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut

Melaporkan peningkatan kekuatan

Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri,


pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut.

Read more: http://webcache.googleusercontent.com/search?


q=cache:d_eRaukf254J:askep-askeb.cz.cc/2010/01/askeposteomielitis.html+askep+gerontik+dengan+gangguan+mobilitas+dan+fungsi+motilitas
&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id#ixzz10hA2VSax

Vous aimerez peut-être aussi