Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. Landasan teori
Istilah stroke atau penyakit serebrosvaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah
cerebrovascular accident (CVA). Namun istilah ini sulit dipertahankan secara ilmiah
karena patologi yang mendasari bisanya sudah ada sejak lama dan/atau mudah
diindentifikasi. Karena itu, proses bagaimana berbagai gangguan patologik (misalnya,
hipertensi) menyebabkan stroke merupakan hal yang dapat diduga, reproducible, dan
bahkan dapat dimodifikasi. Dengan demikian, timbulnya stroke sama sekali bukanlah
suatu kecelakaan. Istilah lain yang digunakan dalam usaha penerangan masyarakat
adalah serangan otak.
Etiologi
1. Infark otak (80%)
Emboli
a. Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain
Trombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar) a. Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
b. Penyakit intrakranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
Manifestasi Klinis
Pada stroke non hemoragik (iskemik) gejala utamanya adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus
cukup
besar.
Biasanya
terjadi
pada
usia
>
50
tahun.
Menurut WHO, dalam Internal Statistical Classification of Disease and Realied helath
probel 10thRevision, stroke hemoragik dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala
karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat
nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan.
Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam 23 % antara s.d
2
jam,
dan
12
%
terjadi
setelah
2
jam
sampai
19
jam)
Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willish arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama
15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbatgai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa :
1. keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
2. berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah;
3. gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrkranium;
4. ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Diagnosis
1. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis.
2. System skor untuk membedakan jenis stroke.
3. CT Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan
perdarahan.
4. Sken resonansi magnetic(MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi
infark serebri dini dan infark batang otak.
II. Pengkajian
Hal yang perlu dikaji adalah:
1. Indentitas
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
4. Pola Fungsi Kesehatan
5. Pengkajian Fisik
Lembar alir neurologic dipertahankan untuk menunjukkan parameter pangkajian
keperawatan seperti dibawah ini:
Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh
gerakan menolak pada perubahan posisi, dan respon terhadap stimulasi,
berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang.
Ada atau tidak adanya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot,
postur tubuh dan posisi kepala.
Kekakuan atau vlaksiditas leher
Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi ocular
Warna wajah dan ekstermitas, suhu dan kelembaban kulit
Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh dan tekanan arteri
Kemampuan untuk bicara
Volume cairan yang diminum atau yang diberikan dan volume urin yang
dikeluarkan setiap 24 jam.
Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampak akibat edema
serebral yang mengikuti stroke. Untuk mengurangi adanya ansietas, upaya-uoaya
dilakukan pada interval sering untuk mengorientasikan pasien pada waktu dan tempat
serta
memberikan
keyakinan.
Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut : status mental (memori, lapang
perhatian, pesepsi, orientasi, afek, bicara/bahasa), sensasi/persepsi (biasanya pasien
mengalami penurunan kesadaran terhadap nyeri dan suhu), control motorik (gerakan
ekstremitas
atas
dan
bawah)
dan
fungsi
kandung
kemih.
Pengkajian keperawatan berlanjut untuk memfokuskan pada kerusakan fungsi pada
aktivitas sehari-hari pasien karena kualitas hidup setelah stroke sangat berkaitan dengan
status fungsi pasien.
V. Intervensi (NIC)
DX 1
NIC label: positioning (0840)
- Tempatkan di tempat tidur untuk terapi
- Tempatkan di posisi yang menunjukkan terapi
- Menghentikan atau bantu dari peralatan tubuh jika perlu
- Mengindentifikasi kondisi kulit
- Mempertahankan posisi dan integritas kulit
DX 2
NIC label: Communication Enhancement : speech deficit (4976)
VI. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Mencapai peningkatan mobilisasi
Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan fotdrop
Berpartisipasi dalam program latihan
Mencapai keseimbangan saat duduk
Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya pada fungsi
yang hemiplegia
2. Dapat merawat diri, dalam bentuk perawatan kebersihan dan dan menggunakan
adaptasi terhadap alat-alat.
3. Berpartisipasi dalam peningkatan kognitif
4. Adanya peningkatan komunikasi. Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya
kerusakan, memperlihatkan tugor kulit yang tetap normal dan berpartisipasi dalam
aktivitas membalikkan
tubuh dan posisi.
5. Tidak terjadi komplikasi
Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien.
Gas darah arteri dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul Hidayat, A. aziz. 2004.Pengantatr Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Madika.
2. Joanne C. Mc closkey : 1996. IOWA Intervention Projet (NIC). Mosby Year
Book.
3. Manjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aescalapius Fakultas Kedokteran UI.
4. Marion Johson dkk. 2000. IOWA Intervention Projet (NOC). Mosby Year Book.
5. Potter dan Pery. 2005. Fundamental keperawatan Volume 1. januari : EGC
6. Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
jakarta:EGC
7. Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
8. Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan Nanda : Prima Medika.
9. Smaltzer, Suzanne C..2001. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta :EGC
1.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadianya saat
melakukan aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
2.Stroke Non Haemorhagi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Sedangkan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya stroke terdiri dari:
1.TIA (trans iskemik attack) gangguan neurologis stempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2.RIND stroke yang proses terjadinya 24-72 jam.
3.Stroke involusi, yaitu stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk dengan gejala yang belum
menetap, proses dapat berjalan lebih dari 72 jam atau beberapa hari.
4.Stroke komplit dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen, sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
B.Etiologi
Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menyebabkan stroke antara lain:
1.Trombosis Cerebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Trombisis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini akibat penurunan aktifitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk
pada 48 jam setelah trombosis. Keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak antara
lain:
a.Arteriosklerosis
Arteriosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis arteriosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian melepaskan kepingan trombus
(embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b.Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas , hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c.Arteritis (Radang pada arteri)
2.Emboli
Abnormalitas pada jantung kiri, seperti endokarditis inefektif, penyakit jantung reumatik,
dan infark miokard, serta infeksi pulmunal adalah tempat-tempat di asal emboli.
Mungkin saja bahwa pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroke,
karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini. Resiko stroke
setelah pemasangan katup jantung dapat dikurangi dengan terapi antikoagulan
pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium, dan kardioversi untuk fibrilasi
atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari emboli serebral dan stroke. Embolus
biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak
sirkulasi serebral.
3.Haemoragi
Kebanyakan perdarahan serebral disebabkab oleh pecahnya arteriosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Pecahnya menyebabkan jumlah perdarahan yang banyak,
sementara pecahnya vena atau kapiler menyebabkan perdarahan yang lebih sedikit.
Tergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan dapat terjadi gangguan fungsi yang
pemulihanya lambat, atau otak dapat mengalami hernia yang dapat mengakibatkan
kematian dalam tiga hari pardarahan pertama. Lokasi perdarahan bisa terjadi di serebral,
ekstradural, subdural, subarachnoid, dan intraserebral.
4.Hipoksia Sistemik
a.Hipertensi yang parah
b.Cardiac pulmonary arrest
c.Cardiac output turun akibat aritmmia.
5.Hipoksia Setempat
a.Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b.Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C.Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai fungsi ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering atau
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, trombus dapat berasal dari flak
arterosklerosis, atau darah beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan:
1.Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2.Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyababkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema, pasien mulai menunjukkan parbaikan, CVA. Karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyababkan perdarahan
serebral, jika aneurisama pecah dan ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh
ruptur arteriosklerosis dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intrserebral yang
sangat luas akan menyababkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebro
vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
A.Manifestasi Klinis
Stroke dapat menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran jumlah darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya.
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan
kontrol motor pada salah asatu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor yang paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan
hilang atau menurunya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalan ini muncul
kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spatisitas
(peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat .
Kehilangan komunikasi.Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi.Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
2.Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
3.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
Gangguan persepsi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan difungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual-spasial dan kehilangan sensori.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Kehilangan sensori
karena stroke dapat berubah kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan
kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh)
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual, kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, demdam, dan kerang kerjasama.
Disfungsi kandung kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urianarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan
dan ketidakmampuan menggunakan urinal atau bedpan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik,
dengan kerusakan sensasi dalanm respon terhadap pengisian kandung kemih.
B.Faktor Resiko Stroke
Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan identifikasi karakteristik
epidemiologiknya yang dapat merupakan sebagai faktor resiko stroke. Faktor resiko ini
menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah mengalami stroke. Faktor-faktor
resiko yang selama ini telah diidentifikasi dapat berupa hipertensi, diabetes militus,
riwayat stroke sebelumnya, obesitas dan kebiasaan merokok. Selain itu, disebutkan juga
beberapa faktor yang dicurigai berkaitan dengan stroke seperti alkohol, kontrasepsi
hormonal, trauma dan herpes zoster.
Diantara faktor resiko diatas, dapat disebutkan 4 major risk factors dari stroke:
1.Hipertensi
2.Transient Ischemic Attack(TIA)
3.Hipercholesterolemia
4.Diabetes Militus
C.Pemeriksaan Diagnostik
1.Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. Seperti
perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2.CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
3.Pungsi lumbal:menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4.MRI: menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(MVA).
5.Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis,arteriosklerotik).
6.EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7.Sinar X Tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas.
D.Penatalaksanaan Umum Stroke
1.Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
a.Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk berusaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
d.Membuka mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya, dan posisi
okular.
e.Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit.
f.Kualitas dan frekuensi nadi dan pernafasan; gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh, dan tekanan arteri.
g.Kemampuan untuk bicara.
h.Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urin yang dikeluarkan setiap
24 jam.
Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampak sebagai akibat
edema serebral yang mengikuti stroke. Bila terjadi lesi pada hemisfer dominan pasien
juga mengalami afasia. Lesi hemisfer non dominan dapat mengakibatkan apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang dipejari sebelumnya).
Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut: satus mental (memori, lapang
perhatian, persepsi, orientasi, afek, bicara atau bahasa), sensasi atau persepsi(biasanya
pasien mengalami penurunan kesadaran terhadap nyeri dan suhu); kontrol motorik
(gerakan ekstremitas atas dan bawah); dan fungsi kandung kemih.
2.Diagnosa Keperawatan
a.Penururnan perfusi jaringan otak berhubungan dengan menurunnya supplay darah
serebral adanya oklusi otak, perdarahan, vasospasme dan edema otak.
b.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tidak sadar atau menurunnya
refleks batuk.
c.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan parestesia, flaciad, paralisis sekunder
rusaknya sistem motorik
d.Kerusakan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan gangguan sirkulasi
serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot facial atau oral,
kehilangan memori, dan kelemahan secara umum.
e.Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan mobilitas fisik .
f.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mobilitas yang lama.
Diposkan oleh Asuhan Keperawatan di 02.36
Askep Osteomielitis
A. TINJAUAN TEORI
Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan
lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling
jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di
tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran
nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana
terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma
subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang
menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi
kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang,
atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi
lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau
dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Etiologi
Proteus
Pseudomonas
Escerehia Coli
Dilakukan kultur
Awitan Osteomielitis :
Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma
atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24
bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat
penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan
lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang
ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan
osteomielitis tipe kronis.
Klasifikasi
Osteomielitis Primer
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan
sebagainya.
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat
berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya
infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri
yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan.
Manifstasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan
manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan
malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai
posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak,
dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat,
nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya
asupan darah.
Evaluasi Diagnostik
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau
pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya
normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan
organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
Prinsip penatalaksanaan
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah,
swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi
bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah
tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus
sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terusmenerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk
meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu
diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika
dilanjutkan.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat
dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya
namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan
asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan
tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pencegahan
Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selma 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
v Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritma, demam atau
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
v Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi
dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
v Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sumber potensial terjadinya infeksi.
1. Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi.
Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan
adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun
eritema.
1. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengfkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
1. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat.
50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :
Sasaran pasien meliputi peradaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas
terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.
4) Intervensi Keperawatan
Peradaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk
mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus
dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan
lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan
perlahan.
daerah yang di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk
memenuhi pembatasan beban berat badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C
dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan
merangasang penyembuhan.
Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu,
penggantian balutan secara stesil dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan
pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang
memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
osteomielitis di rumah.
Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau
peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan
melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.
5) Evaluasi