Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KONSEP DASAR AUTISME


1.1.1 Pengertian
Autisme adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat
menyebabkan kelainan pada seseorang sehingga secara tak langsung individu
tersebut dapat dikatakan hidup dalam dunianya sendiri (Dr. Melly Budhiman,
2002).
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti
aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah
1.2.1

satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006).
Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002)
diantaranya yaitu:
1.2.1.1 Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
1.2.1.2 Faktor Cacat (Kelainan Pada Bayi)
Penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun
setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella,
Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
1.2.1.2 Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam
timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan.
Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang

bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya


keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja
berasal dari polusi udara, air bahkan makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa
autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau
lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan
pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik
termasuk autis.
1.3
Manisfestasi Klinik
1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan
Umumnya penderita Autis memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan
normal seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, dan
berdiri), kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak dengan autis juga dapat meniru beberapa lagu yang didengarakannya atau
dapat menggunakan panca indranya dengan normal dan secara luas ketika
mengeksplorasi lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses
pertumbuhannya, pada anak penderita Autis didapati keterbatasan dalam
memfungsikan organnya, misalnya:
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati
2)
3)
4)
5)
6)

kelancaran bicara pada usia 12- 14 bulan.


Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan

rumit (Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki
dan tangan (Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic)
sehingga tak mampu untuk mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan
berjalan secara mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati
kemampuan untuk berdiri sendiri dan berjalan pada usia 6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri
sehingga anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.

9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang
nantinya juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan
intelektual.
10) Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2
tahun dan setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.
1.3.2

Pada Tahap Perkembangan


Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan

gangguan dalam hal psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk
berkomunikasi dan berperilaku juga mengalami penyimpangan. Dalam usia 5
tahun, komunikasi anak dan ibu terganggu dengan adanya sikap anak yang tidak
mau menatap ibunya ketika ditimang, hal ini menunjukkan kesan tidak
mengenal.Tidak dapat bercakap-cakap dengan orang lain di sekitar secara
mandiri, adanya gangguan pra-verbal yang ditunjukkan dengan berteriak dan
ekolia (bicara yang mengulang kata atau ungkapan), padahal anak normal pada
usia 6 - 18 bulan sudah dapat melakukannya (dalam kemampuan berbahasa sesuai
batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya duduk dalam jangka waktu yang
lama, sibuk dengan tangannya (dengan mengepakkannya, memainkan jarinya
atau bertepuk tangan), tercengang dan

menatap terus pada objek tertentu

(mengkilap dan bersifat mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat terikat
daripadanya.
Gambaran lain adalah adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak
menekankan suatu rutinitas kehidupan harian tertentu dan menolak suatu
perubahan, dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada anak normal
yaitu sering mengedipkan mata secara berulang, wajah sering menyeringai,
sikap melompat dan berjingkat. Pada segi psikologis didapati adanya perubahan
suasana hati yang tiba-tiba, tertawa dengan sebab yang tidak jelas dan sering
diselingi dengan kemarahan yang bersifat destruktif. Anak sering ketakutan
dengan suara tertentu dan tercengang dengan suara yang lain. Hal ini juga akan
mengarahkan anak untuk mengalami gangguan mental psikotik paranoid (takut
dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak mempercayai orang lain),

schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri), dan histionik


(selalu ingin diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh keinginannya). Sisi
intelektual anak dengan autis akan dihadapkan dengan adanya retardasi, tetapi
ada kecenderungan untuk membaik jika anak dapat lepas dari sikap menarik
diri. Kemampuan olah bicara anak autis sering terhambat pada hal intonasi dan
hal lain yang mengalami gangguan adalah kemampuan untuk menentukan
waktu. Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:
1.3.2.1 Di bidang komunikasi:
1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak
nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian
hilang kemampuan bicara.
2) Terkadang kata kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak
dimengerti orang lain.
4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo
(Echolalia).
5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar
tanpa mengerti artinya.
6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
1.3.2.2 Di bidang interaksi sosial:
1) Anak autis lebih suka menyendiri
2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari
tatapan muka atau mata dengan orang lain.
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya
maupun yang lebih tua dari umurnya.
4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
1.3.2.3 Di bidang sensoris:
1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.

2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.


3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda yang
ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
1.3.2.4 Di bidang pola bermain:
1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
4) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar.
5) Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, dan sejenisnya.
6) Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.
1.3.2.5 Di bidang perilaku:
1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan
dengan bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
4) Tidak suka terhadap perubahan.
5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.
1.3.2.6 Di bidang emosi:
1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan
keinginannya.
3) Kadang agresif dan merusak.
4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
1.4

disekitarnya atau didekatnya.


PATOFISIOLOGI
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul
di beberapa jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual)
gangguan dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari
perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi
sistem otak, dan mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir.
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan

impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson di
bungkus oleh selaput putih bernama myelin, terletak dibagian otak berwarna
putih. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan 3-7 bulan. Pada trimester ketiga,
pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai dengan pembentukan akson, dendrit
dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar 2 tahun. Setelah anak lahir,
terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetic melalui
sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors. Makin banyak
sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrite, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tidak digunakan menunjukan kematian sel,
berkurang akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis, keracunanvlogam berat,
dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada
proses-proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan
sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neutropin
dan neuropeptida otak (brain-derived neuritrophic factor) yang merupakan zat
kimia otak yang bertanggungjawab untuk mengatur penambahan sel saraf,
migrasi, diferensiasi, pertumbuhan dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistic terjadi kondisi growth
without guidance, dimana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan. Pertumbuhan abnormal pada bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel
Purkinye (sel saraf tempat keluarnya hasil pemrosesan indera dan impuls saraf)
diotak kecil pada autism. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang
pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada SSP), dan myelin sehingga
terjadi pertumbuhan otak secara abnormal ataui sebaliknya, pertumbuhan akson
secara abnormal mematikan sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat

terjadi secara primer dan sekunder. Bila autism disebabkan oleh faktor genetic,
gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal
kehamilan.Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu meminum alkoho dan
mengkonsumsi oabt seperti thalidomide. Pemeriksaan MRI menunjukkan, otak
kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik,
belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan
pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi

atau

membedakan

target,

overselektivitas,

dan

kegagalan

mengeksplorasi lingkungan.

1.5

KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi
autisme menjadi dua yaitu:
1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaanperbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa
terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.
2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah
bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa
patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).
Sedangkan

Faisal

Yatim

(dalam

buku

karangan

purwati

2007)

mengelompokkan autisme menjadi:


1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme
internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (67 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi
sejak usia minggu-minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa

membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang


1.6

disertai kejang-kejang.
FAKTOR RESIKO
Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak
ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko
gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori
penyebab autris yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang
membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut
tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi
sejak dini pada anak yang beresiko.
Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa

1.6.1

periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi, yaitu :
Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan
saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu
gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada
otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak

1.6.2

kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autism


Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat
menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam
persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan
oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka
sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan
perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada
bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama persalinan,

lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (<
1.6.3

2.500 gram).
Periode Usia Bayi
Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang
terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko
untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk
terjadinya autisme adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan
berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik,
kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air
besar, sering buang air besar dan gangguan neurologi/syaraf : trauma kepala,

kejang, otot atipikal, kelemahan otot.


1.7 Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autis antara lain :
1.7.1 Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan
didesain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah
memberi

pelatihan

khusus

pada

anak

dengan

memberikan

positive

reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini
terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
1.7.2 Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
autistik yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadangkadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk
memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam
hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
1.7.3 Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk
memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok
dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi
okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot halusnya dengan
benar.
1.7.4 Terapi Fisik

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara


individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan
tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat
banyak menolong untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki keseimbangan
tubuhnya.
1.7.5 Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan
dalam ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama
ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan
fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari
caranya.
1.7.6 Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan
dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar
bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa
membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
1.7.7 Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak
heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk
mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya
dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.
1.7.8 Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya

dan

tingkat

perkembangannya,

kemudian

ditingkatkan

kemampuan sosial, emosional dan intelektualnya. Terapi perkembangan

berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan


ketrampilan yang lebih spesifik.
1.7.9 Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode
belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS
(Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga
dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
1.7.10 Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam
DAN (Defeat Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan
menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan
metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu
anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan
rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak
menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami
kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan
dari dalam tubuh sendiri (biomedis). Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian
yaitu:
1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang
dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap
lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita
untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang
mudah.
2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan
dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat
kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang
seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif
dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol

(antipsikotik), fenfluramin, naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi


kejang dan perilaku agresif)
1.2 Manajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Identitas Klien : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
1.2.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat
terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ),
komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi
bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2.500 gram).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak
mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan
ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri
dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka,
jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada
benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya
dengan baik, secara fisik terlalu.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita
autisme.
1.2.1.3 Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip

7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain


8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
9) Kemampuan bertutur kata menurun
10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
1.2.1.4 Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
1.2.1.5 Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul adalah :
1.2.2.1 Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus.
1.2.2.2 Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di rumah sakit.
1.2.2.3 Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan.
1.2.2.4 Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan stimulasi sensorik yang
tidak sesuai.
1.2.2.5 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan terganggunya
kemampuan berbicara, retardasi mental.

1.2.3 Intervensi Keperawatan


1.2.3.1
Diagnosa I : Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan
kebingungan terhadap stimulus.
Kriteria Hasil : Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan
menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi
1. Ketika berkomunikasi dengan 1.
anak, bicaralah dengan kalimat
singkat yang terdiri atas satu
hingga tiga kata, dan ulangi
perintah sesuai yang diperlukan.
Minta anak untuk melihat kepada

Rasional
Kalimat yang sederhana dan diulangulang mungkin merupakan satu-satunya
cara berkomunikasi karena anak yang
autistik mungkin tidak mampu
mengembangkan
tahap
pikiran
operasional yang konkret. Kontak mata

anda ketika anda berbicara dan


pantau bahasa tubuhnya dengan
cermat.

langsung
mendorong
anak
berkonsentrasi pada pembicaraan serta
menghubungkan pembicaraan dengan
bahasa dan komunikasi. Karena
artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa
tubuh dapat menjadi satu-satunya cara
baginya untuk mengomunikasikan
pengenalan
atau
pemahamannya
terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara membantu
gerakan tubuh untuk membantu
anak mengenali integritas tubuh serta
perkembangan komunikasi sampai
batasan-batasannya
sehingga
anak dapat memahami bahasa
mendoronnya terpisah dari objek dan
orang lain
3. Bantu anak mengenali hubungan 3. Memahami konsep penyebab dan efek
antara sebab dan akibat dengan
membantu
anak
membangun
cara
menyebutkan perasaannya
kemampuan untuk terpisah dari objek
yang khusus dan mengidentifikasi
serta orang lain dan mendorongnya
penyebab stimulus bagi mereka
mengekpresikan
kebutuhan
serta
perasaannya melalui kata-kata
4. Ketika berkomunikasi dengan 4. Biasanya anak austik tidak mampu
anak, bedakan kenyataan dengan
membedakan antara realitas dan
fantasi, dalam pernyataan yang
fantasi, dan gagal untuk mengenali
singkat dan jelas
nyeri atau sensasi lain serta peristiwa
hidup dengan cara yang bermakna.
Menekankan perbedaan antara realitas
dan
fantasi
membantu
anak
mengekpresikan
kebutuhan
serta
perasaannya.
1.2.3.2 Diagnosa II : Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di RS.
Kriteria Hasil : Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan
melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai
oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi
Intervensi
Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan 1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak
mungkin
rutinitas
melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS
rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam

2.

3.

4.

5.

hidup mereka. Mempertahankan


program yang teratur dapat mencegah
perasaan
frustasi,
yang
dapat
menuntun pada ledakan kekerasan
Lakukan intervensi keperawatan 2. Sesi yang singkat dan sering
dalam sesingkat dan sering. Dekati
memungkinkan
anak
mudah
anak
dengan
sikap
lembut,
mengenal perawat serta lingkungan
bersahabat dan jelaskan apa yang
rumah sakit. Mempertahankan sikap
anda akan lakukan dengan kalimat
tenang, ramah dan mendemontrasikan
yang jelas, dan sederhana. Apabila
prosedur pada orang tua, dapat
dibutuhkan, demontrasikan prosedur
membantu anak menerima intervensi
kepada orang tua.
sebagai
tindakan
yang
tidak
mengancam, dapat mencegah perilaku
destruktif
Gunakan restrain fisik selama 3. Restrain fisik dapat mencegah anak
prosedur ketika membutuhkannya,
dari tindakan mencederai diri sendiri.
untuk memastikan keamanan anak
Biarkan anak terlibat dalam perilaku
dan untuk mengalihkan amarah dan
yang tidak terlalu membahayakan,
frustasinya,
misalnya
untuk
misalnya
membanding
bantal,
mencagah anak dari membenturkan
perilaku semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulangmenyalurkan
amarahnya,
serta
ulang, restrain badan anak pada
mengekpresikan frustasinya dengan
bagian
atasnya,
tetapi
cara yang aman
memperbolehkan
anak
untuk
memukul bantal
Gunakan teknik modifikasi perilaku 4. Pemberian imbalan dan hukuman
yang tepat untuk menghargai
dapat membantu mengubah perilaku
perilaku positif dan menghukum
anak dan mencegah episode kekerasan
perilaku yang negatif. Misalnya,
hargai perilaku yang positif dengan
cara memberi anak makanan atau
mainan kesukaannya, beri hukuman
untuk perilaku yang negatif dengan
cara mencabut hak istimewanya
Ketika anak berperilaku destruktif, 5. Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba
menunjukkan
perasaan
stres
menyampaikan sesuatu, misalnya
meningkat, kemungkinan muncul dari
apakah ia ingin sesuatu untuk
kebutuhan untuk mengomunikasikan
dimakan atau diminum atau apakah
sesuatu.
ia perlu pergi ke kamar mandi
1.2.3.3 Diagnosa III : Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan
dengan gangguan.

Kriteria Hasil : Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran


menjadi orang tua yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran
mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan.
Intervensi
Rasional
1. Anjurkan
orang
tua
untuk 1. Membiarkan
orang
tua
mengekpresikan
perasaan
dan
mengekpresikan
perasaan
dan
kekhawatiran mereka
kekhawatiran mereka tentang kondisi
kronis anak membantu mereka
beradaptasi terhadap frustasi dengan
lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok 2. Kelompok
pendukung
pendukung autisme setempat dan
memperbolehkan orang tua menemui
kesekolah khusus jika diperlukan
orang tua dari anak yang menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan
orang
tua
untuk 3. Kontak dengan kelompok swabantu
mengikuti konseling (bila ada)
membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan
dengan autisme

1.2.3.4 Diagnosa 4 : Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan stimulasi


sensorik yang tidak sesuai.
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang
pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah
dan kontak mata dalam waktu yang ditentukan.
Kriteria hasil :
1) Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
2) Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan
perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang
lain.
3) Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi

Rasional

1.Jalin hubungan satu-satu dengan anak 1.Interaksi staf dengan pasien yang
untuk meningkatkan kepercayaan
konsisten
meningkatkan
pembentukan kepercayaan.
2.Berikan benda-benda yang dikenal 2. Benda-benda ini memberikan rasa
(misalnya:
mainan
kesukaan,
aman dalam waktu-waktu aman
selimut) untuk memberikan rasa
bila anak merasa distres
aman dalam waktu-waktu tertentu
agar anak tidak mengalami distress.
3.Sampaikan sikap yang hangat, 3. Karakteristik-karakteritik
ini
dukungan dan kebersediaan ketika
meningkatkan pembentukan dan
anak berusaha untuk memenuhi
mempertahankan hubungan saling
kebutuhan-kebutuhan
dasarnya
percaya
untuk meningkatkan pembentukan
dan mempertahankan hubungan
saling percaya
4.Lakukan
dengan
perlahan-lahan, 4.Pasien autisme dapat merasa terncam
jangan
memaksakan
interaksioleh suatu rangsangan yang gencar
interaksi, mulai dengan penguatan
pada pasien yang tidak terbiasa.
yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsurangsur dengan sentuhan, senyuman ,
dan pelukan.
5.Dengan kehadiran anda beri dukungan 5.Kehadiran seorang yang telah
pada pasien yang berusaha keras
terbentuk hubungan saling percaya
untuk membentuk hubungan dengan
dapat memberikan rasa aman
orang lain dilingkungannya.
1.2.3.5 Diagnosa 5 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
terganggunya kemampuan berbicara, retardasi mental.
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi
perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu
yang telah ditentukan.
Kiteria hasil :

1) Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang


lain
2) Pesan-pesan non-verbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal.
3) Pasien memulai berinteraksi verbal dan non-verbal dengan orang lain
Intervensi

Rasional

1.Pertahankan konsistensi tugas staf 1.Hal ini memudahkan kepercayaan dan


untuk memahami tindakan-tindakan
kemampuan
untuk
memahami
dan komunikasi anak.
tindakan-tindakan dan komunikasi
pasien

2.Antisipasi dan penuhi kebutuhankebutuhan anak sampai kepuasan 2.Pemenuhan kebutuhan pasien akan
dapat mengurangi kecemasan anak
pola komunikasi terbentuk
sehingga anak akan dapat mulai
menjalin komunikasi dengan orang
lain dengan asertif

3.Gunakan pendekatan tatap muka 3. Kontak mata mengekspresikan


berhadapan untuk menyampaikan
minat yang murni terhadap dan
ekspresi-ekspresi nonverbal yang
hormat kepada seseorang.
benar dengan menggunakan contoh

1.3

Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar
semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah
ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan

1.4

atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya.


Evaluasi keperawatan
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan
yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui

sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan
umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam
proses keperawatan.

Web Of Caution (WOC) Autisme


Genetik
Kelainan kromosom

Kongenital

Persalinan/Kelahiran

Kelainan genetis, keracunan logam berat,


dan nutrisi yang tidak adekuat

Pendarahan, terhisapnya cairan


ketuban, obat-obatan, keracunan

Kode gen diulang pada area rapuh


Memproduksi terlalu sedikit protein
Perubahan pada gen FMR1
Syndrome Fragile-X

Sel saraf gagal terbentuk saat usia


kandungan 3-7 bulan
Berlebihnya neutropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor)
Pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye
Berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluarnya
hasil pemrosesan indera dan impuls saraf)
Reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi atau membedakan target, overselektivitas,
dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.

AUTISME

Terganggu saraf pusat


selama awal kehamilan
Kondisi growth without guidance

AUTISME

Pada Tahap Pertumbuhan


Pada Tahap Perkembangan

- Sulit berbicara (Aphasia)


- Mengalami kesulitan membaca
(Dyslexia)
- Mengalami kesulitan dalam
mengucapkan kata atau kalimat
yang
sulit
dan
rumit
(Dysphasia).

Kerusakan
komunikasi
verbal

- Sulit menggerakkan badan karena


gangguan saraf motorik (Apraxia)
- Sulit menggerakkan otot (Athaxia)
- Tangan terus bergerak dan tak
terkendali (Athetoid)
- Sulit menggerakkan otot (Athaxia)
- Sulit menggerakkan kaki dan tangan
(Dyskinesia)

Resiko cidera

- Lebih suka menyendiri


- Tidak melakukan kontak mata dengan
orang lain
- Tidak tertarik untuk bermain bersama
dengan teman
- Bila diajak bermain, anak autis itu
tidak mau dan menjauh

Kerusakan interaksi
sosial

- Keterbelakangan
dan
gangguan
dalam
hal
psikologis dan intelektual.
- Rirualistik dan konvulsif
- Psikotik paranoid
- Schizotypal
- Histionik

Resiko membahayakan
diri sendiri atau orang
lain

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Anamnesa
Pengkajian Tanggal : 1 Januari 2015, Pukul : 08.00 WIB
2.1.1 Identitas pasien
Klien bernama Nn. Y, berusia 34 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Nn. Y
beragama Katolik. Nn. Y berasal dari suku Jawa, klien tidak pernah sekolah. Alamat Nn. Y
sebelum masuk panti adalah di Surabaya. Diagnosa medis
2.1.2

Nn.Y adalah Autisme.

Keluhan utama
Suster pengasuh mengatakan bahwa Nn. Y tidak dapat bicara sejak kecil,
namun hanya bisa mengeluarkan suara-suara yang tidak bisa dimengerti.

2.1.3

Riwayat kesehatan

2.1.3.1 Riwayat kesehatan sekarang


Nn. Y pertama kali masuk ke Panti Bakti Luhur pada tahun 1999. Pada saat
dibawa ke Panti, Nn. Y dalam kondisi mengalami bibir sumbing, retardasi mental
dan autisme. Pada tahun 2005, Nn. Y menjalani operasi untuk mengatasi bibir
sumbingnya.
2.1.3.2 Riwayat kesehatan lalu
Riwayat prenatal, natal, postnatal, Nn. Y tidak dapat dikaji karena data yang
tersedia terbatas dan untuk melakukan wawancara langsung kepada Nn. Y tidak
memungkinkan. Suster Pengasuh pun tidak mengetahui secara terperinci tentang
riwayat kesehatan Nn. Y.
2.1.3.3 Imunisasi
Riwayat imunisasi Nn. Y tidak dapat dikaji karena data yang tersedia terbatas
dan untuk melakukan wawancara langsung kepada Nn. Y tidak memungkinkan.
Suster Pengasuh pun tidak mengetahui secara terperinci tentang riwayat imunisasi
Nn. Y.
2.1.3.4 Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga Nn. Y tidak dapat dikaji karena data yang tersedia
terbatas dan untuk melakukan wawancara langsung kepada Nn. Y tidak
memungkinkan. Suster Pengasuh pun tidak mengetahui secara terperinci tentang
riwayat keluarga Nn. Y.
2.1.3.5 Susunan genogram 3 (tiga) generasi
Nn. Y adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Ayah Nn. Y bernama Tn. J dan
2.1.4

Ibunya bernama Ny. T.


Pemeriksaan fisik

2.1.4.1 Keadaan umum


Klien tampak kurus, kulit bercak-bercak hitam karena bekas alergi, klien
tampak kurang bersih, klien tampak sering melakukan gerakan yang sama
secara berulang, selalu tertarik dengan benda-benda yang baru dan tampak
asing.
2.1.4.2 Tanda vital
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 70 x/mnt
Respirasi
: 22 x/mnt
2.1.4.3 Kepala dan wajah
1) Ubun-ubun klien menutup dengan keadaan datar, tidak ada kelainan lain.
2) Rambut berwarna hitam, kusam, tidak rontok tapi mudah dicabut.
3) Keadaan kulit kepala tidak mengalami peradangan/benjolan
4) Bentuk mata tidak simetris, konjungtiva anemis, skelera normal, Reflek pupil
responsif terhadap cahaya, oedem palpebra tidak ada, ketajaman penglihatan
kurang baik karena tampak Nn.Y selalu mendekatkan matanya kearah benda yang
ingin ia lihat.
5) Kondisi telinga simetris, tidak ada serumen yang keluar, tidak ada peradangan,
ketajaman pendengaran baik, saat dilakukan pemeriksaan dengan jentikan jari Nn.
Y bisa mengikuti arah suara tersebut, dan saat ada benda jatuh secara spontan Nn. Y
mengarah kearah suara.
6) Bentuk hidung simetris, tidak serumen/sekret, tidak terpasang O2, fungsi
penciuman baik yaitu saat perawat mendekatkan minyak angin kearah hidungnya
maka Nn. Y menjauhkan hidungnya dari objek.
7) Bentuk bibir tidak simetris, terdapat bekas luka operasi bibir sumbing, tidak ada
sianosis, palatum keras.
8) Tidak ada carries gigi, jumlah gigi tidak lengkap.
2.1.4.4 Leher dan tengorokan
Bentuk leher normal, tidak ada deviasi trakea, Reflek menelan baik, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan.

2.1.4.5 Dada
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe
pernafasan dada, bunyi jantung regular, tidak ada iktus kordis, tidak ada bunyi
tambahan, tidak ada nyeri dada.
2.1.4.6 Punggung
Bentuk punggung kifosis, tidak ada peradangan, tidak ada benjolan.
2.1.4.7 Abdomen
Bentuk abdomen simetris, bising usus 10x/menit, tidak ada asites, tidak ada
hepatomegali, tidak ada splenomegali, tidak ada nyeri tekan.
2.1.4.8 Ektremitas

Pergerakan/ tonus otot tidak terkontrol, tidak ada edema, tidak ada sianosis, turgor
kulit tidak elastik/buruk, terdapat bercak-bercak hitam pada kulit akibat digaruk
karena alergi.
2.1.4.9 Genetalia
Kebersihan alat kelamin baik, keadaan labia lengkap, tidak ada peradangan/ benjolan,
Menorhage pada usia 19 tahun dengan siklus 31 hari.
2.1.5

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

2.1.5.1 Gizi
Status nutrisi Nn. Y kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari berat badan dan tinggi
badan Nn. Y yang tidak seimbang. Yaitu BB 27 kg dan TB 145 cm. Klien alergi
terhadap protein hewani sehingga untuk kebutuhan energi protein didaptkan dari
protein nabati (Tahu dan Tempe).
2.1.5.2 Kemandirian dalam bergaul
Nn. Y tidak mampu bergaul secara mandiri dengan teman sebayanya karena
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal.
2.1.5.3 Motorik halus
Motorik halus Nn. Y tidak baik. Klien tidak mampu melakukan gerakan-gerakan
yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang seusianya seperti menggunting kertas
mengikuti pola, tidak mampu menulis sesuatu.
2.1.5.4 Motorik kasar
Motorik kasar Nn. Y cukup baik. Klien dapat melompat dengan jarak lompatan 3760 cm,naik tangga tanpa dibantu.

2.1.5.6 Kognitif dan bahasa


Nn. Y tidak mampu berbicara dengan menggunakan komunikasi verbal. Nilai kognitif
Nn. Y pun berada dibawah rata-rata yang dapat dilihat dari status rekam medic milik
panti.
2.1.5.7 Psikososial

Nn. Y tidak mampu bergaul dengan teman sebayanya karena mengalami gangguan
dalam komunikasi verbal. Klien tidak dapat membantu aktivitas/pekerjaan yang ada
dipanti karena klien sulit untuk mengikuti perintah.
2.1.6

Pola Aktifitas sehari-hari


N

Pola kebiasaan

Sebelum sakit

Saat sakit

3x sehari

3x sehari

o
1

Nutrisi
a. Frekuensi
b. Nafsu makan/selera

Cukup Baik (Dapat


menghabiskan porsi
makanan)

c. Jenis makanan
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
b. BAK
Frekuensi
Warna
3
Istirahat/tidur
a. Siang/ jam
b. Malam/ jam
4
Personal hygiene
a. Mandi
b. Oral hygiene

Cukup Baik (Dapat


menghabiskan porsi
makanan)

Makanan Padat (Nasi,


Sayur, Lauk)

Makanan Padat (Nasi,


Sayur, Lauk)

1x/hari
Lunak

1x/hari
Lunak

4x/hari
Kuning jernih

4x/hari
Kuning jernih

2.1.7

2 jam
8 jam

2 jam
8 jam

2x/hari
1x/hari

2x/hari
1x/hari

Data penunjang
Tidak ada data penunjang lainnya.
Palangka Raya,
Mahasiswa,

Meida Sinta Araini


ANALISIS DATA
No
1

Data Fokus
DS :
- Suster

pengasuh

Kemungkinan Penyebab

Masalah

Nutrisi tidak adekuat

Kebutuhan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

mengatakan,
Nn.
Y
terkadang
tidak
mau
makan
DO:
- BB: 27 kg
- TB : 145 cm
- Klien tampak kurus
- Klien
tampak
hanya
menghabiskan porsi
makanannya
- Klien memiliki riwayat
alergi makan daging
- Rambut
klien
mudah
tercabut
DS :
- Suster
pengasuh
mengatakan,
Nn.
Y
memiliki riwayat alergi
makanan daging
- Suster
pengasuh
mengatakan, Jika alergi
muncul maka kulit Nn. Y
akan gatal
DO :
- Turgor
kulit
tidak
elastik/buruk
- Terdapat
bercak-bercak
hitam pada kulit akibat
digaruk karena alergi.
DS :
- Suster pengasuh
mengatakan, Nn. Y mandi
2x sehari dan sikat gigi
sekali sehari
- Suster pengasuh
mengatakan, terkadang
kerepotan untuk membantu
memandikan semua anakanak.
DS :
- Suster
pengasuh
mengatakan, Nn. Y tidak
dapat bicara sejak kecil
- Suster
pengasuh
mengatakan, Nn. Y hanya
mengeluarkan suara yang
tidak dimengerti.

Urtikaria, alergi

Gangguan Integritas Kulit

Penurunan fungsi kognitif,


kelemahan

Defisit perawatan diri

Kebingungan terhadap
stimulus

Hambatan komunikasi
Verbal

Suster
pengasuh
mengatakan, Nn. Y sulit
mengikuti perintah.
DO :
Klien
terdengar
mengeluarkan suara yang
tidak dapat dimengerti
Klien
menarik
tangan
perawat jika menginginkan
sesuatu

PRIORITAS MASALAH

1. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nutrisi tidak adekuat
2. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan urtikaria, alergi
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, kelemahan
4. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus

RENCANA KEPERAWATAN
DX

Tujuan (Kriteria hasil)

Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1 x 8
hari diharapkan nutrisi
kurang
dapat
teratasi,
dengan kriteria hasil :
1. BB naik
2. Klien
dapat
menghabiskan >
porsi makanannya

1. Kaji adanya riwayat alergi


makanan
2. Monitor adanya penurunan BB dan
gula darah
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Berikan makanan yang disukai
klien
5. Berikan makanan selingan pada
klien
6. Anjurkan pengasuh klien untuk
berikan makanan sedikit tapi
sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang diet yang tepat bagi klien

1. Adanya riwayat alergi pada klien


merupakan salah satu penyebab kurang
nutrisi
2. Penurunan berat badan dan gula darah dapat
menjadi indikator kurangnya asupan nutrisi
bagi klien
3. Lingkungan yang nyaman dan kondusif saat
makan dapat mempengaruhi selera makan
klien
4. Makanan yang disukai klien dapat menjadi
alternatif agar klien makan dengan cukup
5. Porsi makanan sedikit tapi sering dapat
menghindarkan klien dari kebosanan dan
mual
6. Kolaborasi dengan ahli gizi agar dapat
menentukan diet yang tepat bagi klien

II

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1 x 8
hari diharapkan gangguan
integritas
kulit
dapat
teratasi, dengan kriteria
hasil :
1. Integritas kulit baik

1. Monitor adanya kemerahan


1. Adanya kemerahan merupakan tanda radang
2. Anjurkan
klien
untuk
pada kulit
menggunakan
pakaian
yang 2. Pakaian
yang
terlalu
ketat
dapat
longgar
menyebabkan terhambatnya aliran darah ke
3. Hindari kerutan pada tempat tidur
kulit
4. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Kerutan pada tempat tidur dapat
bersih dan kering
memberikan tekanan pada kulit dan

2. Tidak ada luka garukan 5. Oleskan lotion pada daerah yang


menyebabkan lesi.
3. Perfusi baik
tertekan
4. Kulit
yang
terlalu
kering
dapat
4. Menunjukkan adanya 6. Memandikan klien dengan sabun
menyebabkannya mudah terluka
proses
penyembuhan
dan air hangat
5. Lotion dapat membantu melembabkan kulit
luka
garukan/bekas 7. Cegah kontaminasi feses dan urine
sehingga meminimalkan resiko kulit kering
garukan
6. Feses dan urine dapat mengotori kulit dan
8. Anjurkan agar menghindari segala
menyebabkan mikroorganisme semakin
macam alergen
banyak.
7. Alergen dapat menyebabkan kerusakan
integritas kulit yang lebih parah.
III

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 1 x 8
hari diharapkan defisit
perawatan
diri
dapat
teratasi, dengan kriteria
hasil :
1. Klien terbebas dari bau
badan
2. Dapat memenuhi ADL
dengan
bantuan
minimal

1. Monitor kemampuan klien untuk


perawatan diri yang mandiri
2. Monitor kebutuhan klien untuk
alat-alat bantu kebersihan diri
3. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh melakukan
self-care
4. Dorong untuk melakukan self-care
secara mandiri, tapi beri bantuan
ketika
klien
tidak
mampu
melakukannya.

1. Dengan mengetahui kemampuan klien,


perawat dapat menentukan sejauh mana
bantuan yang akan diberikan kepada klien.
2. Alat bantu kebersihan diri yang baik dapat
menghindarkan klien dari kerusakan kulit
3. Dorongan maksimal harus dilakukan agar
klien dapat mendiri dalam perawatan diri.
4. Bantuan minimal diberikan kepada klien
agar klien tidak bergantung penuh dengan
perawat

IV

Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan komunikasi dengan 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang
keperawatan selama 1 x 8
kalimat singkat, lambat dan tegas.
mungkin merupakan satu-satunya cara
hari diharapkan anak dapat
Minta anak untuk melihat kepada
berkomunikasi karena anak yang autistik
mengomunikasikan
anda ketika anda berbicara dan
mungkin tidak mampu mengembangkan
kebutuhannya
dengan
pantau bahasa tubuhnya dengan
tahap pikiran operasional yang konkret.
menggunakan
kata-kata
cermat.
Kontak mata langsung mendorong anak

atau gerakan tubuh yang 2. Gunakan irama, musik, dan


berkonsentrasi pada pembicaraan serta
sederhana dan konkret,
gerakan tubuh untuk membantu
menghubungkan pembicaraan dengan bahasa
dengan kriteria hasil :
perkembangan
komunikasi
dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang
1. Dapat
menggunakan
sampai anak dapat memahami
tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satubahasa non-verbal untuk
bahasa
satunya
cara
baginya
untuk
mengungkapkan
3. Lakukan
komunikasi
secara
mengomunikasikan
pengenalan
atau
keinginannya
komprehensif baik verbal maupun
pemahamannya terhadap isi pembicaraan
2. Dapat mengerti bahasa
non verbal.
2. Gerakan fisik dan suara membantu anak
non-verbal
sederhana
mengenali integritas tubuh serta batasandari perawat
batasannya sehingga mendoronnya terpisah
dari objek dan orang lain
3. Komunikasi yang komprehensif akan
memperbanyak jumlah stimulasi yang
diterima sehingga akan memperkuat memori
seseorang terhadap suatu kata.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No
1
2
3

DX
I

Hari/Tanggal
Kamis, 1 Januari 2015
Jumat, 2 Januari 2015
Sabtu, 3 Januari 2015

1.
2.
3.
4.
5.

Implementasi
Pengkajian
Pengkajian Lanjutan
Memonitor adanya penurunan BB
Memonitor lingkungan selama
makan
Memberikan makanan yang
disukai klien
Memberikan makanan selingan
pada klien
Menganjurkan pengasuh klien
untuk berikan makanan sedikit tapi
sering

Evaluasi (SOAP)
S:O:
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi 80x/menit
- RR : 20x/menit
- BB : 27 kg
- Klien tampak makan dengan
tenang.
- Klien dapat menghabiskan
porsi makanannya.
- Klien makan makanan selingan
yaitu
buah
pisang
yang
merupakan favorit Nn. Y.
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan Intervensi
- Memberikan makanan yang
disukai klien
- Memberikan makanan selingan
pada klien
- Menganjurkan pengasuh klien
untuk berikan makanan sedikit
tapi sering

TTD

Senin, 5 Januari 2015

1. Memberikan makanan yang


disukai klien
2. Memberikan makanan selingan
pada klien
3. Menganjurkan pengasuh klien
untuk berikan makanan sedikit tapi
sering

S:O:
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi 84x/menit
- RR : 20x/menit
- BB : 27 kg
- Klien tampak makan dengan
tenang.
- Klien makan makanan selingan
yaitu
buah
pisang
yang
merupakan favorit Nn. Y.
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan Intervensi

II

Selasa, 6 Januari 2015

1. Memonitor adanya kemerahan


2. Menganjurkan klien untuk
menggunakan pakaian yang
longgar
3. Menghindari kerutan pada tempat
tidur
4. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
5. Mengoleskan lotion pada daerah
yang tertekan
6. Memandikan klien dengan sabun
dan air hangat

S:O:
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi 84x/menit
- RR : 20x/menit
- Tidak ada luka/lesi baru
- Menunjukkan adanya proses
penyembuhan luka.
A:

7. Mencegah kontaminasi feses dan


urine
8. Menganjurkan agar menghindari
segala macam alergen

Masalah teratasi sebagian


P:
Lanjutkan Intervensi :
-

II

Rabu, 7 Januari 2015

1. Menghindari kerutan pada tempat


tidur
2. Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3. Mengoleskan lotion pada daerah
yang tertekan

Menghindari
kerutan
pada
tempat tidur
- Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
- Mengoleskan lotion pada daerah
yang tertekan
S:O:
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi 80x/menit
- RR : 20x/menit
- Tidak ada luka/lesi baru
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan Intervensi

III

Kamis, 8 Januari 2015

1. Monitor kemampuan klien untuk


perawatan diri yang mandiri
2. Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu kebersihan diri
3. Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh melakukan selfcare
4. Dorong untuk melakukan self-care

S:O:
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi 80x/menit
- RR : 20x/menit
- Klien wangi
- Klien dapat memenuhi ADL

secara mandiri, tapi beri bantuan


dengan bantuan minimal
ketika
klien
tidak
mampu A :
melakukannya.
Masalah teratasi sebagian
P:
Hentikan Intervensi
8

IV

Jumat, 9 Januari 2015 1. Melakukan komunikasi dengan


kalimat singkat, lambat dan tegas.
2. Menggunakan irama, musik, dan
gerakan tubuh untuk membantu
perkembangan komunikasi sampai
anak dapat memahami bahasa
3. Melakukan
komunikasi
secara
komprehensif baik verbal maupun
non verbal.

S:O:
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi 94x/menit
- RR : 20x/menit
- Klien tampak merespon saat
perawat berbicara.
- Klien mampu menunjuk benda
yang ia inginkan.
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan Intervensi

Vous aimerez peut-être aussi