Vous êtes sur la page 1sur 33

A.

Antiprotozoa
Obat antiprotozoa adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan
atau pengobatan penyakit

parasit

yang

disebabkan

oleh

protozoa.

Berdasarkan penggunaanya obat antiprotozoa dibagi menjadi enam


kelompok

yaitu

obat

antiamuba,

antileismania,

antirikomonas,

antiripanosoma, dan obat antimalaria.


B. Kelompok antiprotozoa
1. Obat Antiamuba
Obat antiamuba, atau amubisida adalah senyawa yang digunakan
untuk pengobatan amubiasis, suatu infeksi pada tuan rumah (host)
yang disebabkan olehamuba parasitik. Habitat amuba biasanya pada
usus

besar, sepertientamoebahistolytica,

E.

Coli,

E.harimanni,

Endolimas nana dan Iodamoeba butschilii, atau pada mulut, seperti


E.ginggivilis. Amubiasis biasanya dihubungkan dengan amuba
disentri, suatu infeksi yangdisebablan oleh E. Histolytica. Merupakan
salah satu penyakit parasit yang endemik dan banyak menimbulkan kematian
di banyak negara, terutama didaerah tropis yang sanitasinya relatif rendah.
Obat antiamuba di bagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan 4aminokuinolin, antibiotika, turunan 8-hidroksikuinolin, alkaloida
ipeka, turunan 5-nitroimidazol, arsen organik dan turunan lain-lain.
a. Turunan 4-aminokuinolin
Contoh : klorokuin dan garam-garamnya.
Klorokuin digunakan untuk amubiasis sitemik, terutama abses
hati.
b. Antibiotika
Contoh :

eritromisin,

tetrasiklin,

oksitetrasiklin

dan

paromomisin.
Antibiotika bekerja sebagai amubisid secara tidak langsung
pada dinding danlumen usus, yaitu dengan memodifikasi flora
usus yang diperlukan untuk kehidupan amuba.
c. Turunan 8-Hidroksikuinolin
Contoh : kiniofon, kliokuinol (Vioform) dan iodokuinol

Mekanisme kerja
8-Hidroksikuinolin bekerja pada amuba yang terdapat pada
usus, melalui duamekanisme, yaitu :
1) Oksidasi oleh atom iodide
2) Pembentukan kelat dengan ion fero oleh gugus 8Kuionolinol.
Efek

samping

turunan

8-Hidroksikuinolin

adalah

subacutemyclo-opticneuropathy (SMON) dan nyeri selebral


akut, termasuk agitasi dan amnesia, bila digunakan dengan
dosis

besar

pada

waktu

yang

pendek.

Pada

dosis

terapi, pemakaian jangka panjang kemungkinan menyebabkan


atropi optikyang tetapdan kebutaan. Di beberapa negara,
termasuk indonesia, kliokuinol samping diatas.
d. Alkaloida Ipeka
Contoh : emetin HCl, dan dehidroemetin di HCl (DH Emetine).
Mekanisme kerja
Alkaloida ipeka adalah amubisid sistemik, digunakan untuk
pengobatan amuba disentri yang berat dan abses hepatik. Pada
tingkat molekul, senyawa dapat menghambat perpanjangan
rantai polipeptida, kemudian memblok sintesis protein dari
organism eukariotik. Efek ini tidak terjadi pada organism
prokariotik.
Hubungan struktur dan aktivitas
a) Stereokimia merupakan dasar yang sangat penting
untuk aktivitas antiamuba alkaloida ipeka. Emetin HCl,
merupakan 4 atom C asimetrik pada posisi 2,3,11 b dan
1, sehingga dapat membentuk beberapa stereoisome.
Dari uji biologis didapatkan bahwa semua stereoisomer
tersebut aktivitasnya lebih rendah dibanding (-)-emetin,

suatu alkaloida alam yang didapat dari ekstrak tanaman


Uragaga ipecacuanhae.
b) Kuartenerisasi
atomme
meningkatkan

aktivitas

N-5

(-)-emetin

antiamuba.

Tetapi

akan
bila

keuartenerisasi dilakukan pada atom N-5 dan N2 justru menurunkan aktivitas.


c) Substituen pada cincin aromatik dapat divariasi tanpa
kehilangan aktivitas.

d) Pemecahan cincin tetrahidroisokuinolin memberikan


senyawa dengan aktivitas sedang.
e) Turunannya,
()-2,3-dehidroemetin,

biasanya

dinamakan dehidroemetin, aktivitasnya sama seperti


emetin, tetapi toksisitasnya lebih rendah dan lebih cepat
dieliminasikan. Efek samping serius terjadi antara lain
pada kardiovaskular, saraf otot danreaksi pada saluran
cerna. Alkaloida ipeka biasanya diberikan secara
subkutan atau intramuskular, karena pada pemberian
secara intravena menimbulkan efek samping cukup
besar. Sekarang, penggunaan alkaloida ipeka sebagai
antiamuba kurang populer dandiganti, dengan turunan
5-nitroimidazol karena mempunyai aktivitas yangsama
dan relatif lebih aman. Alkaolida ipeka hanya
digunakan bila turunan 5-nitroimidazol tidak efektif

atau kontraindikasi. Dosis I.M (yang dalam) atau S.C :


1-1,5 mg/kgbb 1 dd, selama 5 hari.E.
e. Turunan Nitroimidazol
Turunan nitroimidazol dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Turunan 2-nitroimidazol, contoh : benznidazol dan
misonidazol.
2) Turunan 5-nitroimidazol, contoh : metronidazol, nimorazol,
ornidazol,tinidazol dan seknidazol.
Struktur

umum turunan

2-nitroimidazol : Turunan 5-

nitroimidazol sampai sekarang merupakan obat pillihan untuk


amubiasis usus dan sistemik, termasuk abses amuba, infeksi
bakterial, giardiasis, trikomoniasis dan beberapa parasit
protozoa.
Turunan 5-nitroimidazol lebih aktif terhadap amubiasis sitemik
daripada amubiasis ususkarena sebagian besar obat diserap
melalui usus halus sehingga kemungkinan gagal untuk
mencapai kadar terapeutik dalam usus besar. Pada pengobatan
amubiasis usus yang berat, biasanya dikombinasi dengan
antibiotika, seperti tetrasiklin atau paromomisin.

Mekanisme Kerja
Gugus nitro pada posisi 5 sangat berperan untukaktivitas
amubiasis karenamampu mereduksi dan berfungsi sebagai
elektron aseptor terhadap guguselektron donor protein amuba.
Akibatnya, terjadi gangguan proses biokimia, seperti hilangnya
struktur heliks ADN, pemecahan ikatan dan kegagalan fungsi
ADN sehingga amuba mengalami kematian.

f. Arsen Organik
Contoh : karbarson, difetarson dan glikobiarsol.
Turunan arsen orgamik mengandung atom arsenik pentavalen.
Mula-mula

direduksi

menjadi

arsen

trivalen

kemudian

membentuk kompleks dengan gugus tiol dari parasit dan


menunjukkan efek amubisid. Turunan arsen organiksekarang
jarang

digunakan

karena

ekskresinya

pelan

dan akan

ditimbulkan pada jaringan sehingga menimbulkan toksisitas


yang besar.

g. Turunan lain-lain

Contoh : diloksanid furoat, bialamikol dan kuinakrin HCl


Diloksanid furoat, adalah turunan haloasetamid, mengandung
gugus dikloroamid (-N(R)-COCHCl) yang terikat pada cincin
fenil, seperti pada antibiotika gejala - gejala amubiasis usus dan
sistemik, termasuk abses amubik,sesudah pengobatan dengan
turunan 5-nitroimidazol. Diklosanid furoat cepat terhidrolisis
dalam usus melepas diklosanid dan cepat diserap oleh
salurancerna. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1
jam, dengan masa kerja 6 jam. Dosis oral ; 500 mg 3
dd, selama 10 hari.
2. Obat Antileismania
Obat antileismania atau

leismanisida,

adalah

senyawa

kemoterapetik yang digunakan untuk pengobatan leismaniasis, suatu


parasit yang disebabkan oleh Leishmania donovani (leismaniasis
viseral), L. Tropica (leismaniasis kutan), L.Brazilliense (leismaniasis
mukokutan), L. Aethiopica, L. Major dan L. Mexicana.
Merupakan parasit pada manusia dan hewan yang disebarluaskan
melalui gigitan serangga lalat pasir (Phleobotamus atau Lutzomyla).
Leishmania sp, mempunyai dua bentuk siklus kehidupan, yaitu :

a. Luar sel, bentuk promastigot bebas, dikembangkan dalam usus


vector (serangga), yang masuk dalam tubuh mamalia melalui
gigitan serangga.
b. Dalam sel, bentuk

amastigot

dalam

tubuh

mamalia.

Antileismania dibagi menjadi lima kelompok yaitu :


1) Golongan alkaloida
Contoh : Emetin HCl, dehidroemetin.
2) Antibiotika
Contoh : amfoterisin B, griseofulvin dan paromomisin
3) Turunan Diamidin
Contoh : hidrosistilbamidin isetionat dan pentamidin
isetionat.
4) Turunan 5-nitroimidazol
Contoh : metronidazol dan benznidazole.
5) Turunan lain lain
Contoh : sodium stilboglukonat, alopurinol, sikloguanil
pamoat,

kuinakrin

HCl

dan

suramin

Na.

S o d i u m s t i b o g l u k o n a t , merupakan turunan antumin


dan

obat

pilihan

untuk

pengobatan

segala

bentuk

leismaniasis. Terhadap L.Braziliense bila tidak efektif dapat


diganti dengan amfoterisin B.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja turunan diamidin belum begitu jelas,
kemungkinan disebabkan oleh interaksi obat dengan ADN atau
nukleosida, melalui reaksi yang melibatkan aseptor donor
electron yang menyebabkan hambatan biosintesis ADN, ARN,
fosfolipid dan protein. Kemungkinan mekanisme kerja yang
lain

adalah

mempengaruhi

pemasukan

atau

fungsi

poliamin protozoa .
Mekanisme kerja
Sodium stiboglukonat adalah senyawa antimon pentavalen
yang berfungsi sebagai pra-obat, dalam tubuh direduksi
menjadi bentuk trivalen aktif yang dapat bereaksi dengan gugus
sulfhidril, yang ada dalam sistem enzim esensial parasit,
membentuk ikatan kovalen dan menyebabkan efek toksik.

3. Obat Antitrikomonas
Obat antitrikomonas, atau trikomonasida, adalah senyawa yang
digunakan untuk pengobatan trikomoniasis, suatu infeksi parasit pada
usus atau saluran genital, yang disebabkan oleh flagelata, seperti
Trichomonas

vaginallis,

T.Tenax,

Dientamoeba

fragillis

dan

Pentatrichomonas hominis. Infeksi pada manusia terutama adalah


trikomonas yang disebabkan oleh T.vaginallis, yang biasanya hidup
pada mukosa vagina dan bagian saluran genital wanita (40%) atau pria
(10%).
Obat antitrikomonas dikelompokkan menjadi dua yaitu obat yang
bekerja secara sistemik dan yang bekerja secara setempat.
a. Obat yang bekerja secara sistemik
Obat pilihan untuk pengobatan trikomoniasis sistemik
adalah metronidazol atau turrunan nitroimidazol lain. Untuk
infeksi D.fragilis sebagai obat pilihan adalah iodokuinol atau
tetrasiklin.
Obat yang menghambat efek sistemik trikomoniasis dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu golongan antibiotika, turunan 8hidroksikuinolin dan turunan nitroimidazol.
1) Golongan antibiotika
Contoh : tetrasiklin, natamisin dan pentamisin
2) Turunan 8-hidroksikuinolin
Contoh : kliokuinol (Vioform) dan iodokuinol
3) Turunan nitroimidazol
Contoh : benzonidazol, flunidazol, metronidazol,
misonidazol, nimorazol, ornidazol, sekmidazol dan
tinidazol.
b. Obat yang bekerja secara setempat
Contoh : aminakrin HCl, klotrimazol dan povidon-iodin.

4. Obat antitripanosoma
Obat antitriponosoma, atau tripanosida, adalah senyawa yang
digunakan untuk pencegahan dan pengobatan tripanosomiasis, suatu
penyakit parasit yang disebabkan oleh flagelata, seperti Trypanosoma
gambiesnse, T. Cruzi dan T.Rhodesiense.
T.cruzi dapat menyebabkan penyakit Chagas, dan vector
penyebabnya disebut kissing bugs, yaitu Triatoma sp., Panstrongylus
sp. Dan Rhodnius sp. Penyakit ini banyak tersebar di Amerika Latin.
Penyebarannya melalui transfuse darah dan sekarang menimbulkan
problem dengan T.cruzi. T.cruzi mempunyai tiga bentuk dalam siklus
kehidupannya,

yaitu

amastigot

(leismania),

epimastigot

dan

tripomastigot. Hanya sedikit obat yang dapat digunakan untuk


pengobatan penyakit Chagas, antara lain yaitu benzonidazol dan
nifurtimoks.
T.gambiense dan T.Rhodesiense dapat menyebabkan penyakit tidur
atau tripanosomiasis Afrika, dan vector penyebarnya adalah lalat tsetse
(Glossuba palpalis dan G. Morsitans). T.gambiense dan T.Rhodesiense
mempunyai dua bentuk dalam siklus kehidupannya, yaitu epimastigot,
terjadi pada tubuh lalat tsetse yang dalam kelenjar liur berubah
menjadi tripomastigot dan melalui gigitan lalat masuk ke tubuh host.
Banyak
senyawa
yang
digunakan
untuk
pengobatan
tripanosomiasis Afrika, tetapi biasanya menimbulkan toksisitas cukup
besar sehingga harus dikontrol secara ketat dan penderita harus masuk
rumah sakit. Selain pengobatan infeksi, hal lain yang harus
diperhatikan adalah strerilisasi darah transfusi (dengan gentian violet)
dan kontrol terhadap vektor (dengan insektisida, seperti malation).
5. Obat Antimalaria
Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan
dan pengobatan malaria, suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa
, yaitu Plasmodium sp., yang masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host)
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Ada empat spesies malaria
pada manusia, yaitu P.Falciparum (malaria tertian yang berbahaya),
P.Vivax (malaria tertiana yang kurang berbahaya), P.Malaria (malaria
kuartana yang kurang berbahaya) dan P.Ovale (malaria tertiana yang
kurang berbahaya). Tertiana dan kuartana menunjukkan siklus
reproduksi parasit, yang ditandai oleh waktu selang antara puncak
tertinggi demam pasien. Untuk tertiana waktu selang demam tertinggi
48 jam sedang kuartana 72 jam.
Siklus perkembangan parasit malaria dalam nyamuk anopheles dan
tubuh manusia serta tempat kerja obat antimalaria dapat dilihat pada
gambar ini.

Obat

antimalaria

adalah

senyawa

yang

digunakan

untuk

pencegahan dan pengobatan malaria, suatu penyakit parasit yang


disebabkan oleh protozoa yaitu Palsmodium sp yang masuk ke dalam
tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Obat antimalaria dapat dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan

cara

kerja

dan

struktur

kimianya.

Berdasarkan

perkembangan dan siklus kehidupan parasit dimana obat bekerja atau


berdasarkan cara kerjanya, antimalaria dikelompokan sebagai berikut :
a. Schizontisida jaringan (eksoeritrisitik
digunakan

pencegahan

kausal.

schizontisida),
Obat

kelompok

yang
ini

menghancurkan bentuk jaringan primer plasmodia dari


merozoit di hati, dimulai dari tahap infeksi eritrisitik, kemudian
mencegah invasi eritrosit dan lain-lain penyebaran infeksi
kenyamuk Anopheles.
Contoh : klorguanid, pirimetamin, dan primakuin
b. Schizontisida jaringan, yang digunakan mencegah kekambuhan.
Obat kelompok ini bekerja pada bentuk schizont di jaringan
laten, jaringan sekunder, atau hipnozoit dari P.vivax dan P.ovale
di sel hati.
Contoh : primakuin dan pirimetamin.
c. Schizontisida darah (Schizontisida erisrositik), yang digunakan
yang digunakan untuk pengobatan klinik dan supresif. Obat
kelompok ini bekerja terhadap merozoit pada fasa eritrositik
aseksual dari parasit malaria dan mengganggu schizogoni
eritrositik ke bawah. Berdasarkan masa kerjanya kelompok ini
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Schizontisida yang bekerja secara cepat.
Contoh : amodiakuin, artemisin,

klorokuin,

kuinin,

tetrasiklin
2) Schizontisida yang bekerja lambat
Contoh : pirimetamin, klorguanid, sikloguanil pamoat,
sulfoniamid, dansulfon
d. Gametositosida.
Obat kelompok ini menhancurkan bentuk eristrositik seksual
dari

parasit

mamalia,

sehingga

mencegah

penyebaran

plasmodia ke nyamuk Anopheles. Contoh : klorokuin,


primakuin, dan kuinin.
e. Sporozoitosid.
Obat kelompok ini mampu membunuh sporozoit segera setelah
masuk dalam darah sesudah gigitan nyamuk. Waktu untuk
bekerja obat sangat singkat karena sporozoit secara cepat
masuk ke sel hati sehingga banyak obat antimalaria yang
kurang efektif terhadap bentuk sporozoit tersebut.
Contoh : klorguanid, pirimetamin, dan primakuin.
f. Sporontosida.

Obat kelompok ini bekerja pada tubuh nyamuk malaria yang


menginfeksi tuan rumah yaitu dengan mencegah pembentukan
oosist dan sporozoit.
Contoh : pirimetamin, klorguanid, primakuin.
Mekanisme kerja obat antimalaria
- Berinteraksi dengan AND
Turunan
9-aminoakridin,
4-aminokuinolin,

8-

aminokuinolon, dan kuinolino methanol menunjukan efek


Schizontisid yang cepat dengan cara berinteraksi dengan
ADN parasit. Turunan di atas mempunyai sistem cincin datar,
dapat mengadakan interkalasi dengan pasangan basa doble helix
ADN. Gugus fosfat ADN.
Perhitungan orbital molekul menunjukkan bahwa cincin
aromatik plamar dari turunan di atas, terutama bentuk terprotonasi,
mempunyai nilai LEMO rendah sedang pasangan basa guaninesitosin

mempunyai

nilai

HOMO

tinggi

sehingga

mudah

membentuk kompleks obat- AND.


Berdasarkan cara kerja dan struktur kimianya, antimalaria
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kuinin, dapat mengikat ADN melalui tiga jalur, yaitu :
1) Cincin kuinolin berinterkalasi diantara pasangan basa dobel
heliks ADN,membentuk kompleks alih muatan.
2) Gugus hidroksil alcohol membentuk ikatan hydrogen
dengan salah satu pasangan basa
3) Gugus kuinuklidin terproyeksi pada salah satu alur ADN,
dan gusgus amin alifatik tersier yang terprotonasi
membentuk ikatan ion dengan gugus fosfat dobel heliks
ADN yang bermuatan negatif. Pembentukan kompleks akan
menurunkan keefektifan ADN parasit untuk bekerja sebagai
template enzim ADN dan ARN polymerase sehingga terjadi
pemblokan sintesis ADN dan ARN.
b. Turunan aminokuinolin, membentuk kompleks dengan ADN
melalui dua jalur, yaitu :
1) Gugus amin alifatik

tersier

rantai

samping

yang

terprotonasi, membentuk ikatan ion dengan gugus fosfat

dobel heliks ADN yang bermuatan negatif, melalui


celahminor.
2) Alih muatan yang lebih khas atau interaksi hidrofoh yang
melihatkan cincin aromatik dan pasangan basa guaninesitosin AND
c. Klorokuin dan amodiakuin, membentuk kompleks dengan
ADN melalui dua jalur, yaitu :
1) Gugus amin alifatik tersier rantai samping yang terprotonasi
membentuk ikatan ion dengan gugus fosfat dobel heliks
AND yang bermuatan negatif,
2) Gugus 7-CI dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan
-

gugus 2-amino guanine yang bersifat khas.


Menghambat enzim dihidrofosfat reduktase
Turunan biguanida dan diaminopirimidin,

mempunyai

aktifitas antimalaria karena menghambat secara selektif enzim


dihidrofosfat reduktase yang mengkatalis perubahan asam
dihidrofosfat

menjadi

asam

tetrahidrofosfat

pada

parasit.

Penghambatan ini mempengaruhi biosintesis plasmodia terutama


pembentukan basa purin, pirimidin dan ADN.
Meskipun turunan ini tidak bekerja secara selektif terhadap
enzim parasit, tetapi dapat mengikat enzim dihidrofosfat reduktase
plasmodia lebih kuat dibanding isoenzim pada tuan rumah. Efek
pemblokan ini tidak berbahaya bagi tuan rumah karena asam
-

folinat yang diperlukan dipasok dari luar melalui makanan.


Menghambat enzim dihidropteroat sintetase
Turunan sulfonamid dan sulfon bekerja sebagai antimalaria
karena dapat menghambat secara selektif enzim dihidropteroat
sintetase, yang mengkatalisis kondensasi ester pirofosfat dari 2
amino 4 okso 6 hidroksi metaldihin dengan asam paminobenzoate sehingga mencegah penggabungan asam paminobenzoat dengan asam dihidropteroat. Hambatan ini dapat

menyebabkan kematian parasit.


Menghambat sintesis protein
Tetrasiklin, eritromisin, makrolida, dan seskuiterpen lakton
bekerja sebagai antimalaria terutama dengan menghambat sintesis
protein parasit.

Mekanisme kerja lain-lain


Klorokuin, sinkonin, kuinidin, dan kuinin dapat mengikat
dengan afinitas yang tinggi feriprotoporfirin IX, suatu gugus
prostetik dan hemoglobin, mioglobin, dan enzim tertentu,
membentuk kompleks koordinasi, menyebabkan kerusakan dan
lisisnya membran parasit malaria. Klorokuin juga menghambat
ornitin dekarbosilase, suatu enzim yang membatasi kecepatan

reaksi biosintesis poliamin.


6. Anthelmintik
Anthelmintik (obat anticacing) adalah senyawa yang digunakan
untuk pengobatan berbagai jenis penyakit parasit yang disebabkan oleh
cacing (helmin). Cacing dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Nemathelmintes, contoh : nematoda
b. Platihelmintes, contoh : cestoda dan trematoda
Berdasarkan lokasi pada saluran usus cacing dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a. Cacing yang melekat pada dinding usus, contoh : Taenia
solium, Taenia saginata,Tichuris trichiura danTrichinella
spiralis.
b. Cacing yang melekat pada mukosa, contoh : Strangyloides Stercoralis
c. Cacing yang tidak melekat pada saluran cerna, contoh : Ascaris
lumbricoides dan Enterobius vermicularis.
Mekanisme kerja
- Kerja langsung yang menyebabkan narkosis, paralisis atau
kematian cacing.
1) Befenium hidroksinaftoat, levamisol dan pirantel pamoat
bekerja sebagai agonisasetilkolin tipe ganglionik nikotinik.
Reseptor kolinergik pada penghubung sarafotot nematoda
adalah tipe ganglionik nikotinik. Obat agonis diatas merupakan
senyawa pemblok saraf otot secara depolarisasi, dapat
merangsang ganglia secara kuat, diikuti pengaktifan nikotinik,
menghasilkan kontraksi otot sehingga menyebabkan paralisis
spastik pada cacing diikuti pengeluaran cacing dari tubuh tuan
rumah (host).
2) Dietilkarbamazin,

menunjukan

pada mikrofilaria, yaitu:

dua

tipe

kerja

a.

Karena efek hiperpolarisasi dari gugus piperazin, senyawa


bekerja sebagai agonis -aminobutirat (GABA) pada
penghubung saraf otot, menghasilkan paralisis lemah,
kemudian cacing dikeluarkan dari normal habitat tuan

b.
-

rumah.
Dengan mediator platelet darah, menimbulkan rangsangan

pengeluaran antigen filaris.


Mekanisme kematian cacing

melibatkan

peran

serta

radikal bebas.Turunan piperazin, seperti piperazin sitrat, bekerja


sebagai agonis GABA pada penghubung saraf otot dari :
1) lumbricoides,seperti pada dietilkarbamazin
2) Efek iritasi dan merusak jaringan cacing
3) Heksilresorsinol dan senyawa yang berhubungan, efektif
terhadap A.tumbricoides dan T.trichiura karena menimbulkan
-

efek iritasi dan kerusakan jaringan cacing.


Efek mekanis yang menyebabkan kekacauan pada cacing, terjadi
perpindahandan kehancuran cacing oleh fagositosis.
1) Dietilkarbamazin dapat menyebabkan perubahan membran
permukaan mikrofilaria sehingga dianggap sebagai benda
asing oleh tuan rumah dan kemudian dihancurkan melalui
mekanisme pertahanan diri.
2) Turunan benzimidazol, seperti mebendazol, bekerja tertama
dengan memblok pengangkutan secret dan menyebabkan
hilangnya mikrotubuli sitoplasmik selusus dan sel tegumental
parasit. Akibatnya, sekret terkumpul pada daerah golgi, terjadi
pengeluaran asetilkolinesterase dan gangguan pemasukan
glukosa, timbul kekosongan glikogen sehingga imobilisasi
menjadi lambat dan cacing mengalami kematian. Selanjutnya
cacing secara spontan dikeluarkan dari tuan rumah. Efek ini
tidak terjadi pada sel tuan rumah karena sistem mikrotubulinya
berbeda dengan cacing.
3) Tiabendazol, mempunyai mekanisme kerja yang berbeda,
tetapi

terhadap

S.stecoralis

benzimidazol diatas.
Penghambatan ezim tertentu

efeknya

seperti

turunan

1) Prazikuantel,

niridazol

antischistosomiasis

dan

stibofen,

melalui

bekerja

penghambatan

sebagai
enzim

fosfofruktokinase, dengan cara membentuk ikatan dengan


gugus sulfhidril enzim, baik enzim pada cacing maupun tuan
rumah. Kesensitifan obat terhadap enzim fosfofruktokinase
cacing 80 kali lebih tinggi disbanding terhadap enzim tuan
rumah.

Enzim

fosfofruktokinase

tersebut

mengkatalisis

pengubahan fruktosa-6-fosfatmenjadi fruktosa1,6-difosfat pada


jalur glikolitik glikogen dan glukosa.
2) Pirantel pamoat, metrifomat dan diklarvas, bekerja dengan
menghambat enzim asetilkolinesterase cacing, menghasilkan
pemblokan

saraf

otot

yang

tak

terpulihkan

sehingga

menyebabkan kematian cacing.


3) Levamisol, adalah penghambat stereospesifik kuat terhadap
enzim fumarat reduktase pada nematoda. Penghambatan ini
menyebabkan kontraksi, difusi dengan paralisis dan kemudian
cacing dikeluarkan dari tuan rumah.

C. Kerja Obat Antiprotozoa


1. Trypanosoma
Penyakit surra disebabkan oleh parasit sejenis protozoa, yaitu
Trypanosoma certain.Binatang bersel tunggal ini hidup di dalam sel
darah merah sapi dan memakan gula darah (glukosa) yang terdapat di
darah.Gangguan yang ditimbulkan protozoa itu bukan hanya hilangnya
gula darah pada sapi melainkan juga adanya racun tripanotoksin. Racun
ini diproduksi oleh protozoa tersebut dan akan menimbulkan gangguan
dengan gejala-gejala tersebut di atas. Parasit penyebab surra dapat
berjangkit dari sapi satu ke sapi lain lewat perantaraan gigitan lalat
temak Tabanus, caplak, kutu, dan nyamuk Anopheles (Mauxgah
Ancaman Penyakit).
Penggunaan insektisida untuk membasmi lalat (sebagai vektor).
Obat trypanocidal yang sudah digunakan untuk mengobati penyakit
Surra di berbagai negara adalah: suramin, diminazene, isomedium,
quinapyramine dan cymelarsan. Diminazen telah berhasil baik untuk
pengobatan Surra pada sapi dan kerbau di India, Vietnam, Thailand dan
Indonesia. Isomedium dipakai di Malaysia dan Vietnam. Beberapa
penelitian melaporkan adanya resistensi obat terhadap beberapa strain
Tripanosoma di Vietnam. Sampai saat ini ternyata hanya Suramin yang
efektif untuk pengendalian Surra, karena tidak menimbulkan resistensi
dan mempunyai efek residual selama tiga bulan sehingga dapat
digunakan sebagai pencegahan dan pengendalian (Martindah, 2012).
a. Melarsoprol
1) Arsenic organic yang menghambat enzim sulfhidril
2) Dapat menembus BBB (pilihan utama untuk penyakit tidur
Afrika)
3) Aplikasi : parenteral
4) Efek samping: reaktif ensefalopati fatal
b. Nifurtimox
1) Derivate nitrofurazone
2) Menghambat trypanothione reductase
3) Obat pilihan utama untuk American
mucocutaneus leishmaniasis
4) Efek samping: alergi, iritasi GIT, gangguan SSP
c. Suramin
1) Senyawa polianionik

trypanosomiasis,

2) Obat pilihan utama untuk stadium hemolimfatik awal African


Trypanosomiasis
3) Obat alternative untuk Ivermectin pada tx onchocercosis
4) Aplikasi: parenteral
5) Efek samping: skin rash, gangguan GIT, komplikasi neurologis
(Suryawati, 2013).
2. Toxoplasma
Toxoplasmosis merupakan salah satu penyakit yang umum
menyerang hewan peliharaan khususnya anjing dan kucing. Penyakit
ini merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh parasit dengan
nama toxoplasma gondii. Tingkat keparahan dari penyakit ini
tergantung dari jumlah parasit yang menginfeksi anjing.
Penyebab utama kejadian toxoplasmosis pada

anjing adalah

Toxoplasma Gondii. Anjing dapat terinfeksi penyakit toxoplasma bisa


lewat tanah yang mengandung toxoplasma atau dari pencemaran oleh
feses kucing. Anjing yang diberi makan daging mentah ataupun
dimasak setengah matang memiliki resiko yang besar terinfeksi
penyakit ini.
Pengobatan toxoplasmosis pada anjing : Klindamisin atau
kombinasi dari sulfadiazine dan pirimetamin dapat digunakan untuk
mengobati toksoplasmosis diobati. Dalam kasus toxoplasmosis yang
parah , perawatan ini mungkin tidak berhasil. Kasus yang parah dari
toksoplasmosis pada anjing bias diobati dengan diamino diphenyl
sulfone, atovaquon klindamisin.
Farmakokinetik : Klindamisin diserap hampir lengkap pada
pemberiaan oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak
mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan
sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi
setelah mengalami hidrolisis akan dibebakan klindamisin yang aktif.
Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai cairan tubuh,
jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis.
Dapat menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin
dalam serum terikat dengan albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin
diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin
ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-

demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya


diekskresi melalui urin dan empedu.
Pemberian: Kebanaykan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah
pemberian oral. Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan
secara topikal.
Distribusi : Golongan sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh
dan penetrasinya baik ke dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga
dapat melewati sawar plasenta dan masuk ke dalam ASI. Sulfa
berikatan dengan albumin serum dalam sirkulasi.
Metabolisme : Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati.
Produknya tanpa aktivitas antimikroba, tetapi masih bersifat potensial
toksik pada PH netral atau asam yang menyebabkan kristaluria dan
karena itu, dapat menimbulkan kerusakan ginjal.
Ekskresi : Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.
3. Leucositozoonosis
Leucositozoonosis merupakan peyakit asal protozoa pada ayam
dan berbagai jenis unggas lainnya.Protozoa tersebut menyerang sel-sel
darah dan jaringan veseral.Penyakit ini sering ditemukan pada daerah
yang mempunyai ekologi yang cocok untuk kehidupan hospes
invertebrata, meliputi lalat hitam, serangga penggigit bersayap dua, dan
insekta lainnya.
Leucositozoonosis cenderung bersifat musiman yang berhubungan
erat dengan peningkatan populasi vektor serangga, terutama pada
pergantian musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya.lalat hitam
(Simulium sp.) biasanya berkembang biak pada air yang mengalir dan
mencari makan pada siang hari, sehingga penyakit tersebut banyak
ditemukan pada daerah yang cocok untuk kehidupan vektor serangga
tersebut. Sebaliknya, serangga penggigit bersayap dua (Culicoides sp.)
berkembanga biak di dalam lumpur atau kotoran ayam dan menggigit
pada malam hari.
Pengobatan : Tindakan pengendalian yang paling efektif adalah
menekan atau mengeliminasi vektor biologik (insekta). Pengendalian
larva lalat hitam dapat dlakukan dengan pemberian 2 % granul celatom.
Pemberian insektisida secara spray di dalam kandang dapat menekan
populasi vektor serangga, namun harus dilakukan dengan hati-hati

untuk

mencegah

keracunan

pada

ayam.

Pengobatan

terhadap

leucocytozoon tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada kasus


yang bersifat akut dapat diberikan sulfamonodimetoksin atau
sulfaquinoksalin.
4. Koksidia
Coccidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Isospora,
yang juga dikenal dengan nama Coccidia, yang termasuk dalam filum
Apicomplexa. Parasit ini menginfeksi saluran cerna. Siklus hidupnya
adalah di selepitel usus. Gejala klinis yang ditimbulkannya berupa diare
berdarah, namun dalam beberapa kasus tidak menunjukkan gejala klinis
(asymptomatis).
Jenis obat yang paling sering digunakan untuk mengobati
coccidiosis adalah antibiotik tipe sulfa yang diberikan selama 10-14
hari. Re-infeksi adalah hal sangat mungkin terjadi, untuk itu desinfeksi
lingkungan harus dilakukan. Desinfeksi lingkungan dapat dilakukan
dengan menggunakan klorin pemutih yang diencerkan (1 cup
diencerkan dalam 1 liter air). Untuk meminimalkan resiko penularan,
sanitasi yang baik dengan cara membuang kotoran anjing setiap hari
sangat dianjurkan.
5. Trichomonas
Kebanyakan spesies Trichomonas tidak begitu patogen dan
gejalanya hampir tidak terlihat. Tetapi beberapa strain dapat
menyebabkan inflamasi, gatal-gatal, keluar cairan putih yang
mengandung trichomonas. Protozoa ini memakan bakteri, leukosit dan
sel eksudat. Pengobatan dengan cara oral seperti metronidazole
biasanya dapat sembuh dalam waktu 5 hari.
Dosis Trikomoniasis : Pasangan seksual dan penderita dianjurkan
menerima pengobatan yang sama dalam waktu bersamaan. Dewasa :
Untuk pengobatan 1 hari : 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari. Untuk
pengobatan 7 hari : 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari berturut-turut.
Farmakologi. Absorbsi : Oral : diabsorbsi dengan baik; topikal :
konsentrasi yang dicapai secara sistemik setelah penggunaan 1 g secara
topikal 10 kali lebih kecil dari pada penggunaan dengan 250 mg
peroral. ;Distribusi : ke saliva, empedu, cairan mani, air susu, tulang,
hati dan abses hati , paru-paru dan sekresi vagina; menembus plasenta

dan sawar darah otak (blood- brain barrier) ;Ikatan protein : < 20%
;Metabolisme : Hepatik (30%-60%); eliminasi : neonatus : 25-75 jam ;
yang lain : 6-8 jam, terjadi perpanjangan pada kerusakan hepar; gagal
ginjal terminal : 21 jam;Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum:
segera : 1-2 jam;Ekskresi : urin (20% hingga 40% dalam bentuk obat
yang tidak berubah): feses (6% hingga 15%)
6. Amuba
Amuba adalah parasit yang terdapat dalam makanan dan minuman
yang tercemar, kemudian masuk terlelan dan menetap di usus, yang
dapat menimbulkan infeksi pada usus. Anti amuba adalah obat-obatan
yang digunakan untuk mencegah penyakit yang diakibatan oleh parasit
bersel tunggal (protozoa) yang disebut entamoeba hystolytika (disentri
amuba).
7. Penggolongan Obat
a. Obat amuba kontak : yang meliputi senyawa metronidazol dan
tinidazol, dengan jenis antibiotik tetrasiklin dan aminoglikosida
b. Obat amuba jaringan : yang terdiri dari senyawa nitro-mikonazol
Farmakokinetik : Pola ADME. Absorpsi : Absorbsi metronidazol
berlangsung dengan baik sesudah pemakaian oral. Satu jam setelah
pemberian dosis tunggal 500 mg per oral diperoleh kadar plasma kirakira 10 g/mL. Umumnya untuk kebanyakan protozoa dan bakteri yang
sensitive, rata-rata diperlukan kadar tidak lebih dari 8 g/ml.
Konsentrasi plasma maksimum muncul saat setelah dilakuakan
penyuntikan secara intravena. Waktu paruh obat saat pemberian secara
intravena ditetapkan sekitar 7,3 jam 1 jam. Konsentrasi yang dicapai
secara sistemik setelah penggunaan 1 g secara topikal 10 kali lebih
kecil dari pada penggunaan dengan 250 mg peroral (Baxter, 2013).
Distribusi: Metronidazol didistribusikan secara luas dalam jaringan
tubuh dan cairan. Ini berdifusi menembus blood-brain barrier,
menembus plasenta, dan muncul dalam air liur serta air susu ibu dalam
konsentrasi yang setara dengan yang ditemukan dalam plasma (Baxter,
2013).
Metabolisme : Dosis oral atau intravena dari metronidazol sebagian
dimetabolisme di hati melalui ikatan rantai samping oksidasi dan
pembentukan glukuronat. Hasil dari metabolisme oksidaso adalah 1 -

(2-hidroksietil) -2 -hidroksimetil-5-nitroimidazole (hidroksi metabolit),


yang memiliki aktivitas antibakteri dan terdeteksi terdapat dalam
plasma dan urin, dan 2-metil-5-nitroimidazole-1-asam asetat (asam
metabolit), yang tidak ada aktivitas antibakteri dan tidak terdeteksi
dalam plasma, tetapi diekskresikan dalam urin. Metabolit utama, 2hydroksimetil metronidazol memiliki aktivitas antiprotozoa secara in
vitro (Baxter, 2013).
Ekskresi: Obat ini diekskresi melalui urin dalam bentuk asal dan
bentuk metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi. Urin mungkin
berwarna coklat kemerahan karena mengandung pigmen tak dikenal
yang berasal dari obat. Metronidazol juga disekresi melalui feses, air
liur, air susu, cairan vagina, dan cairan seminal dalam kadar rendah
(Syarif, Amir dkk. 2011)
Waktu paruh metronidazol berkisar antara 8-10 jam. Waktu paruh
menjadi lebih lama pada neonatus. Pada beberapa kasus terjadi
kegagalan karena rendahnya kadar sistemik. Ini mungkin dapat
disebabkan oleh absorbs yang buruk atau metabolisme yang terlalu
cepat (Syarif, Amir dkk. 2011).
Farmakodinamik.
Metronidazol terutama

digunakan

untuk

amubiasis, trikomoniasis, dan infeksi bakteri anaerob. Metronidazol


efektif untuk amubiasis intestinal maupun ektraintestinal. Namun,
efeknya lebih jelas pada jaringan, sebab sebagian besar metronidazol
mengalami penyerapan di usus halus. Untuk amubiasis intestinal
dianjurkan pemberian amubisid intestinal lain setelah pemberian
metronodazol. Pada abses hati, dosis yang digunakan sama besar
dengan dosis yang digunakan untuk disentri amuba, bahkan dengan
dosis yang lebih kecil telah diperoleh respons yang baik. Meskipun
metronidazol efektif untuk abses hati, namun aspirasi abses tetap
diperlukan. Untuk pembawa (carrier ) amuba, efektifitasnya paling
rendah. Selain untuk amubiasis dan trikomoniasis, metronidazol juga
diindikasikan untuk drakunkuliasis sebagai alternative niridazol dan
untuk giardiasis. Metronidazol digunakan untuk profilaksis pascabedah
daerah abdomen, infeksi pelvic, dan pengobatan endokarditis yang

disebabkan oleh B. fragilis. Untuk maksud ini metronidazol digunakan


untuk obat pilihan utama.
8. Plasmodium
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang merupakan
golongan plasmodium.Media utama yang menjadi penyebar penyakit
ini yaitu nyamuk Anopheles betina.Nyamuk ini terinfeksi oleh parasit
plasmodium dari gigitan yang dilakukan terhadap seseorang yang sudah
terinfeksi parasit tersebut. Nyamuk tersebut akan terinfeksi selama satu
mingguan hingga waktu makan selajutnya.
Ayam hutan, dan ayam piaraan di Asia Selatan, Asia
Tenggara, Indonesia dan burung gallinaceus ( gallinaceus birth)
juga dapat terserang, ditularkan oleh vektor biologi Nyamuk
(Aedes, Culex dan anopheles).
9. Sarcocystis
Sarkosporodiosis adalah suato penyakit asal protozoa yang sering
ditemukan pada itik, reptile, dan mamalia.penyakit ini disebabkan oleh
protozoa

golongan

genus

Sarcocystis.

Family

Sarcocyistidae.

Sarkosporodiosis pada itik terutama disebabkan oleh Sarcocystic


rileyi dan pada ayam disebabkan oleh Sarcocystis horwathi.
Pengobatan : Sarkosporodiosis tidak umum dilakukan pada unggas.
Beberapa ahli melaporkan bahwa kalium yodida, sulfadimetoksin,
amprolium, dan obat antimalaria dapat dipergunakan untuk mengobati
sarkosporodiosis pada berbagai jenis hewan dengan derajat kebersihan
yang bervariasi.
10. Haemoproteus
Haemoproteus columbae merupakan parasit intrasel, protozoa,
parasit hemotropic yang menginfeksi sel darah merah burung. Merpati
merupakan hospes definitive dari Haemoproteus columbae. Hospes
perantaranya adalah lalat Hippoboscid dan nyamuk Cullicoides.
Merpati terinfeksi oleh gigitan hospes perantara. Sporozoit masuk ke
dalam darah dan masuk ke dalam sel endothelial pada pembuluh darah.
Di dalam sel endotel terjadi reproduksi aseksual.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian obat anti malaria
seperti Quinine. Primaquinethis tidak dapat menyembuhkan tetapi
hanya menekan infeksi dan meringankan gejala. Chloroquine yang

dikombinasikan dengan triple-sulfa dapat memberikan kesembuhan.


Pencegahan dapat dilakukan dengan menekan populasi vektor
(Weisman, 2007).
11. Entamoeba
Amoebiasis adalah

suatu

keadaan

terdapatnya

Entamoeba

histolytica dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai


penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). Entamoeba
histolytica juga dapat menyebabkan Dysentery amoeba, penyebarannya
kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah tropis dan subtropics
terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan hugiene
sanitasinya jelek.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga
seperti lalatdan kecoak gan orang yang menyajikan makanan (food
handler)yang menderita sebagai "carrier", sayur-sayuran yang dipupuk
dengan tinja manusiadan selada buah yang ditata atau disusun dengan
tangan manusia. Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan
bahwa air merupakan perantara penularan. Sumber air minum yang
terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak sengaja
terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki
kotoran atau parit.
Pencegahan penyakit

amoebiasis

terutama

ditujukan

kepada

kebersihan perorangan (personal hygiene) dan kebersihan lingkungan


(environmental hygiene). Kebersihan perorangan antara lain adalah
mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum
makan. Kebersihan lingkungan meliputi : memasak air minum, mencuci
sayuran sampai bersih atau memasaknya sebelum dimakan, buang air
besar dijamban, tidak menggunakan tinja manusia untuk pupuk,
menutupd engan baik makanan yang dihidangkan untuk menghindari
kontaminasi oleh lalatdan lipas, membuang sampah ditempat sampah
yang ditutup untuk menghindari lalat.
Pengobatan. Emetin Hidroklorida, obat ini berkhasiat terhadap
bentuk histolitika. Pemberian emetin ini hanya efektif bila diberikan
secara parenteral karena pada pemberian secara oral absorpsinya tidak
sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung.

Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama


pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat,
dosis harus dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita
hamil,

pada penderita dengan

gangguan jantung dan

ginjal.

Dehidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan


dapat diberikan secara oral. Dosis maksimum adalah 0,1 gram sehari,
diberikanselama 46 hari. Emetin dan dehidroemetin efektif untuk
pengobatan abses hati (amoebiasis hati).
Klorokuin, obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat
terhadap bentuk samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain,
mual, muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1
gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3
minggu.
Antibiotik. Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung
sebagai amubisid dipengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja
langsung pada amoeba. Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari
selama 5 hari, diberikan secara terbagi.
Nitraomidazol, metronidazol merupakan obat pilihan, karena
efektif terhadap bentuk bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain,
mual, muntah dan pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram
sehari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi.
12. Babesia
Penyebab Babesia sp. adalah organisme protozoa yang eritro
parasitisis, menyebabkan anemia pada inang. Hidup parasit pada hewan
peliharaan, seperti sapi, kuda, domba, kucing, anjing, binatang liar
seperti rubah, rusa dan binatang mengerat. Tungau hewan-hewan
tersebet menularkan parasit kepada manusia melalui gigitan tungau.
Pencegahan. Menghindari kontak/digigit dengan tungau. Misalnya
menggunakan obat insektisida gosok. Beberapa jam setelah digigit
tungau terjadi penularan babesia hingga seorang yang curiga digigit
tick, harus segera memeriksa bagian tubuhnya yang digigit, untuk
mengambil/menemukan tick. Menyaring donor darah dari penderita
babesiosis yang parasitemia rendah, seperti melakukan pemeriksaan zat
anti untuk menghindari penularan melalui transfuse darah.

Pengobatan. Obat spesifik untuk babesiosis, gabungan clindamycin


dan quinine, terutama bila pengobatan dengan chloroquine kurang
berhasil. Azithromycine boleh diberikan sendiri atau digabung dengan
quinine. Pentamidine bias diberikan gabungan dengan trimatokzazole.
Pada anemi berat diberikan pengobatan tukar darah. Cuci darah
(dialisa) bila penderita mengalami gagal ginjal.
D. Obat Antiprotozoa
1. Metronidazole

Metronidazole

Antibakteri dan antiprotozoal, Radiation-Sensitizing Agents


Derivat Nitroimidazole
Kelas Metronidazole
: Antiprotozoa
Pemerian :
- Dalam perdagangan metronidazol terdapat dalam bentuk basa dan
garam hidroklorida.
- Sebagai basa berupa serbuk kristal berwarna putih hingga kuning
pucat.
Kelarutan metronidazol :
- Sedikit larut dalam air dan dalam alkohol, dan mempunyai pKa
2,6.
Pemerian :
- Injeksi metronidazol jernih, tidak berwarna, larutan isotonik
dengan pH 4,5 7, dengan osmolarity 297-314 mOsm/L dan
mengandung natrium fosfat, asam sitrat dan natrium klorida.
Kelarutan :
- Metronidazol hidroklorida sangat larut dalam air dan larut dalam
alkohol, dalam perdagangan berupa serbuk berwarna putih.
Nama Kimia :
- 1-(2-Hydroxyethyl)-2-methyl-5- nitroimidazole;
- 1-(-Ethylol)-2-methyl-5-nitro-3-azapyrrole;
Titik Lebur :
- 160.5 C

Mekanisme Aksi :
- Setelah berdifusi kedalam organisma, berinteraksi dengan DNA
menyebabkan hilangnya struktur helix DNA dan kerusakan
untaian DNA. Hal ini lebih jauh menyebabkan hambatan pada
syntesa protein dan kematian sel organisma. (Drug Information
Handbook)
- Metronidazole adalah prodrug . Metronidazol takterion selektif
untuk bakteri anaerob karena kemampuan mereka untuk
mengurangi intraseluler metronidazol untuk bentuk aktifnya. Hal
ini dikurangi metronidazol kemudian mengikat DNA secara
kovalen, mengganggu struktur heliks, menghambat bakteri sintesis
asam nukleat dan mengakibatkan kematian sel bakteri.
- Aksi bakterisida, amebicidal, dan trichomonacidal
- Un-terionisasi pada pH fisiologis dan mudah diambil oleh
organisme anaerobik atau cells. Dalam organisme atau sel rentan,
metronidazole dikurangi dengan protein transpor elektron rendah
redoks potensial (misalnya, nitroreductases seperti ferredoxin);
produk reduksi (s) ternyata bertanggung jawab atas sitotoksik dan
antimikroba efek obat (misalnya, gangguan DNA, penghambatan
sintesis asam nukleat).
- Memiliki efek anti-inflamasi, dan efek langsung pada neutrofil
motilitas, transformasi limfosit, dan beberapa aspek yang
diperantarai sel immun.
- Spektrum aktivitas termasuk bakteri anaerob yang paling
obligately dan banyak protozoa.g aktif terhadap jamur dan virus
dan sebagian besar aerobik atau bacteri fakultatif anaerob.
- Gram-positif anaerob: Clostridium, C. difficile, C. perfringens,
Eubacterium, Peptococcus, dan Peptostreptococcus.
- Anaerob gram negatif: Aktif terhadap Bacteroides fragilis, B.
distasonis, B. ovatus, B. thetaiotaomicron, B. vulgatus, B.
ureolyticus, Fusobacterium, Prevotella bivia, P. buccae, P. disiens,
P. intermedia, P. melaninogenica, P . oralis, Porphyromonas, dan
Veillonella.
- Aktif terhadap Helicobacter pylori, 164 Entamoeba histolytica,
Trichomonas vaginalis, Giardia lamblia, dan Balantidium coli.g
Kisah terutama terhadap bentuk trofozoit E. histolytica dan
memiliki aktivitas terbatas terhadap form.g encysted
- Perlawanan telah dilaporkan di beberapa Bacteroides dan T.
vaginalis.
Nama Generik :
- Metronidazol

2.
3.

4.
5.

6.
7.
8.

9.

Indikasi :
- Infeksi Tulang dan Sendi
Tambahan untuk pengobatan infeksi tulang dan sendi yang
disebabkan oleh Bacteroides, termasuk kelompok B fragilis. (B.
fragilis, B. distasonis, B. ovatus, B. thetaiotaomicron, B. vulgatus)
- Endokarditis
Pengobatan endokarditis yang disebabkan oleh Bacteroides
(termasuk kelompok fragilis B.)
- Infeksi Ginekologi
Pengobatan infeksi ginekologi (termasuk endometritis,
endomyometritis, tubo-ovarium abses, infeksi vagina manset
pascaoperasi) yang disebabkan oleh Bacteroides (termasuk
kelompok fragilis B.), Clostridium, Peptococcus niger, atau
Peptostreptococcus.
- Pengobatan penyakit radang panggul akut (PID); digunakan
bersama dengan anti-infeksi lainnya, Metronidazole termasuk
dalam rejimen PID untuk memberikan perlindungan terhadap
bakteri anaerobes.
- Ketika rejimen parenteral diindikasikan untuk PID, rejimen awal
IV cefoxitin dan doxycycline IV atau oral direkomendasikan
diikuti oleh doksisiklin oral; jika tubo-ovarium abses hadir,
beberapa ahli menyarankan bahwa oral rejimen tindak lanjut
termasuk metronidazole (atau klindamisin) selain doxycycline.
- Ketika rejimen oral diindikasikan untuk PID, IM dosis tunggal
ceftriaxone, cefoxitin (dengan probenesid oral), atau cefotaxime
dianjurkan dalam hubungannya dengan doksisiklin oral (dengan
atau tanpa metronidazole oral) Atau, jika parenteral sebuah
sefalosporin tidak layak dan prevalensi masyarakat dan risiko
individu untuk gonore rendah, rejimen levofloxacin oral atau
ofloxacin oral (dengan atau tanpa metronidazole oral) mungkin
dipertimbangkan.
Infeksi intra-abdomen
Pengobatan infeksi intra-abdomen (termasuk peritonitis, abses intraabdomen, abses hati) yang disebabkan oleh Bacteroides rentan
(termasuk kelompok B fragilis.), Clostrium, Eubacterium, P. niger, atau
Peptostreptococcus.
Meningitis dan Infeksi SSP Lainnya
Pengobatan infeksi SSP (termasuk meningitis, abses otak) yang
disebabkan oleh Bacteroides (termasuk kelompok B fragilis.)
Infeksi Saluran Pernapasan
Pengobatan infeksi saluran pernafasan (termasuk pneumonia) yang
disebabkan oleh Bacteroides (termasuk kelompok B fragilis.)
Keracunan Darah
Pengobatan septikemia yang disebabkan oleh Bacteroides (termasuk
kelompok B fragilis.) atau Clostridium.

10. Infeksi Kulit dan Struktur Kulit


11. Pengobatan infeksi kulit dan struktur kulit yang disebabkan oleh
Bacteroides (termasuk kelompok B fragilis.), Clostridium,
Fusobacterium, P.niger, atau Peptostreptococcus.
12. Amebiasis
13. Pengobatan amebiasis akut usus dan abses hati amebic disebabkan oleh
Entamoeba histolytica. metronidazol oral atau oral tinidazole diikuti
oleh amebicide luminal (iodoquinol, paromomycin) adalah rejimen
pilihan untuk ringan sampai penyakit sedang atau berat usus dan hati
amebic abscess.
14. Bacterial Vaginosis
15. Pengobatan vaginosis bakteri (sebelumnya disebut Haemophilus
vaginitis, Gardnerella vaginitis, vaginitis nonspesifik, Corynebacterium
vaginitis, atau vaginosis anaerobik) di wanita hamil atau tidak hamil,
16. CDC merekomendasikan pengobatan vaginosis bakteri pada semua
wanita simtomatik (termasuk wanita hamil). Selain itu, wanita hamil
tanpa gejala berisiko tinggi untuk komplikasi kehamilan harus disaring
(sebaiknya pada kunjungan prenatal pertama) dan pengobatan dimulai
jika dibutuhkan.
17. Rekomendasi pengobatan untuk vaginosis bakteri pada perempuan
yang terinfeksi HIV adalah sama dengan yang untuk wanita tanpa
infeksi HIV
18. Rejimen pilihan pada wanita hamil adalah rejimen 7 hari metronidazol
oral, rejimen 5 hari intravaginal metronidazol gel, atau rejimen 7 hari
intravaginal klindamisin krim; rejimen alternatif rejimen 7 hari
klindamisin oral atau 3-hari rejimen klindamisin intravaginal
suppositoria.Rejimen pilihan untuk wanita hamil adalah rejimen 7 hari
metronidazol oral atau rejimen 7 hari clindamycin oral.
19. Terlepas dari rejimen yang digunakan, kambuh atau kekambuhan
adalah umum, rejimen alternatif (misalnya, terapi topikal ketika terapi
oral digunakan awalnya) dapat digunakan dalam situasi seperti itu.
20. Pengobatan rutin pada kontak seksual laki-laki perempuan tanpa gejala
yang memiliki kambuhan atau berulang vaginosis bakteri tidak
direkomendasikan.
21. Balantidiasis
22. Alternatif untuk tetrasiklin untuk pengobatan balantidiasis disebabkan
oleh Balantidium coli.
23. Infeksi Blastocystis Hominis
24. Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Blastocystis
hominis. Mungkin efektif, tapi resistensi metronidazole dapat umum.
25. Pentingnya secara klinis B. hominis sebagai penyebab GI patologi
masih kontroversial, tidak jelas kapan pengobatan diindikasikan.
Beberapa dokter menyarankan pengobatan disediakan untuk orangorang tertentu (misalnya, pasien immunocompromised) bila gejala terus
berlangsung dan tidak ada patogen atau proses lainnya ditemukan untuk
menjelaskan gejala GI mereka,
26. Clostridium difficile terkait Diare dan colitis

27. Pengobatan Clostridium difficile terkait diare dan radang usus besar
(Cdad, juga dikenal sebagai diare terkait antibiotik dan kolitis, C.
difficile diare, C. difficile kolitis, dan kolitis pseudomembran
28. Obat pilihan adalah metronidazol dan vankomisin; metronidazol
umumnya lebih disukai dan vankomisin diperuntukkan bagi mereka
dengan kolitis berat atau berpotensi mengancam jiwa, pasien yang
dicurigai C. difficile tahan metronidazol, pasien yang metronidazol
merupakan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, atau mereka yang tidak
menanggapi metronidazole.
29. Penyakit Crohn
30. Mangement penyakit Crohn sebagai tambahan untuk therapi
konvensional,
31. Telah digunakan dengan atau tanpa ciprofloxacin, untuk induksi remisi
dari sedikit untuk cukup aktif Crohn disease.
32. Telah digunakan untuk refraktori perianal Crohn disease.
33. Infeksi Dientamoeba fragilis
34. Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Dientamoeba fragilis. Obat
pilihan yang iodoquinol, paromomycin, tetrasiklin, atau metronidazole.
35. Dracunculiasis
36. Pengobatan dracunculiasis disebabkan oleh Dracunculus medinensis
(penyakit cacing guinea)
37. Pengobatan pilihan adalah ekstraksi lambat cacing dikombinasikan
dengan perawatan luka. Metronidazole tidak kuratif (menyembuhkan),
tetapi mengurangi peradangan dan memfasilitasi penghilangan cacing.
38. Giardiasis
39. Pengobatan giardiasis. Obat pilihan adalah metronidazol, tinidazol, atau
nitazoxanide,
40. alternatif paromomycin, furazolidone, atau quinacrine
41. Pengobatan pembawa asimtomatik dari giardiasis. Pengobatan operator
tersebut umumnya tidak dianjurkan, kecuali mungkin pada pasien
dengan hypogammaglobulinemia atau cystic fibrosis atau dalam upaya
untuk mencegah penularan penyakit rumah tangga dari balita sampai
wanita hamil
42. Infeksi Helicobacter pylori dan Penyakit Ulkus Duodenum
43. Pengobatan infeksi Helicobacter pylori dan penyakit ulkus duodenum
(aktif atau riwayat ulkus duodenum); pemberantasan H. pylori telah
terbukti mengurangi risiko kekambuhan ulkus duodenum.
44. Digunakan dalam rejimen multi-obat yang termasuk metronidazole,
tetrasiklin, dan subsalisilat dan histamin antagonist reseptor H2. Jika
awal rejimen 14-hari tidak memberantas H. pylori, rejimen yang tidak
termasuk metronidazole harus digunakan.
45. Uretritis Nongonococcal
46. Pengobatan berulang dan uretritis persisten pada pasien dengan uretritis
nongonococcal yang telah diobati dengan rejimen yang
direkomendasikan (yaitu, azitromisin, doksisiklin, eritromisin,
ofloksasin atau levofloksasin)
47. Metronidazol oral atau oral tinidazole digunakan bersama dengan
azitromisin oral (jika azitromisin tidak digunakan dalam rejimen awal)

adalah rejimen yang direkomendasikan oleh CDC untuk berulang dan


uretritis persisten pada pasien yang sesuai dengan rejimen awal mereka
dan belum terkena-ulang.
48. Rosacea
49. Pengobatan lesi inflamasi (papula dan pustula) dan eritema yang
berhubungan dengan rosacea (acne rosacea) metronidazol topikal
mungkin lebih disukai untuk metronidazole oral,
50. Tetanus
51. Ajun dalam pengobatan tetanus disebabkan oleh C. tetani.
52. Trikomoniasis
53. Pengobatan simtomatik dan asimtomatik trikomoniasis ketika
Trichomonas vaginalis telah ditunjukkan oleh prosedur diagnostik yang
tepat (misalnya, smear dan / atau budaya basah, OSOM Trichomonas
Rapid Test, Affirm VP III)
54. Obat pilihan adalah metronidazol atau tinidazole. Tujuan pengobatan
adalah untuk memberikan bantuan gejala, mencapai kesembuhan
mikrobiologis, dan mengurangi penularan; untuk mencapai tujuan ini,
baik pasien indeks dan seksual (terutama stabil) mitra (s) harus diobati.
55. Jika terjadi kegagalan pengobatan dengan pengobatan metronidazol
awal dan reinfeksi dikecualikan, rejimen alternatif menggunakan
metronidazol atau tinidazol dapat digunakan. Jika penafsiran tidak
efektif, konsultasi dengan ahli (tersedia melalui CDC)
direkomendasikan.
56. Profilaksis Perioperatif
57. Profilaksis perioperatif untuk mengurangi kejadian infeksi bakteri
anaerob pasca operasi pada pasien yang menjalani operasi kolorektal,
rejimen yang dipilih adalah IV cefoxitin saja; IV cefazolin dan IV
metronidazol; eritromisin oral dan neomycin oral; atau metronidazole
oral dan neomycin oral,
58. Profilaksis perioperatif pada pasien yang menjalani operasi usus buntu,
digunakan bersama dengan cefazolin. rejimen yang dipilih untuk usus
buntu (nonperforated) adalah IV cefoxitin sendiri atau IV cefazolin dan
IV metronidazole.
59. Profilaksis pada Korban Pelecehan Seksual
60. Empiris profilaksis anti infeksi dalam korban kekerasan seksual;
digunakan bersama dengan IM ceftriaxone dan azitromisin oral atau
doxycycline.

Syarif, Amir., dkk. 2009. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; BalaiPenerbit
FKUI
http://faizinaiz.blogspot.co.id/2014/09/anti-protozoa.html

Vous aimerez peut-être aussi