Vous êtes sur la page 1sur 13

Hidradenitis Suppurativa

Robiokta Alfi Mona, S.Ked


Pembimbing: Prof. Dr. dr. H. M. Athuf Thaha, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2016

PENDAHULUAN
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis berulang yang berasal
dari kelenjar apokrin, biasanya terjadi setelah masa pubertas, sering mengenai daerah aksila,
inguinal, dan anogenital.1 Gambaran klinis hidradenitis suppurativa diawali dengan nodul dan
pustul yang berkembang dan bergabung dengan nodul disekitarnya serta dapat terinfeksi
sehingga membentuk abses, fistula dan sinus.2
Prevalensi kejadian HS di Amerika Serikat diperkirakan 1%. Namun ada juga yang
melaporkan prevalensi sekitar 1/3000. Penyakit ini dilaporkan lebih sering pada perempuan,
dengan perbandingan antara 2:1 hingga 5:1. Kejadian terbanyak pada masa pubertas sampai
dewasa muda, dan masa klimakterik dengan onset rata-rata pada umur 23 tahun. Berdasarkan
Ras, penyakit ini sering pada orang kulit hitam, karena kelenjar apokrin pada kulit hitam lebih
banyak daripada orang kulit putih. Insiden HS pada ras Kaukasian adalah 1:600, namun lebih
tinggi lagi pada ras Afrikan. Rata-rata prevalensi di berbagai daerah di dunia mulai <1%
hingga 4%.1,3,4 Sedangkan angka kejadian HS di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2015 adalah 2 orang.*
Hidradenitis suppurativa harus ditatalaksana dengan baik untuk mencegah terjadinya
komplikasi, baik bersifat sistemik yang dapat menimbulkan septikemia, maupun lokal berupa
sikatriks yang membatasi mobilitas.2 Pengobatan yang digunakan dapat berupa antibiotik,
retinoid, terapi hormonal, beberapa obat immunosupresif, dan pembedahan.
Referat ini akan membahas mengenai definisi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis,
pemeriksaan penunjang, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan prognosis dari
hidradenitis suppurativa. Referat ini diharapkan dapat membantu dalam mendiagnosis dan
menatalaksana hidradenitis suppurative sesuai dengan kompetensi 4A untuk dokter umum.

*Data kunjungan pasien hidradenitis suppurative di Poliklinik Dermatologi dan Venereologi Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2015.

PEMBAHASAN
Definisi
Hidradenitis adalah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh Staphylococcus aureus.
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit inflamasi kronis berulang yang berasal dari
kelenjar apokrin, biasanya terjadi setelah masa pubertas, sering mengenai daerah aksila,
inguinal, dan anogenital. Nama lain dari HS adalah apokrinitis, hidradenitis aksilaris, abses
kelenjar apokrin, akne inversa.1,5
Etiologi
Penyebab hidradenitis suppurativa adalah oklusi pada kelenjar apokrin yang
disebabkan oleh hiperkeratosis folikular yang diikuti ruptur epitel folikel dan pelepasan
keratin, sebum, bakteri dan rambut ke lapisan dermis. Oklusi pada kelenjar apokrin tersebut
menyebabkan ruptur pada kulit, fibrosis, dan pembentukan sinus. Hidradenitis suppurativa
dapat juga disebabkan oleh infeksi sekunder bakeri Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, dan berbagai bakteri gram negatif lainnya.6
Fakor pemicu terjadinya HS belum jelas, namun diketahui terdapat beberapa fakor
yang berkaitan dengan terjadinya HS, antara lain:
Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis suppurativa diperoleh
pada 26% pasien. Beberapa penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan dengan HLA
(Human Leucocyte Antigen). Namun beberapa penelitian lainnya menunjukkan adanya
penurunan autosomal dominan dengan single gene transmission. Namun, lokus genetik yang
terkait tidak ditemukan.2
Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau setelah
pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu, adanya peningkatan kejadian
yang dilaporkan pada pasien postpartum yang berhubungan dengan penggunaan pil
kontrasepsi oral dan pada periode premenstrual (sekitar 50% pasien). Pada beberapa
penelitian terapi antiandrogen memperlihatkan keuntungan terapetik.2
Bukti biokimia hiperandrogenisme dapat ditemukan pada 66 wanita dengan
hidradenitis suppurativa. Selain itu, tidak seperti kelenjar sebasea, kelenjar apokrin tidak
dipengaruhi oleh androgen. Karenanya, pengaruh androgen terhadap kejadian hidradenitis
suppurativa masih belum jelas.2
2

Terdapat teori yang menyatakan bahwa adanya oklusi folikel rambut menyebabkan
inflamasi limfosit dengan melibatan sitokin pro-inflamasi interleukin (IL)-1 beta, IL-10, IL12, IL-23, dan tumor necrosis factor (TNF)-alpha, dan aktivasi berlebihan dari signal
mammalian target of

rapamycin complex-1 (MTORC1). Aktivasi berlebihan mTORC1

meningkat sekresi hormon androgen dan memberikan kontribusi terhadap proliferasi folikel
sebasea.7
Obesitas
Obesitas bukan merupakan faktor penyebab terjadinya hidradenitis suppurativa namun
sering dianggap sebagai faktor yang memperberat melalui peningkatan gaya gesek, oklusi,
hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga memperberat penyakit ini dengan
meningkatkan androgen. Penurunan berat badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan
berlebih dan dapat membantu mengontrol penyakit.2
Infeksi bakteri
Peranan infeksi bakteri pada hidradenitis suppurativa masih belum jelas. Diduga
patogenesisnya sama dengan peranan bakteri pada timbulnya jerawat. Obat antibakteri biasa
digunakan sebagai terapi. Keterlibatan bakteri terjadi secara sekunder. Kultur biasanya
menunjukkan hasil yang negatif, namun sejumah bakteri dapat ditemukan dari lesi.
Staphylococcus aureus dan coagulase-negative-staphylococcus adalah yang paling sering
diisolasi. Namun, bakteri lain termasuk Streptococcus, basil gram negatif, dan anaerob, juga
dapat ditemukan2.
Merokok
Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis suppurativa dibandingkan
dengan kontrol yang sehat. Satu penelitian kohort menunjukkan bahwa 70% dari 43 pasien
dengan hidradenitis suppurativa perineal adalah perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat
mempengaruhi kemotaksis sel polimorfonuklear. Penghentian merokok dapat memperbaiki
manifestasi klinis penyakit ini.2
Patogenesis
Hidradenitis suppurativa berawal dari oklusi apokrin atau duktus folikuler oleh
sumbatan keratin, yang menyebabkan dilatasi duktus dan stasis komponen glandular. Bakteri
memasuki sistem apokrin melalui folikel rambut dan terperangkap di bawah sumbatan keratin
yang kemudian bermultiplikasi dengan cepat dalam lingkungan yang mengandung banyak
nutrisi dari keringat apokrin. Kelenjar dapat ruptur, sehingga menyebabkan penyebaran
3

infeksi ke kelenjar dan area sekitarnya. Infeksi Streptococcus, Staphylococcus, dan organisme
lain menyebabkan inflamasi lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan kulit.
Proses penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik hipertrofi pada kulit
di atasnya (Gambar 1).8

Sumbatan keratin

Folikel rambut

Kelenjar apokrin
Abses

Bakteri

Gambar 1. Patogenesis Hidradenitis suppurativa 9 1. Sumbatan keratin menutupi folikel rambut, 2. Bakteri
bermultifikasi di kelenjar apokrin, 3. Kelenjar apokrin ruptur dan melepaskan bakteri, 4. Infeksi bakteri sekunder
menyebabkan terbentuk abses, 5. Abses mengalir membentuk saluran fistula, 6. Proses penyembuhan.

Manifestasi Klinis
Nyeri adalah gejala utama dari hidradenitis suppurativa. Kualitas nyeri dijelaskan oleh
pasien berupa rasa panas, terbakar, terpotong, tajam, dan berdenyut.10
Hidradenitis Suppurativa terjadi pada kulit yang mengandung kelenjar apokrin. Aksila
dan daerah perianal (genital, pubis, inguinal, pantat, dan tungkai atas) merupakan tempat
tersering terjadinya HS (gambar 2). Penyakit ini dapat juga mengenai payudara wanita, leher,
dan meatus auditorius eksterna, sekitar kulit kepala, dan punggung.5
A

Gambar 2 . Tempat Predileksi Hidradenitis Suppurativa5 A. Aksila. B. Inguinal

Lokasi tersering hidradenitis suppurativa pada perempuan adalah ketiak, sedangkan


pada laki-laki adalah inguinal (Tabel 1).4
Tabel 1 . Predileksi hidradenitis suppurativa 4
Lokasi

Semua
(n=106) (%)
61,3
70,8
15,1
34

Ketiak
Inguinal
Anogenital
Lainnya

Perempuan
(n=45) (%)
75,6
55,6
20,0
42,2

Laki-laki
(n=61) (%)
50,8
82,0
11,5
27,9

Hidradenitis suppurativa terbagi atas tiga stadium. Stadium primer berupa abses
berbatas tegas. Stadium sekunder berupa saluran sinus dengan bekas luka akibat bekas
garukan serta abses yang berulang. Stadium tersier menunjukkan lesi konfluen, terbentuk
skar, serta adanya inflamasi dan discharge saluran sinus.2
Hidradenitis suppurativa diawali dengan nodul dalam (ukuran 0,5-2cm). Pustul juga
dapat terlihat. Nodul ini dapat sembuh secara lambat atau justru berkembang dan bergabung
dengan nodul disekitarnya serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses inflamasi besar
yang terasa nyeri. Abses tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh atau ruptur spontan,
menghasilkan discharge purulent (Gambar 3).2

Gambar 3. Manifestasi Klinis Hidradenitis Suppurative A. Nodul, B. Pustul dan Papul, C. Abses yang ruptur

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena inflamasi periduktal
dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan. Proses penyembuhan dapat
menghasilkan sikatrik dengan fibrosis, kontraktur dan peninggian kulit rope-like, dan doubleended comedones (gambar 4). Sinus juga dapat terbentuk (gambar 5). Sinus telah dilaporkan
melibatkan jaringan dalam, termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses kemudian terjadi
kembali pada area sekitarnya atau pada area lain yang mengandung kelenjar apokrin.2

C
5

Gambar 4. Proses Penyembuhan Hidradenitis Suppurative. A. Sikatriks dengan fibrosis, B. Rope-like scar,
C. Double ended comedone

Gambar 5. Pembentukan sinus pada daerah vulva seorang wanita yang menderita hidradenitis suppurativa2

Pemeriksaan Penunjang
Penyebab hidradentis suppurative, salah satunya adalah infeksi Staphylococcus aureus.
Sehingga pada pemeriksaan laboratorium dapat terjadi peningkatan laju endap darah dan
C-reactive protein. Jika tanda infeksi cukup jelas, dapat dilakukan kultur bakteri dengan
sampel yang diambil pada lesi.2
Ultrasonografi dapat dilakukan pada dermis dan folikel untuk melihat formasi abses
dan kelainan bagian profunda dari folikel. Telah berkembang pula pemeriksaan dengan
menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) untuk menilai kulit dan jaringan subkutan.2
Diagnosis
Diagnosis hidradenitis suppurative dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan rasa nyeri yang berupa rasa
panas, terbakar, terpotong, tajam, dan berdenyut. Aksila dan daerah perianal (genital, pubis,
inguinal, pantat, dan tungkai atas) merupakan tempat tersering terjadinya HS. Lokasi lain
dapat juga mengenai payudara wanita, leher, dan meatus auditorius eksterna, sekitar kulit
kepala, dan punggung.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nodul, pustul, abses, sikatriks,
rope-like skar, double ended comedones, dan pembentukan sinus tergantung pada derajat
keparahannya. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan peningkatan laju endap darah
dan C-reactive protein. Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjukkan formasi abses
dan abnormalitas bagian dalam folikel, sedangkan magnetic resonance imaging (MRI) untuk
menilai kulit dan jaringan subkutan.
Kriteria hidradenitis suppurativa berdasarkan 2nd International Conference on
Hidradenitis suppurativa terdiri atas:11
6

1. Lesi awal seperti nodul yang nyeri: blind boils ; lesi sekunder berupa abses, sinus,
bridged scars,dan double-ended pseudo-comedones.
2. Topografi tipikal meliputi aksila, paha dan regio perianal, bokong, lipatan infra dan
intermammary.
3. Kronik dan rekuren
Inflamasi berulang terjadi lebih dari 2 kali per 6 bulan dengan nodul, saluran sinus dan
skar.1
Keparahan penyakit hidradenitis suppurativa berdasarkan klasifikasi Hurley dibagi dalam
tiga tingkat untuk masing-masing area (Tabel 2).1,4
Tabel 2. Klasifikasi Hurleys (Gambar 6)
Tingkat
I

Karakteristik
Abses soliter atau multipel tanpa sikatriks atau sinus. (sedikit dengan inflamasi yang jarang;
mirip jerawat)

II
Abses rekuren, lesi soliter atau multipel yang terpisah jauh, dengan sinus (inflamasi yang
III

membatasi pergerakan dan mungkin membutuhkan bedah minor seperti insisi dan drainase)
Keterlibatan area sekitar yang difus atau luas dengan sinus dan abses yang saling berhubungan.
(inflamasi berukuran sebesar bola golf atau terkadang sebesar bola baseball; timbul sikatriks.
Pasien pada tingkat ini mungkin tidak dapat berkerja)

B
Gambar 6. Klasifikasi Hurleys. A dan B Tingkat I, C dan D Tingkat II, E, F dan G Tingkat III.

Sistem klasifikasi Hurley dinilai tidak dinamis dalam menjelaskan hasil terapi.
Sartorius Score yang menghitung skor keterlibatan regio, nodul, dan sinus, kemudian
dijadikan panduan untuk menilai keparahan penyakit (Tabel 3).
Tabel 3. Sartorius Score12
Kriteria
Daerah anatomi mencakup
Aksila
Lipatan paha
Intermamilaris
Lainnya
Jumlah lesi
Abses/nodul
Fistula
Skar
Lainnya
Jarak antar dua lesi
Jika <5 cm
Jika <10 cm
Jika >10 cm
Apakah semua lesi terpisah dari kulit normal?
Ya
Tidak

Poin

3
3
3
3
2
4
1
1
2
4
8
0
6

Physician global assessment (PGA) lebih sering digunakan untuk mengukur tingkat
kesembuhan dari penggobatan (Tabel 4).13
Tabel 4. Hidradenitis suppurativa Physicians Global Assessment Scale
Tingkatan
Clear
Minimal
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Deskripsi
0 abses, 0 fistula, 0 nodul inflamasi, dan 0 nodul tak terinflamasi
0 abses, 0 fistula, 0 nodul inflamasi, dan ada nodul tak terinflamasi
0 abses, 0 fistula, 1-4 nodul inflamasi, atau 1 abses atau fistula dan 0 nodul terinflamasi
0 abses, 0 fistula, dan 5 nodul inflamasi, atau 1 abses atau fistula dan 1 nodul
terinflamasi atau 2-5 abses atau fistula dan <10 nodul terinflamasi
2-5 abses atau fistula dan 10 nodul terinflamasi
>5 abses atau fistula

Diagnosis Banding
Hidradenitis suppurativa memiliki diagnosis banding yang luas (Tabel 5). Adanya
papul, nodul, atau abses nyeri pada lipat paha dan aksila dapat didiagnosis banding sebagai:
furunkel,

karbunkel,

limfadenitis,

cat-scratch

disease,

limfogranuloma

venerum,

skrofuloderma. Adanya sinus dan fistula dapat didiagnosis banding dengan kolitis ulserativa
dan enteritis regional.
Tabel 5 . Diagnosis Banding Hidradenitis suppurativa11

Infeksi
Bakteri
Karbunkel, furunkel, abses, abses perirektal, abses kelenjar Batholini
Mikrobakteria abses tuberkulosa
Infeksi menular seksual granuloma inguinale, limpogranuloma venereum, sifilis noduloulseratif
Jamur blastomikosis,
Tumor
Kista epidermoid, pilonidal Bartholini, multipel steatokistoma
Lainnya
Crohns, fistula anal atau vulvovaginal

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hidradenitis suppurative bertujuan untuk mencegah perkembangan
lesi primer juga resolusi, ameliorasi, atau regresi penyakit sekunder seperti sikatriks atau
pembentukan sinus.2
Prinsip penatalaksanaan HS terdiri dari umum dan khusus. Untuk penatalaksanaan
umum yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan sabun antibakteri dan pemberian
klindamisin topikal, mengurangi gesekan dengan menggunakan pakaian longgar dan
penurunan berat badan, serta mencegah timbulnya keringat berlebih dengan menggunakan
aluminium klorida topikal.2,6
Sedangkan untuk penatalaksanaan khusus terdiri dari penatalaksanaan topikal berupa
pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan triamsinolon (3-5
mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamsinolon (3-5 mg/mL) intralesi yang diikuti insisi
dan drainase cairan abses.
Penatalaksanaan HS sistemik yang dapat diberikan berupa antibiotik oral yaitu
eritromisin (250-500 mg 4 kali sehari), tetrasiklin (250-500 mg 4 kali sehari), atau minosiklin
(100 mg 2 kali sehari) hingga lesi sembuh, atau kombinasi klindamisin (2 x 300 mg perhari)
dengan rifampin (300 mg 2 kali perhari) selama beberapa minggu. Prednison dapat diberikan
bila nyeri dan inflamasi sangat berat dengan 70 mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan
(tappered) selama 14 hari. Pemberian isotretinoin oral tidak bermanfaat pada penyakit yang
9

kronis namun bermanfaat pada awal penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler dan saat
dikombinasikan dengan eksisi lesi.8
Pada kondisi adanya drainase sinus, kultur dari pus mungkin akan menunjukkan
Stafilokokus aureus atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada
sensitivitas kultur organisme. Isotretinoin efektif pada beberapa kasus. Pada penelitian Boer,
dkk diberikan isoretinoin dengan dosis 0,56 mg/kg selama 4 sampai 6 bulan. 2,6
Apabila penatalaksanaan dengan obat-obatan tidak memberikan hasil yang memuaskan
maka pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat dapat dijadikan sebagai
modalitas pengobatan. Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang dilakukan
dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau sinus. Pada penyakit
yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada aksila atau area yang terlibat. Eksisi
dalam hingga lapisan fascia membutuhkan penutupan skin grafting. Beberapa peneliti
menyarankan penggunaan laser CO2 untuk ablasi jaringan. Beberapa peneliti melaporkan
kesuksesan radioterapi dalam pengobatan HS yang lebih sering diberikan pada pasien muda.6
Komplikasi
Kulit merupakan bagian terluar dan terluas dari tubuh, oleh karenanya kulit memegang
peranan penting dalam fungsi psikososial. Komplikasi lokal dapat berupa sikatrik yang
membatasi mobilitas. Inflamasi genitofemoral dapat mengakibatkan striktur anus, uretra, atau
rektum. Fistula uretra, kecacatan persisten pada penis dan skrotum, atau limfedema vulva
yang menyebabkan kerusakan fungsi yang signifikan. Karsinoma sel skuamous (KSS) dapat
terjadi pada area yang mengalami inflamasi dan sikatriks kronis, pada pria di regio anogenital.
Karsinoma sel skuamous dilaporkan terjadi pada 3,2% pasien dengan perianal HS yang terjadi
selama 20-30 tahun. Komplikasi sistemik yang dapat terjadi antara lain disebabkan oleh
infeksi lokal yang dapat menimbulkan septikemia, anemia atau leukositosis.1,2
Prognosis
Tingkat keparahan penyakit ini sangat bervariasi. Banyak pasien hanya mengalami
gejala ringan yang rekuren, dapat sembuh sendiri, sehingga tidak berobat. Penyakit ini
biasanya mengalami remisi spontan pada usia >35 tahun. Pada beberapa individu, gejalanya
dapat menjadi progresif, dengan morbiditas nyata terkait pada penyakit kronis, pembentukan
sinus, dan sikatriks yang menimbulkan keterbatasan gerak. Beberapa pasien menunjukkan
adanya perbaikan kondisi dengan pemberian antibiotik jangka panjang, tetapi banyak juga
10

yang membutuhkan tindakan bedah plastik. Higienitas yang baik diperlukan untuk mencegah
kekambuhan.10

KESIMPULAN
Hidradenitis Suppurativa (HS) juga disebut sebagai akne inversa merupakan penyakit
kronis pada kelenjar apokrin di kulit. Prevalensinya berkisar 1-4% dari seluruh populasi di
dunia. Penyakit ini memiliki dampak yang serius pada kualitas hidup seseorang,
menempatkannya sebagai penyakit kulit yang memiliki tingkat tekanan yang paling tinggi.
Oleh karena itu, HS memerlukan perhatian yang khusus. Patogenesis Hidradenitis
Suppurativa belum banyak diketahui dan mungkin multifakorial, mencakup genetik, infeksi,
hormonal, rokok, dan faktor imun. Beberapa hipotesis menyebutkan terjadi HS terutama
disebabkan oleh hiperkeratosis infundibulm folikel, yang diikuti oleh oklusi folikel, dilatasi
dan ruptur; penyebaran bakteri dan sisa sel yang memicu teradinya infeksi lokal. Hidradenitis
Suppurativa terutama terjadi setelah masa pubertas, tingkat keparahannya bervariasi pada tiap
individu. Kebanyakan pasien memiliki bentuk yang ringan, dengan gejala nyeri dan nodul.
Lesi ini dapat pecah secara spontan, menjadi silent nodul, atau membentuk abses.
Sedangkan pada pasien dengan HS yang berat memiliki gejala yang kronis, nyeri dan lesi
supurasi bertahun-tahun. Lesi kronik mencakup beberapa area yang saling berhubungan oleh
sinus inflamasi dan supurasi dikelilinggi oleh skar. Tatalaksana hidradenitis suppurativa
tergantung gejala klinis. Pengobatan yang digunakan dapat berupa antibiotik, retinoid, terapi
hormonal, beberapa obat immunosupresif, dan pembedahan.

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Zouboulis CC, Desai N, Emtestam L, Hunger RE, Ioannides D, Juhasz I, et al. European
S1 guideline for the treatment of hidradenitis suppurativa/acne inversa. J Eur Acad
Dermatol Venereol. 2015;29:61944.
2. Zouboulis CC, Tsatsou F. Disorder of the Apocrine Sweet Glands. Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8 th
edition. New York: Mc Graw Hill. 2012: 953-9.
3. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Deep Folliculitis in Dermatology, 3 rd Edition.
Elsevier: 2012: 583-585.
4. Czop BB, Hadasik K, Wciso LB. Acne inversa: difficulties in diagnostics and therapy.
Postep Derm Alergol. 2015;32(4):296-301
5. Hay RJ, Adriaans BM. Bacterial Infection. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C.
Rooks Textbook of Dermatology 8th edition. UK: Blackwell Science. 2010;30: 79-82.
6. James WD, Berger TG, and Elston DM. Acne in Andrews Disease of the Skin Clinical
Dermatology, 11st edition. Philadelphia: saunders Elsevier. 2011:239-240.

12

7. Lim, ZV. Oon HH. Management of Hidradenitis suppurativa in Patients with Metabolic
Comorbidities. Ann Dermatol. 2016;28(2):147.
8. Prens E, Deckers I. Pathohysiology of hidradenitis suppurativa: An update. J Am Acad
Dermatol. 2015; 73(5):S8-11
9. Wollina U, Koch A , Heinig B, Kittner T, Nowak A. Acne inversa (Hidradenitis
suppurativa): A review with a focus on pathogenesis and treatment. Indian Dermatol
Online J. 2013;4(1):2-11.
10. Wolff K, Johnson RA. Disorder Presenting in the Skin and Mucous Membranes in
Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology, 6 th Edition. Mc Graw Hill,
2009:16-19.
11. Margesson LJ, Danby FW. Hidradenitis suppurativa. Elsevier. 2014;28:1013-27
12. Sartorius K, Emtestam L, Jemec GB et al. Objective scoring of hidradenitis suppurativa
reflecting the role of tobacco smoking and obesity. Br J Dermatol. 2009;161: 831839.
13. Kimball AB, Kerdel F, Adams D et al. Adalimumab for the treatment of moderate to
severe hidradenitis suppurativa: a parallel randomized trial. Ann Intern Med. 2012;157:
846855.

13

Vous aimerez peut-être aussi