Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prevalensi gangguan kesehatan jiwa di Indonesia menurut hasil
studi Bahar dkk (1995) adalah 18.5%, yang berarti dari 1000 penduduk
terdapat sedikitnya 185 penduduk dengan gangguan kesehatan jiwa atau
tiap rumah tangga terdapat seorang anggota keluarga yang menderita
gangguan kesehatan jiwa. Jika hasil studi ini dapat dijadikan dasar, maka
tidak dapat dipungkiri bahwa telah terjadi peningkatan angka gangguan
kesehatan jiwa/gangguan emosional yang semula berkisar antara 20-60 per
1000 penduduk, seperti yang tercantum pada Sistem Kesehatan Nasional.
Khusus untuk anak dan remaja masalah kesehatan jiwa perlu
menjadi fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia,
mengingat anak dan remaja merupakan generasi yang perlu disiapkan
sebagai kekuatan bangsa Indonesia. Jika ditinjau dari proporsi penduduk,
40 % dari total populasi terdiri dari anak & remaja berusia 0-16 tahun, tiga
belas persen dari jumlah populasi ini adalah anak berusia di bawah lima
tahun (balita). Ternyata 7-14 % dari populasi anak dan remaja mengalami
gangguan kesehatan jiwa, termasuk antara lain anak dengan tunagrahita,
gangguan perilaku, kesulitan belajar, dan hiperaktif. Sebanyak 13,5 %
anak balita merupakan kelompok usia berisiko tinggi mengalami gangguan
perkembangan, sementara 11,7 % anak prasekolah berisiko tinggi
mengalami gangguan perilaku.
keperawatan
jiwa
akan
maksimal
apabila
perawat
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Sudut Pandang Gangguan Jiwa pada Anak dan Remaja
C.
2.
ini
meliputi:
mencuri,
berbohong,
menggertak,
mengasuhnya.
4. Skizofrenia
a. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejalagejalanya dapat meneyerupai gangguan pervasive, seperti autisme.
walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit,
namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b),
zat,
menyembunyikan
atau
berbohong
tentang
penggunaan zat.
D.
untuk
b.
c.
Farmakoterapi
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi
psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan
remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
1. Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja memengaruhi jumlah
dosis, respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
2. Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat
memengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil
yang tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
jiwa,
riwayat
masalah
fisik
dan
psikologis
serta
pengobatannya.
2. Catat pola pertumbuhan dan perkembangan anak dan bandingkan
dengan alat standar, seperti The Developmental Screening Test dan
versi yang sudah direvisi (Wong, 1997).
3. Catat bukti pencapaian tugas perkembangan yang sesuai bagi anak atau
remaja.
4. Lakukan pemeriksaan fisik pada anak atau remaja, catat data normal
atau abnormal.
melaksanakan
tindakan
keperawatan
yang
sudah
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(here and now), menilai diri sendiri ( kemampuan interpersonal,
b.
c.
d.
Tempatkan diri sebagai pihak yang netral, jangan memihak orang tua
atau anak.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
anak
atau
remaja
dengan
gangguan
perkembangan pervasive :
a.
b.
c.
Mempertahankan
konsistensi
pengasuh
anak
di
d.
mengidentifikasi
perasaannya,
berkaitan
berbagai
dengan
dan
hal
tinggal
mendiskusikan
dan
masalah
bersama
anak
yang
yang
Mengalihkan
perhatian
anak
bila
ansietasnya
Berikan
medikasi
stimulan
di
pagi
hari
guna
c.
d.
jiwa
untuk
memastikan
penempatan
Buat
batasan-batasan
yang
tegas,
jelas,
dan
c.
d.
Dorong
klien
mengekspresikan
kemarahannya
e.
f.
4.
b.
strategi
kognitif
dalam
mendiskusikan
pada
gangguan
klien
mood,
dan
keluarganya
penyebab,
tentang
gejala,
dan
pengobatannya.
b.
c.
Gunakan
tindakan
kognitif
dalam
mengatasi
e.
6.
Untuk
anak
atau
remaja
dengan
gangguan
penyalahgunaan zat :
a.
b.
c.
keadaan bersih
tanpa penyalahgunaan.
d.
b.
b.
c.
d.
Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang
baru.
efektivitas
intervensi
keperawatan
yang
dilakukan:
a.
Klien
dan
keluarganya
menunjukkan
perbaikan
keterampilan koping.
b.
c.
d.
e.
f.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai
dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti,
gejala-gejala obsesif atau tindakan komplusif, atau kedua-duanya, harus
ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut.
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif-kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi)
dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan beik apabila
kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang
bersifat periodik.
B.
Saran
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa
sebagai bekal ketika praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di rumah
sakit jiwa, dan mampu melakukannya secara komperhensif dan sesuai
teori.