Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA
48 TAHUN DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2, KAKI DIABETIK REGIO
CALCANEUS SINISTRA GRADE IV PEDIS, DAN ANEMIA
BERAT NORMOSITIK NORMOKROMIK
Diajukan untuk memenuhi tugas Komprehensif
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Disusun oleh :
Pratiwi Assandi
22010113210158
Dokter Pembimbing :
dr. Muflichatun
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
Fakultas
Judul

:
:
:
:

Pratiwi Assandi
22010223210158
Kedokteran Umum
Seorang Wanita 48 Tahun dengan Diabetes Melitus Tipe 2,
Kaki Diabetik Regio Calcaneus Sinistra Grade IV PEDIS,

Pembimbing

dan Anemia Berat Normositik Normokromik


: dr. Muflichatun

Rembang, 20 Agustus 2015

Pembimbing,
dr. Muflichatun

BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab


kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum
tuntas, sehingga Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat.
Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi
diabetes melitus tipe 2. Diduga penyebab masalah ini adalah perubahan gaya
hidup dan urbanisasi yang terus meningkat pada milenium ini.1
Dari sekitar 50% penyandang diabetes melitus yang telah terdiagnosis di
Indonesia, hanya dua pertiga yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis
dan farmakologis, serta hanya sepertiganya yang terkendali dengan baik.1 Lima
belas persen penderita diabetes melitus dengan glukosa darah yang tidak
terkendali cenderung mengalami komplikasi ulkus kaki diabetik dan enam
persennya mengalami hospitalisasi sepanjang masa hidupnya. Berdasarkan
beberapa penelitian epidemiologi, baik di negara berkembang maupun negara
maju, tren ini akan semakin meningkat.2
Pasien diabetik dengan glukosa darah yang tidak terkendali rentan
terhadap infeksi, sebaliknya infeksi juga dapat memperburuk kendali glukosa
darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa negara, ulkus kaki
diabetik terinfeksi merupakan penyebab utama perawatan di rumah sakit dan
amputasi pada pasien diabetik.2
Pasien dengan ulkus kaki diabetik memerlukan asesmen khusus sehingga
dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat untuk mengatasi infeksi serta
mengendalikan glukosa darah. Selain itu, karena perjalanan penyakit kaki diabetik
dipengaruhi oleh banyak faktor, maka perlu juga dilakukan pencegahan risiko
kaki diaberik sejak dini, sehingga didapatkan hasil yang optimal dan mengurangi
kejadian kambuh di kemudian hari.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Diabetes melitus1,3,4

3.1.1

Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya.
3.1.2

Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai berikut:

Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut:
-

Tipe 2

Autoimun

- Idiopatik
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan

Tipe lain

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.


Defek genetik fungsi sel beta
-

Defek genetik kerja insulin

Penyakit eksokrin pankreas

Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia

Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan

DM
Diabetes melitus
gestasional
4

3.1.3

Diagnosis1,5,6,7
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (pemberian glukosa yang setara dengan 75
gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air) > 200 mg/dl (11,1
mmol/L)
Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala lain dapat berupa: lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus
vulvae pada wanita.

3.1.4

Penatalaksanaan1,6,7
Penatalaksanaan diabetes melitus meliputi 5 pilar, yaitu:

1. Gaya hidup sehat


Yang dimaksud dengan gaya hidup sehat adalah mengubah kebiasaan
hidup sehari-hari menjadi lebih sehat, misalnya dengan mengurangi kebiasaan
yang menjadi faktor risiko terjadinya diabetes melitus, seperti merokok,
menjaga emosi tetap stabil, termasuk pula perbaikan dalam kehidupan sosial,
seperti meluangkan waktu dengan keluarga dan teman, serta rekreasi.
2. Perencanaan makan
Pada pasien dengan diabetes melitus, dianjurkan untuk membatasi
konsumsi karbohidrat hingga 45-65% total asupan energi, tetapi tidak boleh
kurang dari 130 gram/hari. Dianjurkan pula untuk makan makanan yang
berserat tinggi. Konsumsi lemak dan protein juga perlu dibatasi. Dapat
diberikan pemanis alternatif, seperti aspartam dan sakarin yang tidak berkalori,
namun pemberiannya tidak boleh melebihi batas aman.
Kebutuhan kalori pada pasien diabetes dapat diperhitungkan melalui
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau
dikurangi beberapa faktor: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan
lainnya.
Perhitungan berat badan ideal dapat dihitung dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi atau menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh:
Brocca yang dimodifikasi:
-

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

Untuk pria dengan tinggi badan kurang dari 160 cm dan wanita kurang
dari 150 cm, dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal = (TB dalam cm 100) x 1 kg


BB normal : BB ideal + 10%
Kurus

: < BB ideal 10%

Gemuk

: > BB ideal + 10%

Indeks Massa Tubuh:


IMT = BB (kg)/ TB (m2)
BB kurang : <18,5
BB normal : 18,5 - 22,9
BB lebih

: >23,0

3. Olahraga
Kegiatan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit. Selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat
memperbaiki kendali glukosa darah. Kegiatan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan yang bersifat aerobik, seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
4. Farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan:
I.Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
-

Sulfonilurea
Efek utamanya adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan
berat badan normal dan kurang, namun untuk menghindari
hipoglikemia sebaiknya tidak diberikan pada orang tua, pasien
dengan gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi, serta penyakit
kardiovaskular.

Glinid
Cara kerjanya sama dengan sulfonilurea. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat, yaitu Repaglinid dan Nateglinid. Obat ini
diabsorpsi dengan cepat dan diekskresi secara cepat melalui hati
sehingga dapat digunakan untuk mengatasi hiperglikemia post
pandrial.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin:


Obat yang bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas
terhadap insulin adalah golongan Tiazolidindion yang akan berikatan
dengan Peroxisome Proliferator Activator Receptor Gamma (PPAR-g),
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Tiazolidindion
dikontraindikasikan bagi pasien dengan gagal jantung karena dapat
memperberat edema/ retensi cairan, juga mengganggu faal hati.
c. Penghambat glukoneogenesis
Metformin memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes yang gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dl) dan hati, serta pasien dengan
kecenderungan hipoksemia. Efek samping metformin adalah mual,
sehingga sebaiknya diberikan saat atau sesudah makan.
d. Penghambat absorpsi glukosa
Acarbose mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia, efek sampingnya yang paling
sering adalah kembung dan flatulens.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan hormon yang
dihasilkan sel L di mukosa usus bila ada makanan masuk saluran
pencernaan, fungsinya sebagai perangsang kuat penglepasan insulin
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun, GLP-1 secara
cepat diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi
metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun
pada diabetes melitus tipe 2, peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat

ditingkatkan dengan memberikan obat yang menghambat kinerja enzim


DPP-4.
II.

Suntikan
a. Insulin
Indikasi pemberian insulin:
-

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali dengan


perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi:


-

Insulin kerja cepat (rapid acting)

Insulin kerja pendek (short acting)

Insulin kerja menengah (intermediate acting)

Insulin kerja panjang (long acting)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed)

Efek samping terapi insulin:


-

Hipoglikemia

Reaksi imunologi

b. Agonis GLP-1
Suntikan agonis GLP-1 merangsang penglepasan insulin tanpa
menimbulkan hipoglikemia maupun peningkatan berat badan, bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah
menghambat

penglepasan

glukagon

yang

berperan

dalam

gukoneogenesis dan memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek


samping yang timbul adalah rasa sebah dan muntah.
5. Cangkok

pankreas

3.1.5

Kriteria Pengendalian DM

10

Untuk pasien berusia lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran


kendali glukosa darah dapat lebih tinggi (puasa 100-125 mg/dl dan sesudah
makan 145-180 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain.
Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk
mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.
3.1.6

Komplikasi
Komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi komplikasi akut dan kronik,

sebagai berikut:
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ditandai dengan peningkatan glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dl) disertai adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-720 mOs/ml) dan terjadi peningkatan
anion gap.
b. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma

11

sangat meningkat (300-380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap normal
atau sedikit meningkat.
c. Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dl. Gejala
hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak
keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun hingga koma).
2. Komplikasi Kronik
a. Makroangiopati
-

Stroke

Penyakit jantung iskemik

Penyakit arteri perifer

b. Mikroangiopati
-

Retinopati diabetik

Nefropati diabetik

c. Neuropati
3.2

Kaki diabetik

3.2.1

Diagnosis
Diagnosis kaki diabetik ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan gejala klasik diabetes melitus


dan didapatkan riwayat luka bernanah dan berbau pada kaki serta tanda-tanda
inflamasi.
3.2.2

Klasifikasi

Berdasarkan Konsensus Internasional Kaki Diabetik 2003, klasifikasi kaki


diabetik yang dianjurkan adalah:9,10

P : Perfusi ( grade 1, 2 , 3)

E : Ekstensi

D : Depth/dalam (grade 1,2, 3)

I : Infeksi (grade 1,2, 3, 4)

S : sensasi (grade 1,2)


12

a. Perfusi
Grade
I

Uraian
Pulsasi a. dorsalis pedis & a. tibialis

Gejala dan tanda PAD (-)


II

posterior teraba. ABI normal

Gejala dan tanda PAD (+),

Claudicatio (+)

iskemia (-)
III

ABI < 0,9

PAD dan iskemia (+)

ABI < 0,9


Sistolik ankle < 50 mmHg
Sistolik Toe < 30 mmHg

b. Ekstensi/Ukuran, dinilai dengan mengukur luka dalam sentimeter.


c. Depth/Tissue loss
Grade
I
II
II

Uraian
Ulkus superfisial, tidak merusak dermis
Ulkus dalam menembus fascia sampai tendon atau otot
Ulkus dalam sampai menembus tulang

d. Infeksi
Grade
I
II
III
IV

Uraian
Gejala dan tanda infeksi (-)
Infeksi superfisial dan subkutan
Edema, eritema < 2 cm
Infeksi lebih dalam, edema dan eritema > 2 cm, infeksi sistemik (-)
Infeksi lebih dalam, edema dan eritema > 2 cm, infeksi sistemik
(+), SIRS (+)

e. Sensation
Grade
I
II

Uraian
Sensasi masih baik
Test Monofilament 10 gr (-)
Test Garpu tala (-)

13

Berikut klasifikasi Wagner yang juga sering digunakan untuk klasifikasi ulkus
diabetik:
Grade
Lesi
1
Ulkus diabetik superfisial
2
Perluasan ulkus yang melibatkan ligamen, tendon, kapsul sendi atau
fascia dengan atau tanpa abses atau osteomielitis
Ulkus dalam dengan abses dan osteomielitis
Gangren di bagian depan kaki
Perluasan gangren pada kaki

3
4
5
3.2.2

Komplikasi1,8
Pada pasien dengan infeksi kaki diabetik harus diwaspadai terhadap tanda-

tanda osteomyelitis. Faktor risiko terjadinya osteomyelitis pada pasien dengan


infeksi kaki diabetik adalah :9
a. Luka yang tidak sembuh setelah perawatan 6 minggu
b. Deformitas pada kaki berupa pembengkakan (swollen) dan kemerahan
c. Tampak tulang atau pada palpasi teraba tulang
d. Luka dengan luas > 2 cm2 atau dengan kedalaman > 3 mm
e. Laju endap darah > 70 mm/jam
f. Gambaran radiologis menunjukkan osteomyelitis
3.2.3 Penatalaksanaan1,8
Alur penatalaksanaan pasien dengan infeksi kaki diabetik adalah sebagai
berikut :

14

Manajemen yang efektif untuk infeksi kaki diabetik adalah dengan


pemberian antibiotik empiris, bedah debridement reseksi jaringan mati, perawatan
luka, dan mengkoreksi abnormalitas metabolik.
Berikut adalah daftar terapi antibiotik berdasarkan derajat infeksi:
Edukasi yang diberikan pada pasien adalah menjaga luka agar tetap kering,
tidak terkena air, dan menghindari terjadinya luka yang baru. Selain itu pasien
juga diminta untuk teratur mengontrol gula darah karena gula darah yang baik
akan mempercepat penyembuhan luka dan dapat mengeradikasi infeksi.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:
Nama
Infection

: Ny. SW
Probable pathogen(s)

Alternative

Mild

Staphylococcus
aureus Oral Dicloxacillin
(MSSA); Streptococcus spp Oral Clindamycin
Oral Cephalexin
Oral Levofloxacin
Oral Amoxicillin-calvulanate
Oral Doxycicline
Oral
MRSA
Trimethoprim/Sulfamethoxazole

Moderate (oral
or parenteral)
or Severe
(parenteral)

MSSA; Streptococcus spp;


Enterobacteriaceae;
obligate anaerob

MRSA
Pseudomonas aeruginosa

Levofloxacin
Cefoxitin
Ceftriaxone
Ampicillin-Sulbactam
Moxifloxacin
Ertapenem
Tigecycline
Levofloxacin or ciprofloxacin
with clindamycin
Imipenem-cilastatin
Vancomycin, ceftazidime,
cefepime, peperacillin,
tazobactam, aztreonam,
carbapenem
15
Linezolid
Daptomycin
Vancomycin
Piperacillin-tazobactam

Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar

:
:
:
:
:
:
:

48 tahun
Wanita
Sulang
Islam
7 Agustus 2015
13 Agustus 2015

Anamnesis
Keluhan Utama :
Luka pada kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
+ 1 bulan pasien mengeluh luka di tumit kaki kiri yang semakin hari semakin
melebar, luka diawali dengan luka bakar akibat menggunakan alat terapi panas
tanpa alas kaki. Awalnya hanya berupa kemerahan dan bengkak namun semakin
lama muncul luka melepuh dan keluar cairan bening, pasien mengobati luka
dengan obat merah dan salep dari dokter namun tak kunjung sembuh, luka
mengelupas dan muncul nanah. Pasien tidak merasa nyeri, jari-jari dan telapak
kaki kiri pasien terasa baal sejak + 3 bulan diawali dengan sering kesemutan + 1
tahun sebelumnya, sedangkan jari-jari dan kaki kanan masih bisa merasa namun
sering kesemutan. Pasien kesulitan dalam beraktivitas dan berjalan. Demam (+) 2
hari agak tinggi, mual (-), muntah (-), lemas (+), sering merasa lapar (+), sering
merasa haus (+), sering kencing malam hari (+) >3x dengan jumlah urin cukup,
penurunan berat badan (+), pandangan mata kabur (+), kaki dan tangan kesemutan
(+), gatal-gatal di badan (-), batuk (-), sesak napas (-), nyeri dada (-), sering gatal
di daerah kemaluan (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Karena pasien merasa
khawatir, pasien memeriksakan diri ke RSUD dr. R. Soetrasno Rembang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat kencing manis + 10 tahun, rutin kontrol ke dokter spesialis penyakit


dalam dan diberi obat 3 macam pasien lupa nama obatnya

Riwayat darah tinggi disangkal

16

Riwayat kolesterol tinggi disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat luka di kaki sebelumnya (+) di ibu jari kaki kanan dan kiri
mengelupas dengan warna kehitaman, sudah diobati, dan saat ini sudah
kering

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga kencing manis (+) ayah pasien

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat sakit jantung dan stroke disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien bekerja sebagai pegawai negeri, memiliki 3 orang anak yang sudah
mandiri. Biaya pengobatan ditanggung BPJS Non PBI. Kesan sosial ekonomi
cukup.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda vital
TD
N
RR
Suhu
Status gizi
BB
TB
BMI
Kesan
Kepala

: lemah
: compos mentis, GCS: E4M6V5=15
:
:130/70 mmHg
: 100 x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup
: 22 x / menit, napas Kussmaul (-)
: 38,20 C (axiller)
:
: 47 kg
: 150 cm
: 20,88 kg/m2
: normoweight
: turgor dahi cukup

Mata

: konjungtiva palpebra pucat (+/+), edema palpebra (-/-),


sklera ikterik (-/-), visus (5/6 ; 1/6)

17

Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher

: sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)


: sekret (-), epistaksis (-), napas cuping hidung (-)
: bibir sianosis (-), pursed lip breathing (-/-), lidah kotor (-)
: tonsil T1-1, faring hiperemis (-)
: JVP tidak meningkat, deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar
getah bening(-/-)
:

Dada
Jantung
Inspeksi
Palpasi

: iktus kordis tak tampak


: iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea mid clavicula
sinistra, kuat angkat (-), melebar (-),thrill (-)
: konfigurasi jantung dalam batas normal
: heart rate 100x/menit, reguler, bunyi jantung I-II normal,
bising (-), gallop (-)

Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi

: simetris saat statis dan dinamis, retraksi epigastrial (+), retraksi


Interkostal (+), retraksi supraklavikular (-)
: stem fremitus dextra = sinistra
: sonor seluruh lapangan paru
: SD: vesikuler; ST (-)
:

Palpasi

: datar, venektasi (-)


: bising usus (+) normal
:
timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area troube
:

timpani
supel, nyeri tekan (-), hepar tak teraba, lien tak teraba

Ekstremitas

Superior

Inferior

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

<2" / <2"

<2" / >2"

Pucat

-/-

-/-

Clubbing finger

-/-

-/-

Capillary refill

Pulsasi a. dorsalis pedis dan a. poplitea

+/+

18

Status Lokalis:
Regio calcaneus sinistra
Inspeksi
: ulkus (+), dasar otot dan tendo, vesikel (+), darah (+), pus (+)
Palpasi
: pulsasi (+), sensibilitas (-)
Klasifikasi PEDIS:
Ulkus Diabetik Calcaneus Sinistra

Letak
Perfussion

tumit kaki kiri


a.dorsalis pedis +/+

Extend

7cm x 10cm

Depth

2 cm, dasar otot dan tendo

Infection
Sensation

Pus (+)
Nyeri (-)
Sensibilitas pedis dextra (-)

Kesan: Kaki Diabetik Grade IV PEDIS


Klasifikasi Wagner:
Kaki Diabetik Regio Calcaneus Sinistra Wagner III
Ulkus dalam hingga otot dan tendo dengan tanda-tanda infeksi.
Pemeriksaan Penunjang (7 Agustus 2015):
Item

Nilai

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

7,4 (L)

g/dl

11,7-15,5

Hematokrit

20,7 (L)

35-47

Eritrosit

2,5 (L)

juta/mmk

4,0-5,2

MCH

30,2

Pg

26-34

MCV

84

Fl

80-100

MCHC

35,8

g/dl

32-36

Leukosit

17,7 (H)

ribu/mmk

3.6-11

19

Trombosit

272

ribu/mmk

150-400

RDW

13,1

4,4-5,9

MPV

fL

6,8-10

317 (H)

mg/dl

70-11

Kimia klinik
Glukosa sewaktu

Daftar Abnormalitas:
1. Luka di kaki kiri
2. Baal (+)
3. Sering kesemutan (+)
4. Lemas (+)
5. Sering merasa lapar (+)
6. Sering merasa haus (+)
7. Kencing malam hari >3x (+)
8. Penurunan berat badan (+)
9. Pandangan mata kabur (+)
10. Demam (+)
11. Riwayat DM (+) + 10 tahun
12. RR 22 x/menit
13. Suhu tubuh 38,2oC (axiller)
14. Konjungtiva palpebra pucat (+/+)
15. HR 100 x/menit
16. Kaki diabetik regio calcaneus sinistra grade IV PEDIS
17. Anemia berat normositik normokromik
18. Leukositosis
19. Hiperglikemia
Daftar Problem:
N
o
1.

2.

Masalah aktif
Diabetes melitus tipe 2
(2,3,4,5,6,7,8,9,11,19)
Kaki diabetik regio calcaneus
sinistra grade IV PEDIS

Tgl

Masalah pasif

Tgl

7-8-15

7-8-15

(1,2,10,12,13,15,16,18)

20

N
o
3.

Masalah aktif
Anemia berat normositik
normokromik (2,14,17)

Tgl

Masalah pasif

Tgl

7-8-15

Diagnosis Kerja:
1. Diabetes melitus tipe 2
2. Kaki diabetik regio calcaneus sinistra grade IV PEDIS
3. Anemia berat normositik normokromik
Rencana Terapi
Problem 1. Diabetes melitus tipe 2
Ip Dx : GD I/II
HbA1C
Funduskopi
Profil lipid
Faal ginjal (Ur, Cr, asam urat)
Elektrolit (Na, K, Ca)
Ip Tx : Infus RL 20 tpm
Injeksi insulin 3 x 6 s.c., a.c.
IpMx : Cek GDS tiap pagi
Konsul gizi
IpEx :
1. Menjelaskan kepada keluarga penderita

tentang

penyakitnya

dan

kemungkinan komplikasi yang dapat timbul.


2. Menjelaskan rangkaian pemeriksaan dan pengobatan yang akan dilakukan
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai hubungan antara penyakit satu
dengan yang lainnya.

Problem 2. Kaki diabetik regio calcaneus sinistra grade IV PEDIS


Ip Dx : Pengecatan, kultur, dan tes resistensi kuman pus dasar luka
X-foto pedis sinitra
Ip Tx :
1. Injeksi ceftriaxone 2g/24 jam i.v.
2. Cilostazol 50 mg/12 jam p.o.
3. Rawat luka tiap hari
4. Konsul bedah untuk debridement

21

IpMx : Kondisi luka


Tanda osteomyelitis
IpEx

1. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai hubungan antara penyakit satu


dengan yang lainnya
2. Menjaga luka agar tetap bersih
3. Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga agar luka tetap kering dan jangan
terkena air
4. Menjelaskan kepada pasien bahwa gula darah harus terkontrol
5. Menjelaskan kepada pasien menjaga kebersihan dan higienitas dari kedua
kaki, alas kaki, dan perawatan (tidak boleh ada luka)
6. Menjelaskan kepada pasien ganti balut dan rawat luka dilakukan setiap pagi

Problem 3. Anemia Berat Normositik Normokromik


Ip Dx : Gambaran darah tepi, retikulosit, serum Fe, TIBC, feritin.
Ip Rx : Pro transfusi PRC 2 sampai Hb > 10 g/dl
Mx
: Cek darah ulang post transfusi
Ex :
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pasien mengalami anemia berat dan
komplikasinya.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan darah
lanjutan untuk mencari penyebab anemia.
3. Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan transfusi
darah untuk mengatasi anemia.
4. Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai hubungan antara penyakit
satu dengan yang lainnya.

22

BAB IV
PEMBAHASAN
Problem 1. Diabetes melitus tipe 2 10 Tahun
Penegakan diagnosis diabetes melitus tipe 2 didasarkan atas anamnesis dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien ini didapatkan polifagia,
polidipsia, poliuria, dan penurunan berat badan. Gejala tidak khas juga
didapatkan, yaitu lemas, kesemutan, baal, dan pandangan mata kabur. Pasien juga
telah didiagnosis diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu dan mendapatkan
terapi obat minum, serta kontrol glukosa darah teratur di dokter spesialis. Pada
pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan hasil 317 mg/dl. Dari hasil
pemeriksaan tersebut, maka pasien dapat didiagnosis sebagai diabetes melitus.
Berat badan ideal untuk pasien ini menurut Rumus Brocca adalah 90% x
(150-100) x 1 kg = 45 kg + 10%, yaitu 40,5 kg hingga 49,5 kg. Kebutuhan kalori
untuk pasien ini sebesar 25 kkal/kgBB, ditambah 20% untuk aktivitas fisik ringan
dan dikurangi 10% pada usia 40-59 tahun. Perhitungannya adalah = (25 kkal x 45
kg) = 1125 kkal. Kemudian ditambah 20% = 1125 + 225 = 1350 kkal. Karena
berusia 48 tahun kemudian dikurangi 10% = 1125-112,5 = 1237,5 kkal.
Kebutuhan protein dipenuhi dengan 1gr/kgBB/hari karena pasien tidak memiliki
penurunan fungsi ginjal yang membutuhkan pengurangan dosis protein per
harinya. Hal ini perlu dikonsultasikan dengan bagian gizi untuk mengoptimalkan
terapi pada pasien.

23

Edukasi yang sesuai untuk pasien ini adalah asupan nutrisi yang sesuai
untuk diabetes melitus, mengurangi asupan yang manis, dan menghabiskan diet
dari rumah sakit. Aktivitas reguler penting pada pasien diabetes, tetapi karena
pasien memiliki ulkus pada kaki kiri maka pasien disarankan istirahat dan
mengurangi tekanan pada kaki kiri (non-weight bearing).
Pemberian kombinasi 3 OHO sebelumnya pada pasien ini tidak optimal,
terbukti dari kendali glukosa yang buruk setelah konsumsi rutin. Pada pasien ini
diberikan terapi insulin secara intravena sebanyak 3 kali sehari, setiap kali
pemberian sebanyak 6 unit, dan diberikan secara subkutan sesaat sebelum makan.
Problem 2. Kaki Diabetik Regio Calcaneus Sinistra Grade IV PEDIS
Pasien didiagnosis sebagai kaki diabetik. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan gejala klasik diabetes melitus dan didapatkan riwayat luka bernanah
dan berbau serta tanda-tanda inflamasi.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis ulkus pada regio calcaneus sinistra
berukuran 7x10 cm dengan dasar luka otot dan tendo, terdapat vesikel, darah,
nanah, masih dengan ukuran 7x10 cm pada regio calcaneus pedis dekstra, dasar
luka otot dan tendo, pada luka masih didapatkan pulsasi, tetapi tidak didapatkan
sensibilitas. Untuk memastikan ada tidaknya komplikasi osteomielitis perlu
dilakukan x-foto pedis sinistra.
Pada pasien ini didapatkan derajat infeksi severe sehingga diberikan
antibiotik Ceftriaxone. Pasien ini belum dilakukan kultur pada pus sehingga
belum diketahui secara pasti etiologi kuman.
Edukasi yang diberikan pada pasien adalah menjaga luka agar tetap kering,
tidak terkena air, dan menghindari terjadinya luka yang baru. Selain itu pasien
juga diminta untuk teratur mengontrol gula darah karena gula darah yang baik
akan mempercepat penyembuhan luka dan dapat mengeradikasi infeksi.
Problem 3. Anemia Berat Normositik Normokromik
Diagnosis anemia berat normositik dan normokromik ditegakkan
berdasaran anamnesis pasien merasa lemah, pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva palpebra pucat, dan pemeriksaan penunjukkan menunjukkan nilai Hb

24

7,4 g/dl, MCV 84 fl, dan MCH 30,2 pg, sehingga pasien ini diberikan transfusi
darah dengan target nilai Hb > 10 g/dl.
Anemia normositik normokromik pada pasien ini dapat disebabkan karena
perdarahan maupun akibat penyakit kronik, khusunya infeksi dari ulkus diabetik
regio calcaneus sinistra. Maka dari itu untuk menyingkirkan penyebab anemia
dilakukan pemeriksaan darah berupa gambaran darah tepi, retikulosit, serum Fe,
TIBC, feritin, hitung jenis. Pada anemia penyakit kronik akan didapatkan serum
Fe yang menurun, TIBC menurun, transferin menurun, dan feritin serum yang
meningkat.9,10 Adanya gangguan dalam pembebasan besi sel yang mengakibatkan
berkurangnya penyediaan eritroblas, namun deposit besi yang bertambah. Adanya
hipoforemia yang menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespon terhadap
pemendekan masa hidup eritrosit dan berkurangnya eritropoietin. Hipoforemia
terjadi karena iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan
mediator leukosit endogen dari proses inflamasi.11,12,13

25

DAFTAR PUSTAKA
1. PERKENI. Konsensus Pengelolan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia, 2011.
2. Suhartono T, Pemayun TGD, Nugroho KH. Naskah Lengkap Kursus
Manajemen Holistik Kaki Diabetik. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 2007.
3. Longo, Fauci, et al. Diabetes Mellitus Dalam: Harrisons Principles of
Internal Medicine 18th Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2012.
4. World Health Organization. Definition, Diagnosis, and Classification of
Diabetes Mellitus and Its Complications Report of a WHO Consultation (Part
1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus). 1999. Geneva:
Department of Noncommunicable Disease Surveillance.
5. ADA. Clinical Practice Recommendations: Report of the Expert Commite on
the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care,
USA,2007.
6. Tjokroprawiro A. Diabetes Melitus : Klasifikasi , Diagnosis, dan Terapi, Edisi
ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.
7. Manaf A. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam : Aru
W,dkk, editor, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keepat, Penerbit FK UI,
Jakarta,2006.
8. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 3. 2009. Jakarta: Interna Publishing.
9. Darmono. Life Style Modification for Diabetes Patients. Dalam: Suhartono T,
Pemayun TGD, Nugroho KH, editors. Naskah Lengkap Simposium Medical
Nutrition Therapy Update In Diabetes Mellitus. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2010
10. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus : Pengenalan dan
Penanganan Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi
Ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999.
11. Djokomoeljanto R, Darmono, Tony S. Kaki Diabetik: Patogenesis dan
Penatalaksanaan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang: 1997
12. Riyanto B. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors.
Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit
Dalam dalam ranngka Purna Tugas Prof.DR.dr. RJ Djokomoeljanto. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 1997.
13. Frykberb Robert G. Risk Factor, Pathogenesis and Management of Diabetic
Foot Ulcers. Des Moines University, Iowa, 2002.

26

27

Vous aimerez peut-être aussi