Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Quran adalah kalam Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. ia merupakan sumber pokok dalam ajaran Islam
sekaligus sebagai way of life bagi umatnya. Darinya mengalir semua
ajaran yang menjadi pedoman dan petunjuk hidup manusia supaya
bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Al-Quran mempunyai kedudukan istimewa dan sangat penting,
yaitusebagai sumber nilai yang absolut yang eksistensinya tidak
mengalaminya perubahan walaupun interpretasi mufassir bermacammacam sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan serta disiplin
ilmunya.
Menurut Abdullah Darraz yang dikutip oleh Quraish Shihab
(1992:16)

mengatakan

bahwa

al-Quran

bagaikan

intan,

setiap

sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang


terpancar dari sudut-sudut lain. Perbedaan ini pula yang menyebabkan
al-Quran menjadi sesuatu yang unik dan menakjubkan, sehingga para
mufassir

yang

cenderung

menginterpretasikan

terhadap

ayat-ayat

pendidikan

al-Quran

dari

mereka
sudut

akan

pandang

pendidikan. Begitu juga jika cenderung dengan psikologi atau sosiologi

atau disiplin ilmu lainnya, maka akan menginterpretasikannya dengan


kecenderungan tersebut.
Di antara sekian banyak petunjuk dan kandungannya, al-Quran
mengisyaratkan mengenai pendidikan Islam, khususnya mengenai
metode pendidikan melalui hukuman. Hal ini digambarkan Allah Swt.,
tentang Nabi Daud as, yang diperintahkan Allah supaya dalam
memberikan hukuman terhadap manusia harus dengan keadilan serta
bukan karena hawa nafsu.
Jika dikaitkan dalam dunia pendidikan, maka seorang pendidik
dalam

melaksanakan

pendidikan,

pendidikan

diantaranya

metode

selalu
dengan

menggunakan
pemberian

metode

hukuaman.

Penggunaan metode hukuman akan berhasil dengan baik yang pada


akhirnya tercapai tujuan pendidikan, jika hukuman tersebut diberikan
sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, penegakan syariat Allah dan
bukan hawa nafsu semata.
Pesan pendidikan yang disampaikan al-Quran kepada para
pendidik berkenaan dengan metode hukuman, di antaranya tercantum
dalam QS. Shaad ayat 26:

























(26 : )





Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)


di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan (Depag, 1992: 736).
Ayat di atas sebenarnya ditunjukan kepada Nabi Daud as. namun
dalam kapasitas beliau sebagai pendidik umat maka ayat tersebut
sangat berhubungan dengan dunia pendidikan Islam. Ayat di atas
terdapat lafadz fahkum yang merupakan sighat fiil amr dari masdar
hukmu yang berarti idaroh atau qiyadah (hukum atau peraturan)
Atabih Ali dan ahmad Zuhni, 1996: 786). Sehingga dapat dipahami
bahwa dalam mendidik perlu adanya hukuman yang akan mengatur
keberlangsungan pendidikan. Pendidikan akan berlangsung dengan baik
dan akan tercapai pada tujuan yang diharapkan jika penggunaan
metode hukuman sesuai dan tepat dengan yang diajarkan Allah dan
Nabi-Nya, yaitu dengan prinsip keadilan, penegakan syariat Allah dan
bukan karena hawa nafsu (Muhammad Ali ash-Shobuni, 1999: 56).
Rasulullah

pun

mengajarkan

akan

pentingnya

pemberian

hukuman bagi anak didik. Sebagaimana diteranhkan dalam hadits


Nabi:










( )


suruhlah anak-anakmu menjalankan shalat bilamana sudah berusia 7


tahun, dan bila sudah berusia 10 tahun pukullah ia (bila tidak
melakukan shalat) dan pisahkan tempat tidurnya.
Berdasarkan hadits Nabi di atas, dapat dipahami bahwa dalam
memberikan hukuman seyogyanya pendidik memberikan hukuman
secara bertahap, mulai dari yang paling ringan atau lunak hingga yang
paling berat, dengan memperhatikan nilai-nilai edukatif.
Nasih Ulwan (1999: 321) mengatakan bahwa hukuman dengan
memukul adalah sesuatu yang diterapkan oleh Islam. Dan ini dilakukan
pada tahap terakhir, setelah nasehat dan meninggalkannya. Tata cara
dan tertib ini menunjukkan bahwa pendidik tidak menggunakan
sesuatu yang lebih keras jika yang lebih ringan sudah bermanfaat.
Hukuman yang akan diberikan kepada orang yang melakukan
kesalahan, hendaklah tidak langsung dijatuhkan, tetapi dicari dulu
sebab-sebab
kesalahan

terjadi

pelanggaran

atau

diberikan

kesempatan

untuk

siswa

yang

memperbaiki

melakukan
diri

dari

kesalahan yang telah dilakukannya. Sebab tidak tertutup kemungkinan


siswa yang melanggar peraturan itu akan menyadari dan akan
menyelesali akan kesalahannya serta mempunyai kebulatan tekad
untuk memperbaiki dan tidak mengulangi kesalahan yang sama yang
pernah dilakukannya.
Siswa

yang

menyadari

dan

menyesali

kesalahan

serta

mempunyai itikad baik untuk memperbaiki kesalahan yang pernah

dilakukannya,

hendaknya

tidak

dijatuhi

hukuman.

Allah

Swt.,

berfirman:













(39 : )





Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah

melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya


Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Depag RI, 1992: 165)
Dengan demikian hukuman merupakan salah satu cara atau
metode mendidik yang bertujuan mengembalikan perbuatan yang
salah kepada jalan yang benar. Athiyah al-Abrasy (1990: 13)
mengatakan bahwa hukuman dalam pendidikan Islam adalah sebagai
tuntunan dan perbaikan, bukan sebagai hardikan atau celaan.
Namun fenomena-fenomena empirik tentang kesalahan yang
dilakukan oleh para pendidik dalam memberikan hukum bagi mereka
yang melanggar aturan menyebabkan gagalnya tujuan pendidikan
Islam.

Seperti

masih

banyak

ditemukan

para

pendidik

dalam

memberikan hukuman ketika proses belajar mengajar berlangsung,


mereka memberikan hukuman yang tidak sesuai. Hukuman yang
diberikan bukan karena pertimbangan untuk mendidik akan tetapi
menyengsarakan, bukan berdasarkan kasih sayang akan tetapi karena
luapan kemarahan.

Dari uraian di atas, permasalahan dari ayat ini menarik untuk


diangkat, karena Allah dan Nabi-Nya memberikan hukuman bagi para
pelanggar ajaran-Nya tentu ada maksud dan tujuan yang hendak
dicapai. Hal inilah yang mendorong penulis mengangkat permasalahan
ini guna digali dan dikaji implikasi paedagogis yang terkandung di
dalamnya

sebagai

salah

satu

bentuk

penelitian

ilmiah,

yakni

penerapan metode pendidikan melalui hukuman dalam proses belajar


mengajar

dari

nash

al-Quran

surat

Shaad

ayat

26

dengan

menggunakan metode ilmu pendidikan Islam sebagai pisau analisis.


Maka penulis merumuskan masalah penelitian ini ke dalam judul
penelitian Implikasi Paedagogis QS. Shaad Ayat 26 Tentang
Metode Pendidikan Melalui Hukuman Dalam Proses Belajar
Mengajar (Analisis Ilmu Pendidikan)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah
pokoknya adalah bagaimana menggunakan metode hukuman dalam
proses belajar mengajar yang baik menurut QS. Shaad ayat 26 supaya
tercapai

tujuan

pendidikan

Islam.

Agar

permasalahan

tidak

menyimpang dari pembahasannya, maka perlu dirumuskan rician yang


lebih spesifik sebagai berikut:
1. Apa esensi QS. Shaad ayat 26?

2. Bagaimana landasan teori tentang hukuman sebagai metode


pendidikan menurut para ahli pendidikan?
3. Bagaimana implikasi paedagogis QS. Shaad ayat 26 tentang
metode hukuman dalam proses belajar mengajar?
Untuk mempermudah penelitian ini, dipadang perlu diperjelas
kata implikasi paedagogis. Kata implikasi menurut Echol dan Shadily
(1995:313) berarti mengandung atau sesuatu yang tidak disebutkan
secara langsung. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka dalam QS.
Shaad ayat 26 mengandung sesuatu yang tidak disebutkan secara
langsung.

Sedangkan

paedagogis

berarti

pendidikan

(Ngalim

Purwanto, 1995: 3). Jadi yang dimaksud dengan implikasi paedagogis


adalah kandungan pendidikan yang tidak disebutkan secara langsung.
Implikasi paedagogis dalam QS. Shaad ayat 26 yakni perintah
kepada Nabi Daud agar memberikan hukuman terhadap manusia
dengan keadilan, syariat Allah dan bukan karena hawa nafsu yang
merupakan ibrah yang perlu dicontoh oleh para pendidik dalam
melaksanakan pendidikannya agar tercapainya tujuan pendidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan analisis adalah melakukan
pemeriksanaan secara teliti (Echol dan Shadily, 1995:28). Dalam hal ini
pemeriksaan terhadap makna yang terkandung dalam teks al-Quran.
Alat analisisnya adalah ilmu pendidikan Islam, yakni suatu disiplin ilmu
yang membicarakan tentang teori-teori pendidikan baik yang harmonis
maupun praktis.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui esensi QS. Shaad ayat 26.
2. Untuk mengetahui landasan teori tentang hukuman sebagai
metode pendidikan menurut para ahli pendidikan.
3. Untuk mengetahui implikasi paedagogis QS. Shaad ayat 26
tentang metode hukuman dalam proses belajar mengajar.
D. Kerangka Pemikiran
Islam sebagai agama ilahi yang mempunyai tujuan memberikan
rahmat keseluruh alam, sehingga dapat membimbing manusia untuk
dapat menjalankan kehidupan di muka bumi sesuai syariat Allah Swt.
Syariat Allah Swt. Yang diturunkan kepada umat manusia supaya
mereka beribadah kepada-Nya. Syariat Allah hanya bisa dilaksanakan
dengan cara mendidik diri, masyarakat dan bangsa sebagai suatu
generasi yang tunduk dan patuh untuk melaksanakan ajaran Allah Swt.
Syariat Allah mendidik manusia supaya menjadi hakim terhadap
seluruh

perbuatan

dan

tindakannya,

kemudian

tidak

keberatan

terhadap hukum yang telah diterapkan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya,
bahkan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya (Abdurrahman anNahlawi, 1989: 38). Untuk menjadikan manusia sebagai hamba Allah

yang taat dan tunduk kepada-Nya, manusia perlu dididik dengan


pendidikan Islam.
Menurut Marimba yang dikutip Ramayulis (1998: 4) pendidikan
Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukumhukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Sehingga pendidikan Islam merupakan
penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan taat kepada
Islam

dan

menerapkan

ajarannya

secara

sempurna

di

dalam

kehidupan individu dan masyarakat.


Dalam penataan individu, pendidikan mengarahkan manusia
agar manusia mempunyai kepribadian yang mantap dalam arti yang
dikembangkan itu bukan aspek kognitifnya saja tetapi afektif dan
psikomotornya juga. Dalam penataan sosial, pendidikan mengarahkan
manusia supaya mampu berperan dalam masyarakat sebagai anggota
masyarakat yang baik, di mana manusia bukan sebagai budak
masyarakat dan juga bukan sebagai manusia yang suka memaksakan
kehendaknya kepada orang lain, dengan perkataan lain bahwa
pendidikan

itu

mengarahkan

manusia

agar

mampu

mempertanggungjawabkan segala tingkah lakunya, baik itu kepada


dirinya sendiri ataupun masyarakat disekitarnya bahkan terhadap
Tuhan sekalipun.

Selanjutnya, supaya tercapainya tujuan pendidikan tersebut,


pelaksanaan pendidikan terselenggara melalui lingkungan sekolah dan
lingkungan

luar

sekolah.

Namun

pada

awalnya

pendidikan

itu

merupakan tanggung jawab pertama dari keluarga (orang tua), tetapi


karena perkembangan pengetahuan, sikap serta kebutuhan hidup
semakin luas dan rumit, maka orang tua mempercayakan pendidikan
anaknya ke lembaga pendidikan sekolah untuk mendidiknya supaya
lebih efektif, efesien dan ekonomis pelaksanaannya (Tafsir, 1999:75).
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi membantu
siswa dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan masyarakat yang
mempunyai segala pengetahuan untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya, sekaligus dapat menjalin hubungan yang harmonis
dengan masyarakat dan menjadikan siswa sebagai insan yang muslim,
mukmin dan muttaqin.
Agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik, maka diperlukan
adanya metode pendidikan. Metode pendidikan merupakan cara yang
digunakan dalam upaya mendidik sehingga tujuan pendidikan tercapai
dengan baik. Di antara sekian banyak metode pendidikan adalah
metode pendidikan melalui hukuman.
Ngalim Purwanto (1995:186) mengatakan bahwa hukuman ialah
penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi suatu

pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Sehingga metode hukuman


merupakan cara yang digunakan dalam upaya mendidik dengan
memberikan penderitaan yang diakibatkan pelanggaran, kejahatan
atau kesalahan yang telah diperbuatnya.
Sebagaimana firman Allah




(55 :)
Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum
mereka lalu Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut) (Depag
RI, 1992: 801).
Ketika Allah memberikan hukuman kepada hamba-hamba-Nya,
maka sudah barang tentu ia lebih mengetahui mengenai apa yang
diberikannya. Sehingga hukuman-Nya merupakan obat mujarab untuk
membersihkan kejahatan kaum perusak (Nasih Ulwan, 1999: 332).
Allah sebagai robb, tentunya mempunyai sifat pendidik. Setiap
pendidikan-Nya adlah untuk menjadikan manusia yang bertakwa,
sehingga dengan pendidikan tersebut dapat meningkatkan derajat
kemanusiaannya. Sebab dengan pendidikan, pola pikir dan tingkah
laku manusia diharapkan akan berubah ke arah yang lebih baik.
Hukuman dalam al-Quran berguna untuk memperbaoki jiwa
manusia. Maka jika dikaitkkan dalam dunia pendidikan, hukuman
kepada anak didik hendaklah menggunakan cara atau metode yang

baik, penuh kasih sayang. Sehingga pendidik harus berlaku bijaksana


dalam memilih dan menggunakan metode yang digunakannya yaitu
sesuai dengan tingkat anak dalam kecerdasan, kultur, kepekaan dan
pembawaannya.
Dalam al-Quran surat Shaad ayat 26 terdapat isyarat yang
mengarah pada metode pendidikan melalui hukuman, isyarat yang
terkandung di dalamnya berisi (1) pemberian hukuman harus dengan
prinsip keadilan, (2) Prinsip berdasarkan syariat Allah (3) pemberian
hukuman juga tidak mengikuti hawa nafsu.

Untuk lebih jelas kerangka pemikiran ini, penulis skemakan


sebagai berikut:
Penafsiran para mufasir





(26 : )


Konsep
Ilmu
Pendidikan
Islam
tentang
metode
hukuman
Pengertian
metode
hukuman
Prinsip-prinsip
metode
hukuman
Syarat-syarat
hukuman
yang paedagogis
Tujuan metode hukuman
Kelebihan dan kekurangan
metode hukuman

Implikasi Paedagogis QS. Shaad ayat


26 tentang Metode Pendidikan
Melalui Hukuman dalam Proses
Belajar Mengajar
E. Langkah-langkah Penelitian
Untuk membahas permasalahan tentang implikasi paedagogis
yang terkandung dalam QS. Shaad ayat 26 tentang metode pendidikan
melalui hukuman dalam proses belajar mengajar digunakan metode
dokumentasi atau studi kepustakaan. Secara rinci langkah-langkah
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
kualitatif. Jenis data kualitatif menurut Bog dan Taylor yang dikutip
Lexy J. Moleong (2000:3) adalah suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang atau perilaku yang diamati. Dalam penelitian ini, data kualiatif
didasarkan pada pendekatan penelitian kewahyuan. Penelitian dengan
pendekatan kewahyuan adalah pendekatan normatif yang didasarkan
pada teks suci seperi al-Quran, Hadits Nabi, Kitab perjanjian Lama dan
Baru (IAIN, 1987:3).
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir yang mmuat ulasan para
mufasir atas QS. Shaad ayat 26. Sedangkan sumber data sekundernya
adalah buku-buku pendidikan atau buku-buku lain yang berkaitan
dengan pembahasan dalam penelitian ini. Adapaun beberapa kitab
tafsir yang digunkan adalah
a. Adhwaul Bayan Quran fi Idhoh bi al-Quran, karya Muhammad
Amin bin Muhammad bin Mukhtar al-Jukni asy-Syatqithi
b. Aisi at-Tafsir, karya Abu Bakar Jabir al-Jazairi
c. An-Nukatu wal uyun Tafsir al-Mawardi, karya Abi Hasan Ali bin
Muhammad bin Habib al-Mawardi
d. Shofwatul al-Tafasir, karya Muhammad Ali Shobuni
e. Tafsir al-Baghawi, Karya Muhammad Husain bin Masud al-Farra alBaghawi

f.

Tafsir farid li al-Quran al-Majid, karya Muhammad Abdul Munim alJamal

g. Tafsir al-Azhar, Karya Abdul Malik Abdul Karim Amrullah


h. Tafsir Munir, Karya Wahbah al-Juhaili
i. Zubdat at-Tafsir min Fat al-Qodir, karya Muhammad Sulaeman
Abdullah al-Atsqari
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
a. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode book
research atau penelitian kepustakaan. Berdasarkan pada jenis
penelitian kualitatif, maka data yang diinventarisis adalah data
teoritik tertulis. Menurut Lexy J. Moloeng (2000:113) bahwa data
tertulis dapat berupa buku majalah ilmiah, arsip dan dokumen
pribadi
b. Teknik pengumpulan data
1) Mencari masalah
Masalah

yang

dikaji

dalam

penelitian

ini

berawal

dari

ketertarikan penulis untuk mengkaji ayat-ayat al-Quran yang


berkenaan

dengan

pendidikan.

Pada

akhirnya

ditemukan

masalah yang berkenaan dengan implikasi paedagogis QS.


Shaad ayat 26 tentang metode pendidikan melalui hukuman
dalam proses belajar mengajar. Penulis melihat banyaknya
fenomena kesalahan yang dilakukan para pendidik dalam

memberikan hukuman, seperti hukuman tidak relevan dengan


ajaran Islam. Untuk itulah sebagai mahasiswa yang sedang
mendalami ilmu pada institusi Islam yang berorientasi pada
keguruan, penulis merasa tertarik untuk mendalami tentang
masalah tersebut.
2) Merumuskan masalah
Dalam merumuskan masalah penelitian ini, penulis bertolak dari
pokok

masalah

yaitu

bagaimana

menggunakan

metode

pendidikan melalui hukuman dalam proses belajar mengajar


yang baik menurut QS. Shaad ayat 26 supaya tercapai tujuan
pendidikan. Penulis merinci pokok masalah penelitian ini ke
dalam tiga hal. Pertama, bagaimana sebenarnya penafsiran para
mufasir terhadap QS. Shaad 26. Kedua, bagaimana landasan
teori tentang hukuman sebagai metode pendidikan menurut ahli
pendidikan. Ketiga, bagaimana implikasi paedagogis QS. Shaad
ayat

26

tentang

metode

hukuman

dalam

proses

belajar

mengajar.
3) Mengidentifikasi masalah
Dalam hal ini penulis berupa untuk memilah dan memilih
masalah yang sesuai berkenaan dengan metode pendidikan
melalui hukuman.
4) Mencari sumber data

Sumber data yang dijadikan referensi oleh penulis adalah kitabkitab tafsir yang memuat ulasan mufasir atas QS. Shaad 26 dan
literatur-literatur

lain

yang

berhubungan

dengan

masalah

tersebut.
5) Menafsirkan tafsir yang berhubungan dengan masalah
6) Menganalisa makna al-Quran dari keterangan mufasir yang
telah ditetapkan, sehingga memperoleh gambaran mengenai
hukuman yang dijadikan sebagai metode pendidikan
7) Menganalisa

ayat

berdasarkan

teori

pendidikan

yang

memunculkan implikasi pendidikan dari ayat tersebut.


8) Membuat kesimpulan
Kesimpulan sebagai bagian akhir dari laporan penelitian ini,
diperoleh berdasarkan kepada hasil analisis data-data yang telah
dihimpun.

Vous aimerez peut-être aussi