Vous êtes sur la page 1sur 23

Autoimmune Hemolytic

Anemia
Mohamad Amirul Azwan B. Mohamed Yusof
102009270
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470
amirul.yusof@yahoo.co.uk
+6281808235709
_________________________________

Abstract: Autoantibodies against red blood cell antigens are considered


the diagnostic hallmark of AIHA: Direct antiglobulin test (DAT) completed
by cytofluorometry and specific diagnostic monoclonal antibodies
(mAbds) allow for a better understanding of autoimmune hemolytic
anemia triggers. Once B-cell tolerance checkpoints are bypassed, the
patient loses self-tolerance, if the AIHA is not also caused by an possible
variety of secondary pathogenic events such as, viral, neoplastic and
underlying autoimmune entities, such as SLE or post-transplantation
drawbacks; treatment of underlying diseases in secondary AIHA guides
ways to curative AIHA treatment. The acute phase of AIHA, often lethal in
former times, if readily diagnosed, must be treated using plasma
exchange, extracorporeal immunoabsorption and/or RBC transfusion with
donor RBCs devoid of the autoantibody target antigen.
Keywords: Anemia, autoantibody

Pendahuluan

Page | 1

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar


Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. 1
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan
berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro
dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan
warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi
dalam tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit
normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan
MCHC normal atau normal rendah)1,2, contohnya pada kehilangan darah
akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit
lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal
(MCV meningkat; MCHC normal) 1,2. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom
berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang) 1,2, seperti
pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah
kronik, dan pada talesemia.
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic
anemia ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya
aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi
(hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan
anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat
antibody terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi
Page | 2

sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni


karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya
menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki
banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan fungsi dan
menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan
asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel
darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

Anamnesa
Anamnesis atau wawancara seputar stroke biasanya dilakukan
antara dokter dengan penderita dana atau keluarga penderita.
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik
secara umum atau seputar penyakitnya
Antara pertanyaan yang dapat ditanyakan berupa seperti berikut
Identitas pasien
Keluhan utama
Adakah pasien sering merasa lelah?
Adakah pasien sering pengsan?
Adakah pasien menghisap es? (phagophagia)
Keluhan tambahan
Adakah pasien merasa kurang senang (anxietas)?
Adakah pasien sering kebas-kebas?
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat diet. Vegetarian tidak mendapat asupan besi yang cukup
Riwayat pica
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat perdarahan?
Adakah riwayat hipertensi?
Adakah riwayat diabetes mellitus
Obat-obatan
Adakah pasien mempunyai alergi?
Adakah pasien mengkosumsi obat
Apakah baru-baru ini pasien mengkonsumsi trombolitik?
Riwayat keluarga dan social
Page | 3

Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan


dengan keluhan utama pasien. Keluhan utama pasien pada kasus di atas
adalah mudah lelah dan tampak pucat 2 3 minggu.

Dari keluhan utama tersebut, ditanyakan jug ariwayat penyakit


sekarang, antara lain, (1) lelahnya kapan terjadi, apakah saat istirahat
atau beraktivitas?; (2) ada keluhan lain tidak seperti pusing, mual,
muntah, sesak nafas? Jika ada tanyakan bagaimana intensitas gejala itu,
pada waktu sedang apa gejala itu muncul, lalu di tanya lagi apakah
munculnya tiba tiba atau perlahan?; (4) ditanyakan juga bagaimana
warna dan bau dari BAK dan BAB?.

Karena pasien pada kasus adalah seorang perempuan pada riwayat


penyakit

dahulu

perlu

ditanyakan

mengenai

bagaimana

riwayat

menstruasinya. (1) apa sering merasa pusing dari dulu?;(2) apakah ada
gangguan saluran pencernaan?(3) apakah ada riwayat trauma atau
pendarahan saluran cerna?;(4) jika sedang menstruasi, berapa kali
mengganti pembalut?;(4) jangan lupa juga untuk ditanya apakah sedang
mengonsumsi obat obatan seperti obat jantung, obat diabetes,
antibiotic, dan sebaginya?.

Setelah itu bisa ditanyakan riwayat penyakit keluarga, menanyakan


apakah ada dikeluarga yang menderita anemia juga? Karena ada beberpa
kelainan hematologi yang penyebabnya adalah herediter. Selain itu
tanyakan

riwayat

sosialnya

bagaimana,

terutama

kebiasaan (merokok, alcohol, dan obat obatan).

mengenai

diet,

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan atau dikerjakan pada


penderita anemia adalah pemriksaan tanda tanda vital, inspeksi dan
palpasi. Inspeksi akan terlihat bahwa pasien pucat dan lemas, sedangkan
pada saat palpasi akan teraba ujung ujung jari terasa dingin, konjungtiva
anemis-pucat/kekuningan (ikterik). Kuku tangan akan terlihat putih.
Page | 4

Pemeriksaan
PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik, antara kelainan yang dapat ditemui adalah

pallor pada membrane mucous. Selain itu, pasien dapat juga takikardi,
takipnea, hipotensi dan anoxia2 Terkadang, dapat juga dijumpai kelainan
splenomegaly.3
2.1

Pemeriksaan Penunjang

Uji Hematokrit
Uji hematokrit (HCT) mungkin dilakukan terpisah atau sebagai bagian dari
hitung darah total. Uji hematokrit mengukur presentase melalui volume
dari sel darah merah (SDM) konsentrasi dalam suatu sampel darah
lengkap; misalnya, suatu HCT 40% menunjukkan bahwa 100 ml darah
mengandung 40 ml SDM konsentrat. Konsentrat diperoleh dengan
melakukan sentrifugasi darah lengkap yang telah diberi antokoagulan
dalam tabung kapiler sehingga sel darah merah dikonsentratkan tanpa
hemolisis.

Nilai Rujukan
HCT biasanya diukur secara elektronis. Hasilnya 3% lebih rendah dari
pada pengukuran manual, yang menempatkan plasma dalam kolom SDM
konsentrat. Nilai rujukan bervariasi, bergantung pada tipe sampel,
laboratorium yang melakukan uji, usia, dan jenis kelamin pasien. Sebagai
berikut :

Neonatus : 55%-68%

Page | 5

Bayi usia 1 bulan : 37%-49%


Anak usia 1 tahun : 29%-41%
Anak usia 10 tahun : 36%-40%
Lelaki dewasa : 42%-52%
Perempuan dewasa : 36%-48%

Temuan Abnormal
HCT yang rendah mengarahkan pada dugaan adanya anemia, hemodilusi,
atau kehilangan darah masif. HCT yang tinggi menunjukkan adanya
polisitemia atau hemokonsentrasi akibat kehilangan darah dan dehidrasi.

Hitung Retikulosit
Retikulosit merupakan SDM yang tidak berinti dan belum matang, serta
tetap berada dalam darah perifer selama 24 48jam pada saat proses
pematangan SDM terjadi. Retikulosit umumnya lebih besar dari SDM yang
matang. Pada hitung retikulosi, retikulosit dalam sampel darah lengkap
dihitung dan ditunjukan dalam presentasi dari hitung SDM total. Karena
metode penghitungan retikulosit manual menggunakan hanya sedikit
sampel, nilainya mungkin tidak tepat dan harus dibandingkan dengan
hitung SDM atau hematokrit.

Tujuan penghitungan retikulosit adalah untuk membantu membedakan


anemia

hipoproloferatif

dari

anemia

hiperproloferatif.

Juga

untuk

membantu menilai kehilangan darah, respons sumsum tulang terhadap


anemia, dan terapi anemia.

Nilai Rujukan
Retikulosit membetuk 0,5%-2,5% hitung SDM total. Pada bayi, hitung
retikulosit yang normal berkisar dari 2%-6% pada saat lahir, yang
menurun ke kadar dewasa dalam 1-2 minggu.
Temuan abnormal
Page | 6

Hitung retikulosit yang rendah menunjukkan sumsum tulang yang


hipoproliferatif (anemia hipoplastik) atau reitropoiesis yang tidak efektif
(anemia pernisiosa). Hitung retikulosit yang tinggi menunjukkan adanya
respons sumsum tulang terhadap anemia yang disebabkan oleh hemolisis
atau kehilangan darah. Hitung retikulosit mungkin juga meningkat setelah
terapi anemia defisiensi besi atau anemia pernisiosa.

Hemoglobin Total
Hemoglobin total digunakan untuk mengukur jumlah Hb yag dtemukan
dalam setiap desiliter (dl atau 100ml) whole blood. Uji tersebut biasanya
merupakan

bagian

dari

hitung

darah

lengkap.

Konsentrasi

Hb

berhubungan erat dengan hitung SDM dan mempengaruhi rasio Hb RBC


(MCH dan MCHC).

Tujuan uji ini adalah mengukur beratnya anmeia atau polisitemia dan
untuk memantau respons terhadap terapi. Juga untuk memperoleh data
untuk penghitungan MCH dan MCHC.
Nilai Rujukan
Konsentrasi Hb bervariasi bergantung pada jenis sampel yang diambil
serta usia dan jenis kelamin :

Neonatus : 17-22 g/dl


Anak-anak : 11-13 g/dl
Lelaki dewasa : 14-17,4 g/dl
Lelaki setelah usia pertengahan : 12,4-14,9 g/dl
Perempuan dewasa : 12-16 g/dl
Perempuan setelah usia pertengahan : 11,7-13,8 g/dl

Temuan abnormal
Konsentrasi Hb yang rendah mungkin menunjukkan anmeia, perdarahan
yang baru terjadi, atau retensi cairan, yang menyebabkan hemodilusi.
Page | 7

Kadar

Hb

yang

tinggi

mengarahkan

pada

hemokonsentrasi akibat polisitemia atau dehidrasi.

dugaan

adanya

Indeks Sel Darah Merah


Menggunakan hasil uji hitung SDM, hematokrit (HCT) dan hemoglobin (Hb)
total, indeks SDM/eritrosit memberikan hasil informasi penting tentang
ukuran, konsentrasi Hb, dan berat Hb dari suatu jumlah SDM rata-rata.
Tujuan uji ini adalah untuk membantu diagnosis dan klasifikasi anemia.

Nilai Rujukan
Indeks yang diperiksa meliputi volume korpuskular rata-rata (MCV),
hemoglobin korpuskular rata-rata (MCH), dan konsentrasi hemoglobin
korpuskular rata-rata (MCHC).
MCV, rasio antara HCT (volume packed red cell) dengan hitung SDM
mencerminkan ukuran rata-rata dari eritrosit dan menunjukkan apakah
SDM

berukuran

kecil

(mikrositik),

besar

(makrositik),atau

normal

(normositik). MCH, rasio Hb-SDM, memberikan berat Hb dalam suatu SDM


rata-rata. MCHC, rasio antara berat Hb dan HCT, menentukan konsentrasi
Hb dalam 100 ml packed red cell. MCHC membantu membedakan SDM
yang normal berwarna (normokromik) dan SDM yang lebih pucat
(hipokromik). Kisaran indeks SDM yang normal adalah sebagai berikut :

MCV : 84-99 mikro(m)3


MCH : 26-32 pg/sel
MCHC : 30-36 g/dl

Temuan abnormal

Page | 8

MCV dan MCHC yang rendah menunjukkan adanya anemia mikrositik,


hipokromik yang disebabkan oleh defisiensi besi, anemia responsif
terhadap piridoksin, atau talasemia. MCV yang tinggi memberi kesan
adanya anemia makrositik yang disebabkan oleh anemia megaloblastik,
defisiensi

asam

deoksiribonukleat

folat

atau

vitamin

turunan,

atau

B12,

gangguan

retikulositosis.

sintesis

asam

Karena

MCV

mencerminkan volume rata-rata dari banyak sel, nilainya dalam kisaran


normal dapat meliputi SDM dalam berbagai ukuran, dari mikrositik sampai
makrositik.

Pemeriksaan untuk mendeteksi antoantibodi pada eritrosit


Direct Antiglobulin Test (direct Coombs Test): sel eritrosit pasien
dicuci

dari

protein-protein

yang

melekat

dan

direaksikan

dengan

antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin


dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila permukaan sel
terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi.
3

Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi


auntoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan
dengan sel-sel reagen. Imunoglobolin yang beredar pada serum akan
melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi degan antiglobolin serta
dengan terajadinya aglutinasi.

Page | 9

Figure 1: Coombs test

Diagnosis
Page | 10

Figure 2: Bagan diagnosis anemia

Anemia Hemolitik Autoimun


Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia= AIHA/AHA)
merupakan suatu kelainan di mana terdapat antibodi terhadap sel-sel
eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.

Klasifikasi anemia hemolitik imun


I.

Anemia hemolitik autoimun (AIHA)


a) AIHA tipe hangat
- Idiopatik
- sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
b) AIHA tipe dingin
- Idiopatik
- Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus,

keganasan limforetokuler)
c) Paroxysmal cold hemoglobinuri
Page | 11

- Idiopatik
- Sekunder (viral dan sifilis)
d) AIHA atipik
- AIHA test antiglobulin negative
- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
e) AIHA diinduksi obat
f) AIHA diinduksi aloantibodi
- Reaksi hemolitik transfuse
- Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat


Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat di mana autoantibodi
bereaksi secara optimal pada suhu 37C. Kurang lebih 50% pasien AIHA
tipe hangat disertai penyakit lain.
Eritrosit biasanya dilapisi oleh imunoglobulin (Ig), yaitu umumnya
imunoglobulin G (IgG) saja atau dengan komplemen dan karena itu,
diambil oleh makrofag RE yang mempunyai reseptor untuk frakmen
FCIgG. Bagian dari membran yang terlapis hilang sehingga sel makin
sferis secara progresif untuk mempertahankan volume yang sama dan
akhirnya dihancurkan secara prematur terutama di limpa. Jika sel dilapisi
IgG

dan

komplemen

(C3d,

fragmen

C3

yang

terdegradasi)

atau

komplemen saja destruksi eritrosit menjadi lebih banyak dalam sistem


RE.3

Anemia Hemolitik AutoImun tipe Dingin


Terjadinya hemolisis diperantarai antibodidingin yaitu aglutinin
dingin dan antibodi Donath-Landsteiner. Kelainan ini secara karakteristik
memliki aglutinin dingin IgM monoklonal. Spesifitas aglutinin dingin
adalah antigen I/i. Sebagain besar IgM yang punya spesifitas tergadap
Page | 12

anti-I memiliki VH4-34. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat
pada titer yang sangat rendah, dan titer ini meningkat pesat pada fase
penyembuhan infeksi. Antigen I/i bertugas sebagai reseptor mikoplasma
yang

akan

menyebabkan

perubahan

presentasi

antigen

dan

menyebabkan produksi autoantibodi, Pada limfoma sel B, aglutinin dingin


ini dihasilkan oleh sel limfoma. Aglutinin tipe dingin akan berikatan
dengan SDM dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.

Anemia Hemolitik Atoimun Karena Transfusi


Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut
yang disebabkan karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh
transfusi PRC golongan A pada pasien golongan darah O yang memiliki
antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan memicu aktifasi komplemen
dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan infark
ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak napas, demam, nyeri
pinggang, menggigil, mula, muntah, dan syok. Reaksi transfusi tipe
lambat terjadi 3-10 hari setelah transfusi, biasanya disebabkan karena
adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen minor eritrosit.
Setelah terpapar dengan selsel antigenik, antibodi tersebut meningkat
pesat kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskuler.

Paroxysmal Cold Hemoglobuliuria


Bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi
secara masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit
ini sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada
kondisi ekstrim autoantibodi Donath-Landsteiner dan protein komplemen
berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali ke 37 o C,
terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang
lain.

Page | 13

Gambaran klinis. AIHA (2-5%), hemolisis paroxysmal disertai mengigil,


panas, mialgia, sakit kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam.
Sering

disertai

eritrofagositosis.

urtikaria.
Tes

Coombs

terdisosiasi dari sel darah merah.

Lab.

Hemoglobinuria,

sferositosis,

positif,

antibodi

Landsteiner

Donath

Terapi. Menghindari faktor pencetus. Glukoortikoid dan splenektomi tidak


ada gunanya. Prognosis dan Survival. Pengobatan penyakit yang
mendasari akan memperbaiki prognosis. Prognosis pada kasus-kasus
idiopatik pada umumnya juga baik dengan survival yang panjang.

Anemia Hemolitik Imun diinduksi Obat


Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena
obat

yaitu

hapten/

penyerapan

obat

yang

melibatkan

antibodi

tergantung obat, pembentukan kompleks ternary (mekanisme kompleks


imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi
terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.
Penyerapan/absorpsi

protein

nonimunologis

terkait

menyebabkan tes Coomb positif tanpa kerusakan eritrosit.

obat

akan

Pada mekanisme hapten / absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit


dengan kuat antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan
obat pada permukaan eritrosit. Eritorsit yang teropsonisasi oleh obat
tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit
hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat
yang sama (mis : penisilin).

Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau


metabolit obat, tanpa ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan
aktifasi komplemen. Antibodi melekat pada neoantigen yang terdiri dari
ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah, dan
Page | 14

antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat atau membran
eritrosit. Beberapa antibodi tersebut memliki spesifisitas terhadap antigen
golongan tertentu seperti Ph, Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coombs
biasanya

positif.

Setelah

aktifasi

komplemen

terjadi

hemolisis

intravaskuler, hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Mekanisme ini terjadi


pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, dan
tiazid.

Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap


eritrosit autolog, seperti contoh metildopa. Metildopa yang bersirkulasi
dalam palasma akan menginduksi autoantibodi spesifik terhadap antigen
Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada permukaan
SDM adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana
induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui.

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatid. Oleh karena


hemoglobin mengikat oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan
mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.Eritrosit yang tua makin mudah
mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses oksidasi
adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz
bodies, blistercell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yan
menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, fenazopiridin,
asam aminosalisilat.

Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coombs


positif

karena

absorpsi

nonimunologis,

imunoglobulin,

komplemen,

albumin, fibrinogen, dan plasma protein, lain pada membran eritrosit.

1. Gambaran Klinis. Riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien


yang timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau antibodi
biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang.
Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan terjadi
Page | 15

secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah
pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi
pada pemajanan dengan dosis tunggal.
2. Laboratorium, anemia, retikulosis, MCV

tinggi,

tes

Coomb

positif.Lekopeni, trombositopeni, hemoglobinemia, hemoglobinuria


sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks ternary.
3. Terapi, dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi
pemicu, hemolisis dapat dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi
darah dapat diberikan pada kondisi berat.

Differential diagnosis.
Anemia

hemolitik

autoimun

perlu

dibedakan

denga

anemia

hemolitik lainnya serta jenisnya sendiri. Perlu juga didiagnosis penyakit


yang mendasari anemia jenis ini.

Etiologi
Etiologi bagi penyakit masih kurang diteliti/diketahui namun dapat
dipastikan

penyakit

ini

dimediasi

oleh

autoantibodi

dari

system

komplemen.
Warm AIHA:

Idiopathic:

autoantibodi

IgG,

atau

komplemen

(C3d)

dan

memfagositosis pada suhu 37C

Secondary: antibody dihasilkan oleh kelainan limfoproliferasi (nonHodgkin limfoma, kronik limfositik leukemia), penyakit autoimun
(SLE)

Cold agglutinin:

Page | 16

Idiopathic: Autoantibodi IgM berlekatan pada SDM pada suhu dingin


(0-18C) atau suhu (37C), namun akan hilang ikatan tersbut pada
suhu selain di atas. Namun, komplemen nya masih tertinggal dan
akan dilisis oleh hepar dan lien

Secondary: cold autoantibodi dihasilkan oleh infeksi (Epstein_Barr


virus, Infeksi mikoplasma)

Paroxysmal cold hemoglobinuria

Idiopathic: Donath-Landsteiner autoantibody

Secondary: Viral infection

Patofisiologi
Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi
melalui aktivitas sistem komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau
kombinasi keduannya.

1. Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi sistem


komplemen akan menyebabkan hancurnya membrane sel eritrosit
dan

terjadilah

hemolisis

intravaskuler

yang

ditandai

dengan

hemoglobinemia dan hemohlobinuri. 3


Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur
alternative.

Antibodi-antibodi

yang

memiliki

kemampuan

mengaktifkan jalur klasik adalam IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut
sebagai agglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan
antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu di
bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut agltinin hangat karena
beraksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh. 3
- Aktifasi komplemen jakur klasik. Reaksi diawali dengan
dengan reaksi C1 suatu protein yang dikenal sebagai recognition
unit. C1 akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi
Page | 17

dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada


jalaur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi
suatu kompleks C4b, 2b (dikenal sebagai C3-convertase) C4b, 2b,
akan memecah C3 menjadi

fragmen C3b dan C3a. C3b

mengalami perubahan konformational sehinga mampu berikatan


secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen
(sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah
menjadi C3d, g, dam C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan
pada membrane sel darah merah dan merupakan produk final
aktivitas C3. C3b akan membentuk kompleks dengan C4b2b
menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah
C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan dalam
kompleks

penghancur

membrane.

Kompleks

penghancur

membrane terdiri dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa


molekul C9. Kompleks ini akan menyisip ke dalam membrane sel
sebagai suatu aluran transmembran sehingga parmeabilitas
membrane normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke
-

dalam sel sehinga sel membengkak dan ruptur. 3


Aktifasi komplemen jalur alternative. Aktifator jalur alternatif
akan mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan berikatan
dengan membrane sel darah merah. Faktor B kemungkinan
melekat pada C3b. ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah
molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan
C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b

berperan dalam penghancuran membran. 3


2. Aktifasi selular yang menyebab hemolisis ekstravaskular. Jika
sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan
komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun
tidak teradi aktifisi komplemem lebih lanjut., maka sel darah merah
tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendoelial. Proses
immune adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit
Page | 18

yang

diperantarai

sel.

Immunoadherance,

terutama

diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosis.

yang

Epidemiologi
Insiden dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000
populasi

di

USA.

AIHA

tipe

hangat

dapat

muncul

pada

usia

berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yang seringkali menyerang


usia

pertengahan

dan

lanjut,

atau

Paroxysmal

Cold Hemoglobinuria(PCH) yang melibatkan usia kanak. 4

Faktor resiko
Tiada predileksi gender, usia dan genetic, namun sering dijumpai pada
pasien dengan riwayat keluarga menghidap penyakit autoimun.1

Manifestasi klinis
Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat
Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi
perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada beberapa kasus dijumpai
perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia
berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik terjadi
pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%,
hepatomegali terjadi pada 30%, dan linfadenopati terjadi 25% pasien.
Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.
Laboratorium:

Hemoglobin

sering

dijumpai

dibawah

g/dl.

Pemeriksaan Coomb direk biasanya positif Autoantibodi tipe hangat


biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel
eritrosit. Autoantibody ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan
Page | 19

semua sel eritrosit normal. Autoantibody tipe hangat ini biasanya bereaksi
dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya antigen Rh.

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin


Gambaran klinis sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis
berjalan kronik. Anemia biasanya ringan dengan Hb 9-12 g/dl. Sering
didapatkan akrosianosis, dan splenomegali. Laboratorium Anemia ringan,
sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif.

Penatalaksanaan
Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat
Menyingkirkan penyebab yang mendasari misalnya metildopa dan
fludarabin. Kortikosteroid : 1-1,5 mg/kgBB/hari, beberapa pasien akan
memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah, namun bila
dosis perhari melebihi 15mg/hari maka pertahankan kadar Hmt dan perlu
segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain. Splenektomi
untuk pasien yang tidak berespon baik atau gagal dengan steroid (tidak
bisa dengan tappering dosis selama 3 bulan). Imunosupresi (Azatriopin
50-200mg/hari, Siklofosfamid 50-150 mg/hari), asam folat dapat diberi
pada kasus yang berat, tranfusi darah jika anemia berat (pada kondisi
yang mengancam jiwa) dan dapat digunakan immunoglobulin dosis tinggi
tetapi hasilnya tidak sebaik pada ITP.
Page | 20

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin


Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis. Prednison
dan splenektomi tidak banyak membantu. Klorambucil 2-4 mg/hari,
plasmaferesis

untuk

mengurangi

antibodi

IgM

secara

teoritis

mengurangi hemolisis namun pada praktiknya sukar dilakukan.

bisa

Komplikasi2,3

Deep vein thrombosis (DVT), adalah bekuan darah yang terbentuk di


vena dalam, biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini cukup serius,
karena terkadang bekuan tersebut bisa pecah dan mengalir melalui
peredaran darah ke organ-organ vital seperti emboli paru atau
menyumbat arteri pada limpa sehingga terjadi iskemi dan bisa

menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.


Gagal ginjal akut, terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi
penghancuran eritrosit dalam sirkulasi, maka Hb dalam plasma akan
meningkat dan jika konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal. Selain itu juga terjadi mikrioangiopati pada pembuluh darah
ginjal sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan oligouria dan

gangguan berat fungsi ginjal.


Krisis hemolisis, akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin,
jumlah eritrosit yang menurun cepat dan akan menyebabkan tidak
saja memburuknya keadaan anemia akan tetapi juga keadaan

umum penderita. Keadaan ini kadang kadang irreversible.


Kolelithiasis
yang
diakibatkan
oleh
adanya
peningkatan
metabolisme bilirubin.

Page | 21

Pencegahan7,8
Pencegahan primer

Transfusi darah dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak terjadi


sembarang inmkompatibilitas
Pencegahan sekunder

Hindari suasana dingin bagi anemia hemolitik autoimun tipe dingin


Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalassemia dan

penyakit herediter lain sebelum menikah


Lakukan pemeriksaan CBC secara periodik bagi mendeteksi respon
pengobatan dan relaps.

Mereka yang dengan symptom anemia

atau hemolisis perlu dievaluasi segera. Pasien dengan diabetes


yang mengambil kortikosteroid perlu monitor yang lebih bagi

pengendalian gula darah


Pasien dengan splenektomi perlu mengambil antibiotic anafilaktik

bila demam.
Lakukan pemeriksaan jika keluarga anemik. 5

Prognosis
Hanya sebagian kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan
sebagaian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik,
namun tekendali. Survival 10 tahun berkisar 70%. Anemia, DVT, emboli
pulmo, infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi selama
periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%.
Prognosis pada AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari.
Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin. Prognosis dan survival. Pasien
dengan sindrom kronik akan memliki survival yang baik dan cukup stabil. 34

Page | 22

Daftar Pustaka
1. J.F Lambert, U.E Nydegger. Geoepidemiology of autoimmune hemolytic anemia.
Autoimmunity reviews 9 (2010) Elsevier publication; 2010
2. B.C Gehrs, R.C Friedberg. Autoimmune hemolytic anemia. American Journal of Hematology
69:258-27; 2002
3. C.Edwards, I. Boucher. Davidsons principle and practice of medicine. Edisi 16. ELBS; 1992.
hlm 708-710
4. J. E. Maakaron, E. C. Besa; 2011. Anemia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview, 19 April 2015
5. G. Akpek, D. McAneny, L. Weintraub. Comparative response to Slenectomy in Autoimmune
hemolytic anemia. American Journal of Hematology; 1999
6. S. J. Mcphee, M. A. Papadakis. Current medical diagnosis and treatment. 5h ed. California:
McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.chapter 13
7. D. Provan, C. R. Singer, T. Baglin. Oxford handbook of clinical haematology. Edisi 2 :
Oxford university Press; 2004. Hlm 56-58

Page | 23

Vous aimerez peut-être aussi