Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LATAR BELAKANG
Syok adalah suatu keadaan yang membahayakan perfusi jaringan yang dapat
menyebabkan hipoksia sel. Syok disebut sebagai suatu sindrom yang diawali oleh
hipoperfusi akut yang nantinya akan mengarah ke hipoksia jaringan dan disfungsi organ
vital. Syok merupakan suatu kelainan sistemik yang mempengaruhi banyak system organ.
Perfusi dapat turun secara menyeluruh maupun secara perlahan, seperti pada syok septic.
Sewaktu syok, perfusi jaringan tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme
yang akhirnya terjadilah hipoksia sel dan kerusakan organ.
Pengobatan syok pada kehamilan dibedakan dalam 2 hal penting daripada
pengobatan syok pada pasien yang tidak hamil. Pertama, perubahan-perubahan fisiologis
yang terjadi pada sebagian besar system organ sewaktu kehamilan. Kedua, pada
kehamilan melibatkan 2 pasien, ibu dan janin. Oleh karena itu diperlukan suatu
penanganan obstetric yang kritis termasuk penilaian secara simultan dan manajemen yang
baik untuk kedua pasien dimana masing-masing pasien memiliki keadaan fisiologis yang
berbeda.
Volume Darah
Volume darah maternal meningkat dari 25 – 52 % pada akhir kehamilan
(Lund,1967). Volume plasma meningkat 45 – 50 %, dibandingkan dengan peningkatan
20 % pada sel darah merah. Ketidakseimbangan ini menyebabkan hemodilusi atau
anemia pada kehamilan, yang puncaknya terjadi pada umur kehamilan 32 minggu.
Peningkatan esterogen dan progesterone meningkatkan level aldosteron plasma
dan aktivitas renin, hal ini menimbulkan retensi natrium dan meningkatkan jumlah cairan
tubuh, hipervolemia pada kehamilan. Selama kehamilan, volume darah meningkat 1 –
1,5L, jumlah level natrium meningkat menjadi 950 mEq/L, dan jumlah total cairan tubuh
adalah 6 – 8 L dimana 4 L merupakan cairan ekstraseluler. Peningkatan volume darah
dan cairan ekstraseluler dibutuhkan untuk mengoptimalkan sirkulasi uteroplasenta.
Tekanan Darah
Tekanan darah baik systole maupun diastole mengalami penurunan sampai
pertengahan kehamilan, hal ini berangsur-angsur akan kembali seperti nilai wanita yang
tidak hamil pada akhir kehamilan (MacGillivray, 1969). Penurunan tekanan darah terjadi
karena menurunnya tahanan vascular. Pada kehamilan, penilaian tekanan darah
berhubungan dengan usia kehamilan. Ukuran tekanan darah 130/80 mmHg adalah normal
untuk orang biasa, tapi hal ini adalah keadaan yang abnormal pada saat usia kehamilan 28
minggu, dimana seharusnya pada usia tersebut tekanan darah sekitar 110/60 mmHg.
Tekanan pembuluh vena pada tungkai meningkat secara progresif selama kehamilan, ini
dikarenakan kompresi pada vena pelvic dan vena cava inferior oleh uterus. Peningkatan
tekanan vena femoralis akan kembali normal setelah melahirkan. Tekanan arteri
brachialis tidak dapat menunjukkan tekanan dari arteri uterine karena tekanan arteri
uterine dapat sangat rendah, sementara tekanan darah di lengan normal.
Frekuensi Jantung
Frekuensi jantung ibu meningkat pada usia kehamilan 12 minggu; hal ini dicapai
dan menetap pada 120 % dari garis dasar pada kehamilan 32 minggu. (Wilson,1980).
Takikardi pada maternal terjadi karena adaptasi jantung terhadap banyaknya volume
darah dan peningkatan level serum tiroksin bebas.
Curah Jantung dan Isi sekuncup
Curah jantung ibu meningkat 30 – 50% selama kehamilan (Lees and Taylor, et al,
1967). Peningkatan ini terjadi pada kehamilan 10 minggu dan memuncak pada akhir
trimester kedua. Peningkatan curah jantung sewaktu kehamilan disebabkan karena
kenaikan frekuensi jantung dan isi sekuncup (stroke volume). Pada pertengahan pertama
kehamilan, stroke volume meningkat karena adanya sirkulasi uteroplasenta. Pada akhir
kehamilan, curah jantung ditingkatkan oleh frekuensi jantung (takikardi) (Katz, 1978).
Hipotesis alternative bagi peningkatan stroke volume; kurva volume tekanan ventrikel
mungkin bergeser ke kanan dikarenakan oleh dilatasi jantung secara hormonal, hal ini
meningkatkan pengisian diastolic.
FISIOLOGI PERNAPASAN
Perubahan Anatomi
Perubahan hormone pada kehamilan berpengaruh terhadap saluran napas atas dan
mukosa jalan napas. Hal itu dapat menyebabkan hiperemi, edema mukosa, hipersekresi,
dan meningkatkan friabilitas mukosa. Esterogen kemungkinan menjadi penyebab dari
edema jaringan, kongesti kapiler, dan hyperplasia kelenjar mukosa.
Pembesaran uterus dan efek hormonal menyebabkan perubahan anatomi dari
rongga thorak. Pembesaran uterus menyebabkan difragma terangkat ke atas sejauh 4 cm;
bertambahnya diameter anteroposterior dan diameter transversal dari thorak menjadikan
bentuk dinding dada bulat. Fungsi diafragma tetap normal.
Fungsi Paru
Perubahan anatomi pada thorak menyebabkan penurunan yang progresif
functional residual capacity (FRC), dimana berkurang sekitar 10 - 20% pada akhir
kehamilan. Volume residu dapat menurun perlahan selama kehamilan, tapi hal ini tdk
bersifat tetap. Penurunan volume cadangan ekspirasi adalah perubahan yang pasti.
Kapasitas vital tidak mengalami perubahan, dan kapasitas total paru menurun sangat
minimal. Perubahan hormonal tidak berpengaruh signifikan terhadap jalan napas.
Ventilasi
Ventilasi per menit meningkat secara signifikan, berawal pada trimester I dan
mencapai 20 – 40% diatas normal pada akhir kehamilan. Ventilasi alveolar meningkat 50
-70 %. Peningkatan ventilasi terjadi karena meningkatnya produksi karbondioksida dan
peningkatan respirasi disebabkan oleh peningkatan progesterone serum. Volume tidal
meningkat 30 – 35 %. Frekuensi pernapasan relative tetap konstan dan meningkat sedikit.
Monitoring Janin
Monitoring janin ditampilkan lewat continuous electronic fetal heart rate ( FHR),
monitoring dilakukan untuk mengidentifikasi adanya perubahan pada fisiologi janin.
Garis normal dari FHR adalah antara 120 – 160 detak /menit. Walaupun takikardi janin
mungkin penemuan yang nonspesifik, bradikardi janin mengindikasikan hipoksia sebagai
akibat dari uteroplacental insuficiensi. Hilangnya detak jantung antara detak yang satu
dengan yang berikutnya mungkin mengindikasikan adanya asfiksia & anemia janin.
Ketika penurunan awal dari FHR tidak berbahaya, penurunan lanjut, khususnya ketika
timbul kembali, hal ini dapat diwaspadai sebagai hipoksia janin.
Keabnormalan dari pola FHR dapat dievaluasi dengan riwayat biofisika janin.
Riwayat biofisika janin terdiri dari pergerakan janin dari ultrasonografi, pergerakan
pernapasan janin, pergerakan ekstremitas, volume cairan amnion dan reaktif pada
nonstress testing. Asam-basa janin diukur dari sampel darah kepala yang digunakan pada
persalinan untuk menilai keadaan fisiologi janin. Bila pH kurang dari 7,20
mengindiikasikan hipoksia janin, sedangkan pH lebih dari 7,25 memprediksi kelahiran
yang baik. Monitoring pH janin dapat dilakukan ketika selaput ketuban sudah pecah.
Saturasi oksigen janin adalah teknologi monitoring janin intrapartum yang baru,
yang diharapkan dapat memberikan penilaian keadaan janin secara komplit & lebih
akurat. Teknik ini secara langsung & objektif menilai status oksigen janin selama proses
persalinan dan kelahiran.
Resusitasi Cardiopulmonal
Dalam situasi henti jantung, posisikan pasien miring ke kiri untuk menghindari
hipotensi supinasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan bantal dibawah
pinggang kanan pasien. Advanced cardiac life support (ACLF) dilakukan sesuai dengan
prosedur standart. Hal yang menimbulkan cardiac arrest pada kehamilan antara lain :
emboli cairan amnion, emboli paru, cardiomyopathy, komplikasi anestesi, infark
myocard dan overdosis magnesium.
Monitoring Hemodinamik
Pasien hamil yang sakit kritis dan dalam keadaan syok mungkin memerlukan
pemasangan kateter arteri pulmonary. Indikasi kateter pulmonary adalah preeklampsia
berat dengan oliguria, edema pulmonal, penyakit jantung yang parah, acute respiratory
distress syndrome (ARDS), syok septic, emboli cairan amnion. Pada kehamilan normal,
curah jantung meningkat sebanyak 30 – 50 % dibandingkan keadaan yang tidak hamil,
tetapi tekanan pengisian jantung tidak berubah.
Terapi Obat
Untuk sedasi, biasanya digunakan meperidine dan fentanyl; pengalaman
penggunaan propofol sangat terbatas. Benzodiazepine dapat digunakan, namun obat ini
dapat menyebabkan depresi napas pada janin.
Pasien yang sakit cukup parah dan dalam keadaan syok membutuhkan obat-
obatan vasoaktif. Kurangnya data pada manusia menyebabkan kesulitan dalam
menentukan efektivitas obat-obatan ini pada kehamilan dan persalinan. Data percobaan
pada hewan menunjukan bahwa dobutamin, norepinefrin, dan epinefrin mengakibatkan
pengaruh buruk pada aliran darah uterine. Dopamin & efedrin dapat meningkatkan
tekanan darah ibu dan aliran darah uterine. Alfa-adrenergic yang murni seperti
phenylephrine & norepinefrin menyebabkan vasokonstriksi arteri uterine sehingga sebisa
mungkin dihindari penggunaanya. Efedrin, yang mana bekerja pada reseptor beta-2 &
alfa-1 agonis diketahui dapat meningkatkan aliran darah uteri dan tekanan darah ibu.
Efedrin adalah obat vasoaktif pilihan utama untuk mengatasi hipotensi pada pasien hamil.
SYOK HEMORRHAGIA
Enam sampai tujuh persen dari semua penyebab kematian pada kehamilan
disebabkan oleh trauma yang menyebabkan perdarahan. Penyebab trauma antara lain:
kecelakaan, terjatuh atau pun luka penetrasi. Di United States, perdarahan obstetric
merupakan 13,4 % dari seluruh penyebab kematian pada ibu. (Kaunitz, 1985)
Perdarahan antepartum dapat terjadi karena adanya masalah pada plasenta dan
juga rupture uteri baik spontan mau pun karena trauma.
Placenta previa adalah placenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim,
dengan tanda klasiknya; perdarahan pervagina tanpa nyeri dan uterus yang tegang.
Gangguan pada plasenta dapat terjadi pada plasenta yang implantasinya normal,
manifestasinya berupa nyeri pada uterus dan perdarahan. Nyeri pada uterus dirasakan
diantara kontraksi, dan uterus terasa lembut.
Gejala & tanda dari rupture uteri antara lain perdarahan pervagina, nyeri perut
bagian bawah. Ruptur uteri sering terjadi karena induksi dengan oksitosin atau
prostaglandin dosis tinggi. Pada perabaan fundus uteri terasa lembut. Kebanyakan
perdarahan pada obstetric terjadi postpartum dan biasanya disebabkan karena atonia uteri
dan laserasi servik atau pun vagina. Perdarahan antepartum jarang terjadi.
Perdarahan postpartum diperburuk dengan trombositopenia, koagulopathy yang
disebabkan oleh emboli cairan amnion atau sepsis. Banyaknya darah yang hilang pada
persalinan pervagina ±500 ml, sedankan pada sectio Caesar 1000 ml, hal ini masih dapat
ditoleransi oleh tubuh. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan syok
hipovolemik; bila terjadi pada antepartum hal ini dapat mengurangi alirah darah
uteroplacenta & menyebabkan fetal distress.
SYOK SEPTIK
Syok septic dapat terjadi sewaktu kehamilan karena infeksi yang disebakan oleh
bakteri Gram positif, virus & jamur. Bakteri Gram negative seperti E.coli, Klebsiella sp,
Pseudomonas aeruginosa dan Serratia sp banyak menyebabkan syok septic.
Mikroorganisme menghasilkan endotoksin yang mengaktifkan system komplemen dan
sitokin, hal ini memicu respon peradangan. Mediator-mediator dari sepsis adalah
penyebab terjadinya vasodilatasi, penurunan tahanan perifer pembuluh darah dan
hipotensi. Lebih jauh lagi, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya disribusi aliran
darah, perfusi yang tidak adekuat pada beberapa organ, kerusakan sel, kerusakan banyak
organ dan akhirnya kematian.
Mediator-nmediator dari proses radang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan intravascular ke luar, lebih spesifik lagi ke
parenkim paru, dan hal ini dapat menyebabkan edema paru. Sewaktu sepsis, kerusakan
pada pneumocytes tipe II mengurangi produksi surfaktan, hal ini dapat menimbulkan
kolapsnya alveolar, penurunan compliance paru, dan hipoksemia berat. Kumpulan gejala
klinik dan fisiologi ini disebut ARDS.
Beberapa penyebab syok septic adalah aborsi septic, infeksi postpartum dan
khorioamnion, pyelonefritis dan infeksi traktus respiratorius. Walau pun syok septic
dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian pada pasien obstetric, namaun masih
lebih rendah insidensi kematiannya jika dibandingkan dengan kasus syok septic pada
pasien non obstetric ( 0,3 % pada pasien obstetric VS 10 – 80 % pada pasien non
obstetric). Ketuban pecah dalam waktu yang lama, tertinggalnya hasil konsepsi, peralatan
yang berhubungan dengan traktus genitourinaria adalah faktor-faktor resiko yang
signifikan sebagai penyebab sepsis.
Pasien dengan syok septik memperlihatkan adanya demam, menggigil,
hipotensi, gangguan mental, takikardia, takipnea dan kulit yang memerah. Bila keadaan
memburuk dapat timbul kulit yang dingin, bradikardi dan sianosis.
Pengobatan mifepristone intravagina pada pengobatan aborsi telah memberikan
hasil yang baik dalam mengatasi fulminant dan syok septic lethal karena Clostridium
sordellii. Dengan memblok reseptor progesterone dan glukokortikoid, mifepristone
melepaskan kortisol dan sitokin Gagalnya pelepasan kortisol dan sitokin menyebabkan
penurunan mekanisme pertahanan tubuh yang mana hal itu sangat diperlukan untuk
mencegah penyebaran infeksi C. sordellii di endometrium.
Penatalaksanaan
Syok septic memrlukan resusitasi segera, identifikasi penyebab dasar, dan
pengobatan dengan antibiotic. Kultur sputum, darah, urin dilakukan sebelum pemberian
antibiotic. Pemberian antibiotic intravena dilakukan untuk mengatasi bakteri Gram positif
dan Gram negative. Selanjutnya terapi antibiotic disesuaikan dengan respin pasien
terhadap antibiotika yang diberikan dan hasil dari kultur dan sensitivitas test. Kombinasi
obat yang sering dipakai adalah penisilin, aminoglikosida dan klindamicin atau
metronidazole. Kombinasi alternative adalah cephalosporin generasi kedua atau ketiga
dengan metronidazole. Piperacilin – tazobactam adalah kombinasi lain yang dapat
dipakai untuk sepsis yang bersumber dari intraabdominal.
Pada syok septic, diperlukan pemeliharaan oksigenasi jaringan yang adekuat,
tekanan arteri rata-rata yang optimal, volume darah sirkulasi, curah jantung,dan saturasi
oksihemoglobin yang cukup. Pasien dengan respiratory distress atau hipoksemia berat
memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Karena pasien dengan syok septic sering
jatuh ke ARDS, tujuan dari ventilasi mekanik adalah menggunakan volume tidal yang
rendah dan tekanan ekspirasi postif. Hal ini dapat membuat paru lebih compliance dan
memperbaiki oksigenasi.
Pasien dengan syok septic memerlukan bantuan hemodinamik dengan perbaikan
volume sirkulasi yang adekuat, dengan cara pemberian obat-obatan vasoaktif. Pasien ini
memerlukan resusitasi yang segera dengan kristaloid dan koloid untuk menjaga volume
intravascular sebelum pemberian terapi dengan vasopressor. Walau pun dopamine telah
digunakan pada pasien dengan syok septic, namun norepinefrin mehasilkan tekanan
perfusi dan hemodinamik yang lebih baik dan membantu memperbaiki aliran oksigen ke
organ-organ yang mengalami hipoperfusi. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi
aliran darah uterine. Efedrin yang merupakan alfa & beta agonis adalah vasopressor
pilihan bagi pasien dengan hipotensi akut sewaktu kehamilan.
Ringkasnya, prinsip penanganan syok septic, sama seperti penanganan syok septic
pada kasus lain, antara lain:
1. Pengenalan atau identifikasi yang cepat
2. Terapi antibiotika yang adekuat
3. Kontrol sumber infeksi
4. Resusitasi hemodinamik
5. Kortikosteroid
6. Drotrecogin alfa
7. Kontrol gula darah
8. Manajemen ventilator yang tepat dengan volume tidal yang rendah pada ARDS
Test diagnostic objektif yang merupakan pilihan utama adalah USG. Pilihan
lainnya plethysmografi, ventilasi-perfusi scanning dan angiografi pulmonal.
Pengelolaan
Penanganan emboli paru, baik pada pasien hamil atau pun tidak harus dilakukian
secara cepat. Pengobatan dengan pemberian heparin intravena, kecuali adanya resiko
tinggi ataupun kontraindikasi terhadap antikoagulan. Pengalaman klinik dan hasil dari
studi kohort mengemukakan bahwa heparin adalah antikoagulan teraman untuk
digunakan pada kehamilan, karena heparin tidak melewati sawar darah plasenta. Dosis
awal adalah 5000 – 10.000 U. Dosis lanjutan sebesar 18 U/Kg di dalam infuse. Monitor
APTT.
Heparin dengan berat molekul rendah (LMWH), yang mana tidak melewati sawar
darah plasenta dapat diberikan 1 kali sehari dan tanpa pengawasan. LMWH tidak
menunjukkan menimbulkan resiko perdarahan pada pembedahan, termasuk section
Caesar.
Warfarin harus dihindari pemakaiannya selama kehamilan karena dapat
menyebabkan embriopathy seperti retardasi mental, atrofi opticus, bibir sumbing,
katarak, dan perdarahan. Efek teratogenik terutama muncul pada trimester I.