Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
METODE IJTIHAD
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ushul Fiqh
DISUSUN :
OLEH KELOMPOK III
ABDUL ROKIB
SRI ASTUTI
ANIVA
LINA RIA M
RUBIAH
B. Rumusan masalah
Adapun ruang lingkup Pembahasan pada makalah ini meliputi :
I. Ijitihad Terdiri atas :
a. Pengertian Ijtihad dan perkembangannya
b. Dasar Hukum, macam-macam bentuk, syarat, Objek dan
hukum melakukan ijithad
3
c. Tingkatan Mujtahid
d. Terbuka dan tertutupnya pintu Ijtihad
II. Istihsan
a. Pengertian dan Hakekat Istihsan
b. Kehujjahan Istihsan dan bagaimana pandangan ulang tentang
hal tersebut
c. Bagaimana pengaruh Istihsan dalam masalah fiqih
4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum ijtihad dapat idartikan sebagaipengerahan segala
kesanggupan sesorang faqih (pakar ilmu fiqih Islam) untuk
memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil
syara’ (agama), Ijithad telah berkembang sejak zaman Rasulullah
SAW fiqih mengandung “pengertian tentag hukum syara’ yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf” maka Ijtihad akan terus
berkembang perkembangan ini berkaitan dengan berbuatan
manusia yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun
macamnya, dalam hubungan ini, menurut Asy syahstani bahwa
keadian dan kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan
manusia) secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada
nashnya apabila nashnya sudah berakhir sedangkan kejadiannya
berlansung terus tanpa batas ketika sesuatu yang tidak terbatas
maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad
mengenainya.
Menurut al Gahzali dalam kitabnya Al Mustasfa jus I : 137 “Istihsan
adalah semua hal yang dianggap baik oleh Mujtahid menurut
Akalnya” dlam hal kehujjahannya para ulama berbeda pendapat,
ada yang menggunakan istihsan dan ada yang tidak mengakui
adanya istihsan
B. Saran
Kegunaan Istihad hakekatnya adalah untuk menunjukkan kebesaran
dan kesempurnaan Islam sebab dengan tidka adanya ijitihad berarti
hukum Islam akan terbatas pada hal-hal yang sudah ada saja,
sementara perkembangan kebudayaan masyarakat Islam
semakinmaju dan berkembang pesat, maka dalam hal ini sangat
5
harapkan mahasiswa Islam mampu memahami makna dan tujuan
ijtihad untuk kesejahteraan umat Islam saat ini, dengan memenuhi
syarat-syarat sebagai seorang mujtahid.
6
DAFTAR PUSTAKA
Syafei, Rahmat, Prof Dr, MA, lmu Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia,
2007
Siswanto, Deding Drs, Ushul Fiqih untuk kelas III MA, Bandung : Armico,
1993
7
BAB II
PEMBAHASAN
METODE IJTIHAD
A. IJTIHAD
1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangannya
Secara etimologi, Ijtihad diambil dari kata al jahd atau al juhd
yang berarti al masyaqat (keuslitan dan kesusahan) dan ath thaqat
(kesanggupan dan kemampaun)
Kata al jahad menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari
biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.
8
dipegang secara mantap, selain itu mayoritas ulama Ushul fiqih, tidak
memasukkan masalah kaidah pada lapangan ijtihad, bahkan mereka
melarang untuk berijtihad pada masalah tetsebut, mereka juga
beranggapan bahwa orang yang keliru dan salah dalam ijtihad pada
masalah akidah dipandang kafir dan fasik.
Sehubungan dengan hal tersebut, kenyataan menunjukkan
bahwa ijtihad diberlakukan dalam berbagai bidang yakni, mencakup
aqidah, muamalah (fiqh) dan falsafat.
Telah kita ketahui bahwa Ijtihad telah berkembang sejak zaman
rasul, sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’
yang berkaitan dengan pebuatan mukallaf” maka ijtihad akan terus
berkembang perkembangan iti berkaitan dengan perbuatan manusia
yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun macamnya.
Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah islamnya
yang sempurna kewajiban terdakwa berpindah pada sahabat.
Upaya pencarian ketentuan hukum tertentu terhadap masalah-
masalah baru itu dilakukan pemuka sahabat dengan berbagai
tahapan, mereka harus berusaha mencari hukum itu dari Al Quran dan
apabila hukum itu telah ditemukannya, maka berpegang teguh pada
hukum tersebut, walaupun sebelumnya mereke berbeda pendapat
selanjutnya apabila masalah itu tidak ditemukan dalam al Quran
mereka mencari dalam al Hadits dengan cara menggali hadit dan
menanyakan hadit yag berkenaan dengan masalah yang tengah
dihadapinya kepada para sahabat apabila masalah itu tidak ditemukan
dalam hadits tersebut, mereka banyak melakukan ijtihad.
9
Ijtihad bisa dipandang sebagai selah satu metode untuk
menggunakan sumber hukum Islam, yang menjadi landasan
dibolehkannya ijithad banyak sekali baik melalui pernyataan yang jelas
maupun berdasarkan isyarat diantaranya :
1. Firman Allah SWT
10
pendapatku “ Rasulullah bersabda “aku bersyukur kepada Allah
yang telah menyepakati utusan dari rasul-Nya”
Dan hal ini telah diikuti oleh para sahabat setelah nabi wafat,
mereka selalu berijtihad jika menemukan suatu masalah baru yang
tidak terdapat dalam al Quran dan Sunnah Rasul
3. Macam-macam Ijtihad
Dikalangan ulama, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga
bagian yang sebagaiannya sesuai dengan pendapat asy syatibi
a. Ijtihad al batani, yaitu Ijtihad untuk
menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash
b. Ijtihad Al Qiyas yaitu Ijtihad terhadap masalah
yang tidak terdapat dalam Al Quran dan as sunnah dengan
menggunakan metode Qiyas
c. Ijtihad al istishlah yaitu ijtihad terhadap
permasalahan yang tidak terdapat dalam al Quran dan AS
Sunnah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah
istishlah.
Muhammad Taqiyu al Hakim, mengemukakan Ijtihad itu dapat di
bagi menjadi dua bagian saja yaitu
a. Ijitihad al aqli, yaitu ijihad yabg hujjahnya didasarkan pada akal,
tidak menggunakan dalil syara’ mujtahid dibebaskan untuk
befikir, dengan mengikuti kaidah yang pasti misalnya, menjaga
kemudaratan hukuman itu jelek bila tidak disertai penjelasan
b. Ijtihad Syari yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’ termasuk
dalam pembagian ini adalah ijma’ qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf
istishhab dan lain-lain
4. Syarat-syarat Ijtihad
Secara umum persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan
sebagai berikut :
11
a. Mengusai dan mengetahui arti ayat-ayat yang
tedapat dalam Al Quran baik menurut bahasa maupun syariah,
akan tetapi tidak diisyaratkan harus menghapalnya, melainkan
cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehingga memudahkan
baginya apabila ia membutuhkan.
b. Mengusai dan mengetahui hadis tentang
hukum baik menurut bahasa maupun syariat
c. Mengetahui naskh dan mansukh dari al Quran
dan As Sunnah supa tidak salah salah menetapkan hukum
namun tidak disyaratkan harus mengahapalnya
d. Mengetahui permasalahan yang sudah
ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihad-Nya tidak
bertentangan dengan ijma
e. Mengetahui Qiyas dan berbagai
persyaratannya serta mengistinbatkannya karena qiyas
merupakan kaidah dalam berijtihad
f. Mengetahui bahasa arab dan berbagai disiplin
ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai
problematikanya.
g. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan
fondasi dari ijtihad.
h. Mengetahui muqashidu asy syariah (tujuan
syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu
berkaitan dengan muqashidu asy syariah atau rahasia
disyaraiatkan suatu hukum
5. Objek Ijtihad
Menurut AL Ghazali, objek Ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang
tidak memiliki dalil yang qathii, dari pendapatnya itu, diketahui ada
permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.
Dengan demikian syariat Islam dalam dalam kaitannya dengan
ijtihad terbagi dalam dua bagian
12
1. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijitihad yaitu
hukum yang telah dimaklumi sbagai landasan pokok Islam, yang
berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi, seperti kewajiban
melaksanakan shalat, zakat, puasa, ibadah haji, atau haramnya
melakukan zina, mencuri dan lain-lain, semua itu telah
ditetapkan hukumnya di dalam al Quran dan As Sunnah.
2. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijithad yaitu hukum
yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, baik
maksudnya pertunjukkan atau esksitensi serta hukum yang
belum ada nashnya dan ijma’ pada ulama.
Apabila ada nash yang keberadaannya masih zhanni, hadits
ahad misalnya, maka yang menjadi lapangan ijtihad diantaranya,
adalah meneliti bagaimana sadadnya, derajat para parawinya,
dan lain-lain.
Dan nash yang pertunjuknya masih zhunni, maka yang menjadi
lapangan ijihad, antara lain bagaimana maksud dari nash
tersebut.
Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nash maka
yang menjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara
menggunakan kaidah yang bersumbe dari akal, seperti qiyas,
istihsan, masalah marsalah, dan lain-lain.
13
b. fardu ain jika ditanyakan tentang suatu
permasalahan yang belum ada hukumnya, karena jika tidak
segera menjawab, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam
melaksanakan hukum tersebut atau habis waktunya dalam
mengetahui kejadian tersebut.
c. Dihukumi fardu kifayuah jika permasalahan
yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis
waktunya aau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama
memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.
d. Dihukumi Sunnah apabila berijtihad terhadap
pemasalahan yang baru baik ditanya ataupun tidak
e. Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap
permasalahannya yang sudah ditetapkan secara qathi, sehingga
hasil ijtihadnya itu bertentangan dengan dalil syara’
7. Tingkatan mujtahid
Adapun tingkatan para mujtahid, menurut para ulama diantaranya
menurut imam nawawi ibnu shalah dan lain-lain terbagi dalam lima
tingkatan :
1. Mujtahid mustaqil
Adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah yang
ia buat sendir dia menyusun fiqihnya sendiri yang berbeda
dengan madzhab yang ada.
2. Mujtahid mutlaq ghairu mustaqil
Adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustaqil
namun dia tidak menciptakan sendiri kaidah tetapi mengikuti
metode salah satu imam madzhab.
3. Mujtahid muqayyad mujtahid takhrij
Adalah mujtahid yang terikat terikat oleh mazhab imamnya,
memang dia diberi kebebasan dalam menentukan berbagai
14
landasannya bedasarkan dalil tetapi tidak boleh keluar dari
kaidah yang telah dipakai imamnya.
4. Mujtahid Tarjih
Adalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid
takhrij, tetapi menurut imam nawawi dalam kitab majmu’
miujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah imamnya mengetahui
dalilnya cara memtusukan hukumnya dia juga mengetahui
bagaimana cara mencari dalil yang lebih kuat dan lain-lain.
5. Mujtahid Fatwa
Adalah orang yang hapal dan paham terhadao kaidah imam
mazhab mampu mengusai permasalahan yang sudah jelas atau
yang sulit, namun dia masih lemah dalam menetapkan suatu
putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam menetapkan qiyas
15
menyebabkan mereka berpendirian bahwa pintu ijtihad telah
tertutup dan merasa bahwa mereka bukan hali ijtihad.
Para ulama dari golongan syiah berpendapat bahwa
pernyataan tentang tertutupnya pintu ijtihad dan adanya
pembatasan dalam berfikir pada abad keempat adalah kesalahan
besar, padahal tig abad sebelumnya pintu ijtihad selalu terbuka,
yang menyebabkan berkembangnya keilmuan dan semakin
menyebarkan syariat dengan demikian di kalangan syiah pintu
ijtihad selalu terbuka bagi mereka yang ahli.
Menurut al baghawi dan asy syahrastani, di hukumi dosa jika
tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mempelajari fatwa
para ulama terdahulu, hal itu dianggap meremehkan hukum syara’
disamping semakin berkembangnya permasalan yang tidak sama
dengan waktu tertentu, yang sudah pasti memerlukan ijtihad untuk
memecahkannya.
B. ISTIHSAN
1. Pengertian Dan Hakekat Istihsan
Secara harfiah istihsan diartikakan meminta berbuat
kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya
kebaikan (kamus lisan Al Arab)
1. Menurut Istilah ualam ushul istishan adlah sebagai berikut ini
Menurut AL ghazali dalam kitabnya AL Mustasfha I : 137 “
Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid
menurut akalnya”
2.
2. Operasional Qiyas
Operasional penggunaan qiyas dimulai dengan mengeluarkan
hukum yang terdapat pada kasus yang memiiki nash cara ini
16
memerlukan kerja nalar yang luar biasa dan tidak cukup hanya
dengan pemahaman makna Lafazh saja.
3. Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas 4 unsur
yaitu
a. Ashl (pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah
ada nash-Nya yang dijadikan tempat mengqiyaskan ini
berdasarkan pengertian ashl menurut fuqaha sedangkan ashl
mernutu hukumteologi adalah suatu nash syara’ yang
menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain, suatu nash
yang menjadi dasar hukum.
b. Far’u (Cabang) yaitu pristiwa yang tidak ada
nashnya
c. Hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang
ditetapkan oleh suatu nash
d. Illat, yaitu suatu sifat yang tedapat pada ashl
17
5. Kehujaahan Qiyas dan pendapat para Ulama
Telah terjadi perbedaan pendapat dalma berhujjah dengan
qiyas, ada yang membolehkannya ada yang melarangnya, diantara
contohnya adalha kifarat bagi yang berbuka puasa dengan sengaja
di bulan ramadhan.
Bagi mereka yang sengaja berbuka puasa pada bulan
ramadhan apakah diwajibkan kifarat sebagaimana diwajibkan
kifarat bagi yang sengaja berbuka puasa dengan Ijma’
Menurut perndapa malik, abu Hanifah dan para penganut
keduanya, tsuri, serta sebagian jemaah, bahwa perbuatan tersebut
wajib diganti dengan qadha dan kifarat.
Imam syafii telah membahasnya dalam kitab al umm “ tidak
wajib berkifarat bagi mereka yang sengaja berbuka puasa selain
karena dengan berjima’, baik itu minum, makan, dan sebagainya.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI.........................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Rumusan Maslah............................................................... 1
C. Tujuan Dan Manfaat.......................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. IJTIHAD
1.1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangan ......................
1.2. Dasar Hukum Ijtihad .................................................
1.3. Macam-macam..........................................................
1.4. syarat-syarat Ijtihad...................................................
1.5. Objek Ijtihad..............................................................
1.6. Hukum Melakuan Ijtihad............................................
1.7. Tingkatan Mujtahid....................................................
1.8. Terbuka Dan tertutupnya pintu ijtihad......................
B. ISTIHSAN
2.1. Pengertian dan Hakekat Istihsan..............................
2.2. Kehujjahan Istihsan dan Pandangan Para ulama.......
2.3. Pengaruh Istihsan dalam Masalah fitih......................
20
KATA PENGANTAR
Tembilahan, 28 Oktober
2009
TIM PENULIS
Kelompok
21