Vous êtes sur la page 1sur 2

Lansia: beban atau berkat

Leo Sutrisno

Tanggal 29 Mei oleh Presiden Suharto ditetapkan sebagai Hari lanjut Usia Nasional.
Tanggal itu dipilih untuk menghormati jasa Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat yang di
usia lanjutnya masih mampu memimpin sidang pertama Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Hari Lanjut Usia merupakan perwujudan perhatian masyarakat terhadap orang yang telah
berusia lanjut (Lansia). Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 lansia adalah orang
yang telah berusia 60 tahun ke atas.

Secara internasional tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Lansia Internasional.


PBB memilih tahun 1999 sebagai Tahun Lansia Internasional. Saat itu tema yang dipilih
adalah Menuju Masyarakat untuk Segala Usia. Kofi Annan, Sekjen PBB (1998)
menyatakan, ”suatu masyarakat untuk segala usia adalah masyarakat yang sama sekali
tidak mengkarikaturkan kaum lansia sebagai orang yang sudah mengundurkan diri dan
tidak berdaya kemampuan, tetapi sebaliknya memandang mereka (lansia) sebagai pelaku
dan pewaris pembangunan”.

Agum Gumelar, Ketua Panitia Hari Lanjut Usia Nasional 2010, pada tanggal 26 mei
2010 mengatakan bahwa ada sekitar 20 juta lansia di Indonesia saat ini. Itu berarti,
Indonesia merupakan negara lansia (lebih dari 7% penduduknya adalah lansia).
Pertanyaannya adalah apa yang telah dilakukan masyarakat terhadap lansia ini.

Di kalangan masyarakat berkembang pemikiran stereotipe tentang lansia. Mereka


memandang lansia adalah orang yang sudah usur. Lansia berarti masa kemunduran dan
kelemahan baik manusiawi maupun sosial.

Akibatnya, para lansia mengalami marjinalisasi. Lansia menjadi tersisih. Situasi ini
diperkuat oleh pandangan masyarakat yang memuja keberhasilan jasmani dan citra awet
muda. Para lansia disingkirkan begitu saja.

Perasaan para lansia semakin pedih karena berkurangnya hubungan-hubungan


manusiawi. Mereka tidak lagi diberi ruang untuk berhubungan dengan yang lain, bahkan
dengan anak cucunya sendiri. Mereka mengalami kesepian dan terpencil. Pendek kata,
lansia dirasakan sebagai beban.

Sayangnya, masyarakat kita juga tidak mencoba untuk meringankan beban ini. Tidak ada
usaha yang memadai untuk ’menyelamatkan’ para lansia. Hal itu sangat berbeda dengan
negara-negara utara yang telah maju.

Ambil contoh Australia. Dalam setiap kendaraan umum, bus dan kereta api, tentu tersedia
tempat duduk khusus bagi lansia. Posisinya berada di dekat pintu depan. Dengan posisi
seperti itu memungkinkan awak bus dapat dengan cepat membantu lansia pada saat naik
dan turun dari kendaraan itu. Para penumpang lain pun, termasuk anak-anak dan muda-
mudi, juga tidak mau menempati tempat duduk ini.

Jika kita memahami bahwa hidup itu merupakan anugerah Allah kepada manusia yang
diciptakan karena kasih-Nya maka kita akan menerima martabat suci pribadi manusia.
Kita akan menghargai setiap tahap dalam hidup ini, dari lahir hingga saat dipanggil
pulang kepada-Nya, kelak.

Masyarakat untuk segala usia akan menjadi kenyataan yang langgeng hanya jika
berdasarkan penghormatan kepada hidup dalam semua tahapnya. Kahadiran para lansia
adalah tanda-tanda jaman. Jika tanda jaman ini dipahami dan disambut sepenuhnya maka
dapat membantu kita untuk memahami makna keutamaan hidup.

Apa sumbangan yang dapat diberikan oleh para lansia? Ada beberapa karisma yang khas
lansia. Misalnya sikap tanpa pamrih. Para lansia tidak dikejar-kejar waktu lagi. Karena
itu, mereka ini memiliki sikap tanpa pamrih. Mereka dapat memberikan seluruh jiwa
raganya kepada yang lain tanpa mengharap balasan. Sikap ini dapat meretas sikap acuh
tak acuh kaum muda yang produktif yang masih berkejaran dengan waktu untuk
mengembangkan karinya.

Generasi muda sekarang ini juga sedang kehilangan kesadaran bersejarah. Akibatnya,
mereka juga kehilangan jati diri mereka sendiri. Para lansia, karena pengalamannya dapat
mengingatkan mereka. Para lansia dapat dipakai sebagai patner dialogdalam menemukan
jati diri.

Karena perkembangan ilmu dan teknologi, generasi muda sekarang ini sedang melompati
jaman dengan sangat cepat. Mereka kehilangan pengalaman (karena memang tidak
mengalaminya). Jika tidak berhati-hati, mereka akan kehilangan sauh. Sebaliknya, para
lansia kaya akan pengalaman. Mereka dapat dijadikan sebagai sumber kebajikan.

Yang terakhir, karena pengalamannya, para lansia lebih memahami bahwa ’perihal ada’
itu lebih utama daripada ’perihal berbuat’ dan ’perihal memiliki’. Para lansia mencoba
menyelami rahasia ’keberdaannya kelak di seberang sana’. Hal ini tidak dimiliki oleh
generasi muda karena mereka dikuasai oleh sikap buru-buru, serba cepat, resah-gelisah
dan mungkin bahkan neurosis.

Karena itu, masyarakat manusia akan menjadi lebih baik jika kita masing-masing mau
belajar dari karisma-karisma lansia. Jika ini terjadi maka lansia bukan beban tetapi
berkat. Semoga!

Vous aimerez peut-être aussi