Vous êtes sur la page 1sur 5

www.at-taqwa.

org “Menuju Islam Yang Kaffah” September 2010

Liputan Kegiatan Nuzulul Qur’an:


Pembahasan Seputar Hari Raya Idul
Fitri dan Idul Adha Tausiah dan Buka Puasa Bersama
Paiton 26 Agustus 2010,
Oleh : Abu ‘Amr Ahmad
Alhamdullillahirobbil Alamin, Sie PHBI 1431 H Takmir At Taqwa
‘Id atau Hari Raya dalam Islam hanya ada 3, yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul telah selesai melaksanakan
Adh-ha, kemudian yang ketiga adalah Hari Jum’at. kegiatan peringatan Nuzulul Qur’an
yang dibarengi dengan kegiatan
Tidak ada hari raya lain dalam Islam selain ketiga hari tersebut. Maka buka bersama jamaah Masjid At
jika ada hari lain yang diklaim sebagai hari raya, maka bukanlah Hari Raya Taqwa di lingkungan perumahan
yang diakui oleh syari’at YTL.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan bahwa Kegiatan dilaksanakan pada tanggal
penentuan Hari Raya merupakan wewenang syari’at, tidak bisa ditetapkan 26 Agustus 2010 atau malam ke-17
kecuali oleh syari’at. bulan Ramadhan 1431 H (kamis
malam Jumat). Susunan kegiatannya
Dinamakan ‘Id yang bermakna kembali atau berulang, karena memang
adalah sbb:
hari raya tersebut senantiasa kembali dan berulang setiap tahunnya.
1. Takjil bersama
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau men-
dapati penduduk Madinah bergembira pada dua hari yang mereka jadikan 2. Shalat Magrib Berjamaah
sebagai Hari Raya. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari 3. Buka (makan) bersama
raya yang lebih baik dari dua hari raya kalian, yaitu Hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul 4. P e m b e r i a n b a n t u a n
Adh-ha.” HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i dengan sanad shahih. Disha- kepada anak yatim/piatu/
hihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2021. fakir/miskin dari santri
Ini di antara yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa yayasan Miftahul Hasan.
sallam tidak ingin ada hari raya dalam Islam kecuali ‘Idul Fithri dan ‘Idul 5. Sholat Isya’ dan Witir
Adh-ha. berjamaah
Pada hari tersebut Allah berikan kepada kaum muslimin kenikmatan 6. Tauziah
berupa syi’ar-syi’ar ibadah dan anugrah kebaikan dan kebahagiaan yang
mereka tampakkan pada dua hari tersebut. Di antaranya nikmat kembali Tauziah dibawakan oleh Us-
boleh makan, minum, dan jima’ setelah sebelumnya dilarang selama sebu- tadz Hasanudin Adam dengan tema “Proses Penyususnan Al Qur’an”.
lan penuh, keluasaan merayakan hari tersebut dengan hal-hal yang mubah Panitia mengundang 27 Santri usia PAUD, TK dan SD dari Yayasan
dan kesenangan yang diperbolehkan. Di antaranya juga kenikmatan Miftahul Hasan. Mereka didamp-
merayakan hari tersebut dengan lantunan takbir, tahlil, dan tahmid, ke- ingi oleh 6 orang tua dan 2 pen-
mudian shalat, serta menyempurnakan pelaksanaan manasik haji di negeri gasuh. Sebanyak 25 paket diti-
yang suci, dan bertaqarrub kepada-Nya dengan menumpahkan darah tipkan kepada pengasuh
hewan qurban. Yayasan untuk diberikan kepada
● Hukum Shalat ‘Id santri yang tidak hadir pada malam
hari tersebut.
Di antara syi’ar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha adalah pe-
laksanaan shalat ‘id, yang dilakukan di tempat lapang dan terbuka, yang Total santunan yang diberikan
dihadiri oleh kaum muslimin. Para ‘ulama sepakat bahwa Shalat ‘Id sebanyak 52 paket masing-
masyru’. Namun para ‘ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, masing bernilai Rp 50 ribu. Sum-
apakah sunnah, fardhu kifayah, ataukah fardhu ‘ain. ber dana diperoleh dari Pengum-
pulan dana selama Ramadhan
1. Pendapat Pertama : Sunnah Mu`akkad. 1431 H yang akan dibuatkan laporan tersendiri oleh takmir. (Aris Budian-
Dalilnya adalah : toro)
a. Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang arab
badui yang bertanya tentang hal-hal yang wajib dalam agama, maka jawa-
ban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Shalat lima waktu yang telah tetap-
kan untuk hamba-hamba-Nya.”
Kemudian si arab badui tersebut bertanya lagi, “Apakah ada lagi kewa-
jiban lain atasku?”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Tidak.
b. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz tatkala
beliau memberikan pengarahkan kepada Mu’adz yang hendak beliau utus
ke Yaman sebagai da’i. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
kepada Mu’adz kewajiban-kewajiban yang harus disampaikan kepada
ahlul kitab Yaman, di antaranya : “Jika mereka telah mentaatimu dalam hal
itu (yakni mau memenuhi ajakan kepada tauhid/syahadatain) maka berikut-
nya ajarkan kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada 2. Wanita haidh harus menjauhi tempat shalat.
mereka shalat lima waktu dalam sehari dan semalam.”
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah berkata:
Sisi pendalilan : pada hadits di atas, dengan tegas Nabi shallallahu “Shalat ‘Id hukumnya fardhu kifayah menurut kebanyakan ‘ulama, boleh
‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa yang wajib adalah shalat lima waktu untuk tidak mengerjakannya bagi sebagian orang. Namun hadir dan turut
saja. Berarti semua shalat selain shalat lima waktu maka hukumnya adalah serta (shalat ‘Id) bersama saudara-saudaranya kaum muslimin merupakan
sunnah atau tidak wajib. sunnah yang ditekankan yang tidak sepantasnya ditinggalkan kecuali
Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan karena adanya ‘udzur (alasan) syar’i.”
shalat ‘id, maka tingkat sunnah di sini adalah sunnah mu`akkad. Sementara itu, sebagian ‘ulama lainnya berpendapat bahwa Shalat ‘Id
Namun pendalilan di atas kurang tepat. Karena jawaban Nabi shallal- hukumnya fardhu ‘ain sebagaimana Shalat Jum’at. Tidak boleh bagi seo-
lahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan kewajiban shalat yang bersifat rang mukallaf pun dari kalangan pria merdeka penduduk setempat untuk
harian. Karena tidak diragukan ada shalat-shalat lain yang hukumnya wajib tidak mengerjakannya. Pendapat ini lebih kuat dalilnya dan lebih dekat
di luar shalat lima waktu. Misalnya shalat Jum’at, Shalat Kusuf (Gerhana), kepada kebenaran. Dan disunnahkan bagi kaum wanita untuk menghadiri
dan Shalat Tahiyyatul Masjid. shalat ‘id juga, namun dengan tetap memperhatikan hijab, menutup aurat,
dan tidak mengenakan wewangian. Hal berdasarkan hadits yang sah
2. Pendapat Kedua : Fardhu / Wajib. dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Ummu ‘Athiyyah radhi-
Berdasarkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada semua yallahu ‘anhu berkata : “Kami diperintah (oleh Nabi) mengajak keluar pada
kaum muslimin, baik pria maupun wanita, bahkan wanita yang padanya hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha, para gadis, wanita-wanita yang se-
ada halangan sekalipun. dang haidh, dan para wanita pingitan. Agar mereka juga bisa turut men-
yaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Adapun para wanita haidh
Dari Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Rasulullah shallal- maka dia harus menjauhi tempat shalat.
lahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan mereka
pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha, yaitu para gadis, wanita-wanita Pada sebagian riwayat :
yang sedang haidh, dan para wanita pingitan. Adapun para wanita haidh Salah seorang wanita berkata : “Wahai Rasulullah, ada di antara kami
maka dia harus menjauhi shalat. Hendaknya mereka semua menyaksikan tidak memiliki jilbab?” Maka beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam )
kebaikan dan dakwah kaum muslimin.” menjawab : “Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbab kepadanya.“.
Maka aku (Ummu ‘Athiyyah) berkata : Wahai Rasulullah, ada di antara (Muttafaqun ‘alaihi)
kami tidak memiliki jilbab? Tidak diragukan, bahwa hadits ini menunjukkan ditekankannya bagi
Maka beliau (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ) menjawab : Hen- kaum wanita untuk turut hadir dalam shalat ‘Id agar mereka juga bisa
daknya saudarinya meminjamkan jilbab kepadanya. (Muttafaqun ‘alaihi) menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin.” (Majmu Fatawa wa
Maqalat Mutanawwi’ah XIII/7-8).
Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para
wanita untuk keluar, sampai wanita yang sedang haidh pun beliau perintah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata :
untuk turut serta juga, bahkan yang tidak punya jilbab beliau perintah untuk “Shalat ‘Id merupakan sunnah yang wajib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
dipinjami agar ia bisa turut serta juga, kecuali karena untuk perintah yang sallam memerintahkannya, bahkan beliau juga memerintahkan kaum
bersifat fardhu ‘ain. wanita untuk hadir pula dalam shalat ‘Id. Namun tidak boleh bagi wanita
untuk mendatangi tempat shalat ‘id dalam keadaan berdandan, atau
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata : “Perintah tersebut menun- memakai wewangian, atau berhias, atau terbuka wajahnya. Karena itu
jukkan kewajiban. Jika keluar (menuju mushalla ‘id) adalah wajib, maka semua haram.
tentu shalat lebih wajib lagi, sebagaimana itu sudah sangat jelas.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita manapun yang
Maka yang benar adalah wajibnya (shalat ‘id) bukan sekedar sunnah. memakai bukhur (salah satu jenis wewangian) maka jangan hadir shalat
Dan di antara dalil yang menunjukkan wajib adalah bahwa shalat ‘Id bisa ‘Isya’ bersama kami (di masjid).”
menggugurkan shalat Jum’at apabila jatuh pada hari yang sama. C
” (Tamamul Minnah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita yang memaki
bukhur, maka bagaimana dengan wanita yang memakai wewangian paling
● Fardhu ‘Ain ataukah Fardhu Kifayah? wangi, lalu datang ke masjid? Maka dia berdosa, sejak ia keluar rumah
sampai ia kembali lagi ke rumah.
Sebagian ‘ulama berpendapat hukum fardhu di sini adalah fardhu ki-
fayah. Maka wajib atas kaum wanita untuk keluar (untuk shalat ‘Id) dengan
penampilan yang diizinkan oleh syari’at. Yaitu keluar tidak dengan berhias,
Sebagian lagi berpendapat Fardhu ‘Ain. Pendapat ini lebih kuat,
tidak memakai wewangian, tidak pula bersolek. Berjalan dengan sopan,
karena perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum wanita,
tidak berbicara dengan pria. Karena itu termasuk fitnah.
seandainya fardhu kifayah, maka cukup kaum pria yang diperintah untuk
mengerjakan. Tapi ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam me- Kaum wanita hadir shalat ‘id hanyalah dalam rangka barakah dari
merintahkan kaum wanita, bahkan yang tidak punya jilbab diperintahkan berkumpulnya kaum muslimin dalam menjalankan ketaatan dan
untuk dipinjami. Pendapat terakhir ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu peribadatan kepada Allah, dan menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum
Taimiyyah rahimahullah. muslimin. (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XVI/165)
Perhatian : ● Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Id
1. Namun yang perlu menjadi catatan penting adalah, bahwa keluarnya Shalat ‘Id dilaksanakan di Mushalla, yaitu tempat terbuka dan lapang di
kaum wanita untuk shalat ‘Id adalah harus tetap memperhatikan keten- pinggir kota, desa, atau perkampungan. Berdasarkan hadits dari shahabat
tuan syari’at, yaitu harus mengenakan hijab syar’i, tidak berhias, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu: “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
menghindari ikhtilath (campur baur antara kaum pria dan kaum wanita), sallam keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha menuju
dll. mushalla.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh jumhur (mayoritas) ‘ulama, solek. Haram bagi kaum wanita keluar dalam keadaan memakai wewan-
bahwa shalat ‘Id dikerjakan di mushalla, kecuali jika ada ‘udzur seperti gian dan berdandan.
hujan atau lainnya, maka ketika itu dikerjakan di masjid.
b. Pakaian bagus di sini bukan berarti baju yang baru, apalagi baju mewah
Adapun ‘ulama syafi’iyyah berpendapat bahwa Shalat ‘Id lebih utama yang mahal.
dikerjakan di masjid jika masjidnya memang luas. Karena masjid meru-
2. Mandi
pakan tempat yang paling mulia dan paling bersih dari pada tempat-tempat
lainnya. Namun jika masjidnya sempit maka ketika itu baru dikerjakan di Sebagian ‘ulama berpendapat disunnahkan mandi terlebih dahulu
mushalla. sebelum berangkat shalat ‘Id. Hal ini diriwayatkan dari sebagian Salaf.
Namun pendapat Jumhur ‘ulama lebih tepat. Karena itulah yang sesuai 3. Makan terlebih dahulu Sebelum Berangkat menuju Shalat ‘Idul
dengan sunnah dan cara pelaksanaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Fithri
sallam. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menje-
laskan permasalahan ini secara panjang lebar, diiring dengan argumen- Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Dulu Rasu-
tasi-argumentasi ilmiah nan kokoh dalam risalah beliau berjudul Shalatul lullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berangkat pada Hari ‘Idul Fithri
‘Idain fil Mushalla hiyas Sunnah (Shalat Dua Hari Raya di Mushalla itulah (menuju shalat ‘id) sebelum beliau memakan beberapa kurma terlebih
Sunnah). dahulu.” (HR. Al-Bukhari)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya : Dalam riwayata lain dengan tambahan keterangan : Memakan kurma
“Apa hukum shalat ‘Id di masjid?” dalam jumlah ganjil. HR. Ibnu Khuzaimah, Al-Bukhari secara mu’allaq.

Maka beliau rahimahullah menjawab : “Tuntunan Sunnah dalam pelak- 4. Adapun Pada ‘Idul Adh-ha Mengakhirkan Makan, dan Baru Makan
sanaan Shalat ‘id adalah dilaksanakan di tempat terbuka dan lapang. setelah Kembali.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu keluar untuk Shalat ‘Id “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat pada hari
ke tempat terbuka dan lapang, padahal beliau sendiri yang telah memberi- ‘Idul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu, dan pada ‘Idul Adh-ha be-
takan tentang nilai shalat di Masjid Nabawi “lebih baik daripada seribu kali liau tidak makan sampai beliau mengerjakan shalat.” (HR. At-Tirmidz.)
shalat di tempat lain.” Meskipun demikian beliau meninggalkan shalat ‘Id di
Masjid Nabawi, dan beliau memilih keluar menuju mushalla, mengerjakan Dalam riwayat lain dengan lafazh : 5 dan pada ‘Idul Adh-ha beliau
shalat ‘Id di situ. tidak makan sampai beliau kembali (dari shalat ‘Id) (HR. Ibnu Majah)

Atas dasar ini, maka sunnah adalah kaum muslimin keluar menuju Kedua hadits di atas dari shahabat Buraidah radhiyallahu ‘anhu ,
tanah terbuka dan lapang dalam melaksanakan shalat ‘Id, yang meru- dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
pakan salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam. 5. Menuju ke Mushalla Shalat ‘Id dengan melewati Jalan yang Berbeda
Namun berbeda dengan di dua tanah haram (Makkah dan Madinah) antara berangkat dan pulangnya
sejak dulu. Shalat ‘Id dilaksanakan di Masjidil Haram (Makkah), dan juga di Dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma : “Dulu Nabi
Masjid Nabawi. Demikianlah praktek kaum muslimin sejak masa lalu. shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila Hari Raya, beliau menempuh jalan
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah juga ditanya : Apakah Shalat ‘Id yang berbeda.” (Muttafaqun ‘alaihi)
di tanah lapang terbuka afdhal (lebih utama) walaupun di Makkah dan Dari shahabat Abu Hurairah : “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Madinah? Ataukah Al-Haram (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) lebih apabila keluar menuju shalat ‘Id, beliau pulang melewati jalan yang ber-
utama? beda dengan jalan berangkat.” (HR. Ahmad, At-Tirmidz, Ibnu Majah.)
Beliau rahimahullah menjawab : “Shalat ‘Id di mushallah lebih utama. 6. Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Id
Namun di Makkah sudah berlangsung praktek sejak dahulu bahwa kaum
muslimin shalat ‘Id di Masjdil Haram. Demikian juga di Madinah kaum mus- Waktu Shalat ‘Id adalah seperti waktu Shalat Dhuha, yaitu sejak
limin sejak dahulu shalat ‘Id di Masjid Nabawi. Untuk Madinah, tidak dira- Matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya Matahari. Dalilnya :
gukan shalat ‘Id di mushalla lebih utama, sebagaimana praktek Nabi shal- Pertama : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafa`ur Rasy-
lallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khalafa`ur Rasyidini radhiyallahu idin radhiyallahu ‘anhum tidaklah mengerjakan shalat ‘id kecuali setelah
‘anhum. Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan Shalat ‘Id di Matahari setinggi tombak.
mushalla.”
Kedua : Bahwa sebelum itu (yakni mulai selesai shubuh, sampai
(Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XVI/142) matahari terbit namun masih belum setinggi tombak) adalah waktu terla-
Hukum-Hukum dan Adab-adab terkait Hari Raya rang untuk shalat. (lihat Asy-Syarhul Mumti’, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin)

1. Mengenakan Pakaian yang Bagus Al-Imam Abu Dawud rahimahullah dalam kitab Sunan-nya meletakkan
bab berjudul : “Waktu Berangkat untuk Shalat ‘Id“. Kemudian beliau men-
Dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : “Dulu Nabi yebutkan atsar dari salah seorang Shahabat Nabi bernama ‘Abdul bin Bisr
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Id mengenakan burdah merah.” HR. radhiyallahu ‘anhu: “‘Abdullah bin Bisr salah seorang shahabat Rasulullah
Ath-Thabarani. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama kaum muslimin pada hari
Ash-Shahihah no. 1279. ‘Idul Fithri atau ‘Idul Adh-ha. Maka beliau mengingkari keterlambatan
Perhatian : imam. Beliau berkata : “Dulu ketika kami bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, pada waktu seperti ini sudah selesai shalat.” Saat ini
a. Mengenakan Pakaian Bagus ini berlaku hanya bagi pria. Adapun kaum adalah sudah masuk waktu shalat Dhuha.” (HR. Abu Dawud. Dishahihkan
wanita tidak diperkenankan mengenakan pakaian yang indah ketika ber- oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Irwa`ul Ghalil III/101.)
angkat ke mushalla. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang kaum wanita yang keluar ke masjid, “namun hendaknya mereka Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah berkata ketika men-
keluar dengan tidak mengenakan wewangian.” HR. Abu Dawud, yakni jelaskan riwayat di atas:
dengan mengenakan pakaian biasa, bukan pakaian berdandan atau ber- Abu Dawud menyebutkan bab : “Waktu Berangkat Untuk Shalat ‘Id”,
yakni berangkat pada awal siang. Khathib tiba apabila Matahari sudah
Buletin At-Taqwa diterbitkan oleh Takmir Masjid At-Taqwa tinggi. Waktu boleh untuk shalat datang setelah waktu terlarang untuk
PT YTL Jawa Timur - Paiton - Indonesia shalat, yaitu ketika Matahari sudah setinggi tombak. Terdapat satu hadits
yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu
Ketua: Budhi Santoso menyegerakan pelaksanaan Shalat ‘Idul Adh-ha, dan mengakhirkan pelak-
Wakil: Arief Saptahadi sanaan Shalat ‘Idul Fithri.

Sekretaris: Jaiman Shalat ‘Idul Fithri jika engkau akhirkan sedikit dari masuknya waktu,
maka akan memberikan kesempatan lebih luas untuk pembagian Zakat
Bendahara : Yusuf Effendi Fitri. Adapun Shalat ‘Idul Adh-ha jika disegerakan, maka memberikan ke-
At-Taqwa menerima sumbangan artikel/tulisan bertema pengetahuan sempatan lebih luas untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.
Islam. Tulisan bisa dikirimkan ke Seksi Syiar & Dakwah (Redy Hartono : Yang jelas, waktu Shalat ‘Id dimulai sejak Matahari setinggi tombak,
redy@at-taqwa.org) atau Bagian Bulletin (Heri Yuono : heri@at- sebagaimana hadits shahabat ‘Abdullah bin Bisr C. .” (Syarh Sunan Abi
taqwa.org) atau takmir@at-taqwa.org. Dawud - Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad)
dilakukan setelahnya pada dua rakaat tersebut.” HR. Ad-Daraquthni dan
Al-Baihaqi. Lihat Al-Irwa` III/108.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bertakbir pada ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha, pada rakaat pertama
sebanyak 7 kali takbir, dan para rakaat kedua 5 kali takbir.”
Takbir ini hukumnya sunnah. Jika ditinggalkan, baik sengaja maupun
lupa, tidak membatalkan shalat. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
“Saya tidak mengetahui ada perselihan dalam masalah ini.“
Asy-Syaukani rahimahullah merajihkan bahwa jika lupa tidak perlu
sujud sahwi.
Apa yang dibaca antara takbir-takbir tersebut?
Dari shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ta’anhu tentang shalat
‘Id : “Antara tiap dua takbir (membaca) pujian untuk Allah ‘Azza wa Jalla
dan sanjungan terhadap Allah.”
Apakah Mengangkat Tangan ketika Takbir?
Pada fatwa no. 10.557 Al-Lajnah Ad-Da`imah menegaskan bahwa
“Mengangkat kedua tangan pada tiap takbir.” (Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baz, ‘Abdurrazzaq ‘Afifi, dan ‘Abdullah bin Ghudayyan)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:
“Yang benar, mengangkat kedua tangan pada tiap-tiap takbir, demikian
juga pada takbir shalat jenazah. Karena ini diriwayatkan dari shahabat
radhiyallahu ‘anhum, dan tidak ada dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
riwayat yang menyelisihinya. Amalan seperti ini tidak ada kesempatan bagi
ijtihad, karena itu gerakan dalam ibadah, tidaklah seorang shahabat
berpegang pada satu pendapat, kecuali ada asalnya dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah shahih riwayat dari Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma, “bahwa beliau dulu mengangkat kedua tangannya
pada tiap-tiap takbir shalat jenazah.” Bahwa diriwayatkan secara marfu’, di
antara ‘ulama ada yang menshahihkan riwayat yang marfu’ dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ada pula riwayat dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu :
“bahwa beliau dulu mengangkat kedua tangannya pada tiap-tiap takbir
shalat jenazah dan shalat ‘Id.”
Surat yang dibaca dalam Shalat ‘Id
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata : “Dulu Rasulul-
lah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada shalat ‘id dan shalat Jum’at mem-
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: baca surat “Sabbihisma Rabbikal a’la” (yakni surat Al-A’la) dan surat “Hal
“Waktu Shalat ‘Id dimulai semenjak Matahari setinggi tombak dan berakhir Atakah Haditsul Ghasyiyah” (yakni surat Al-Ghasyiyyah). Apabila Hari ‘Id
ketika zawal (Matahari mulai tergelincir). Namun disunnahkan untuk men- dan hari Jum’at bertemu pada satu hari yang sama, maka beliau pun mem-
yegerakan pelaksanaan Shalat ‘Idul Adh-ha, dan mengakhirkan pelak- baca dua surat tersebut pada kedua shalat (yakni shalat ‘Id dan Shalat
sanaan Shalat ‘Idul Fithri. Berdasarkan keterangan yang diriwayatkan dari Jum’at). HR. Muslim
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau dulu melaksanakan shalat
Dari Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu : ‘Umar bin Al-Khaththab
‘Idul Adh-ha ketika Matahari setinggi tombak, dan melaksanakan Shalat
bertanya kepadaku tentang surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallal-
‘Idul Fithri ketika Matahari setinggi dua tombak. Karena umat ketika ‘Idul
lahu ‘alaihi wa sallam pada hari ‘Id? Maka aku jawab : “Beliau membaca
Fithri butuh waktu yang longgar untuk memberikan kesempatan membagi-
surat “Iqtarabatis Sa’ah” (yakni surat Al-Qamar) dan surat “Qaf. Wal
kan Zakat Fitri. Adapun pada ‘Idul Adh-ha yang dituntunkan untuk
Qur`anil Majid” (yakni surat Qaf).” HR. Muslim
bersegera menyembelih hewan qurban, dan ini tidak bisa terwujud kecuali
jika shalat disegerakan pada awal waktu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni 9. Tidak Ada Shalat Apapun Sebelum dan Sesudahnya
‘Utsaimin XVI/141)
Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma : “Bahwa
7. Apakah ada Adzan dan Iqamah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat pada hari ‘Idul Fithri, maka
beliau mengerjakan Shalat (‘Id) dua rakaat, beliau tidak shalat apapun
Dari ‘Atha rahimahullah dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas dan Jabir
sebelum atau pun sesudahnya, dan bersama beliau shahabat Bi-
bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhum, berkata : “Tidak pernah ada adzan pada
lal.” (Muttafaqun ‘alaihi)
hari ‘Idul Fithri maupun ‘Idul Adh-ha.”
10. Khuthbah ‘Id setelah Shalat
Kemudian aku (‘Atha`) bertanya kepadanya setelah beberapa waktu,
maka Ibnu ‘Abbas berkata, Jabir bin ‘Abdillah memberitakan bahwa tidak Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, berkata:
ada adzan untuk shalat ‘Idul Fithri ketika keluarnya imam atau pun “Aku menghadiri pelaksanaan shalat ‘id bersama Rasulullah shallallahu
setelahnya, tidak ada pula iqamah, tidak ada seruan, dan tidak ada ‘alaihi wa sallam, dan bersama Khalifah Abu Bakr, Khalifah ‘Umar, dan
sesuatupun. Tidak ada adzan pada hari itu, dan tidak ada pula Khalifah ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum, mereka semua mengerjakan shalat
iqamah.” (Muttafaqun ‘alaihi.) terlebih dahulu sebelum khuthbah.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Saya shalat dua Dari ‘Abdullah bin Sa`ib radhiyallahu ‘anhu : “Aku menghadiri pelak-
hari raya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari sekali sanaan shalat ‘Id bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika
atau dua kali, semuanya tanpa adzan dan tanpa iqamah.” (HR. Muslim) selesai mengerjakan shalat, beliau bersabda : “Kami akan berkhutbah,
barangsiapa ingin duduk (mendengar khuthbah), maka silakan duduk,
8. Tata Cara Shalat ‘Id
namun barangsiapa yang ingin pergi, boleh untuk pergi.” (HR. Abu Dawud
Shalat ‘Id dua rakaat. Setelah Takbiratul Ihram sebelum membaca Al- dan Ibnu Majah.)
Fatihah, takbir sebanyak 7 kali pada rakaat pertama, dan takbir sebanyak
11. Apakah Khuthbah ‘Id dibuka dengan Takbir?
5 kali pada rakaat kedua.
Hukum asalnya adalah seorang khathib memulai khuthbah dengan
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata, Nabi
Khutbatul Hajah. Tidak ada riwayat yang sah dari Nabi shallallahu ‘alaihi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Takbir pada Shalat ‘Idul Fithri
wa sallam bahwa beliau membuka Khuthbah ‘Id dengan takbir.
tujuh kali pada rakaat pertama, lima kali pada rakaat kedua. Dan qiraah
12. Qadha Shalat ‘Id
Bertepatannya Hari Raya Ied Dengan
Dari Abu ‘Umair bin Anas bin Malik berkata, salah seorang pamanku
dari Anshar dari kalangan shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Hari Jum'at
memberitakan kepadaku, mereka berkata, “bahwa hilal Syawwal terhalangi
dari kami. Maka keesokan harinya kami pun masih berpuasa. Pada akhir Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Atsari
siang datanglah rombangan para pengendara, maka mereka bersaksi Telah meriwayatkan Abu Daud (1070), An-Nasa'i (3/194), Ibnu Majah
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka telah meli- (1310), Ibnu Khuzaimah (1461), Ad-Darimi (1620) da Ahmad (4/372) dari
hat hilal kemarin sore. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam me- Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami ia berkata.
merintahkan mereka (para shahabat) untuk membatalkan puasanya, dan
melaksanakan shalat ‘Id esok harinya. "Aku menyaksikan Mua'wiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid
bin Arqam, ia berkata : "Apakah engkau pernah menyaksikan bersama
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertemunya dua hari raya pada
satu hari ?"
• Hadits ini menunjukkan bahwa shalat ‘Id jika tidak diketahui telah ma-
suk ‘Idul Fithri kecuali setelah berakhir (keluar) waktu pelaksanaan Zaid berkata : "Ya"
shalat ‘Id, maka pelaksanaannya ditunda esok harinya. Namun jika
Mu'awiyah berkata : "Lalu apa yang beliau lakukan ?"
diketahui ketika masih dalam rentang waktu shalat ‘Id, maka dikerjakan
hari itu juga. Zaid menjawab : "beliau shalat Id kemudian memberi keringanan
(rukhshah) untuk shalat Jum'at, beliau bersabda :
• Shalat yang dikerjakan esok harinya, apakah shalat ada` (tunai) atau
qadha? Jawabnnya adalah shalat ada` (tunai), karena berdasarkan "Siapa yang ingin shalat maka shalatlah"[1]
perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Segala yang diperintah oleh Abu Hurairah dan selainnya membawakan riwayat tentang hal ini dari
Allah dan Rasul-Nya, maka pelaksanaannya adalah ada’ (tunai). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam .
(lihat Syarh Bulughul Maram , Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin). Dan ini yang diamalkan para sahabat Radhiyallahu 'anhum .
13. Jika Terlewatkan dari Shalat ‘Id Abdurrazzaq meriwayatkan dalam "Al-Mushannaf" (3/305) dan juga
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meletakkan bab dalam Shahih-nya : Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" (2/187) dengan sanad yang sha-
“Jika Terlewatkan dari Shalat ‘Id maka Hendaknya Mengerjakan Shalat hih dari Ali Radhiyallahu 'anhum , bahwasanya berkumpul dua hari raya
Dua Raka’at.” pada satu hari, maka ia berkata :

Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa cara mengerjakan Shalat Dua "Artinya : Siapa yang ingin menghadiri shalat Jum'at maka hadirilah
Raka’at tersebut adalah persis dengan dengan cara pelaksanaan Shalat dan siapa yang ingin duduk maka duduklah"
‘Id itu sendiri, namun tanpa khuthbah. Dalam "Shahih Bukhari" (5251) disebutkan riwayat semisal ini dari
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat jika Utsman Radhiyallahu 'anhum .
terlewatkan shalat ‘id maka tidak perlu diqadha’. Karena dua alasan : Dalam "Sunan Abi Daud" (1072) dan "Mushannaf Abdur-
razaq" (nomor 5725) dengan sanad yang Shahih dari Ibnuz Zubair.
• karena tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
"Artinya : Dua hari raya bertemu dalam satu hari, maka ia mengum-
• karena Shalat ‘Id adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama pulkan keduanya bersama-sama dan menjadikannya satu. Ia shalat Idul
pada waktu tertentu, tidaklah disyari’at pelaksanaannya kecuali dengan Fitri pada hari Jum'at sebanyak dua raka'at pada pagi hari, kemudian ia
cara tersebut. tidak menambah hingga shalat Ashar..."
14. Takbir Pada ‘Idul Fithri Asy-Syaukani berkata dalam "Nailul Authar" (3/348) mengikuti riwayat
ini :
Disyari’atkan bertakbir pada ‘Idul Fithri, dimulai sejak keluar berangkat
menuju shalat ‘id hingga dimulainya khutbah ‘id. Ini berdasarkan riwayat "Dhahir riwayat ini menunjukkan bahwa ia tidak mengerjakan shalat
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejumlah shahabatnya. Dhuhur.
Sebagian ‘ulama berpendapat bahwa takbir dimulai semenjak tengge- Dalam riwayat ini menunjukkan bahwa shalat Jum'at jika gugur den-
lamnya Matahari malam ‘Idul Fithri. gan salah satu sisi yang diperkenankan, maka tidak wajib bagi orang
yang gugur darinya untuk mengerjakan shalat dhuhur. Dengan ini Atha'
Adapun lafazh takbir :
berpendapat.
.‫ الحمد‬Q‫ أكبر و‬W ،‫ أكبر‬W ،W ‫ ال إله إال‬،‫ أكبر‬W ‫ أكبر‬W Tampak bahwa orang-orang yang berkata demikian karena Jum'at
adalah pokok. Dan engkau tahu bahwa yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala
Atau boleh juga :
bagi hamba-hamba-Nya pada hari Jum'at adalah shalat Jum'at, maka
mewajibkan shalat Dhuhur bagi siapa yang meninggalkan shalat Jum'at
Q‫ و‬،‫ أكبر‬W ،‫ أكبر‬W ،W ‫ ال إله إال‬،‫ أكبر‬W ،‫ أكبر‬W ،‫ أكبر‬W karena udzur atau tanpa udzur butuh dalil, dan tidak ada dalil yang pantas
.‫الحمد‬ untuk dipegang sepanjang yang aku ketahui"
15. Mengucapkan Selamat pada Hari Raya [Disalin dari Kitab Ahkaamu Al-Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah,
edisi Indonesia Hari Raya Bersama Rasulullah, oleh Syaikh Ali Hasan bin
Dari Jubair bin Nufair berkata, “Dulu para shahabat Nabi shallallahu Ali Abdul Hamid, Al-Atsari, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Ummu
‘alaihi wa sallam jika bertemu pada hari ‘Id, yang satu mengucapkan pada Ishaq Zulfa Husein]
lain :
_________
‫ منا ومنكم‬W ‫تقبل‬ Foote Note.
Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan dari anda (diriwayatkan [1]. Imam Ali Ibnul Madini menshahihkan hadits ini sebagaimana dalam
oleh Al-Muhamili) "At-Talkhisul Habir" 2/94
Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata : “Tidak mengapa seorang mus-
lim mengatakan kepada saudaranya sesama muslim (pada Hari Raya) :
“Taqabbalallahu minna wa minka a’malana ash-shalihah”, dan saya tidak
mengetahui ada nash khusus. Seorang muslim mendoakan saudaranya
dengan doa yang baik, berdasarkan dalil-dalil yang sangat ban- INFAQ, ZAKAT, & SHODAQOH bisa disalurkan me-
yak.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XIII/25)
lalui Takmir Masjid At-Taqwa atau transfer ke
Sumber: http://abuamincepu.wordpress.com/2009/09/19/pembahasan-
seputar-hari-raya-idul-fitri-dan-idul-adha/
Rekening BCA 20-10-21-35-95 KCP Kraksaan a/n
Budhi Santoso/Yusuf Effendy.

Vous aimerez peut-être aussi