Vous êtes sur la page 1sur 11

Menara Perkebunan 2009, 77(1), 36-46

Perbanyakan in vitro tanaman kina


(Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas aksiler dan apikal
In vitro propagation of cinchona (Cinchona ledgeriana Moens)
from axillary and apical buds

Imron RIYADI & J. S. TAHARDI


Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor 16151, Indonesia

Summary nodes was 24.6 shootlets with 3 mg/L BA


treatment, whereas in apical nodes it was 17.2
The use of the appropriate source of nodal shootlets with 5 mg/L BA treatment for eight
bud explants in culture can increase the weeks. The highest rooting frequency of
effectiveness and efficiency of shoot cinchona plantlet was 90%, achieved with
multiplication. An experiment was conducted 5 mg/L IAA in combination with 0.5 mg/L IBA.
to determine and compare the rate of in vitro The plantlets were successfully acclimatized
shoot multiplication from apical and axillary and transplanted to the field.
buds in cinchona (Cinchona ledgeriana Moens) [Key words: Shoot multiplication, Cinchona
and their subsequent growth and development. ledgeriana, apical bud, axillary
The plant material used was Cinchona bud].
ledgeriana originating from the Indonesian
Tea and Cinchona Research Institute,
Gambung, West Java. Explants were taken
from apical and axillary nodes from in vitro Ringkasan
germinated seedlings. The cultures were
incubated at 260C and 60% relative humidity Sumber eksplan berupa nodus/tunas pada
under a 14-h photoperiod with light intensity of kultur in vitro umum digunakan untuk multi-
30 µmol photon/m2/sec. provided by cool-white plikasi tunas. Penelitian ini bertujuan untuk
fluorescent tubes (TL 40 W) for 4 - 8 weeks. membandingkan tingkat multiplikasi antara
The parameters observed were shoot tunas apikal dengan tunas aksiler tanaman kina
multiplication rate, shoot growth and Ledger secara in vitro. Bahan tanaman yang
development such as shoot length, leaf number digunakan adalah kina Ledger (Cinchona
and rooting frequency. Apical and axillary ledgeriana Moens) yang berasal dari Pusat
nodes produced shoots at different Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Jawa
multiplication rates on Murashige-Skoog (MS) Barat. Eksplan berupa nodus/tunas apikal dan
standard medium containing 30 g/L sucrose aksiler asal biji yang dikecambahkan secara in
and supplemented with 1 – 5 mg/L BA in vitro. Kultur tersebut diinkubasikan dalam
combination with 0.1 mg/L IBA. Furthermore, ruang terang pada intensitas cahaya 30 µmol
shoots or plantlets of cinchona grew and foton/m2/detik dengan periode penyinaran
developed on the same media containing 5 – 14 jam pada suhu 26 0C dan kelembaban relatif
10 mg/L IAA combined with 0.5 mg/L IBA. The + 60% selama 4 – 8 minggu. Parameter yang
results showed that shoot multiplication rate diamati adalah perbandingan multiplikasi tunas
was higher in axillary than in apical nodes. dan pertumbuhan tunas yang meliputi rata-rata
The highest multiplication rate in axillary tinggi tunas, jumlah daun dan frekuensi

36
Riyadi & Tahardi

pengakaran. Nodus apikal maupun aksiler kandungan kuinolin yang lebih rendah,
menghasilkan tunas dengan tingkat sedangkan cara setek menghadapi
multiplikasi yang berbeda pada medium kesulitan dalam menginduksi perakaran-
Murashige-Skoog (MS) standar yang nya. Untuk teknik sambungan dan okulasi
mengandung sukrosa 30 g/L dan ditambahkan
BA 1 – 5 mg/L dikombinasikan IBA 0,1 mg/L.
selain diperlukan batang bawah dalam
Selanjutnya tunas/planlet kina tersebut berhasil jumlah besar, juga perlu diperhatikan
tumbuh dan berkembang pada medium sama kesesuaian batang bawah dengan batang
yang diberi IAA 5 – 10 mg/L dikombinasikan atasnya. Kendala lain yang dihadapi
dengan IBA 0,5 mg/L. Hasil penelitian dalam penyediaan bibit secara konven-
menunjukkan bahwa tingkat multiplikasi tunas sional antara lain dengan setek sambung
aksiler lebih tinggi dari pada tunas apikal. memerlukan waktu cukup lama yaitu 10 –
Multiplikasi tunas aksiler menghasilkan jumlah 12 bulan, dengan kematian mencapai
tunas rata-rata tertinggi sebesar 24,6 tunas per 20-30 %. Selain itu, dengan teknik
eksplan pada perlakuan BA 3 mg/L sedangkan
multiplikasi tunas apikal tertinggi sebesar 17,2
pembibitan secara konvensional peme-
tunas per eksplan pada perlakuan BA 5 mg/L nuhan kebutuhan bibit jarak jauh juga
pada umur delapan minggu. Frekuensi menjadi kendala, kematian akibat
pengakaran planlet kina tertinggi mencapai pengangkutan cukup tinggi, yaitu
90% pada perlakuan IAA 10 mg/L yang mencapai 50 % (Sukasmono et al., 1980).
dikombinasikan dengan IBA 0,5 mg/L. Planlet Teknik in vitro melalui penggandaan tunas
yang dihasilkan telah berhasil diaklimatisasi pucuk dan tunas aksiler merupakan
dan dipindahkan ke tempat persemaian lapang. metoda alternatif untuk perbanyakan
tanaman kina secara cepat dan efisien
(Krikorian et al., 1982). Bibit yang
Pendahuluan
dihasilkan selain bersifat klonal juga
memiliki kejaguran yang lebih tinggi
Kulit batang tanaman kina (Cinchona
dibandingkan dengan bibit asal biji, setek,
spp.) mengandung alkaloid kuinolin
sambungan ataupun okulasi (Cestellanos
(quinoline) yang dapat digunakan sebagai
et al., 2008).
obat penyakit malaria, jantung, kram
Penelitian penggandaan tunas aksiler
(night cramps) dan penimbul rasa pahit
tanaman kina secara in vitro telah
(bittering agent) serta pencerah minuman
dilaporkan oleh Santoso et al. (2004) yang
ringan (Sumaryono & Riyadi, 2005).
menggunakan medium MS dengan
Permintaan terhadap bahan baku tersebut
penambahan BA pada konsentrasi 0 –
oleh industri minuman dan obat-obatan
5 mg/L. Penggandaan terbaik tanaman
terus meningkat, sehingga produksi kulit
kina Ledger sebanyak 7 tunas/eksplan dan
kina perlu ditingkatkan melalui perluasan
Succi sebanyak 3 – 4 tunas/eksplan yang
areal tanaman (Widayat, 2000).
diperoleh pada konsentrasi BA sebesar
Perbanyakan tanaman kina secara
3 mg/L. Untuk pengakaran planlet,
konvensional biasanya dilakukan dengan
digunakan medium B5 dengan penam-
biji, setek, sambungan dan okulasi.
bahan IBA konsentrasi 0 –2,5 mg/L. Hasil
Namun, penyediaan bibit melalui biji
pengakaran terbaik diperoleh pada
menghasilkan keragaman tanaman yang
konsentrasi IBA 2 mg/L. Selanjutnya,
tinggi akibat adanya penyerbukan silang.
Riyadi & Tahardi (2005) melaporkan
Biasanya turunannya mempunyai
37
Perbanyakan in vitro tanaman kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas....

hasil penelitiannya tentang pengaruh Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung,
kombinasi NAA dengan IBA terhadap Jawa Barat. Biji kina yang berasal dari
pertumbuhan dan perkembangan tunas, buah masak. Biji disterilkan dalam larutan
jumlah daun dan pengakaran tanaman kina kloroks 20% selama 15 menit diikuti
Succi (C. succirubra Pavon) asal nodus dengan sterilisasi dalam larutan Dithane
apikal in vitro. Konsentrasi NAA yang M-45 (1 g/L) selama dua jam sambil
digunakan adalah 0,05 – 2,0 mg/L sedang- dikocok dengan kecepatan 80 rpm di atas
kan untuk IBA adalah 0 – 1,5 mg/L. Hasil mesin pengocok. Biji dibilas beberapa
terbaik diperoleh pada konsentrasi NAA kali dengan akuades steril lalu
0,05 mg/L ditambah IBA 0,05 mg/L dikecambahkan dalam cawan Petri yang
dengan rata-rata pertumbuhan tinggi tunas berisi kertas saring basah. Biji dikecam-
36,3 mm, jumlah daun 11,5 buah dan bahkan dalam ruang dengan pencahayaan
frekuensi pengakaran 13,1 planlet selama 14 jam/hari selama 2–4 minggu.
empat minggu. Dari beberapa penelitian Kecambah dipindahkan ke medium padat
tersebut, belum diketahui perbandingan MS dengan konsentrasi 50% unsur makro
tingkat multiplikasi antara tunas apikal tanpa ZPT sampai tingginya mencapai
dengan tunas aksiler. Selain itu, daya + 15 cm. Kecambah tersebut digunakan
multiplikasi tunas kina tersebut masih sebagai sumber eksplan untuk penelitian
perlu ditingkatkan untuk mengefisiensikan multiplikasi tunas dan pembesaran/
proses penggandaannya. pertumbuhan serta pengakaran tunas
Sumber eksplan untuk perbanyakan menjadi planlet.
tunas tanaman kina secara in vitro, selain
tunas aksiler juga dapat digunakan tunas Multiplikasi tunas
apikal. Namun, daya penggandaan tunas
apikal dibandingkan dengan tunas aksiler Sumber eksplan yang digunakan
belum diketahui. Oleh karena itu, penting adalah tunas apikal dan aksiler dengan
untuk diteliti tingkat penggandaan tunas panjangnya + 10 mm berasal dari
dari kedua sumber eksplan tersebut. kecambah in vitro. Medium yang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui digunakan adalah Murashige-Skoog
tingkat multiplikasi tunas apikal dan (1962) mengandung 3% sukrosa dan
aksiler tanaman kina (C. ledgeriana) ditambah 1 – 5 mg/L BA yang masing-
secara in vitro. Selain itu, juga ditentukan masing dikombinasikan dengan 0,1 mg/L
pengaruh kombinasi konsentrasi ZPT yang IBA, gelrite 2,5 g/L. pH medium diatur
efektif dan efisien untuk pertumbuhan dan menjadi 5,7 sebelum disterilisasi.
perkembangan tunas yang meliputi: Sterilisasi medium dilakukan dengan
jumlah daun, tinggi tunas dan tingkat autoklaf pada suhu 121 0C dengan tekanan
pengakaran planlet tanaman kina tersebut. 1,5 atm selama 20 menit. Kultur
diinkubasikan di dalam ruang terang di
bawah lampu TL dengan intensitas cahaya
Bahan dan Metode 30 µmol foton/m2/detik dengan periode
penyinaran 14 jam pada suhu 26 0C dan
Bahan penelitian yang digunakan kelembaban relatif + 60% selama empat
adalah tanaman kina (Cinchona dan delapan minggu yang masing-masing
ledgeriana Moens) yang berasal dari diulang sebanyak 10 kali. Setelah tercapai

38
Riyadi & Tahardi

waktu kultur, maka tunas-tunas tersebut Analisis statistik


dipanen dan diamati dengan memisahkan
rerumpunan tunas dengan pisau scalpel Data dari parameter multiplikasi tunas
sehingga memudahkan dalam peng- apikal dan aksiler maupun pertumbuhan
hitungan tingkat multiplikasi tunas. planlet yang meliputi jumlah daun dan
tinggi tunas diuji statistik menggunakan
Pertumbuhan dan pengakaran tunas analisis keragaman (Anova) dengan
metode rancangan acak lengkap (RAL).
Tunas aksiler hasil multiplikasi Perbedaan antar perlakuan ditentukan
diseleksi berdasarkan tingkat keseragaman dengan uji jarak berganda Duncan pada
dengan tinggi tunas 5 mm dan jumlah taraf uji α = 0,05.
daun dua buah (satu pasang) yang
selanjutnya ditransfer pada medium MS Hasil dan Pembahasan
dengan penambahan IAA 5 & 10 mg/L
masing-masing ditambah IBA 0 & Multiplikasi tunas
0,5 mg/L dalam tabung. Kemudian tunas
tersebut dikulturkan dalam ruang terang di Tunas apikal maupun aksiler telah
bawah lampu TL 40 W dengan intensitas mengalami multiplikasi tunas pada umur
cahaya 30 µmol foton/m2/detik dengan empat minggu (Gambar 1b & 1d) pada
periode penyinaran 14 jam pada suhu semua perlakuan kosentrasi ZPT (Tabel
260C dan kelembaban relatif + 60%. 1). Namun, tingkat multiplikasi pada
Tunas tersebut dikulturkan selama enam tunas apikal masih rendah yaitu kurang
minggu yang diulang sebanyak 10 kali, dari tujuh buah dengan perbedaan antar
sehingga dapat terlihat pertumbuhan dan perlakuan tidak signifikan pada semua
perkembangan tunas menjadi planlet perlakuan. Sebaliknya, pada tunas aksiler
meliputi jumlah daun, tinggi tunas dan menghasilkan tingkat multiplikasi tunas
persentase tunas yang berakar. lebih tinggi yaitu lebih dari tujuh buah.
Tingkat multiplikasi tunas rata-rata pada
Aklimatisasi planlet nodus apikal tertinggi sebanyak 6,6 tunas
yang diperoleh pada perlakuan BA 2 mg/L
Sebanyak 30 tunas yang sudah ber- dikombinasikan dengan IBA 0,1 mg/L,
akar banyak dan berdaun cukup lebat, sedangkan pada nodus aksiler mencapai
selanjutnya ditransplantasi dan diaklima- 9,6 tunas yang diperoleh pada perlakuan
tisasi pada campuran medium tanah dan BA 1 mg/L dikombinasikan dengan IBA
pasir dengan perbandingan 1 : 1 yang 0,1 mg/L.
dimasukkan dalam polibag hitam Umur kultur delapan minggu mampu
berdiameter 10 cm (tahap I) selama empat menaikkan tingkat multiplikasi tunas yang
minggu. Setelah tunas mencapai tinggi cukup tinggi pada nodus aksiler maupun
lebih dari 25 cm, planlet/bibit tersebut apikal (Gambar 1c & 1e). Hasil analisis
dipindah-kan ke polibag berdiameter 20 statistik dengan uji jarak berganda Duncan
cm sampai siap tanam di lapang (tahap II) pada α = 0,05 menghasilkan perbedaan
selama empat minggu. signifikan antar perlakuan konsentrasi BA

39
Perbanyakan in vitro tanaman kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas....

a b c

d e

f g

Gambar 1. Kultur in vitro tanaman kina (a) kecambah in vitro umur 3-4 minggu yang digunakan
sebagai sumber eksplan, (b) multiplikasi tunas apikal umur delapan minggu, (c) multiplikasi
tunas aksiler umur delapan minggu, (d) pemisahan tunas dari multiplikasi tunas apikal umur
delapan minggu, (e) pemisahan tunas dari multiplikasi tunas aksiler umur delapan minggu,
(f) planlet berakar sempurna yang siap diaklimatisasi umur enam minggu dan (g) bibit hasil
aklimatisasi umur 12 minggu.
Figure 1. In vitro culture of cinchona (a). in vitro germinants as explant source, 3-4 weeks (b) apical
shoot multiplication, eight-week-old, (c) axillary shoot multiplication, eight-week-old, (d)
shoots separated from multiplying apical shoot cluster, eight-week-old, (e) shoots separated
from multiplying axillary shoot cluster, eight-week-old, (f) plantlet with roots ready to be
acclimated, six-week-old and (g) plantlets that have been acclimated, twelve-week-old.

baik pada nodus aksiler maupun apikal diperoleh pada perlakuan konsentrasi BA
(Tabel 1). Tingkat multiplikasi tunas rata- 5 mg/L dikombinasikan dengan IBA
rata pada nodus aksiler tertinggi sebanyak 0,1 mg/L. Santoso et al. (2004), melapor-
24,6 tunas yang diperoleh pada perlakuan kan multiplikasi tunas aksiler tanaman
konsentrasi BA 3 mg/L dikombinasikan kina Ledger terbaik menggunakan BA
dengan IBA 0,1 mg/L, sedangkan pada 5 mg/L sebesar 13,2 tunas pada umur 16
nodus apikal hanya 17,2 tunas yang minggu dan 45 tunas pada umur 24

40
Riyadi & Tahardi

minggu menggunakan BA 3 mg/L. 2004). Konsentrasi BA terbaik yang


Sedangkan untuk kina Succi, multiplikasi digunakan untuk multiplikasi tunas pisang
tunas terbaik diperoleh pada BA 3 mg/L abaca sebesar 6 - 7 mg/L yang
sebesar 8,1 tunas pada umur 16 minggu menghasilkan tunas rata-rata sebesar 8,4 -
dan 25,5 tunas pada umur 24 minggu pada 8,6 buah. Penggunaan hormon tumbuh
konsentrasi BA sama. diperlukan untuk pengembangan dan
Proses multiplikasi tunas tanaman penumbuhan planlet, karena produksi in
memerlukan adanya hormon tumbuh vivo hormon tersebut belum cukup
eksternal khususnya golongan sitokinin sehingga perlu penambahan ZPT ke dalam
seperti BA karena untuk mendapatkan medium kultur (Cestellanos et al., 2008).
tingkat multiplikasi tunas yang tinggi, Selain hormon tumbuh, sumber tunas dan
sitokinin internal masih kurang. Staba & umur kultur yang tepat juga
Chung (1981), melaporkan bahwa dalam mempengaruhi tingkat multiplikasi tunas
menumbuhkan eksplan tunas C. ledge- tanaman kina. Hasil yang diperoleh
riana dan C. succirubra hingga meng- menunjukkan bahwa, sumber tunas pada
hasilkan planlet sempurna menggunakan nodus aksiler menghasilkan tingkat
ZPT berupa BA dikombinasikan IBA. multiplikasi tunas lebih tinggi dibanding-
Penggunaan BA juga diaplikasikan dalam kan nodus apikal (Tabel 1 dan 2). Hal ini
multiplikasi tunas tanaman lain seperti mungkin disebabkan jumlah mata tunas
tanaman pisang abaca (Avivi & Ikrarwati, pada nodus aksiler lebih banyak

Tabel 1. Pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap multiplikasi tunas asal nodus apikal dan aksiler
tanaman kina setelah empat dan delapan minggu pada medium MS.
Table 1. Effect of plant growth regulators (PGR) on shoot multiplication from apical and axillay nodes
of cinchona after four and eight- week-old on MS media.

Kombinasi ZPT Rata-rata jumlah tunas (Average of bud number)


Combination of PGR buah/shootlets
(mg/L)
Asal nodus apikal Asal nodus aksiler
From apical node From axillary node
BA IBA
Empat minggu Delapan minggu Empat minggu Delapan minggu
Four- week-old Eight- week-old Four- week-old Eight- week-old
1 0,1 4,6 a 7,8 c 9,6 a 11,4 c
2 0,1 6,6 a 9,2 c 6,0 a 15,2 c
3 0,1 5,2 a 13,8 b 4,6 a 24,6 a*
5 0,1 5,4 a 17,2 a 6,2 a 20,6 ab
*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji
jarak berganda Duncan pada α = 0,05.
*) Means in the same column followed by the same letters are not significantly different according to
Duncan’s multiple range test at α = 0.05.

41
Perbanyakan in vitro tanaman kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas....

Tabel 2. Pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan tinggi tunas dan jumlah daun
tanaman kina setelah enam minggu pada medium MS.
Table 2. Effects of plant growth regulators (PGR) on shoot length and leaf number in cinchona after
six- week-old on MS media.

Kombinasi ZPT
Combination of PGR Tinggi tunas Jumlah daun
(mg/L) Shoot length Leaf number
(mm) (buah/sheets)
IAA IBA
5 0 22,2 a 7,8 a
10 0 21,4 a 7,8 a
5 0,5 16,5 a 7,4 a
10 0,5 16,1 a 6,4 a

*) Angka dalam kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
berganda Duncan pada α = 0,05.
*) Means in the same column followed by the same letters are not significantly different according to
Duncan’s multiple range test at α = 0.05.

dibandingkan nodus apikal karena pada dari 3-4 kali lipat dari awal kultur yang
satu nodus yang sama terdapat dua mata tingginya hanya 5 mm (Gambar 1f). Pada
tunas untuk nodus aksiler dan satu mata parameter tinggi tunas dan jumlah daun
tunas pada nodus apikal. Selain itu, perbedaannya tidak signifikan untuk
dengan adanya pemotongan tunas apikal semua konsentrasi ZPT dengan uji jarak
maka dominansi tunas apikal terhadap berganda Duncan pada α = 0,05 (Tabel 2).
tunas aksiler menjadi hilang sehingga Rata-rata tinggi tunas tertinggi sebesar
pertumbuhan mata tunas pada nodus 22,21 mm yang diperoleh pada perlakuan
aksiler menjadi pesat. Menurut Ruttink IAA 5 mg/L, sedangkan jumlah daun
et al. (2007) pada nodus apikal terdapat tertinggi diperoleh pada perlakuan IAA
penumpukan hormon tumbuh internal 5 mg/L ataupun 10 mg/L. Persentase
terutama auksin yang mempengaruhi pengakaran tertinggi sebesar 90% di-
pertumbuhan tunas. Akibat penumpukan peroleh pada perlakuan IAA 10 mg/L.
hormon di bagian pucuk tersebut, maka Pertumbuhan tinggi tunas mulai
pengaruh hormon di bagian mata tunas terlihat pada umur + 5 hari dan berkem-
aksiler menjadi lemah, sehingga bang cukup pesat pada umur 15 hari
memunculkan fenomena yang disebut “ setelah tanam. Dari empat perlakuan
dominansi apikal.” konsentrasi ZPT yang diuji, hasilnya
menunjukkan bahwa tinggi tunas pada
Pertumbuhan dan pengakaran tunas semua perlakuan mengalami pertumbuhan
dan perkembangan yang cukup pesat
Tunas-tunas hasil multiplikasi setelah meskipun perbedaannya tidak signifikan.
dikulturkan selama enam minggu telah Pemberian IAA secara tunggal dengan
menampakkan pertumbuhan dan perkem- konsentrasi 5 mg/L pada kultur tunas kina
bangan cukup pesat yang mencapai lebih telah cukup untuk memacu pertumbuhan

42
Riyadi & Tahardi

tinggi tunas. Peningkatan konsentrasi pertumbuhan organogenesis termasuk


IAA dua kali lipat menjadi 10 mg/L tidak pembentukan tunas daun.
meningkatkan laju tinggi tunas. Inisiasi akar adventif mulai terlihat
Penambahan auksin lain berupa IBA pada 15 hari setelah kultur. Akar tersebut
konsentrasi 0,5 mg/L juga tidak tumbuh mulai dari bagian distal tunas atau
meningkatkan laju tinggi tunas (Tabel 2). tepat pada permukaan medium. Setelah
Pertumbuhan dan pertambahan daun akar tersebut berkembang, akar baru
mulai terlihat seminggu setelah kultur tumbuh lagi di bagian bawahnya sehingga
dengan adanya pertumbuhan tunas atau sistem akar menjadi besar atau lebat yang
bakal daun baru. Pada awal kultur, rata- berbentuk serabut. Frekuensi pemben-
rata jumlah daun sebesar empat buah per tukan akar tertinggi sebesar 90% yang
tunas, dan enam minggu setelah kultur diperoleh pada perlakuan IAA sebesar
jumlah daun telah mencapai rata-rata 7,8 10 mg/L (Gambar 2). Pada konsentrasi
buah per tunas (Tabel 2). Daun-daun baru IAA 5 mg/L frekuensi perakaran hanya
dapat tumbuh dan berkembang sempurna. 40%. Dengan demikian, pengaruh IAA
Bentuk dan ukuran daun tersebut sesuai secara tunggal dapat menginduksi
dengan besar tunas yang tumbuh. perakaran tanaman kina Ledger. Hal ini
Menurut Webster et al. (2006), sesuai dengan hasil penelitian Tahardi
penggunaan kombinasi beberapa ZPT (1994), yang melaporkan keberhasilannya
akan mempercepat dan meningkatkan dalam menginduksi akar pada tanaman teh
hasil induksi tunas daun dalam kultur. (Camellia sinensis L) dengan meng-
Menurut Cestellnos et al. (2008), hormon gunakan auksin (berupa NAA) secara
tumbuh golongan auksin (IAA, NAA, tunggal. Eksplan yang digunakan adalah
IBA) sangat diperlukan dalam masa tunas aksiler pada medium WP dengan

100
Persentase perakaran
Percentage of root (%)

80

60

40

20

0
IAA 5 IAA 10 IAA 5 + IBA 0,5 IAA 10 + IBA 0,5
Konsentrasi ZPT (PGR concentration)

Gambar 2. Persentase planlet kina (C. ledgeriana Moens) yang berakar pada medium pembesaran setelah
enam minggu.
Figure 2. Root percentage of cinchona plantlet (C. ledgeriana Moens) on development media after six-
week-old.

43
Perbanyakan in vitro tanaman kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas....

dengan penambahan NAA pada Aklimatisasi Planlet


konsentrasi 1 – 3 mg/L secara tunggal,
mampu menghasilkan akar sampai 82%. Semua planlet diseleksi berdasarkan
Muhit (2007) melaporkan hasil penelitian- perkembangan daun dan tunas serta
nya dalam menginduksi akar tanaman pertumbuhan akar yang memadai untuk
beberapa varietas krisan yang meng- aklimatisasi. Planlet kina pada tahap I
gunakan IAA konsentrasi 0,5 mg/L pada tersebut dapat tumbuh dan berkembang
medium MS berkonsentrasi 50% unsur pada medium aklimatisasi yang digunakan
makro. Akar tanaman krisan tersebut sehingga perlu dipindah lagi ke polibag
tumbuh setelah 1 – 4 minggu. yang ukurannya lebih besar (diameter
Penggunaan IAA 5 mg/L bersama 20 cm). Setelah empat minggu bibit
IBA 0,5 mg/L dapat meningkatkan tersebut dikeluarkan dari kotak kaca,
persentase perakaran. IAA pada konsen- kemudian ditempatkan di dalam rumah
trasi 5 mg/L secara tunggal menghasilkan kaca dengan intensitas cahaya yang lebih
frekuensi perakaran 40%, namun pada tinggi (tahap II) selama empat minggu.
kombinasi IAA 5 mg/L dengan IBA Pertumbuhan dan perkembangan planlet
0,5 mg/L dapat meningkat menjadi 50%. pada tahap II semakin cepat dan tampak
Dengan demikian, pemberian IBA dalam lebih kuat dan jagur (Gambar 1g).
medium yang dikombinasikan dengan Pada aklimatisasi tahap I rata-rata
IAA 5 mg/L dapat meningkatkan laju tingkat kematian planlet relatif tinggi yaitu
induksi pengakaran pada tanaman kina + 40% dari 30 bibit. Sedangkan pada
Ledger. Namun, pada konsentrasi IAA aklimatisasi tahap II tingkat kematian
10 mg/L yang dikombinasikan dengan planlet sudah menurun pesat yaitu + 10%
IBA 0,5 mg/L tidak dapat meningkatkan dari 18 bibit. Hasil ini dimungkinkan
persentase perakaran justru menurunkan. karena pada medium tumbuh dengan
Hal ini dimungkinkan bahwa untuk perbandingan tanah dan pasir 1:1
induksi perakaran tanaman kina Ledger merupakan medium yang sesuai bagi
menggunakan IAA konsentrasi 10 mg/L serapan air, ketersediaan unsur hara
sudah melebihi kebutuhan optimal jika maupun kondisi lingkungan perakaran
ditambahkan auksin lagi seperti IBA planlet tanaman kina. Sampai akhir
0,5 mg/L. Menurut Holiday (2004) dan aklimatisasi tahap II planlet tanaman kina
Cestellmor et al. (2008), auksin sangat mampu tumbuh dan berkembang dan siap
diperlukan dalam pertumbuhan organo- dipindahkan ke tempat persemaian lapang
genesis termasuk dalam pembentukan sampai siap transplanting di lapangan.
akar. Kombinasi ZPT antara beberapa Pada umur 16 minggu, tinggi bibit kina
jenis auksin dengan konsentrasi yang tepat mencapai + 40 cm dengan jumlah daun
dapat meningkatkan hasil inisiasi dan lebih dari 10 helai sehingga bibit tersebut
induksi akar pada kultur tanaman. telah siap ditransplanting di lapang.

44
Riyadi & Tahardi

Kesimpulan Han, Y.S., R.V.D. Heijden, A.W.M. Lefeber,


C. Erkelens & R. Verpoorte (2002).
Tanaman kina (Cinchona ledgeriana Biosynthesis of anthraquinonesnin all
Moens) dapat diperbanyak secara in vitro cultures of Cinchona ‘robusta’ proceeds
via the methylerythritol 4-phosphate
dengan multiplikasi tunas aksiler maupun pathway. Phytochem., 59 (1), 45-55.
apikal. Pada tunas aksiler, tingkat
multiplikasi tertinggi selama empat Hunter, C.S. (1988). Cinchona spp. : Micro-
minggu rata-rata mencapai 11,6 kali (pada propagation, and the in vitro production
perlakuan BA 1 mg/L + IBA 0,1 mg/L), of quinine and quinidine. In: Bajaj,
selanjutnya pada umur delapan minggu Y.P.S. (ed.) Biotechnology in Agriculture
and Forestry. Vol. 4: Medicinal and
meningkat pesat menjadi 24,6 kali (pada
Aromatic Plants I. New York. Springer-
perlakuan BA 3 mg/L + IBA 0,1 mg/L). Verlag,
Untuk tunas apikal, tingkat multi-
plikasinya lebih rendah yaitu 6,6 kali Krikorian, A.D., M. Singh & C. E. Quinn
selama empat minggu (pada perlakuan BA (1982). Aseptic micropropagation of
2 mg/L + IBA 0,1 mg/L) dan 17,2 kali Cinchona: Prospects and problems. In:
selama delapan minggu (pada perlakuan Rao, A.N. (ed.) Tissue Culture of
Economically Important Plants. Proc.
BA 5 mg/L + IBA 0,1 mg/L).
Int’l. Symp., National Unversity of
Tunas-tunas tersebut mengalami Singapore, 28-30 April 1981.
pertumbuhan dan perkembangan normal
yang tercermin pada tinggi tunas, jumlah Muhit, A. (2007). Teknik produksi tahap awal
daun dan sistem perakaran. Planlet kina benih vegetatif krisan (Chrysanthemum
tersebut telah berhasil diaklimatisasi pada morifolium R). Bul. Teknik Pertanian, 12
medium campuran tanah dan pasir dengan (1), 14-18.
perbandingan 1 : 1 dengan tingkat Murashige, T. & F. Skoog (1962). A revised
keberhasilan 75%. medium for rapid growth and bioassays
with tobacco tissue cultures. Physiol.
Plant., 15, 473-479.
Daftar Pustaka
Riyadi, I & J.S. Tahardi (2005). Pengaruh
NAA dan IBA terhadap pertumbuhan
Avivi, S. & Ikrarwati (2004). Mikropropagasi
dan perkembangan tunas kina (Cinchona
pisang abaca (Musa textilis Nee) melalui
succirubra). J. Bioteknol. Pertanian,
teknik kultur jaringan. Ilmu Pertanian,
10(2), 45-50.
11 (2), 27-34.
Ruttink, T., M. Arend, K. Morreel, V. Storme,
Cestellanos, M., B. Power & M. Davery
S. Rombauts, J. Fromm, R.P. Bhalerao,
(2008). Tissue culture technologies for
W. Boerjan & A. Rohde (2007). A
micropropagation, in vitro regeneration
Molecular Timetable for Apical Bud
and genetic improvement of poinsettia.
Formation and Dormancy Induction in
Propagation on Ornamental Plants, 8
Poplar. Plant Cell, 19, 2370-2390.
(4), 173-185.
Santoso, J., N. Toruan-Mathius,
Halliday, K. J. (2005). Plant Hormones: The
U. Sastraprawira, G. Suryatmana &
Interplay of Brassinosteroids and Auxin.
D. Saodah (2004). Perbanyakan tanaman
Curr. Biol., 14 (23), R1008-R1010.
kina Cinchona ledgeriana Moens dan

45
Perbanyakan in vitro tanaman kina (Cinchona ledgeriana Moens) melalui tunas....

C. succirubra Pavon melalui peng- Tahardi, J.S. (1994). Micropropagation of tea


gandaaan tunas aksiler. Menara through shoot proliferation from excised
Perkebunan, 72 (1), 11-25. axillary buds. Menara Perkebunan, 62 (2),
20-24.
Staba, E.J. & A.C. Chung (1981). Quinine
and quinidin production by cinchona leaf, Webster, S.A., S.A. Mitchell, W.A. Reid &
root and unorganized cultures. M. H. Ahmad (2006). Somatic
Phytochem. 20 (11), 2495-2498. embryogenesis from leaf and zygotic
embryo explants of Blighia sapida
Sukasmono, M., Suhawijaya & ‘cheese’ ackee. In Vitro Cell Dev. Biol.
A. L. Supartoyono (1980). Setek Plant, 42, 467-472.
sambungan kina hasil pengujian di
lapangan. Warta BPTK., 6(1/2), 105-109. Widayat, W. (2000). Peluang pasar dan
perkembangan industri kina Indonesia. In
Sumaryono & I. Riyadi (2005). Pertumbuhan M. Martono et al. (eds.) Pros. Seminar
biak kalus dan suspensi sel tanaman kina Sehari Pengembangan Perkebunan
(Cinchona ledgeriana Moens). Menara Indonesia, Buku II: Pengembangan Kina
Perkebunan, 73 (1), 1-11. Nasional. Bandung, 3 Agustus 2000. p. 4-
10.

46

Vous aimerez peut-être aussi