Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NIM : A12.2010.03944
KEBUTUHAN SDM IT
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah faktor yang menentukan bagi keberhasilan
pengembanganindustri teknologi informasi (informationtechnology, IT), termasuk industri
software, untuk menuju ekonomi digital. Bandung High Technology Valley (BHTV) adalah sebuah
program Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk meningkatkan ekspor elektronika
Indonesia dari sekitar USD 4 milyar pertahun pada tahun 2000 ini menjadi USD 30 milyar pertahun
di tahun 2010. Pengembangan industri IT menjadi salah satu ujung tombakprogram BHTV, dengan
target ekspor senilai USD 8.2 milyar. Untuk itu dibutuhkan tenaga profesional IT lebih dari
350.000 orang, di luar tenaga IT yang dibutuhkan industri penghasil produk non-IT. Strategi
pengembangan SDM ini perlu dilakukan melalui sertifikasi SDM yang dikaitkan dengan struktur
industri IT. Pengembangan SDM industri IT harus diarahkan pada dua sasaran: (1) penghasil dan
pemelihara infrastuktur IT yang efisien dan (2) pembangun pengetahuan, ide, dan informasi yang
inovatif dan penting bagi ekonomi digital. Pendidikan dan pelatihan dibutuhkan untuk
menghasilkan tenaga teknis, manajemen, dan entrepreneur. SDM yang dihasilkan perlu disalurkan
bagi industri Indonesia yang berorientasi ekspor maupun dicadangkan ke luar negeri sebagai TKI.
Penyaiapan sumber daya manusia merupakan salah satukunci utama keberhasilan pengembangan
industri teknologiinformasi (information technology, IT) di Indonesia. Dalam kondisi krisis
berkepanjangan saat ini, industri IT(khususnya software dan Internet) adalah satu-satunya harapan
Indonesia dalam menggenjot ekspor elektronika.Indonesia telah terperangkap dalam lingkaran setan
krisis, di mana krisis ekonomi Indonesia telah mengganggu kestabilan politik sehingga menakutkan
calon investor. Akibatnya industri baru yang sangat diharapkan untuk memulihkan kinerja ekspor
Indonesia tidak muncul. Hal ini diperburuk dengan timbulnya krisis sosial dan keamanan, di mana
industri yang sudah ada pun harus mengalami berbagai ganguan seperti pemogokan buruh,
perampokan kontainer, hambatan transportasi akibat demontsrasi massa, kelambatan pabean, dan
pungutan-pungutan liar. Akibatnya, industri yang sudah ada tidak dapat bertumbuh, bahkan ada
yang terpaksa memperkecil skala operasinya atau meninggalkan Indonesia. Pengalaman India
dalam industri IT menguatkan keyakinan kita bahwa industri IT-lah harapan yang masih tertinggal
bagi Indonesia saat ini. Keberhasilan India dalam membangun industri Teknologi Informasi,
khususnya industri software, telah mematahkan argumentasi bahwahanya negara maju yang dapat
berpartisipasi dalam ekonomi digital. Dalam waktu kurang dari lima tahun ekspor software India
telah berlipat ganda lebih dari tujuh kali lipat, menjadi USD 4 milyar di tahun 2000. Diperkirakan
pada tahun 2008, ekspor software India akan mencapai USD 50 milyar! Pertumbuhan ekspor ini
terjadi pada saat kebutuhan domestik software India hanya sebesar satu per tiga nilai ekspor dengan
tingkat pertumbuhan yang landai. Fenomena ini juga mematahkan argumentasi bahwa industri
elektronika berorientasi ekspor harus memiliki pasar domestik yang besar sebagai landasannya.
Selain itu, industri ini berkembang di tengah-tengah situasi India yang serba chaos seperti konflik
Kashmir, potensi konflik nuklir dengan Pakistan dan Cina, konflik SARA antar masyarakat,ketidak
stabilan pemerintahan yang sering berganti-ganti, kemiskinan yang merajalela, dan beban
kemiskinan penduduk yang besar. Industri software seakan rentan
terhadap masalah seperti ini. Belajar dari pengalaman India, Indonesia harus segera memanfaatkan
boom kebutuhan dunia akan produk IT sebagai salah satu lokomotif ekspor Indonesia. Dalam
keadaan krisis ekonomi saat ini Indonesia sangat membutuhkan penghasilan devisa dari ekspor,
baik untuk memenuhi kebutuhan bangsa yang kebanyakan masih harus di impor, maupun untuk
mencicil hutang luar negeri. Tanpa cadangan devisa yang cukup, Indonesia akan sangat
rentan terhadap krisis moneter, yang pada gilirannya akan merusak pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Sejak awal disadari bahwa akan segera terjadi krisis SDM di industri IT di Indonesia. tersedianya
tenaga kerja sebesar hampir 2,5 juta. Tenaga kerja ahli/unggul (yakni berproduktivitas setiap tahun
lebih dari $ 20,000 per orang) diperkirakan lebih dari 600,000 orang, khusus untuk bidang
elektronika saja. Tuntuan ini cukup sukar dipenuhi. Sebagai gambaran seluruh lulusan S1 kedua
program studi Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) pertahun hanya
sekitar 250 orang. Dalam sepuluh tahun, kedua program studi terkemuka ini hanya akan memasok
2500 sarjana, atau 0.41% dari kebutuhan tahun 2010. Jelas diperlukan program pencetak tenaga
unggul di bidang elektronika ini secara masif.
Tabel 1 juga mengisyaratkan cukup besarnya kebutuhantenaga semi ahli (semi-expert), tenaga
trampil (skilled workers), dan tenaga tidak-trampil (non-skilled workers) di bidang ini. Saat ini di
Indonesia belum ditemukan studi mengenai kecenderungan komposisi tenaga kerja pada sektor-
sektor industri di atas. Karena itu, menarik untuk dipelajari kasus Amerika Serikat (AS) mengenai
estimasi kebutuhan tenaga kerja industri IT, diperlihatkan pada lampiran. Tabel A-4.5 pada
Lampiran tersebut dapat di ringkas menjadi Tabel 3. Pada tabel ini, terlihat bahwa pada akhirnya
industri IT semakin menuntut tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 2. Perkiraan kebutuhan SDM (dalam juta orang) pada industri IT di AS menurut tingkat
pembinaannya.
Pendidikan Kebutuhan
Tingkat Contoh 1996 2006 Komposisi
Tinggi Sarjana 2.5 3.9 70%
Menengah Diploma 0.9 1.0 18%
Rendah SMK/Training 0.9 0.7 12%
Total 4.3 5.6
• Untuk menjamin kualitas SDM, spesifikasi-spesifikasi SDM yang hendak dikembangkan harus
ditentukanoleh kecenderungan (trend) kebutuhan industri IT agar tetap kompetitif secara global.
Penekanan pembinaan SDM ditujukan pada dua jalur: tenaga kerja inovatif (yang padat
pengetahuan) dan tenaga kerja efisien (yang bersertifikasi).
• Untuk menjamin aspek kuantitas, pembinaan SDM harus memanfaatkan teknologi IT sejak
dini. Keharusan SDM untuk melek IT (menggunakan aplikasi komputer, memrogram
komputer, dan mengakses Internet berbahasa Inggris) dibuat setara dengan keharusan melek
baca-tulis. Materi pendidikan berkualitas tinggi harus dibentuk dalam format IT dan disebarkan
ke seluruh Indonesia dengan murah atau bahkan gratis.
II. Sumber Daya Manusia di Bidang TI
Ada beberapa faktor yang menentukan daya saing sebuah bisnis. Faktor lain yang mempengaruhi
antara lain; pasar, finansial, teknologi, suppliers, infrastruktur, dan lingkungan serta kebijakan yang
kondusif. Khususnya untuk ekonomi yang berbasiskan kepada teknologi, faktor SDM merupakan
faktor yang cukup dominan.
Kompetisi Global
Pasar Produk
Partisipasi Intervensi
Pemerintah Pemerintah
Daya
Saing
Infrastruktur
Finansial Teknologi SDM Suppliers
Fisik
Pasar dari Faktor-Faktor Daya Saing
Kebijakan Pemerintah
(Indag, IPTEK, Pendidikan, Keuangan)
Sayangnya untuk mendapat sertifikat dari Microsoft atau Cisco dibutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Akibatnya calon pekerja yang memiliki potensi namun tidak memiliki uang (umum
terjadi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia) tidak dapat mengikuti sertifikasi
tersebut.
Perkembangan Teknologi Informasi yang demikian pesat menimbulkan bidang pekerjaan yang
baru. Jika dahulu hanya dikenal jenis pekerja operator, analis, dan seterusnya, maka saat ini ada
“jabatan” atau bidang kemampuan baru seperti web designer, web programmer, web editor,
database administrator, dan masih banyak lainnya. Jabatan ini belum dikenal sehingga akan
menjadi masalah jika pekerja ingin bekerja lintas negara.
Untuk bidang-bidang atau jabatan yang bersifat umum, standar mana yang digunakan?
Kemampuan (kompetensi) web desain, system administrator, network administrator, misalnya,
sebaiknya menggunakan standar yang mana (siapa)? Demikian pula standar untuk kemampuan
mengoperasikan dan mengelola sistem operasi Linux, banyak standar yang dapat diadopsi.
Hal yang sama terjadi di sisi bisnis TIE (bukan sisi teknisnya). Standar dan sertifikat apa yang
dibutuhkan oleh seseorang untuk membuktikan kepiawaiannya dalam bidang bisnis TI.
Indonesia memiliki permasalahan SDM yang sama dengan negara lain. Namun selain
permasalahan tersebut, ada beberapa permasalahan lain yang dihadapi oleh Indonesia.
1
bidang TI. Indonesia belum mampu menghasilkan tenaga profesional dalam jumlah
sebanyak itu.
Di Indonesia, kemampuan TI umumnya hanya sebatas pada kulitnya saja. Banyak SDM
yang mampu ngoprek komputer akan tetapi tidak dapat menjelaskan secara teori apa yang
terjadi. Akibatnya didapatkan programmer yang hanya mengerti coding namun tidak
memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi baru atau bahkan membuat sebuah produk.
Software house di Indonesia umumnya tidak mengenal istilah “Capability Maturity Model
(CMM)” yang banyak digunakan di industri software. Sementara di India banyak sudah
software house yang memiliki tingkat CMM yang cukup tinggi. Contoh lain, teori tentang
compiler construction umumnya tidak dikenal oleh pemrogram di Indonesia.
Perguruan tinggi mana saja yang memiliki jurusan computer science? Berapa banyak?
Bagaimana rangkingnya? Bagaimana kualitas jurusan computer science tersebut
dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di sekitar Indonesia (seperti Singapura,
Malaysia, Thailand, Filipina)? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan hal yang sulit dijawab.
Diperkirakan perguruan tinggi yang memberikan basis ilmu pengetahuan yang cukup kuat
masih kurang di Indonesia.
Standarisasi
Standarisasi SDM TI dibutuhkan untuk memudahkan kegiatan TI, misalnya penjabaran
tanggung jawab, kemampuan, gaji, visa pekerja dan sebagainya. Standarisasi ini tidak hanya
berlaku lokal, tapi juga dibutuhkan dalam koridor global. Sebagai contoh, jika kita
mengirimkan seseorang untuk bekerja di luar negeri (atau sebaliknya jika ada pekerja asing
yang ingin bekerja di Indonesia) maka pihak imigrasi akan mengklasifikasikan pekerja
tersebut sesuai dengan bidang pekerjaannya (data entry, programmer, dan sebagainya).
Dikarenakan bidang TI ini dapat dikatakan baru dan berkembang dengan pesat, maka
standarisasi SDM TI merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah. Data-data yang ada
di imigrasi, misalnya, akan tertinggal.
Salah satu masalah standar adalah penerimaan standar tersebut di masyarakat bisnis.
Penggunaan standar kompetensi yang dikeluarkan oleh vendor, misalnya oleh Cisco,
Microsoft, Oracle, dan Novell, lebih disukai dan dikenal oleh para pelaku bisnis. Namun hal
ini belum dikenal di sisi birokrasi, misalnya di sisi imigrasi. Sehingga seseorang yang hanya
lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU) tapi memiliki sertifikat dari Cisco, Microsoft, dan
Oracle akan tetap dianggap sebagai pekerja yang tidak terampil (unskilled worker). Padahal
jika dibandingkan dengan lulusan S2, bisa jadi lulusan SMU yang memiliki sertifikat vendor
yang bersifat global ini lebih disukai oleh pelaku bisnis.
Kajian Rencana Pengembangan SDM TI
Penjabaran pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa industri TI memberikan peluang kepada
Indonesia. Khususnya dalam bidang SDM, Indonesia memiliki peluang yang cukup baik
dikarenakan jumlah penduduknya yang tinggi.
1. Strength
• Jumlah penduduk Indonesia yang banyak.
• Sifat orang Indonesia yang kreatif, moderat.
• Orang Indonesia lebih senang pulang kampung setelah pekerjaan selesai. Bagi pemberi
pekerjaan di luar negeri, hal ini merupakan faktor yang penting karena nantinya tidak
memberatkan mereka dengan urusan penduduk baru (imigran).
• Banyak profesional dan pendidik Indonesia yang lulusan perguruan tinggi di luar
negeri. Mereka memiliki kemampuan yang sama dengan koleganya di luar negeri.
2. Weakness
• Orang Indonesia dikenal tidak efisien (lambat bekerja), memiliki etos kerja yang
rendah, dan tidak dikenal sebagai high-tech workers (lebih dikenal sebagai tenaga
kasar, pembantu rumah tanggaI).
• Orang Indonesia sering tidak betah bekerja di luar negeri, sehingga sering pulang.
• Kemampuan berkomunikasi dan berbahasa Inggris yang rendah (dibandingkan dengan
beberapa negara seperti India, Singapura, Malaysia, dan Filipina).
• Infrastruktur telekomunikasi di Indonesia yang masih terbatas.
• Literasi komputer yang masih rendah. Mungkin hal ini didasarkan kepada dugaan
bahwa orang Indonesia kurang gemar membaca dan menulis. Sedangkan dunia
komputer adalah dunia baca dan tulis. Orang Indonesia lebih senang menggunakan
komunikasi verbal.
• Fasilitas pendidikan (perguruan tinggi) yang terbatas dan seringkali tidak mencukupi
kebutuhan. Sebagai contoh, perpustakaan yang baik merupakan sebuah fasilitas yang
langka di Indonesia. Training center atau sekolah IT seringkali tidak memiliki fasilitas
komputer yang memadai.
• Tidak adanya leadership (dari pemerintahan) di bidang TI.
• Kurangnya investasi di bidang TI. Jika diinginkan industri TI yang menghasilkan
ekspor US$ 8 milyar/tahun, maka dibutuhkan investasi 50% yaitu US$ 4 milyar.
Darimana investasi ini diperoleh?
• Perhatian pemerintah kepada pendidikan masih rendah. Terbukti dari rendahnya dana
untuk pendidikan.
3. Opportunity
• Kebutuhan SDM TI yang masih sangat besar, baik untuk kebutuhan dalam negeri
maupun untuk kebutuhan luar negeri.
• Kebutuhan produk dan servis TI di dalam negeri yang belum terpenuhi.
b. Strategi Pengembangan
Melihat pembahasan sebelumnya, perlu dibuat sebuah strategi pengembangan SDM TI di
Indonesia.
Dikarenakan orang Indonesia memiliki seni dan kreativitas yang tinggi, diusulkan agar
bidang yang berhubungan dengan seni (art) merupakan bidang yang difokuskan. Dalam
aplikasinya bidang ini dapat berupa desain graphical user interface (GUI) dari program
aplikasi, desainer situs web, pembuat animasi, rendering, dan pembuat produk multimedia.
Dalam sebuah diskusi informal terungkap bahwa untuk bidang pemrograman yang umum,
SDM TIE India memiliki pemahaman logika dan matematik yang unggul. Namun dilihat dari
sisi tampilan, desain mereka kalah dengan desain dari SDM Indonesia.
Apabila sudah didapatkan sebuah fokus, maka perlu dikembangkan sebuah peta (roadmap)
yang menjabarkan strategi pengembangan bidang tersebut. Kemudian, materi dasar untuk
pengembangan fokus tersebut sudah mulai dapat ditanamkan sejak di sekolah dasar. Sebagai
contoh, India memberikan dasar-dasar matematika dan logika (dan untungnya bagi mereka,
bahasa Inggris) sejak dari usia muda sehingga ketika mereka terjun ke dunia pemrograman
(yang membutuhkan banyak logika) mereka unggul.
KESIMPULAN
Solusi terhadap krisis SDM menjadi kunci keberhasilan pengembangan IT. Kualifikasi SDM harus
diturunkan dari suatu desain struktur industri yang kompetitif dan berorientasi pasar global. Proses
sertifikasi SDM menjadi kritikal. IT harus digunakan untuk menyebarluaskan paket pendidikan dan
latihan.